View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
No. 1 JURNAL TEKNIK SIPIL Vol. 10 Halaman 1 - 63
Banda Aceh Mei 2021
p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295
REDAKSI JURNAL TEKNIK SIPIL
Penasehat:
Dekan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Penanggung Jawab:
Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala
Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala
Ketua Editor/Editor-in-Chief:
Dr. Syamsidik
Anggota Editor/Section Editor:
Prof. Dr. Azmeri, S.T., M.T.
Dr. Yunita Idris, S.T., M.Struct
Dr. Renni Anggraini, S.T., M.Eng
Dr. Cut Zukhrina Oktaviani, S.T., M.T.
Dr. Munira Sungkar, S.T., M.T.
Dr. Ir. Muhammad Isya, M.T.
Dr. Ir. Rusdiansyah
Dr. Butje Alfonsius Louk Fanggi
Dr.rer.nat. Djati Mardiatno
Mitra Bestari/Reviewers:
Dr. Imroatul Chalimah Juliana,S.T, M.T
Tri Basuki Joewono, Ph.D
Dr. Yusria Darma, ST, M.Eng.Sc
Yessi Nirwana Kurniadi, ST., MT., PhD
Prof. Dr. Azmeri, S.T, M.T.
Dr. Henny Herawati, S.T., M.T.
Dr. Renni Angraini, ST., M.Eng
Muchammad Zainal Muttaqin ST MSc
Dr. Ir. Eldina Fatimah, M.Sc.Eng
Dr. Joleha , S.T., M.M
Editor Tata Letak:
Zahra Amalia, S.T., M.Eng
Sekretariat:
Juliana Fisaini, S.T., M.T.
Alamat Sekretariat/Redaksi:
Ruang Jurnal Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala
Jl. Syech Abdurrauf No. 7 Darussalam, Banda Aceh 23111
Website: https://jurnal.unsyiah.ac.id/JTS | E-mail: jurnaltekniksipil@unsyiah.ac.id
Telp/fax: 0651-7555444
EDITORIAL
Assalamualaikum wr. wb,
Pembaca dan penulis pada Jurnal Teknik Sipil (JTS) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang kami hormati,
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, tim Editor Jurnal Teknik Sipil (JTS) yang juga dikelola oleh Jurusan
Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala (USK) menyampaikan edisi Mei 2021 ini dengan sejumlah artikel
terbaru. Artikel-artikel tersebut telah mengalami proses review yang cukup ketat dan melibatkan sejumlah
reviewer (mitra bestari) baik dari internal USK maupun dari perguruan tinggi lainnya.
Hal yang berbeda dari edisi ini adalah munculnya 7 artikel dalam satu edisi dibandingkan lazimnya hanya
5 artikel. Ini merupakan tekad tim editori JTS untuk memperluas spektrum pembahasan dalam jurnal.
Dalam waktu dekat, kami bertekad untuk mencapai setidaknya 8 artikel untuk setiap edisi dimana akan
setidaknya ada 5 artikel dari penulis eksternal USK.
Perlu kami sampaikan pula bahwa, JTS sedang dalam upayanya melakukan peningkatan akreditasi pada
sistem SINTA sejak Maret 2021. Kami berharap akan terjadi peningkatan akreditasi yang signifikan
dibandingkan kondisi saat ini yang masih pada SINTA 4. Oleh karena itu, tim editor JTS berupaya
melakukan penapisan ganda pada artikel yang diterima oleh tim. Seluruh artikel melalui penapisan awal
oleh tim editorial untuk melihat sisi novelty (kebaharuan riset), ketaatan pada panduan penulisan, dan
kedalaman pembahasan hasil. Sejumlah artikel dengan terpaksa dikembalikan lagi kepada penulis tanpa
diteruskan ke proses review mengingat pertimbangan di atas. Aspek yang paling sering dijumpai adalah
ketidaksinkronan pada aspek tatatulis dan grafik/gambar yang ditampilkan. Untuk itu, Tim Editorial JTS
menyarankan kepada penulis yang bermaksud melakukan submisi makalahnya untuk memperhatikan
secara cermat dua hal tersebut untuk menghindari penolakan makalah tanpa proses review..
Di sisi lain, tim editorial JTS secara regular melakukan evaluasi internal terhadap kinerja dan capaian proses
publikasi di JTS. Salah satunya adalah dengan menggandeng sejumlah mitra bestari (reviewer) yang secara
keilmuwan cukup handal dan memiliki reputasi baik di bidangnya. Mereka berasal dari beberapa perguruan
tinggi negeri dan swasta dengan pengalaman publikasi yang baik. Di samping itu, reviewer internal di JTS
juga terus dioptimalkan. Untuk itu, Tim Editorial JTS mengucapkan terimakasih kepada para reviewer yang
tidak dapat kami sebutkan satu persatu dalam Editorial ini.
Demikianlah sambutan Tim Editorial JTS ini disampaikan. Akhirnya, sebagai Editor-in-Chief, saya
mengucapkan terimakasih kepada para Section Editor, Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Unsyiah, dan
Pimpinan Fakultas Teknik Unsyiah atas bantuan dan dukungannya.
Wassalam,
Banda Aceh, 28 Mei 2021
Jurnal Teknik Sipil
Universitas Syiah Kuala
Dr. Syamsidik
Editor-in-Chief
Email: jurnaltekniksipil@unsyiah.ac.id
DAFTAR ISI
ANALISIS PERGERAKAN ARUS PASANG SURUT TERHADAP
PERUBAHAN PERLETAKAN PEMECAH OMBAK DI PELABUHAN
ULEE LHEUE
Eldina Fatimah, Amir Fauzi
1-8
ANALISIS KELAYAKAN PROSES EVAKUASI VERTIKAL PADA
DAERAH ZONA MERAH DI KECAMATAN KUTA ALAM
M. Isya, Azmeri Azmeri, Enny Irmawati Hasan
9-19
EFISIENSI KERAPATAN STASIUN HUJAN DI KABUPATEN SUMBAWA
Adi Mustikatari Lismula, Dedy Dharmawansyah, Adi Mawardin, Tri Susilawati
20-30
ANALISIS PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PENUMPANG
ANTARA BUS DAN KERETA API RUTE SURABAYA-JAKARTA
Daud Rosyid Rahardjo Al Muntsari, Willy Kriswardhana, Akhmad
Hasanuddin
31-39
SIMULASI LUAS PENAMPANG STREET INLET JALAN YOS
SUDARSO KOTA PALANGKA RAYA
I Made Kamiana, Allan Restu Jaya, Elia Setiawan
40-48
STABILISASI TANAH LEMPUNG MENGGUNAKAN ABU TANDAN
KELAPA SAWIT DAN SEMEN TERHADAP NILAI CBR
Muthia Anggraini, Daniel Panggabean, Winayati
49-54
TINGKAT KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KINERJA
PELAYANAN BANDARA SULTAN ISKANDAR MUDA BANDA
ACEH MENGGUNAKAN METODE CUSTOMER SATISFACTION
INDEX (CSI)
Cut Mutiawati, Lulusi Lulusi, Suci Lestari
55-63
Jurnal Teknik Sipil
p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295
Volume 10 No. 1, Mei 2021
- 1
ANALISIS PERGERAKAN ARUS PASANG SURUT TERHADAP
PERUBAHAN PERLETAKAN PEMECAH GELOMBANG DI
PELABUHAN ULEE LHEUE
Eldina Fatimah1,*, Amir Fauzi1
1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111
*)email: eldinafatimah@unsyiah.ac.id
Abstract: The movement of tidal currents at the mouth of the port is determined by the placement of the coastal structures (eg break water). Ulee Lheue Port, which is located in Banda Aceh City as one of the vital inter-island crossing ports, often experiences problems related to the movement of ships during seasonal changes due to currents and waves. The condition of the entrance channel at Ulee Lheue Port becomes difficult for ships to pass in the West and East monsoons. This paper aims to describe the current movement that occurs when the pemecah gelombang at Ulee Lheue Port is varied, its layout is reviewed based on the direction of the waves coming. Scenario I looks at the condition of the existing pemecah gelombang, scenario II extends the building on the right side 100m, scenario III extends the left side 250m, and scenario IV extends the left side 100m and the right side 155m. The data used to analyze the current movement are wind speed taken from the BMKG Blang Bintang station, available measurement currents, and tides records at the port pool for 30 days record. The current movement is simulated using Delft3D software. The simulation results show that inside the port in scenario II the smallest maximum current velocity is 0.25m/sec compared to other scenarios. Of the four simulated scenarios, in terms of current movements, scenario IV is better than the others. Besides that, it also provides the ship comfort when maneuvering into the port.
Keywords : current; tidal; break water; port
Abstrak: Pergerakan arus pasang surut di mulut alur pelayaran ditentukan oleh perletakan bangunan pengarahnya (misalnya pemecah gelombang). Pelabuhan Ulee Lheue yang berada ke Kota Banda Aceh sebagai salah satu pelabuhan penyeberangan antar pulau yang vital, kerap mengalami permasalahan terkait dengan pergerakan kapal saat terjadinya perubahan musim akibat arus dan gelombang. Kondisi alur masuk Pelabuhan Ulee Lheue menjadi sul it dilalui kapal
pada musim barat dan musim timur. Paper ini bertujuan untuk memaparkan pergerakan arus yang terjadi bila pemecah gelombang di Pelabuhan Ulee Lheue divariasikan tata letaknya ditinjau berdasarkan arah datang gelombang. Skenario
I melihat kondisi pemecah gelombang eksisting, skenario II memanjangkan bangunan di sisi kanan 100 m, skenario III memanjangkan sisi kiri 250 m, dan skenario IV pemanjangan sisi kiri 100 m dan sisi kanan 155m. Data yang digunakan untuk menganalisis pergerakan arus adalah kecepatan angin yang diambil dari stasion BMKG Blang
Bintang, arus sesaat yang tersedia, dan pasang surut yang berada di dalam kolam pelabuhan selama 30 hari pencatatan. Pergerakan arus disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak Delft3D. Hasil simulasi menunjukkan bahwa di dalam kolam pelabuhan pada skenario II menghasilkan kecepatan arus maksimum terkecil yaitu 0,25 m/detik
dibandingkan dengan skenario lainnya. Dari keempat skenario yang disimulasikan, ditinjau terhadap pergerakan arus, maka skenario IV lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya. Disamping itu juga perletakan skenario IV
memberikan kenyamanan kapal saat bermanuver ke dalam pelabuhan.
Kata kunci : arus; pasang surut; pemecah gelombang; pelabuhan
Disetujui : 25 Januari 2021
Diterbitkan : 31 Mei 2021
Diterima : 12 September 2020
Direvisi : 18 Desember 2020
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 2
1. PENDAHULUAN
Pelabuhan Ulee Lheue merupakan pelabuhan
penyeberangan terpenting di Kota Banda Aceh, karena
merupakan prasarana penghubung antara Kota Banda
Aceh-Sabang-Pulau Nasi. Pelabuhan ini berada di wila-yah teluk Ulee Lheue dimana secara alamiah terjadi
proses pergerakan arus saat terjadi pasang dan surut air
laut disepanjang garis pantainya. Proses pergerakan arus
yang masuk dan keluar dari alur pelabuhan sangat di-
pengaruhi oleh karakteristik hidrodinamika pantai seperti angin, pasang surut, dan gelombang. Keberadaan
pemecah gelombang di mulut Pelabuhan Ulee Lheue se-
bagai pelindung kolam pelabuhan secara langsung telah
mempengaruhi pergerakan arus di sepanjang pantai di te-
luk Ulee Lheue.
Pemecah gelombang dibangun untuk membuat ko-lam yang tenang terhadap pengaruh gelombang dan arus
selain untuk melindungi fasilitas darat yang penting
lainnya. Pemecah gelombang juga didisain untuk
melindungi area pelabuhan dari erosi dan sedimentasi [1].
Diperkirakan konstruksi pemecah gelombang belum dapat sepenuhnya melindungi kolam pelabuhan
dari permasalahan pergerakan arus yang menghambat
aktivitas kapal di pelabuhan. Permasalahan ini belum
dapat dijelaskan secara pasti apakah akibat pengaruh
konstruksi pemecah gelombang yang pendek atau disebabkan oleh pengaruh perubahan iklim yang
menyebabkan perubahan gelombang dan arus di
lingkungan Pelabuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan
analisis mengenai pergerakan arus saat pasang dan surut
yang terjadi di pelabuhan Ulee Lheue dengan mempertimbangkan kondisi arah angin, pasang surut,
dan gelombang yang mempengaruhinya untuk
mendapatkan peletakan konstruksi pemecah gelombang
dengan kecepatan arus yang aman untuk pergerakan
kapal di Pelabuhan.
Beberapa peneliti terdahulu telah mengkaji perubahan garis pantai di teluk Ulee Lheue, pergerakan
arus dominan tanpa meninjau pergerakan arus di
Pelabuhan Ulee Lheue [2], [3]. Kajian secara numerik
tentang perpanjangan di kedua sisi pemecah gelombang
pelabuhan Ulee Lheue terhadap sedimentasi di dalam kolam pelabuhan sudah dilakukan. Namun hasil yang
diperoleh tidak signifikan dalam mengurangi
sedimentasi [4].
Karakteristik hidrodinamika perairan seperti pasang
surut dan arus merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi perubahan morfologi pantai di kawasan
teluk Ulee Lheue telah dijelaskan oleh [2], Menurut [2],
pola pergerakan arus terhadap pasang surut pada titik
lokasi yang ditinjau tidak seimbang dan dari grafik
mawar arus dapat disimpulkan bahwa arus dominan
terdapat dari arah utara dan arus dominan juga berasal
dari arah tenggara.
Sementara menurut [3], simulasi sirkulasi pasang
surut di Laguna Ulee Lheue yang menggunakan software
Delft3D-Flow menunjukkan bahwa rentang tinggi muka
air pada Laguna Ulee Lheue adalah 1,46 m. Kecepatan pada saat kondisi surut lebih besar dari pada kondisi saat
pasang terjadi. Kecepatan maksimum pada saat pasang
adalah 0,41 m/s dan kecepatan maksimum pada saat
surut adalah 0,67 m/s.
Hasil kajian [4] dan [5] yang dilakukan di Pelabuhan Ulee Lheue menjelaskan bahwa pasang surut
bertipe Semi Diurnal, dimana tunggang pasut (Mean
Range) di pelabuhan penyeberangan Ulee Lheue adalah
179 cm. Menurut [4], pasang surut di pelabuhan Ulee
Lheue dan barang Lafarge Cement Lhoknga tidak
mempengaruhi besar dengan pendaratan kapal-kapal di dermaga karena konstruksi dermaga di pelabuhan
tersebut sudah tepat sesuai dengan tunggang pasut yang
terjadi di pelabuhan tersebut.
Simulasi numerik terhadap laju dan volume dari
sedimentasi yang terjadi di kolam Pelabuhan Ulee Lheue dengan dua skenario panjang pemecah gelombang di
kolam pelabuhan telah dilakukan oleh [4]. Simulasi
dilakukan dengan menggunakan Delft3D-Flow dan
Delft3D-Wave. Simulasi dilakukan dengan dua skenario
panjang pemecah gelombang, dimana skenario pertama dimodelkan dengan kondisi eksisting dan skenario kedua
dimodelkan dengan menambahkan panjang dari struktur
pemecah gelombang sepanjang kurang lebih 150 m ke
arah laut. Berdasarkan hasil simulasi, dapat disimpulkan
bahwa kedua skenario panjang konstruksi pemecah gelombang ini belum cukup efektif untuk menahan laju
sedimentasi pada kolam Pelabuhan Ulee Lheue.
2. METODE PENELITIAN
Pada bagian ini diuraikan mengenai data yang
digunakan dan persamaan yang diperlukan dalam perhi-tungan.
Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih adalah lingkungan Pelabuhan
Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Pelabuhan Ulee Lheue merupakan pelabuhan
penyeberangan yang menjadi penghubung antara Kota
Banda Aceh dengan Pelabuhan Balohan di Kota Sabang
dan juga dengan Pelabuhan Lampuyang di Pulau Nasi.
Lokasi ini dapat dilihat secara garis besar pada Gambar 1.
Skenario Model
Perubahan arus saat pasang dan surut pada berbagai
arah angin dikaji berdasarkan empat skenario pemodelan
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 3
yang dipilih. Panjang dan sudut peletakan pemecah
gelombang divariasikan di mulut alur pelabuhan, Ske-nario yang dimaksud disajikan dalam Tabel 1. berikut.
Kekuatan struktur pemecah gelombang tidak termasuk
dalam kajian ini, dimana dimensi pemecah gelombang di
dalam pemodelan tidak berpengaruh terhadap parameter
yang ditinjau. Hanya panjang pemecah gelombang saja
yang dipertimbangkan dan yang memberikan pengaruh terhadap karakteristik gelombang dan arus.
Gambar 1. Lokasi penelitian di Pelabuhan Ulee
Lheue (Sumber : [6])
Pembuatan Peta
Peta topografi dan batimetri sangat diperlukan untuk kebutuhan simulasi. Data dari peta batimetri
digunakan sebagai bagian kedalaman sisi laut didalam
domain model. Data topografi digunakan untuk kondisi
sisi darat pelabuhan.
Tabel 1 . Model pertama
`No Skenario Kondisi
1 Skenario I
Kondisi eksiting panjang pemecah gelombang sisi kanan (± 254m), dan panjang
pemecah gelombang sisi kiri (±197 m)
2 Skenario II Tambahan pemecah gelom-
bang sisi kanan (100m)
3 Skenario III Tambahan pemecah gelom-
bang sisi kiri (250m)
4 Skenario IV
Tambahan pemecah gelom-bang sisi kiri (100m) dan
pemecah gelombang sisi kanan (155m)
Persiapan Data
Data yang perlu disiapkan adalah data angin dengan pencatatan selama sekurang-kurangnya 10 tahun. Dari
data ini diperoleh kecepatan angin dari masing-masing
arah angin. Data angin juga digunakan untuk melakukan
proses hindcasting gelombang, yang nantinya akan
didapatkan tinggi gelombang signifikan (Hs) dan periode
gelombang signifikan (Ts). Data angin diperoleh dari
Stasiun Klimatologi Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang. Data angin diolah untuk mendapatkan
kecepatan angin dari berbagai arah seperti Barat (B),
Utara (U), Timur Laut (TL), dan Barat laut (BL).
Data pasang surut diperlukan untuk mengetahui
batas-batas muka air laut pada saat pasang tertinggi
maupun saat surut terendah. Nilai batas awal (boundary condition) pada saat simulasi arus dilakukan memerlukan
data pasang surut ini. Komponen utama pasang surut
yang dipergunakan berupa komponen diurnal (K1 dan
O1) dan komponen semi-diurnal (M2 dan S2).
Perhitungan Gelombang
Perhitungan tinggi gelombang sangat penting untuk
perencanaan pelabuhan. Berdasarkan penelitian terbaru
yang dilakukan oleh the European Community menun-
jukkan bahwa gelombang-gelombang ekstrim dengan tinggi antara 20-30meter sering terjadi. Lebih jauh lagi,
beberapa dekade yang lalu, sudah banyak kapal komersil
yang hilang akibat gelombang ekstrim ini [7]. Untuk itu
perlu kehati-hatian dalam menghitung tinggi dan periode
gelombang dalam perencanaan pelabuhan.
Tinggi dan periode gelombang diperoleh dari data angin terbesar dengan persentase semua arah yang
mempengaruhi pergerakan arus di Pelabuhan Ulee
Lheue. Tinggi dan periode gelombang dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini [8]:
𝑔.𝐻𝑠
𝑈𝐴2 = 0,30
[
1 − 1
{1+0,004(𝑔.𝐹
𝑈𝐴2)
12⁄
}
2
]
(1)
𝑔.𝑇𝑠
2𝜋𝑈𝐴= 1,37
[
1 − 1
{1+0,008(𝑔.𝐹
𝑈𝐴2)
13⁄
}
5
]
(2)
dimana Hs adalah tinggi gelombang signifikan
(m). Ts adalah periode gelombang signifikan (dt). F
merupakan panjang fetch (km). UA merujuk pada ke-
cepatan seret angin (m/dt). g adalah gravitasi (9,8 m/dt2).
Perhitungan Pasang surut
Tiupan angin atau pergerakan pasang surut air laut
dapat menyebabkan terjadinya pergerakan suatu massa
air dari suatu tempat ke tempat yang lain yang disebut juga arus [7]. Rentang pasang surut diperoleh dari data
pasang surut yang dilakukan selama 30 hari pencatatan.
Pengamatan ini bertujuan untuk menghitung kedudukan
air tertinggi (high water spring) dan ketinggian ratarata
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 4
permukaan (low water spring) sebagai faktor koreksi
nilai kedalaman perairan [9]. Rentang pasang surut pada paper ini dianalisis
dengan menggunakan metode Least Square. Metode ini
memberikan akurasi cukup baik pada hasil prediksi
harmonik pasang surut [10]. Hasil penelitian [10]
mendapatkan analisis komponen harmonik pasang surut
data lengkap menghasilkan koreksi eror sebesar 1.98 cm pada panjang data 45 hari di bulan purnama ke purnama.
Modifikasi data menghasilkan eror sebesar 0,52 cm pada
panjang data 15 hari dengan toleransi kerusakan
sebanyak 5% kerusakan data teratur. Modifikasi data
elevasi pasut menunjukkan perolehan data eror 0,8 cm pada panjang data 30 hari dengan toleransi kerusakan
sebanyak 20% kerusakan data teratur.
Pentingnya analisis pasang surut ini menurut [11],
salah satu kegagalan yang dapat menyebabkan
pelabuhan/dermaga tidak dapat berfungsi dengan baik adalah tidak direncanakan berdasarkan pasang naik dan
pasang surut, sehingga kapal tidak dapat bersandar
dengan baik pada waktu berlabuh ke dermaga.
Persiapan Model
Secara umum persiapan model untuk simulasi dida-hului oleh digitasi land boundary, pembuatan grid, dan
pemasukan data kedalaman. Pada persiapan model
simulasi ini bagian yang digunakan merupakan Delft3D-
Rgfgrid dan Delft3D-QuickIn. Delft3D-RGFGRID
digunakan untuk membuat dan memodifikasi grid, sedangkan Delft3D-QuickIn digunakan untuk input
sample data (topografi dan batimetri) ke dalam grid yang
telah dibuat sebelumnya, yang kemudian
diinterpolasikan menjadi data kedalaman (depth). Dalam
pemodelan ini, grid dibuat menggunakan koordinat certesian. Karena keterbatasan data batimetri maka grid
ditetapkan berukuran 10m x 10m, dimana hal ini
dianggap cukup merepresentasikan kondisi di lapangan.
Simulasi arus dilakukan dengan menggunakan Delft3D-
Flow dan simulasi transformasi gelombang
menggunakan Delft3D-Wave.
Simulasi Arus dengan Delft3D-Flow
Menurut [12] Delft3D-Flow adalah sistem bagian
Delft3D yang digunakan untuk menghitung SWE
(shallow water equation) atau persamaan pada kondisi air dangkal dalam variabel kecepatan dan tinggi ke dalam
bentuk dua atau tiga dimensi. Delft3D-Flow merupakan
salah satu bagian dari Delft3D yang digunakan untuk
melakukan simulasi arus.
Simulasi Gelombang dengan Delft3D-Wave
Delft3D-Wave adalah sistem bagian Delft3D yang
yang digunakan untuk memodelkan perambatan
gelombang. Delft3D-Wave dapat juga diterapkan di
perairan dalam, menengah dan dangkal [13]. Dalam
simulasi gelombang, selain data-data sekunder diperlukan pula input dari hasil simulasi Delft3D-Flow.
3. HASIL PEMBAHASAN
Menurut [14] pasang surut dan gelombang
mempengaruhi perencanaan sebuah pelabuhan.
Khususnya bangunan pelindung pantai. Pergerakan arus, tinggi, dan arah datang gelombang sangat
menentukan tata letak pemecah gelombang.
Pelabuhan Ulee Lheue kerap mengalami permasala-
han khususnya pergerakan arus dari dan keluar
pelabuhan. Kajian tentang arus ini dibahas detail dalam paper
ini. Arus memainkan peran penting dalam proses
transpor sedimen/ material dan pergerakan air di area
pantai [15]. Pembahasan dikhususkan pada perge-
rakan arus pasang dan surut untuk arah angin dari U saja. Mengingat tinggi gelombang terbesar yang ter-
jadi dari arah U.
Analisis Pasang Surut
Analisis pasang surut penting dalam hal kea-
manan kapal, keselamatan kru di atas kapal selama memasuki alur Pelabuhan [16]agar aman, lancar, dan
kondusif.
Adapun hasil pengolahan data pasang surut
menghasilkan besaran amplitude (A), rentang
pasang, dan lain-lain. Selanjutnya fluktuasi pasang surut tersebut disajikan dalam grafik seperti pada
Gambar 2. Dari data ini dapat dilihat bahwa pasang
surut terjadi 2 kali dalam sehari. Hal ini
menunjukkan bahwa komponen semi diurnal yang
dipengaruhi bulan lebih dominan daripada komponen diurnal yang dipengaruhi matahari.
Analisis Tinggi (Hs) dan periode Gelombang (Ts)
Berdasarkan penggambaran mawar angin di-
peroleh hasil bahwa angin yang berpengaruh secara
signifikan adalah arah Barat (B), Barat Laut (BL), Utara (U), dan Timur Laut (TL). Sementara dari arah
lain tidak diperhitungkan termasuk dari arah Barat.
Data angin ini kemudian diolah untuk mendapatkan
tinggi dan periode gelombang signifikan.
Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan dapat dilihat pada Tabel 2.
berikut. Gelombang terbesar berasal dari arah U dan
BL.
Pemodelan arus
Hasil pemodelan arus untuk keempat skenario
yang dipilih yang berasal dari arah Utara disajikan
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 5
dalam Gambar 3. Sampai dengan Gambar 10. beri-
kut. Sementara analisis pengaruh gelombang tidak menjadi bagian dalam paper ini. Adapun informasi
tinggi gelombang dipaparkan untuk menunjukkan
arah angin yang paling dominan yang akan dibahas
secara rinci.
Tabel 2. Hasil prediksi tinggi dan periode gelombang
`No Parame-
ter B
BL U TL
1 Hs 1,676 2,271 2,411 1,896
2 Ts 4,357 5,677 5,809 4,983
Gambar 2. Grafik pasang surut di kolam Pelabuhan Ulee Lheue
Pergerakan arus biasanya kompleks, berfluk-
tuasi terhadap arah dan waktu. Sehingga informasi
lokal san-gat penting diketahui untuk keamanan pe-
layaran [17]. Manuver kapal sangat dipengaruhi oleh arus. Bahkan oleh arus dengan kecepatan yang
lemah sebesar 0,5 Knot (0,257 m/dt). Walaupun ada
faktor lain yang ber-pengaruh seperti tipe kapal dan
tujuan dari manuver yang akan dilakukan [18][17].
Skenario I
Hasil pemodelan arus yang ditampilkan dalam
Gambar 3. dan Gambar 4., menunjukkan
kecepatan arus di luar kolam bervariasi dari 0 sampai
0,8 m/s. Di daerah kolam pelabuhan, kecepatan arus pada kondisi pasang tertinggi adalah sebesar 0,1
sampai 0,5 m/s. Dari hasil analisis arus, khususnya
daerah dekat pantai menunjukkan pola arus yang
relatif sama dengan pola arah angin dominan yang
bertiup di daerah tersebut yaitu berarah U dan arah
lainnya yaitu BL dan TL. Dapat dilihat kondisi arus cukup tinggi pada saat pasang dari arah U ini.
Menurut [18] pengontrolan khusus terhadap manu-
ver kapal perlu dilakukan untuk kondisi arus yang
kuat seperti ini.
Gambar 3. Vektor arus pada saat kondisi pasang
MSL: 1.24
-0.273724874
1.589791277
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
20
-Ju
n-1
9
21
-Ju
n-1
9
22
-Ju
n-1
9
23
-Ju
n-1
9
24
-Ju
n-1
9
25
-Ju
n-1
9
26
-Ju
n-1
9
27
-Ju
n-1
9
28
-Ju
n-1
9
29
-Ju
n-1
9
30
-Ju
n-1
9
01
-Ju
l-1
9
02
-Ju
l-1
9
03
-Ju
l-1
9
04
-Ju
l-1
9
05
-Ju
l-1
9
06
-Ju
l-1
9
07
-Ju
l-1
9
08
-Ju
l-1
9
09
-Ju
l-1
9
10
-Ju
l-1
9
11
-Ju
l-1
9
12
-Ju
l-1
9
13
-Ju
l-1
9
14
-Ju
l-1
9
15
-Ju
l-1
9
16
-Ju
l-1
9
17
-Ju
l-1
9
18
-Ju
l-1
9
19
-Ju
l-1
9
20
-Ju
l-1
9
21
-Ju
l-1
9
Observation(obs)
Calculation(calc)
obs - calc(V)
MSL
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 6
Gambar 4. Vektor arus pada saat kondisi surut
Skenario II
Pada skenario II pemecah gelombang sisi kanan
dipanjangkan 100m dengan peletakan seperti yang disajikan di Gambar 5.
Gambar 5. Vektor arus pada saat kondisi pasang
Pada saat pasang, arus dialihkan ke sisi kiri
menjauh dari mulut pelabuhan karena adanya
perpanjangan pemecah gelombang. Arus cukup be-
sar di luar mulut pelabuhan yang bervariasi dari 0,0 m/dtk – 0,8 m/detik dan terlihat membentuk pusaran
di ujung pemecah gelombang. Namun arus menjurus
tenang di zona mulut Pelabuhan dan bahkan di dalam
kolam Pelabuhan dengan kecepatan berkisar antara
0,0 m/detik – 0.19 m/detik.
Ada phenomena penting yang harus diwaspadai dengan skenario II ini. Pengaruh perpanjangan
pemecah gelombang di sisi kanan, terlihat meng-
hambat arus masuk ke dalam alur yang menuju la-
guna. Hal ini tidak baik bila ditinjau dari sirkulasi
arus di laguna tersebut.
Gambar 6. Vektor arus pada saat kondisi surut
Perpanjangan pemecah gelombang di sisi
kanan terlihat sangat membantu pergerakan arus meninggalkan kolam pelabuhan, dimana pengaruh
arus surut yang keluar dari mulut alur di sisi kanan
pemecah gelombang di arahkan menjauh dari areal
mulut pelabuhan. Sehingga mulut pelabuhan terlihat
tenang. Hal ini diperlihatkan secara jelas dalam Gambar 6. Kecepatan arus maksimum yang terjadi
adalah 0,25 m/detik dan menjadi sangat kecil di da-
lam kolam.
Skenario III Pada skenario III, pemecah gelombang sisi kiri
dipanjangkan 250m dengan ujungnya dibelokkan
seperti disajikan dalam Gambar 7. Pembelokan dil-
akukan sampai mencapai kedalaman -10,0m. Ter-
lihat bahwa arus pasang yang masuk ke mulut
pelabuhan bervariasi dari 0,0m s/d 0,58m/detik dan ke kolam pelabuhan berkisar dari 0m/detik– 0,193
m/detik.
Seperti halnya dengan skenario II, pergerakan
arus masuk ke laguna terhambat karena perpanjan-
gan pemecah gelombang di sisi kiri. Pergerakan arus saat surut dari kolam
pelabuhan sama sekali tidak terganggu oleh arus
sepanjang pantai (di luar mulut pelabuhan) seperti
yang diperlihatkan di Gambar 8.
Namun dari pergerakan kapal masuk ke dalam pelabuhan terlihat sulit, sebab kapal harus
melakukan manuver yang cukup jauh sebelum
mengarah langsung ke mulut pelabuhan.
Skenario IV
Skenario ke IV dilakukan dengan meman-jangkan pemecah gelombang sisi kiri dan kanan
dengan bukaan mengarah ke BL (Gambar 9. dan
Gambar 10.). Saat pasang arus yang masuk ke
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 7
mulut pelabuhan cukup kecil berkisar antara
0,0m/detik s/d 0,20m/detik.
Gambar 7. Vektor arus pada saat kondisi pasang
Gambar 8. Vektor arus pada saat kondisi surut
Arus juga dengan mudah masuk ke alur yang
mengarah ke dalam laguna. Kondisi ini cukup baik, sebab proses sirkulasi air laut dapat selalu di dalam
laguna. Dengan bukaan yang secara langsung
mengarah ke BL, maka kapal juga tidak mengalami
gangguan yang berarti saat pasang maupun surut.
Pada saat surut (Gambar 10.) arus yang
meninggalkan kolam pelabuhan tidak terganggu oleh pergerakan arus dari sisi kanan pemecah gelombang.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pergerakan arus baik saat pasang dan surut berpengaruh terhadap peletakan pemecah gelombang di
Pelabuhan Ulee Lheue. Skenario IV memberikan hasil
yang terbaik dibandingkan dengan skenario lainnya ter-
hadap pergerakan arus. Baik ditinjau dari kemudahan ka-
pal bermanuver ke dalam mulut pelabuhan, maupun sir-kulasi arus dari dan ke laguna yang berada di sisi kanan
pelabuhan. Kecepatan maksimum arus sebesar 0,89
m/detik di luar mulut pelabuhan terjadi di skenario IV,
namun tidak mempengaruhi ketenangan kolam
pelabuhan.
Gambar 9. Vektor arus pada saat kondisi pasang
Gambar 10. Vektor arus pada saat kondisi surut
Saran
Berdasarkan hasil analisis pergerakan arus dan kesimpulan yang diberikan, maka untuk lebih
memperkuat penetapan pemilihan skenario
peletakan pemecah gelombang ini perlu dilakukan
penelitian/kajian lanjutan dengan
mempertimbangkan pengaruh gelombang dan
sedimen di dalam kolam Pelabuhan Ulee Lheue, tin-jauan perubahan musim dan kecenderungan
terjadinya kenaikan muka air laut serta mendetailkan
grid domain menjadi lebih kecil.
5. DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 8
[1] S. Takahashi, “Breakwater design” In
Handbook of Port and Harbor Engineering. Boston, MA: Springer, 1997.
[2] A. N. Munir, “Karakteristik Arus Pasang
Surut Menggunakan Data Acoustic Doppler
Current Profiler (ADCP) Di Teluk Ulee
Lheue Aceh Besar,” Universitas Syiah Kuala,
2019. [3] M. I. Gumara, “Sirkulasi Arus Pasang Surut
Dengan Simulasi Numerik Di Laguna Ulee
Lheue, Banda Aceh,” Universitas Syiah
Kuala, 2017.
[4] C. R. Ananda dkk., “Analisis Sedimentasi Kolam Pelabuhan Ulee Lheue Dengan
Menggunakan Piranti Lunak Delft3D,” vol. 2,
no. 3, pp. 232–238, 2020.
[5] R. Fahmi, “tudi Perbandingan Pasang Surut
Di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Dan Di Pelabuhan Barang Pt. Lafarge
Cement Lhoknga,” Universitas Syiah Kuala,
2014.
[6] Esri, “Digital Globe,” 2020.
https://discover.digitalglobe.com/.
[7] C. B. Smith, “Extreme waves and ship design,” in 10th International Symposium on
Practical Design of Ships and other Floating
Structures, PRADS 2007, 2007, vol. 2, pp.
1033–1040.
[8] CERC, Shore Protection Manual. Mississippi: U.S. Army Coastal Engineering
Research Center, 1984.
[9] Suhaemi, S. Raharjo, and Marhan,
“Penentuan Tipe Pasang Surut Perairan pada
Alur Pelayaran Manokwari Dengan menggunakan Metode Admiralty,” J.
Sumberd. Akuatik Indopasifik, vol. 2, no. 1,
pp. 57–64, 2018.
[10] R. Kurniawan, A. A. Kushadiwijayanto, dan
R. Risko, “Pengaruh Kelengkapan Data
Pasang Surut Laut Terhadap Kualitas Hasil T_Tide,” J. Laut Khatulistiwa, vol. 2, no. 3,
p. 137, 2020, doi:
10.26418/lkuntan.v2i3.34432.
[11] S. Simanjuntak, “Perencanaan Pelabuhan
Ditinjau Dari Pasang Surut,” Medam, 2009. [12] Anonim, User Manual Deflt3D-Flow:
Simulation of Multi-Dimensional
Hydrodynamic Flows and Transport
Phenomena, Including Sediments. Delft:
Deltares, 2009. [13] Anonim, User Manual Delft3D-RGFGRID:
Generation and manipulation of curvilinear
grids for FLOW and WAVE. Delft: Deltares,
2007.
[14] S. N. Jha, V. B. Sharma, J. Sinha, dan M. D.
Kudale, “Significance of wave and tide induced circulation in development of a
fishery harbour,” Procedia Eng., vol. 116, no.
1, pp. 293–299, 2015, doi:
10.1016/j.proeng.2015.08.293.
[15] A. Basofi M., “Pengaruh Pasang Surut Dalam
Bernavigasi Di Alur Pelayaran Sempit,” Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, 2016.
[16] S. M. B. Putra, A. Suharyanto, dan A.
Pujiraharjo, “Simulasi Numeris Perubahan
Morfologi Dasar Laut Pada Desain
Pelabuhan Di Kabupaten Gresik, Indonesia,” J. Tenik Pengair., vol. 008, no. 01, pp. 130–
138, 2017, doi:
10.21776/ub.jtp.2017.008.01.13.
[17] J. Kornacki, “Analysis of the influence of
current on the manoeuvres of the turning of the ship on the ports turning-basins,” Mar.
Navig. Saf. Sea Transp., vol. 4, no. 4, pp.
365–370, 2009, doi:
10.1201/9780203869345.ch65.
[18] Y. NIWA, M. Numano, J. Fukuto, dan M.
TADA, “Effect on Ship Maneuvering Motion under Strong Tidal Current,” J. Japan Inst.
Navig., vol. 106, pp. 113–120, 2002.
Jurnal Teknik Sipil
p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295
Volume 10 No. 1, Mei 2021
- 9
ANALISIS PERENCANAAN DAN KELAYAKAN EVAKUASI
VERTIKAL BENCANA TSUNAMIPADA DAERAH ZONA
MERAH DI KECAMATAN KUTA ALAM
KOTA BANDA ACEH
M. Isya1*, Azmeri 1, Enny Irmawati Hasan2
1,)Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh23111 2)Alumni Magister Ilmu Kebencanaan, Universitas Syiah Kuala,
email: m_isya@unsyiah.ac.id*
Abstract: Kuta Alam sub-district is one of the sub-districts which is prone to tsunami.Based on the level of vulner-ability, five out of eleven Gampongs in Kuta Alam are categorized as the areas of high tsunamirisk including Gampong Lampulo, Gampong Lamdingin, Gampong Lambaro Skep, Gampong Mulia, and Gampong Peunayong. This means that almost half of the area in the Kuta Alam sub-district are at high tsunami risk and it is, therefore, an appropriate measure to reduce the risk is essential. The main strategy to reduce disaster risk is to reduce casualties by evacuating residents in vulnerable areas before the tsunami wave arrives. Considering the high vulnerability of those 5 villages, vertikal evacuation is argued to be feasible to implement. This research aims to determine the feasibility of the vertikal evacuation in 5 villages or gampongs in Kuta Alam sub-district, Banda Aceh.The feasibility of vertikal evacuation identified based on the feasibility of supporting components for vertical evacuation, the feasibility of the evacuation building, the feasibility of the evacuation route, and the feasibility of evacuation travel time. Based on the result of the analysis, it is found that there are 11 alternative evacuation buildings and 11 evacuation road. Out of the 11 evacuation route, only 4 evacuation route are feasible to be functioned as vertical evacuation route concerning time feasibility and follow suggested travel time.The unfeasibility of vertical evacuation process caused by the location of evacuation alternative building in which it is located far away from the village that require longer time for evacuation process.
Keywords : Evacuation route planning; evacuation road; alternative evacuation building; vertical evacuation; evacuation feasibility
Abstrak:Kecamatan Kuta Alam merupakan salah satu kecamatan yang termasuk daerah rawan bencana tsunami, 5 Gampong dari 11 Gampong di Kecamatan Kuta Alam merupakan gampong yang berada dalam wilayah zona merah, yaitu Gampong Lampulo, Gampong Lamdingin, dan Gampong Lambaro Skep, Gampong Mulia, dan
Gampong Peunayong. Berdasarkan tingkat kerawanannya, 5 gampong tersebut termasuk ke dalam gampong yang memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap tsunami. Strategi utama untuk dapat mengurangi risiko bencana adalah dengan mengurangi korban jiwa, yaitu dengan cara mengevakuasi penduduk di daerah yang rawan sebelum
gelombang tsunami tiba di daerah tersebut. Dengan melihat kerentanan pada 5 gampong tersebut yang cukup ting-gi, maka evakuasi vertikal lebih layak untuk di terapkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan evakuasi vertikal dari masing-masing gampong tersebut. Kelayakan evakuasi vertikal dilihat dari kelayakan kom-
ponen pendukung evakuasi vertikal, yaitu kelayakan bangunan evakuasi, kelayakan jalur evakuasi, dan kelayakan waktu tempuh evakuasi. Berdasarkan hasil analisis didapatkan 11 bangunan evakuasi alternatif dan 11 ja lur
evakuasi. Dari 11 jalur evakuasi tersebut hanya 4 jalur evakuasi yang layak difungsikan sebagai jalur evakuasi vertikal, karena memiliki waktu tempuh yang layak sesuai dengan waktu tempuh yang disarankan. Ketidaklayakan proses evakuasi vertikal disebabkan oleh bangunan evakuasi alternatif yang berlokasi jauh dari gampong tersebut,
sehingga waktu tempuh yang dibutuhkan pada saat melakukan proses evakuasi menjadi lebih lama.
Kata kunci : Perencanaan jalur evakuasi; jalur evakuasi; bangunan evakuasi alternatif; evakuasi vertikal; kelayakan jalur evakuasi
Disetujui : 26 April 2021
Diterbitkan : 31 Mei 2021 Diterima : 6 Oktober 2020 Direvisi : 24 April 2021
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 11
1. PENDAHULUAN
Strategi utama untuk mengurangi risiko bencana
adalah dengan mengurangi korban jiwa. Pada bencana tsunami untuk mengurangi korban jiwa dapat dilakukan
dengan cara mengevakuasi penduduk di daerah yang
rawan sebelum gelombang tsunami tiba di daerah
tersebut [1]. Terdapat dua metode evakuasi yang dikenal,
yaitu evakuasi horizontal dan evakuasi vertikal. Evakuasi horizontal adalah evakuasi yang dilakukan
dengan cara memindahkan penduduk dari daerah rawan
ke daerah lainnya yang lebih aman atau ke daerah
dataran yang lebih tinggi. Evakuasi vertikal adalah
memindahkan penduduk dengan cara memanfaatkan
gedung-gedung tinggi atau bukit-bukit disekitar daerah yang rawan sebagai tempat evakuasi sementara[2].
Pada saat kejadian gempa kembar pada tanggal
12 April 2012, penduduk di Kecamatan Kuta Alam
masih mengadopsi sistem evakuasi horizontal,
dimana evakuasi dilakukan dengan menggunakan sepeda motor danmobil menuju daerah lain yang
lebih aman, hal ini membua tsituasi di beberapa
ruas jalan menjadi macet, selain itu beberapa ruas
jalan masih berlaku sistem dua arah, sehingga
mengakibatkan terjadinya contra-flow [3]. Penelitian yang dilakukan di Jepang mem-
berikan hasil, bahwa pada saat bencana tsunami
Jepang tahun 2011sebanyak 26,3% penduduk ter-
jebak di kemacetan saat evakuasi[4]. Penelitian
yang dilakukan di Kota Natori, Miyagi Prefecture, memberikan hasil bahwa 65% penduduk di Kota
Natori melakukan evakuasi dengan menggunakan
kendaraan, dimana 29% di antaranya terjebak di
dalam kemacetan pada saat evakuasi [5].
Peristiwa tsunami SelatSunda pada tahun 2018
menyebabkan 437 orang tewas, 31.943 orang luka-luka, dan 10 orang hilang. Pada saat peristiwa ter-
sebut 99% penduduk melakukan evakuasi dengan
berjalan kaki, dimana 61,4% penduduk berhasil
mencapai tempat aman dalam waktu 15 menit,
7,2% mengalami kesulitanmenentukan arah evakuasi, dan 50,7% mengalami kemacetan, hal ini
dikarenakan semua orang melakukan evakuasi pada
saat yang bersamaan [6].
Angka kematian yang tinggi pada bencana
tsunami di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jarak dan waktu tempuh, serta moda
yang digunakan pada saat evakuasi [5].Semakin
banyaknya pengguna jalan yang memilih
kendaraan sebagai moda evakuasi mereka, maka
akan besar pula kemungkinan kemacetan yang akan
timbul, sehingga dalam pelaksanaan evakuasi sangat dianjurkan menggunakan metode evakuasi
vertikal.
Penelitian ini di lakukan untuk
mengetahuikelayakan evakuasi vertikal pada
Kecamatan Kuta Alam, sebagai alternatif pilihan metode evakuasi selain evakuasi horizontal. Ke-
layakan evakuasi vertikal dilihat berdasarkan
kelayakan jalan eksisting yang akan di gunakan
sebagai jalur evakuasi, kelayakan bangunan
alternatif sebagai tempat yang dituju, dan kelayakan
waktu tempuh untuk mendukung evakuasi vertikal.
Evakuasi Vertikal
Evakuasi adalah tindakan pemindahan dan
penyelamatan penduduk dari tempat bahaya ke tempat
yang lebih aman.Evakuasi vertikal dilakukan dengan
cara memindahkan penduduk ke bangunan evakuasi alternatif. Evakuasi vertikal dilakukan jika penduduk
tersebut berada di zona dengan tingkat kerawanan tinggi,
dan proses evakuasi horizontal memakan waktu yang
lama. Umumnya proses evakuasi vertikal dilakukan
dengan berjalan kaki menuju bangunan evakuasi yang berada di sekitar [7], [8].
Evakuasi vertikal sangat di sarankan untuk wilayah
yang dekat dengan pantai dan berpenduduk padat,
memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap tsunami,
waktu untuk evakuasi pada daerah tersebut sangat
terbatas, serta memiliki jaringan jalan yang padat dan kapasitas jalan yang rendah. Metode evakuasi vertikal
yang dilakukan dengan berjalan kaki dapat mengurangi
kepadatan volume jalan dan kemacetan pada saat
evakuasi [9]. Dalam perencanaan evakuasi vertikal, dua
komponen yang paling utama adalah ketersediaan bangunan evakuasi dan jaringan jalan yang akan
digunakan untuk mengakses bangunan tersebut
sebagai jalur evakuasi.
Bangunan Evakuasi Alternatif
Bangunan evakuasi alternatif adalah bangunan publik yang dapat di fungsikan sebagai bangunan
evakuasi bagi penduduk di daerah rawan yang tidak
memiliki waktu cukup untuk melakukan evakuasi
horizontal. Dalam penentuan bangunan evakuasi,
populasi penduduk sangat dibutuhkan, guna mengetahui
kapasitas bangunan. Bangunan evakuasi harus memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung
jumlah penduduk [2].
Dalam penentuan bangunan evakuasi alternatif,
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemilihan
bangunan yang akan dijadikan bangunan evakuasi merupakan suatu kendala tersendiri. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah mengoptimasikan
bangunan evakuasi yang juga berfungsi sebagai
bangunan publik [9]. Berdasarkan hasil penelitian,
setidaknya terdapat 45 bangunan publik di Kecamatan
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 12
Kuta Alam yang bisa dijadikan sebagai bangunan
evakuasi alternatif, yaitu 10 mesjid, 16 gedung sekolah, 17 gedung perkantoran, dan 2 puskesmas/rumah sakit
[10].
Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi adalah jalur atau jalan yang
direncanakan bersama-sama untuk difungsikan sebagai jalur penyelamatan ketika terjadi bencana [11].
Perencanaan jalur evakuasi bertujuan untuk
memberikan gambaran rute evakuasi, jumlah populasi
dan tempat tujuan evakuasi. Jalur evakuasi harus dapat
ditempuh dengan perhitungan waktu evakuasi yang paling singkat [12].
Perencanaan jalur evakuasi dapat direncanakan
sesuai dengan prinsip kolektor dan arteri, dimana semua
masyarakat yang akan melakukan evakuasi dari
berbagai jaringan kolektor akan berkumpul pada jalur arteri seperti Gambar 1 [13].
Gambar 1.SistemJalurEvakuasi (Sumber [13])
Standar pedoman perencananaan jalur
evakuasi memberikan beberapa parameter dalam
perencanaan jalur evakuasi [11], [13], sebagai beri-
kut:
1. Jalan harus bisa ditempuh dalam waktu 15 menit
dengan berjalan kaki, hingga ke tempat yang aman atau gedung escape building alternatif;
2. Kebutuhan lebar jalan yaitu, jalan arteri primer :
> 10 meter, jalan arteri sekunder : 8 meter, jalan
arteri kolektor sekunder : 8 meter, jalan
lingkungan : 4 meter, jalan lokal sekunder : 4 meter;
3. Panjang lintasan jalur evakuasi maksimum 1
km;
4. Jalur evakuasi harus sesuai dengan kapasitas
pengungsi di wilayah jalur evakuasi; 5. Sebisa mungkin dilakukan pemisahan lalu lintas
dari pencampuran kendaraan sepeda motor,
mobil dan pejalan kaki;
6. Jalur evakuasi harus dihindari tidak mengarah
atau melewati daerah evakuasiyang lain;
7. Jalur evakuasi harus lurus dan tidak banyak
bercabang sehingga mudah diketahui kemana arah dari jalur evakuasi tersebut;
8. Jalur evakuasi direncanakan menjauhi garis
pantai dan jalur-jalur sibuk lainnya,serta sebisa
mungkin menghindari area-area penyeberangan
jalan untuk mencegah titik kemacetan
9. Jalur evakuasi harus disertai dengan rambu-rambu evakuasi.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada 5 gampong di
Kecamatan Kuta Alam yang merupakan wilayah yang
hampir seluruhnya masuk pada zona merah atau zona dengan tingkat risiko paparan terhadap tsunami sangat
tinggi [14].Gampong yang menjadi daerah penelitian
adalah Gampong Lampulo, Gampong Lamdingin,
Gampong Lambaro Skep, Gampong Mulia dan
Gampong Peunayong. Peta lokasi penelitian diperlihatkan pada Gambar 2.
Pengolahan data dimulai dengan penilaian
kelayakan jaringan jalan yang akan digunakan sebagai
jalur evakuasi, dan kelayakan bangunan yang akan
digunakan sebagai bangunan evakuasi alternatif. Berdasarkan hasil penilaian di pilih jaringan jalan yang
memiliki kategori layak dan sangat layak yang akan
digunakan sebagai jalur evakuasi. Penentuan jalur
evakuasi di lakukan sesuai dengan pedoman standar
perencanaan jalur evakuasi [11], [13]. Waktu tempuh evakuasi digunakan untuk melihat kelayakan jalur
evakuasi dalam mendukung proses evakuasi vertikal
dan menentukan moda yang akan digunakan pada saat
evakuasi. Bagan alir metodologi penelitian dapat dilihat
pada Gambar 3.
Kelayakan Bangunan Evakuasi Alternatif dan
Jaringan Jalan.
Parameter penilaian kelayakan bangunan evakuasi
alternatif dan jaringan jalan yang akan di jadikan
sebagai jalur evakuasi dilakukan dengan metode skoring [15]. Parameter kelayakan bangunan evakuasi yang
akan digunakan diperlihatkan pada Tabel 2 dengan skor
parameter diperlihatkan pada Tabel 3. Bangunan
evakuasi alternatif yang akan digunakan serta lokasinya
dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3. Parameter yang digunakan untuk menilai
kelayakan jalandapat dilihat pada Tabel 4 dengan
parameter skor diperlihatkan pada Tabel 5. Metode ini
memiliki parameter yang sama dengan standarisasi
perencanaan jalur evakuasi [11], [13]., yaitu parameter
lebar jalan dan kapasitas jalan. Dengan menggunakan metode ini dapat di ketahui bangunan dan jalan yang
bernilai layak dan sangat layak, yang dapat di rencana-
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 13
kan dan difungsikan untuk evakuasi vertikal
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian
Variabel prediksi jumlah pengguna jalan yang
mampu melewati ruas jalan dihitung berdasarkan
ketentuan dari Permen PUNo. 03/PRT/M/2014
dimana ruang gerak minimum yang dibutuhkan untuk pejalan kaki adalah 1,35 – 1,62 m2[16].
Kapasitas volume bangunan evakuasi alternatif di
hitung dengan menggunakan rumus (1)[7], [17].
TEBC = (CS x BA x NrF) / (SpP) (1)
dimana TEBC adalah kapasitas bangunan evakuasi
tsunami (jumlah orang), CS adalah skor kapasitas (%),
BA adalah luasbangunan (m2), NrF adalah jumlah lantai,
dan SpP adalah ruang yang dibutuhkan oleh 1 orang
(m2).
Jarak dan Waktu Tempuh Efisien untuk Evakuasi
Vertikal Pada proses evakuasi vertikal, waktu tempuh
menuju bangunan evakuasi sangatlahpenting. Waktu tempuh evakuasi memiliki tiga komponen utama yaitu (1) jarak maksimum yang dapat di tempuh pada saat melakukan evakuasi, (2) waktu yang dibutuhkan untuk memasuki area bangunan evakuasi, dan (3) waktu yang dibutuhkan oleh penduduk rentan untuk menaiki tangga pada bangunan evakuasi[2].
Jarak dan waktu tempuh yang disarankan untuk proses evakuasi vertikal dihitung dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh Kitamotoseperti pada Persamaan (2)[18]. Pada perhitungan yang diberikan oleh Kitamoto, turut disertakan variabel kecepatan yang di butuhkan untuk menaiki tempat yang lebih tinggi, seperti bukit atau gedung sebagai salah satu dari tiga komponen utama waktu tempuh.
L1 = P1 (T - t1 - t2) (2)
dimana L1 jarak yang ditempuh untuk evakuasi dengan berjalan kaki, P1 adalah kecepatan berjalan (m/s), T adalah waktu perkiraan tsunami (s), t1 adalah waktu yang dibutuhkan bagi masyarakat untuk memulai evakuasi setelah gempa pertama (s), dan t2 adalah waktu yang dibutuhkan untuk naik menuju tempat tertinggi (s). Tempat yang menjadi acuan adalah tebing, perbukitan, atau gedung bertingkat yang dirumuskan dengan H/P2, dimana H adalah ketinggian genangan tsunami, dan P2 adalah kecepatan yang dibutuhkan untuk menaiki tangga, tebing atau bukit.
Variabel P1 pada saat evakuasi sebesar1,419 m/s, sementara variable t1 adalah 20 menit [19].Variabel t2 adalah waktu yang dibutuhkan seseorang untuk naik ke tempat yang tinggi, yang dihitung dengan rumus H/P2, dimana H adalah ketinggian genangan tsunami yang didapat berdasarkan data Tsunami Pole, dan P2 adalah kecepatan orang menaiki tempat yang lebih tinggi yaitu 0,21 m/s [18]. Daftar bangunan evakuasi alternatif dapat dilihat pada Tabel 1. Lokasi bangunan evakuasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Parameter skor dan range
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 14
skor dapat dilihat pada Tabel 2 sampai dengan Tabel 4.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, bangunan evakuasi yang dipilih adalah bangunan masjid dan sekolah, hal ini di dasarkan pada hasil penelitian terkait tingkat pemilihan masyarakat terhadap pemilihan bangunan evakuasi alternatif yang akan digunakan pada saat akan melakukan evakuasi vertikal, dimana 53% dari responden memilih masjid, dan 29% memilih bangunan
sekolah untuk dijadikan bangunan evakuasi alternatif [20].
Rekapitulasi kelayakan bangunan evakuasi alternatif yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 6. Terdapat 11 bangunan evakuasi alternatif yang dapat digunakan sebagai bangunan evakuasi vertikal di 5 gampong yang masuk ke dalam wilayah zona merah di Kecamatan Kuta Alam. Dari 11 bangunan evakuasi alternatif 8 bangunan dinyatakan layak, dan 3 bangunan lainnya dinyatakan sangat layak.
Tabel 1. Bangunan Evakuasi Alternatif
No Nama Gedung Lokasi
1 Masjid Al-Mukarramah Kp. Mulia Mulia
2 SMKN 4 Banda Aceh Mulia
3 Masjid Al-Abrar Lamdingin
4 SD 45 Lambaro Skep
5 Pesantren Inshafuddin Lambaro Skep
6 Masjid Al Makmur Bandar Baru
7 Masjid Al Anshar Mulia
8 SD Negeri 20 Mulia
9 SMK SMTI Banda Aceh Mulia
10 SMP Neg 9 Banda Aceh Peunayong
11 Masjid Al-Muttaqin Peunayong
Gambar 4. Lokasi Bangunan Evakuasi Alternatif
Tabel 2. Paramater Skor yang digunakan untuk menilai
kelayakan bangunan Evakuasi Alternatif
No Kondisi Bangunan
Kriteria Skor
1 Lokasi
Bangunan dari Jalan
Di pinggir jalan 1
Di persimpangan jalan lokal 2
Di pinggir jalan utama 3
Di persimpangan jalan utama 4
2 Jumlah Lantai Satu lantai 1
Dua lantai 2
Tiga lantai 3
> Tiga lantai 4
3 Kaoasitas
Volume Bangunan
< 100 orang 1
100-50 orang 2
500 – 1000 orang 3
> 1000 orang 4
4 Fungsi
Bangunan
Bangunan publik lainnya 1
Perkantoran 2
Sekolah 3
Masjid 4
Tabel 3. Range Skoring untuk Bangunan Evakuasi
Alternatif (1/2)
No Jumlah Skor Kategori
1 4-7 Tidak Layak
2 8-12 Layak
3 13-16 Sangat Layak
Tabel 4. Paramater Skor yang digunakan untuk menilai
kelayakan jalur evakuasi (1/2)
No Parameter Kriteria Skor
1 Lebar jalan < 3 m 1
3 – 4 m 2
4 – 5 m 3
> 5 m 4
2 Kondisi Permukaan Jalan Buruk 1
Sedang 2
Bagus 3
Tabel 4. Paramater Skor yang digunakan untuk menilai
kelayakan jalur evakuasi (2/2)
No Parameter Kriteria Skor
3 Prediksi Jumlah Pengguna jalan
yang Mampu Melewati Jalan
> 1000 1
500 –
1000
2
250 – 500
3
50 – 250 4
< 50 5
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 15
Tabel 5. Range Skoring untuk Jalur Evakuasi
No Jumlah Skor Kategori
1 3-5 Tidak Layak
2 6-9 Layak
3 10-12 Sangat Layak
Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Kelayakan Bangunan
Evakuasi Alternatif
No Nama Gedung Lokasi Kapasitas Bangunan
Parameter
1. Masjid Al-
Mukarramah Kp. Mulia
Mulia 1.560 Layak
2. SMKN 4 Banda Aceh
Mulia 446 Layak
3. Masjid Al-
Abrar
Lamdingin 468 Layak
4. SD 45 Lambaro Skep
177 Layak
5. Pesantren Inshafuddin
Lambaro Skep
1.228 Sangat Layak
6. Masjid Al
Makmur
Bandar
Baru
2.808 Sangat
Layak
7. Masjid Al Anshar
Mulia 655 Layak
8. SD Negeri 20 Mulia 532 Layak
9. SMK SMTI
Banda Aceh
Mulia 1.466 Sangat
Layak
10. SMP Neg 9 Banda Aceh
Peunayong 421 Layak
11. Masjid Al-Muttaqin
Peunayong 858 Layak
Total 10.619
Proses evakuasi vertikal dimulai dari pergerakan
penduduk pada jaringan jalan yang digunakan sebagai
jalur evakuasi, yang kemudian berakhir pada bangunan evakuasi alternatif. Kapasitas bangunan evakuasi di
rencanakan sesuai dengan jumlah penduduk yang akan
melakukan evakuasi vertikal. Pada penelitian ini, hanya
penduduk yang memilih evakuasi vertikal yang menjadi
variabel daya tampung dari bangunan evakuasi alternatif. Jumlah penduduk yang memilih evakuasi vertikal di
Kota Banda Aceh sebesar 32% [20]. Rekapitulasi
jumlah penduduk yang memilih evakuasi vertikal
diperlihatkan pada Tabel 7.Waktu tempuh evakuasi
akan menentukan moda evakuasi yang digunakan pada saat evakuasi vertikal. Pada evakuasi vertikal, lamanya
waktu yang dihabiskan oleh penduduk pada jalur
evakuasi menuju bangunan evakuasi alternatif, harus
sesuai atau mendekati waktu tempuh yang disarankan.
Waktu tempuh yang disarankan untuk proses evakuasi vertikal diperlihatkan pada Tabel 8. Matriks proses
evakuasi vertikal dapat dilihat pada Tabel 9, dengan
peta jalur evakuasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 7. Rekapitulasi Jumlah Penduduk yang Memilih Evakuasi Vertikal
No Nama Gampong
Jumlah Penduduk
(Berdasarkan
BPS 2018)
Jumlah Penduduk
yang
Memilih
Evakuasi
Horizontal
Jumlah Penduduk
yang
Memilih
Evakuasi
Vertikal
1 Lampulo 5583 3796 1787
2 Lamdingin 3318 2256 1062 3 Lambaro
Skep 5190 3529 1661
4 Mulia 5306 3608 1698 5 Peunayong 2863 1947 916
Total 22.260 15.136 7.124
Tabel 8. Rekapitulasi Jarak Efisien dan Waktu Tempuh yang DisarankanuntukEvakuasi Vertikal
No Gampong Ketinggian Genangan
Tsunami
(m)
Jarak Efisien
Jalur
Evakuasi
(m)
Waktu tempuh berdasarkan
jarak efisien
(menit)
1 Lampulo 4,6 820 9,6 2 Lamdingin 3,15 830 9,8
3 Lambaro Skep
3,15 830 9,8
4 Mulia 4,6 820 9,6 5 Peunayong 3,5 828 9,3
Rata-rata 826 9,6
Gampong Lampulo
Proses evakuasi vertikal pada Gampong
Lampulo direncanakan dengan dua jalur evakuasi dan dua bangunan evakuasi alternatif, yaitu Masjid
Al Mukarramah dan SMK Negeri 4 Banda Aceh
yang berada di Gampong Mulia, Jalur evakuasi
yang pertama memiliki waktu tempuh 25,8 menit,
jalur evakuasi kedua dengan waktu tempuh 19,51 menit. Daya tampung pada kedua bangunan terse-
but sebanyak 2.006 orang, denganjumlahpenduduk
yang diprediksi akan menggunakan bangunan ter-
sebutsebanyak1.787 orang. Waktu tempuh pada
kedua rute melebihi waktu yang disarankan yaitu 9,6 menit sehingga proses evakuasi tidak layak
dilakukan dengan berjalan kaki.
Gampong Mulia
Proses evakuasi pada Gampong Mulia direncanakan dengan menggunakan tiga jalur evakuasi
dan tiga bangunan evakuasi, yaitu SD Negeri 20 Banda
Aceh, SMK SMTI Banda Aceh, dan SMP Negeri 9
Banda Aceh, yang berada di Gampong Mulia. Jalur
evakuasi yang pertama memiliki waktu tempuh 8,61
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 16
menit. Jalur evakuasi yang kedua dengan waktu tempuh
14,38 menit. Jalur evakuasi yang ketiga dengan waktu tempuh 19,48 menit. Jumlah daya tampung pada ketiga
bangunan tersebut adalah 2.653 orang, dengan jumlah
penduduk yang diprediksi akan menggunakan
bangunan-bangunan tersebut sebagai tujuan evakuasi
vertikal sebanyak 1.698 orang.Waktu tempuh evakuasi
yang disarankan adalah 9,6 menit, berdasarkan perhi-tungan waktu tempuh, hanya jalur evakuasi yang
pertama yang layak ditempuh dengan berjalan kaki.
Gampong Peunayong Proses evakuasi pada Gampong Peunayong di
rencanakan dengan dua jalur evakuasi, dan dua
bangunan evakuasi alternatif yaitu SMP Negeri 9 Banda
Aceh, dan Masjid Al-Muttaqin, yang keduanya berada
di Gampong Peunayong. Pada jalur evakuasi yang pertama memiliki waktu tempuh 13 menit, dan jalur
evakuasi kedua dengan waktu tempuh 7,11 menit.
Jumlah daya tampung pada kedua bangunan tersebut
sebesar 1.279 orang, dengan jumlah penduduk yang
memilih evakuasi vertikal pada Gampong Peunayong yaitu sebanyak 916 orang. Waktu tempuh evakuasi yang
disarankan untuk Gampong Peunayong adalah sebesar
9,7 menit, sehingga hanya satu jalur evakuasi yang
layak di tempuh dengan berjalan kaki.
Gampong Lamdingin Proses evakuasi pada Gampong Lamdingin
direncanakan dengan duajalur evakuasi dan tiga
bangunan evakuasi alternatif. Bangunan evakuasi
alternatif yang pertama adalah Masjid Al Abrar sebagai
satu-satunya bangunan yang berada di Gampong Lamdingin. Masjid Al-Abrar memiliki kapasitas sebesar
468 orang, sementara penduduk yang memilih evakuasi
vertikal di Gampong Lamdingin sebesar 1.062 orang,
sehingga bangunan evakuasi di alihkan ke beberapa
bangunan lain yang terdekat yaitu, SD Negeri 45 dan Pesantren Inshafuddin yang berada di Lambaro Skep.
Jalur evakuasi yang pertama memiliki waktu tempuh
20,69 menit, jalur evakuasi kedua dengan waktu tempuh
58,11 menit. Waktu tempuh evakuasi yang disarankan
untuk Gampong Lamdingin adalah 9,8 menit, sehingga
untuk kedua jalur evakuasi tersebut tidak layak dilakukan dilakukan dengan berjalan kaki.
Gampong Lambaro Skep
Proses evakuasi vertikal di Gampong Lambaro
Skep direncanakan dengan dua jalur evakuasi dan dua bangunan evakuasi alternatif, yaitu Pesantren
Inshafuddin yang berada di Lambaro Skep, sehingga
Pesantren Inshafuddin menjadi tujuan evakuasi untuk 2
gampong, yaitu Lamdingin dan Lambaro Skep. Untuk-
mengantisipasikelebihankapasitas pada Pesantren Insha-
fuddin, maka digunakan Masjid Al Makmur yang berada di Bandar Baru sebagai alternative bangunan
evakuasi yang paling dekat dengan Lambaro Skep. Pada
jalur evakuasi yang pertama memiliki waktu tempuh
71,95 menit. Pada jalur kedua dengan waktu tempuh
33,21 menit. Jumlah daya tampung pada kedua
bangunan tersebut sebesar 4.036 orang, dengan jumlah penduduk yang memilih evakuasi vertikal di Gampong
Lambaro Skep sebesar 1.661 orang. Waktu tempuh
evakuasi pada Gampong Lambaro Skep adalah 9,6
menit, sehingga proses evakuasi tidak layak dilakukan
dengan berjalan kaki.
Pembahasan
Jalur evakuasi vertikal direncanakan untuk
penyelamatan diri dengan cara berjalan kaki, sehingga
waktu tempuh menjadi tolak ukur yang penting dalam keberhasilan evakuasi vertikal, selain dari kelayakan
komponen jalan dan bangunan evakuasi alternatif. Wak-
tu tempuh akan memberikan gambaran apakah dari
jalur evakuasi yang telah di rencanakan layak di tempuh
dengan berjalan kaki atau dengan berkendaraan. Dari
hasil analisis kelayakan proses evakuasi vertikal, didapati 11 jalur evakuasi yang dapat digunakan oleh
penduduk untuk mengakses bangunan evakuasi
alternatif.
Berdasarkan hasil perhitungan waktu tempuh,
dari 11 jalur evakuasi hanya dua jalur yang layak di fungsikan untuk evakuasi vertikal, yaitu jalur evakuasi
pada Gampong Mulia dengan tujuan bangunan evakuasi
alternatif Masjid Al-Anshar, dan jalur evakuasi pada
Gampong Peunayong dengan tujuan bangunan evakuasi
Masjid Al-Muttaqin. Jika merujuk pada standar waktu tempuh jalur evakuasi, dimana jalur evakuasi harus bisa
ditempuh dalam waktu 15 menit [11], dapat ditemukan
2 jalur evakuasi lainnya yang layak di fungsikan sebagai
jalur evakuasi vertikal, yaitu jalur evakuasi pada
Gampong Peunayong dengan tujuan bangunan evakuasi
alternatif SMP Negeri 9 Banda Aceh, dan jalur evakuasi pada Gampong Mulia dengan tujuan bangunan evakuasi
alternatif SMK SMTI Banda Aceh. Sehingga jumlah
jalur evakuasi yang layak di fungsikan sebagai jalur
evakuasi vertikal adalah 4 jalur evakuasi.
Tabel 9. Matriks Kelayakan Jalur Evakuasi Vertikal (1/2)
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 17
Nama Jalan
Prediksi Jumlah Pengguna
Jalan (org)
Waktu Tempuh
(Menit)
Kelayakan Jalur
Gedung Evakuasi Aletrnatif yang dituju
Nama Gedung Kapasitas Gedung
Lokasi Gedung
Gampong Lampulo
1 Jln. Sisingamangaraja 10864 26,24 Layak Masjid Al-Mukarramah
SMKN 4
Banda Aceh
1.560
446
Gampong
Mulia
Total 10864 26,24
2 Jln. Matahari 802 3,07 Layak
3 Jln. Kamboja 757 3,3 Layak
4 Jln. Anggrek I 820 3,63 Layak
5 Jln. Anggrek II 823 3,92 Layak
6 Lr. Meunasah 364 1,82 Layak
7 Jln. Serunai 445 2,42 Layak
8 Jln. Tgk Teungoh 238 1,35 Layak
Total 4249 19,51 2006
Gampong Mulia
9 Jln. Maimun Saleh 1304 3,91 Layak Masjid Al-Anshar
655
Gp Mulia
10 Jln. Pocut Meurah
Inseun
1317 4,7 Layak
Total 2.621 8,61
11 Jln. Pocut Baren 6420 14,38 Layak SD Neg 20 Banda Aceh
532
Total 6420 14,38
12 Jln. Laksamana 1096 5,96 Layak
SMK STMI Banda Aceh
1.466 13 Jln. Tgk. Hasyim Banta
Muda 2297 5,46 Layak
14 Jln. Pelangi 1652 8,04 Layak
Total 5.045 19,46 2653
Gampong Peunayong
15 Jln. TWK. Moh. Daudsyah
2.813 6,69 Layak SMP Neg. 9 Banda Aceh
421
Gp.
Peunayong
16 Jln. WR Supratman 1182 2,54 Layak
17 Jln. H.T Daudsyah 1397 3,32 Layak
Total 5.392 13,00
18 Jln. Jend. Ahmad Yani 2010 3,19 Layak Masjid 858
1 Jln. Sisingamangaraja Gp Peunayong
1852 3,52 Layak
Al-Muttaqin
Total 3852 7,11 1.549
Gampong Lamdingin
19 Lr. Tgk Juned 378 2,96 Layak
Masjid AL Abrar
468
Gampong Lamdingin
20 Jln Rawa 796 5,63 Layak
21 Jln. Tuan Di Pulo 485 3,65 Layak
22 Ruas Jalan Nomor 22 847 2,48 Layak
23 Lr. Bak Kasan 895 4,86 Layak
24 Jln. Keuchik Daud Yusuf 156 0,99
Layak
25 Jln. Tgk. H. Dimurtala 667 3,08 Layak
Total 3846 20,69
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 18
Tabel 9. Matriks Kelayakan Jalur Evakuasi Vertikal (2/2)
No Jalan
Nama Jalan
Prediksi Jumlah Pengguna
Jalan (org)
Waktu Tempuh (Menit)
Kelayakan Jalur
Gedung Evakuasi Aletrnatif yang dituju
Nama Gedung Kapasitas
Gedung
Lokasi
Gedung
26 Jln. Syiah Kuala 19062 45,34 Layak SD Negeri 45
Pesantren
Inshafuddin
177
1228
Gp. Lambaro Skep
Gp.
Bandar Baru
27 Jln. Mujahidin 2304 10,19 Layak
28 Jln. Tanggul 584 2,58 Layak
Total 21950 58,11 1873
Gampong Lambaro Skep
29 Jln Delima 3186 13,84 Layak Pesantren Inshafuddin
Masjid Al
Makmur
1.228
2.808
Gp. Bandar Baru
26 Jln. Syiah Kuala 19062 45,34 Layak
27 Jln. Mujahidin 2304 10,19 Layak
28 Jln. Tanggul 584 2,58 Layak
Total 25136 71,95
30 Lr. Makmur 339 1,98 Layak
31 Lr. Meunasah Al Iman 379 2,96 Layak
32 Jln. Anggur I 870 5,35 Layak
33 Jln Angur II 708 3,81 Layak
27 Jln. Mujahidin 2304 10,19 Layak
28 Jln. Tanggul 584 2,58 Layak
34 Jln. Taman Sri Ratu Safiatuddin
3567 6,34 Layak
Total 8751 33,21 4036
Gambar 5. Peta Jalur Evakuasi Pada Gampong Berzona Merah di Kecamatan Syiah Kuala
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 19
Penyebab utama proses evakuasi vertikal men-
jadi tidak layak disebabkan oleh bangunan evakuasi alternatif yang berada di luar gampong tersebut,
seperti bangunan evakuasi alternatif untuk Gampong
Lampulo, Gampong Lamdingin, dan Gampong
Lambaro Skep. Lokasi bangunan evakuasi yang be-
rada di luar daerah evakuasi membuat akses menuju
bangunan tersebut harus melalui jalur evakuasi yang berada di daerah lain, seperti Jln. Syiah Kuala, Jln.
Mujahidin, dan Jln. Tanggul yang digunakan oleh
Gampong Lamdingin dan Lambaro Skep untuk
mengakses bangunan evakuasi yeng berlokasi di
Lambaro Skep, sehingga membuat waktu tempuh menjadi semakin lama. Dalam perencanaan jalur
evakuasi vertikal, jalur evakuasi tidak boleh
melewati daerah evakuasi yang lainnya untuk
menghindari kemacetan, peningkatan volume jalan,
serta membuat waktu tempuh menjadi lebih lama. Untuk mengatasi hal itu, dapat direncanakan
bangunan lainnya yang berada di satu daerah
evakuasi yang sama sebagai bangunan evakuasi
alternatif. Selain itu dapat juga dibuat perencanaan
jalur evakuasi horizontal yang terpisah dari jalur
evakuasi yang telah di rencanakan untuk daerah yang tidak memungkinkan diberlakukannya jalur
evakuasi vertikal sebagai jalur penyelamatan.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Penelitian ini melakukan investigasi
kelayakan proses evakuasi vertikal dengan studi
kasus di Kecamatan Kuta Alam di Kota Banda
Aceh. Penelitian ini mengidentifikasikan bahwa
dari 5 gampong yang menjadi tinjauan, hanya 2 gampong yang layak mengadopsi sistem
evakuasi vertikal, yaitu Gampong Mulia dan
Gampong Peunayong. Selanjutnya, berdasarkan
waktu tempuhnya, dari 11 jalur evakuasi yang
direncanakan hanya 4 yang dinyatakan layak
untuk digunakan sebagai jalur evakuasi vertikal. Berdasarkan hasil penelitian ini juga di ketahui
bahwa lokasi bangunan evakuasi yang berada di
luar daerah evakuasi membuat waktu tempuh
menjadi semakin lama, hal inilah yang menjadi
penyebab proses evakuasi vertikal pada Gam-pong Lampulo, Lamdingin dan Lambaro Skep
menjadi tidak layak.
Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa
diperlukan identifikasi yang lebih luas lagi terkait bangunan publik yang dapat digunakan untuk
bangunan evakuasi selain bangunan-bangunan yang
sudah direncanakan, untuk mendukung proses
evakuasi vertikal. Selanjutnya, penelitian ini juga mengidentifikasi kebutuhan kajian yang lebih lanjut
terkait bangunan evakuasi alternatif dan manajemen
evakuasinya, juga perencanaan jalur evakuasi
horizontal yang terpisah dari jalur evakuasi vertikal.
5. KESIMPULAN DAN SARAN [1] U. Unisdr, “Sendai framework for
disaster risk reduction 2015–2030,” in
Proceedings of the 3rd United Nations
World Conference on DRR, Sendai,
Japan, 2015, hal. 14–18. [2] FEMA, “Vertikal Evacuation from
Tsunamis: A Guide for Community
Officials.” Federal Emergency
Management Agency Washington DC,
2009. [3] W. Seni, N. Ismail, dan A. B. Ismail,
“Pendidikan Mitigasi Bencana Berbasis
Lingkungan Masyarakat Terhadap Jalur
Evakuasi Gempa Bumi Berpotensi
Tsunami (Studi Kasus Kecamatan Kuta
Alam Kota Banda Aceh),” Biot. J. Ilm. Biol. Teknol. dan Kependidikan, vol. 1,
no. 2, hal. 93–102, 2015.
[4] N. Y. Yun dan M. Hamada, “Tsunami
Fatality Rate and Evacuation Behavior
During the 2011 Tohoku Tsunami,” in Handbook of Coastal Disaster Mitigation
for Engineers and Planners, Elsevier,
2015, hal. 179–204.
[5] H. Murakami, K. Takimoto, dan A.
Pomonis, “Tsunami evacuation process and human loss distribution in the 2011
Great East Japan Earthquake-A case
study of Natori city, Miyagi prefecture,”
in 15th World Conference on Earthquake
Engineering, 2012, hal. 1–10.
[6] T. Takabatake et al., “Field survey and evacuation behaviour during the 2018
Sunda Strait tsunami,” Coast. Eng. J., vol.
61, no. 4, hal. 423–443, 2019.
[7] R. S. Dewi, “A-gis based approach of
evacuation model for tsunami risk reduction,” IDRiM J., vol. 2, no. 2, hal.
108–139, 2012.
[8] P. González-Riancho et al., “Tsunami
evacuation modelling as a tool for risk
reduction: application to the coastal area of El Salvador,” Nat. Hazards Earth Syst.
Sci., vol. 13, no. 12, hal. 3249–3270,
2013.
[9] D. J. Kurniawan, A. D. Suriamihardja,
Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 20
dan J. P. Davey, “Tsunami Evacuation
Planning as a tool for Tsunami Risk Reduction: A case study in Palu Bay,
Central Sulawesi,” Int. J. Eng. Sci. Appl.,
vol. 7, no. 1, hal. 11–26, 2020.
[10] W. Soviana, “Analisis Kerentanan
Bangunan Gedung Dan Kesiapsiagaan
Masyarakat Dalam Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Di Kecamatanrnkuta
Alam Banda Aceh,” ETD Unsyiah, 2015.
[11] SNI 7766 : 2012, “Jalur Evakuasi
Tsunami,” Badan Standardisasi Nasional,
2012. [12] H. Yuzal, K. Kim, P. Pant, dan E.
Yamashita, “Tsunami evacuation
buildings and evacuation planning in
Banda Aceh, Indonesia.,” J. Emerg.
Manag. (Weston, Mass.), vol. 15, no. 1, hal. 49–61, 2017.
[13] B. R. R. C. N. / I. 300 GI, “Pedoman
Perencanaan Pengungsian Tsunami
(Tsunami Refuge Planning),” 2007. .
[14] F. Fauziah, E. Fatimah, dan S. Syamsidik,
“Penilaian Tingkat Risiko Bencana Tsunami Untuk Kawasan Kota Banda
Aceh Berdasarkan Skenario Tsunami
Desember 2004,” J. Tek. Sipil, vol. 3, no.
2, hal. 145–156, 2014.
[15] A. Suharyanto, A. Pujiraharjo, F. Usman,
K. Murakami, dan C. Deguchi,
“Predicting tsunami inundated area and evacuation road based on local condition
using GIS,” IOSR J. Environ. Sci.,
Toxicol. Food Technol.(IOSR-JESTFT),
vol. 1, hal. 5–11, 2012.
[16] “PERMEN-PU-03-2014 Pejalan Kaki
(Lampiran) - Kota Hijau.” . [17] A. Budiarjo, “Evacuation shelter building
planning for tsunami prone area: a case
study of Meulaboh city, Indonesia,”
Enschede, ITC, 2006. .
[18] H. Kitamoto, M. Miyano, dan S. HAGINO, “Proposal Of Constructing
New Tsunami Shelter Buildings At
Mimase In Kochi City.”
[19] B. M. Kemal dan H. Putra, “An
observation of the walking speed of evacuees during a simulated tsunami
evacuation in Padang, Indonesia,” IOP
Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol. 140,
no. 1, hal. 12090, 2018.
[20] J. W. McCaughey, I. Mundir, P. Daly, S.
Mahdi, dan A. Patt, “Trust and distrust of tsunami vertikal evacuation buildings:
Extending protection motivation theory
to examine choices under social
influence,” Int. J. disaster risk Reduct.,
vol. 24, hal. 462–473, 2017.
Jurnal Teknik Sipil
p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295
Volume 10 No. 1, Mei 2021
- 20
EFISIENSI KERAPATAN STASIUN HUJAN DI KABUPATEN
SUMBAWA
Adi Mustikatari Lismula1,*, Dedy Dharmawansyah1,**, Adi Mawardin1 , Tri Susilawati1 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teknologi Sumbawa
Jl. Raya Olat Maras, Batu Alang-Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat 84371
email: adilismula@gmail.com*, dedy.dharmawansyah@uts.ac.id**
Abstract: Rainfall is generally not evenly distributed in a region, this has an impact on the distribution of rain stations which is also not uniform, thus affecting the engineering design of an area in the future. Sumbawa Regency as an area with hilly topographical conditions also experiences uneven distribution of rain so it is necessary to test the consistency of rainfall data. The method used to test the consistency of this data is the Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) method. Meanwhile, in determining the number and density of rain stations, various methods can be used, one of which is the Kagan-Rodda method with an output of optimum rain station points representing an area in Sumbawa Regency. The calculation results obtained that the value of the coefficient of variation (Cv) is 24.1, for a 3% allowable error, 64 new stations are needed with a Kagan triangle length of 10.8 km, while for a 5% allowable error it takes 23 new stations with a Kagan triangle length of 17. 8 km. The number of efficient rain stations is 23 stations, taking into account the small overlap of the catchment area between stations and also considering the cost of procuring and maintaining rain station equipment which is still relatively expensive.
Keywords : Rain Station; Kagan-Rodda; RAPS; Sumbawa
Abstrak: Curah hujan pada umumnya tidak merata disuatu wilayah, hal ini berimbas pada sebaran stasiun hujan yang juga tidak seragam, sehingga mempengaruhi perancangan keteknikan pada suatu wilayah dimasa mendatang. Kabupaten Sumbawa sebagai daerah dengan kondisi topografi yang berbukit juga mengalami ketidakseragaman
sebaran hujan maka diperlukan uji konsistensi data curah hujan. Metode yang digunakan untuk menguji konsistensi data ini dengan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). Sedangkan dalam melakukan penentuan jumlah dan kerapatan stasiun hujan dapat menggunakan berbagai metode, salah satunya adalah metode Kagan-Rodda dengan
luaran berupa titik-titik stasiun hujan yang optimum dalam mewakili suatu wilayah di Kabupaten Sumbawa. Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien variasi (Cv) adalah 24,1, untuk kesalahan perataan 3% dibutuhkan 64 stasiun baru dengan panjang segitiga Kagan adalah 10,8 km, sedangkan untuk kesalahan perataan 5% dibutuhkan 23 stasiun
baru dengan panjang segitiga Kagan adalah 17,8 km. Jumlah stasiun hujan yang efisien sejumlah 23 stasiun dengan pertimbangan overlap daerah tangkapan antar stasiun sedikit dan juga pertimbangan biaya pengadaan dan pemeliharaan alat stasiun hujan yang masih tergolong mahal.
Kata kunci : Stasiun hujan; Kagan-Rodda; RAPS; Sumbawa.
1. PENDAHULUAN
Kejadian hujan satu wilayah dengan wilayah
lainnya memiliki perbedaan yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain garis lintang, ketinggian tem-pat, jarak dari laut, posisi didalam dan ukuran massa
tanah daratan, arah angin terhadap sumber air, relief dan
suhu nisbi dari tanah. Kabupaten Sumbawa yang berada
di Pulau Sumbawa memiliki topografi yang tidak rata
atau cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian elevasi
antara 0 hingga 1.730 m diatas pemukaan laut [1].
Dengan kondisi topografi ini mengakibatkan kondisi
fisik yang heterogen antar wilayah. Heterogenitas ini me-nyebabkan sebaran kejadian hujan yang tidak merata dan
turut memberikan pengaruh pada standar rancangan
keteknikan di masa akan datang. Berdasarkan kondisi ek-
sisting saat ini, hanya terdapat satu stasiun hujan untuk
Disetujui : 26 April 2021
Diterbitkan : 31 Mei 2021
Diterima : 4 Januari 2021
Direvisi : 24 April 2021
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 21
cakupan seluruh wilayah di Sumbawa. Jumlah ini diang-
gap belum ideal dengan wilayah Sumbawa yang cukup luas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menentukan titik-titik stasiun hujan baru yang merata dan
mewakili kejadian hujan di berbagai bentuk topografi
dengan masukan data hujan yang akurat sehingga di-
peroleh jumlah stasiun hujan dan pola penyebaran stasiun
hujan yang efektif dan optimal sebagai rekomendasi un-tuk mengakomodir wilayah tersebut.
Penelitian terdahulu yang membahas penentuan
jumlah dan kerapatan stasiun sudah banyak dilakukan.
Metode untuk menganalisis jumlah dan kerapatan stasiun
hujan ini juga telah banyak dikembangkan diantaranya metode Kriging [2], [3], metode Stepwise [4], [5] dan
metode Kagan-Rodda [6], [7], [8], [9], [10]. Pada
penelitian ini, metode yang dipilih adalah Kagan-Rodda
karena mempertimbangkan minimnya jumlah stasiun
hujan di wilayah Sumbawa, sehingga metode ini tepat untuk diterapkan baik untuk mengevaluasi jumlah sta-
siun hujan yang ada, juga digunakan untuk menentukan
jumlah stasiun hujan baru yang ideal untuk daerah terse-
but. Berdasarkan kemiripan karakteristik wilayah,
penelitian yang dilakukan oleh [11], [12] dan [13] men-
jadi acuan karena berada di wilayah Nusa Tenggara. Disamping itu, metode pengujian konsistensi data yang
diterapkan pada penelitian ini yaitu metode Rescaled Ad-
justed Partial Sums (RAPS) [14], [15].
2. METODE PENELITIAN
Jaringan Stasiun Hujan Jaringan stasiun hujan mempunyai fungsi yang san-
gat penting yaitu untuk mengurangi variabilitas besaran
kejadian atau mengurangi ketidakpastian dan meningkat-
kan pemahaman terhadap besaran yang terukur maupun
terinterpolasi [16]. Setiap stasiun memiliki luasan pengaruh (sphere of influence) yang merupakan daerah
dimana kejadian-kejadian didalamnya menunjukkan ket-
erikatan atau korelasi dengan salah satu kejadian yang di-
amati stasiun lainnya didalam daerah tersebut [2].
Pada dasarnya terdapat empat hal yang perlu dija-
wab ketika merencanakan stasiun hujan [16] yaitu (1) bagaimana pengukuran akan dilakukan? (2) berapa ban-
yak tempat yang akan diukur? (3) dimana tempat yang
akan diukur? dan (4) berupa jaringan tetap atau semen-
tara?
Semakin banyak jumlah stasiun hujan yang didapat, akan semakin menghasilkan perkiraan terhadap hujan
sebenarnya yang terjadi di dalam suatu DAS. Namun,
penempatan stasiun dalam jumlah yang sangat banyak
akan memerlukan dana yang besar. Mengingat pula
bahwa variabilitas hujan yang sangat besar, tidak hanya jumlah stasiun hujan tersebut yang mempunyai peran
yang besar. Dengan demikian, dalam merencanakan sta-
siun hujan (rainfall networks), terdapat dua hal penting
yang harus diperhatikan, yaitu jumlah stasiun hujan
dinyatakan dalam km2/stasiun dan pola penempatan sta-siun hujan di dalam suatu daerah.
Standar WMO
Kerapatan Jaringan Stasiun hujan dapat diartikan
sebagai luasan daerah yang diwakili oleh setiap stasiun
hujan [9]. Kerapatan minimum stasiun hujan didasarkan
pada hasil kajian dari World Meteorological Organiza-
tion (WMO) seperti pada Tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan Menurut WMO [17]
No Tipe Wilayah Kerapatan jaringan
minimum (km2)
Kondisi
Normal
Kondisi
Sulit
1 Daerah datar tropis mediteran dan sedang
600-900 900-3000
2 Daerah pegunungan
tropis mediteran dan sedang
100-250 250-1000
3 Kepulauan kecil
bergunung
25 -
4 Daerah kering dan kutub
1500-10000 -
Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) Metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS)
merupakan metode yang digunakan untuk menguji
konsistensi. dengan persamaan:
n
stasiundataY
=
_
(1)
=
−
=n
i
i
yn
Yy
D1
2_
2 (2)
=
+
−=
n
i
sebelumnyaiK KYyS1
_*
(3)
y
KK
D
SS
***= (4)
2
yy DD = (5)
dimana Y̅ adalah curah hujan rata-rata, N adalah jumlah
data, Dy adalah simpangan rata-rata, yi adalah data curah
hujan ke-i, Sk٭adalah simpangan mutlak, Sk٭٭ adalah
nilai konsistensi data dan nilai K adalah1,2,3,...,n.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 22
Pengujian konsistensi menggunakan data stasiun itu
sendiri yaitu dengan menghitung kumulatif
penyimpangan terhadap nilai rata-rata (mean) dibagi
dengan akar kumulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi dapat dilihat pada
rumus Q dan R.
maksSQ K
**= (6)
min****
KK SmaksSR −= (7)
dimana Q adalah nilai statistik Q untuk 0 ≤ k ≥ n, dan
R adalah nilai statistik (range). Nilai Q
√n dan
R
√n hasil
perhitungan selanjutnya dibandingkan dengan nilai Q
√n dan
R
√n kritis seperti pada
Tabel 2.
Tabel 2. Nilai 𝐐
√𝐧 dan
𝐑
√𝐧
N 𝐐
√𝐧
𝐑
√𝐧
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38
20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,6
30 1,12 1,24 1,40 1,40 1,50 1,70
40 1,13 1,26 1,50 1,42 1,53 1,74
50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78
100 1,17 1,29 1,55 1,50 1,62 1,86
↓ 1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2,00
(Sumber: [16])
Metode Kagan-Rodda
Metode Kagan-Rodda pada dasarnya
menggunakan analisis statistik dan mengaitkan
kerapatan jaringan stasiun hujan dengan kesalahan
interpolasi (interpolation error) dan kesalahan perataan
(averaging error). Adapun perumusan yang digunakan dalam metode Kagan sebagai berikut:
( )( )0/
0)(dd
erdr−
= (8)
( )( )
N
Nd
Ar
CZ V
0
0
1
23,01 +−
= (9)
( ) ( )
( ) N
A
d
rrCZ V
0
00
3 52,03
1+
−= (10)
N
AL 07,1= (11)
dimana r(d) adalah koefisien korelasi untuk jarak d km, r(0) adalah koefisien korelasi untuk jarak yang sangat dekat,
d adalah jarak antar stasiun (km), d(0) adalah radius
korelasi, yaitu jarak antar stasiun dimana korelasi
berkurang dengan faktor e, Z1 adalah kesalahan dalam
perataan (%), Z3 adalah kesalahan interpolasi (%), Cv adalah koefisien variasi, A adalah luas wilayah studi
(km2), N adalah jumlah stasiun, dan L adalah panjang sisi
jaringan (km).
Menurut [16], cara Kagan dapat digunakan dalam
dua keadaan: 1. Apabila di dalam DAS sama sekali belum ada
stasiun hujan, maka cara yang dapat ditempuh
hanyalah mencoba memanfaatkan data hujan di
daerah sekitarnya untuk dapat mengetahui tingkat
variabilitasnya (koefisien variasi). 2. Apabila di dalam DAS telah tersedia jaringan
stasiun hujan, maka cara ini dapat digunakan untuk
mengevaluasi apakah jaringan yang ada telah
mencukupi, atau dapat juga untuk memilih stasiun-
stasiun yang akan digunakan dalam analisis
selanjutnya. Penelitian efisiensi kerapatan stasiun hujan di Ka-
bupaten Sumbawa ini diawali dengan mengumpulkan
data curah hujan diwilayah Sumbawa, kemudian dari
data tersebut dilakukan uji konsistensi data
menggunakan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS), metode ini untuk melihat kualitas datayang
mana masih berpotensi adanya data yang tidak konsisten.
Apabila data yang digunakan memenuhi syarat kon-
sistensi, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis cu-
rah hujan dengan menggunakan metode Isohyet dan Pol-igon Thissen. Gambar 1 menunjukkan bagan alir dari
penelitian yang dilakukan.
Dari hasil analisis curah hujan ini, selanjutnya dapat
diketahui karakteristik hujan di wilayah Sumbawa.
Perencanaan model stasiun hujan yang sesuai dengan
kebutuhan dilakukan menggunakan data curah hujan, pe-doman kriteria minimum stasiun hujan menurut WMO,
sebaran hujan wilayah dan peta topografi Kabupaten
Sumbawa. Selanjutnya dilakukan analisis stasiun hujan
dengan menghitung koefisien korelasi dan grafik hub-
ungan antara jarak dengan nilai korelasi antar stasiun hu-jan yang mana dari grafik ini akan diperoleh persamaan
garis koefisien korelasi dan garis radius korelasi.
Kemudian, dilakukan penentuan titik stasiun hujan rek-
omendasi dengan memilih titik stasiun hujan terdekat
dengan simpul Kagan yang mewakili beberapa simpul Kagan berdasarkan kriteria minimum stasiun hujan
menurut WMO.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 23
Langkah selanjutnya, melakukan overlay secara
spasial titik stasiun hujan pada peta persebaran hujan wilayah Kabupaten Sumbawa. Sebaran stasiun hujan
yang efisien diperoleh dengan overlay dengan bentuk
lingkaran sebagai luas wilayah tangkapan dan memper-
timbangkan berbagai hal seperti daerah pengaruh sesuai
pedoman WMO, kondisi fisik geografis hingga biaya
pemasangan.
3. HASIL PEMBAHASAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian Efisiensi Kerapatan Stasiun
Hujan ini adalah di Kabupaten Sumbawa, merupakan salah satu daerah yang berada di wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Gambar 2). Secara astronomis,
Kabupaten Sumbawa terletak antara posisi 116" 42'
sampai dengan 118" 22' Bujur Timur dan 8” 8' sampai
dengan 9” 7' Lintang Selatan dengan luas wilayah 6.643,98 km2. Posisi geografisnya, berbatasan dengan
Kabupaten Sumbawa Barat di sebelah Barat, Kabupaten
Dompu di sebelah Timur, Laut Flores di sebelah Utara
dan Samudra Hindia di sebelah Selatan. [1].
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Gambar 2. Peta Kabupaten Sumbawa
(Sumber:[18])
Mulai
Data Curah HujanKriteria Minimum Stasiun
Hujan menurut WMO
Uji Konsistensi Data
Analisis Stasiun Hujan
(Kagan-Rodda)
Titik Stasiun Hujan
Rekomendasi
Overlay
A = B
Model Jaringan Hujan
(Menurut WMO)
Sebaran Stasiun Hujan
Efisien
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Ya
Tidak
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 24
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas
peta Kabupaten Sumbawa skala 1:260.000 dan data
curah hujan Kabupaten Sumbawa kala ulang hujan
tahunan selama 10 tahun dari tahun 2007 sampai tahun 2016.
Tabel 3. Data Curah Hujan Kabupaten Sumbawa (mm)
Tahun Bulan
Ja
n
Feb
Ma
r
Ap
r
Mei
Ju
n
Ju
l
Ag
t
Sep
Ok
t
No
v
Des
2007 43 181 443 103 9 14 - 0 - 1 152 232
2008 289 295 113 111 5 8 1 - 1 86 108 183
2009 150 301 104 115 36 - 17 - 17 2 187 59
2010 492 168 100 62 132 1 91 4 157 94 233 388
2011 249 317 172 250 232 - - - 0,1 15 228 176
2012 345 158 466 31 59 0 - - - 11 47 178
2013 446 335 190 100 99 139 3 - - 5 66 237
2014 255 89 97 109 13 1 19 - - - 109 215
2015 69 216 168 242 54 0 2 0 0 - 51 174
2016 302 464 158 135 40 107 19 4 44 162 512 333
(Sumber: Stasiun Meteorologi Kelas III Sultan Muhammad Kaharuddin Kab. Sumbawa)
Uji Konsistensi Data
Tabel 4. menunjukkan hasil perhitungan uji
konsistensi data curah hujan menggunakan metode
RAPS dengan nilai Q = 1,77 ; R = 1,74 ; n = 10. Dari
data ini diperoleh nilai 𝑄
√𝑛= 0.56 dan
𝑅
√𝑛= 0.54
dengan 𝑄
√𝑛 (99%) = 1,29 dan
𝑅
√𝑛 (99%) = 1,38 (
Tabel 2).
Informasi diatas menunjukkan bahwa nilai 𝑄
√𝑛 hasil
perhitungan sebesar 0,56 yang mana lebih kecil dari nilai 𝑄
√𝑛 kritis yaitu sebesar 1,29. Demikian pula dengan nilai
𝑅
√𝑛 hasil perhitungan diperoleh 0,54 juga kecil dari
𝑅
√𝑛
kritis yaitu 1,38. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data
curah hujan yang digunakan adalah konsisten.
Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan
Analisis kerapatan jaringan stasiun hujan berdasarkan pedoman WMO bahwa setiap stasiun hujan
memiliki luasan daerah pengaruh masing-masing. Hasil
pengumpulan data untuk stasiun hujan di Kabupaten
Sumbawa terdapat satu stasiun hujan yang berada di
bandara Sultan Kaharuddin. Melalui ketentuan WMO, kerapatan stasiun hujan untuk daerah pegunungan
beriklim sedang, mediteran dan daerah tropis seperti
wilayah Sumbawa adalah 100-250 km2/stasiun.
Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, satu
stasiun hujan yang berada di bandara Sultan Kaharuddin belum dapat mewakili semua wilayah Kabupaten
Sumbawa dan tidak dapat memberikan data yang
optimal karena stasiun yang ada belum memenuhi
standar kerapatan stasiun hujan menurut WMO, maka
untuk itu perlu adanya perencanaan untuk mendapatkan
jumlah stasiun hujan dan sebaran yang efektif.
Penentuan Kesalahan Perataan
Dengan menggunakan perumusan (9), maka dihi-
tung nilai kesalahan perataan yang disajikan pada Tabel
6. Berdasarkan Tabel 6, nilai kesalahan perataan (Z1)
hasil perhitungan sebesar 3,01% dan 4,82 % dan selan-jutnya kesalahan perataan yang digunakan adalah 3%
dan 5%.
Rekomendasi Jaringan Stasiun Hujan Baru
Perhitungan statistik untuk data curah hujan kala ulang 10 tahun diperoleh nilai rata-rata adalah 1331,8
mm dan simpangan baku (S) untuk data tersebut adalah
321,36. Dari hasil rata-rata dan simpangan baku tersebut
maka dapat diperoleh nilai koefisien variasi (Cv) yang
diperoleh dari pembagian simpangan baku dengan nilai
rata-rata dan dikalikan dengan 100% adalah 24,1 (Tabel 5). Setelah nilai Cv telah diperoleh maka selanjutnya
dapat menghitung jumlah stasiun yang direkomedasikan
untuk persentase kesalahan perataan sebesar 3% dan 5%
yang disajikan pada Tabel 7.
Penggambaran jaring Kagan dilakukan dengan ban-tuan software Autocad. Hasil penggambaran titik-titik
Jaring Kagan yang di overlay dengan Peta Kabupaten
Sumbawa untuk kesalahan perataan 3 % dan 5% dapat
dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 25
Tabel 4. Hasil Uji Konsistensi Data Curah Hujan dengan Metode RAPS
No Tahun Curah Hujan Dy² Sk٭ Sk٭٭ |Sk٭٭|
1 2007 1176 2206,6 -115,8 -0,37 0,37
2 2008 1200 1579,2 -130,8 -0,42 0,42
3 2009 988 10745,3 -341,8 -1,11 1,11
4 2010 1872 26528,7 543,2 1,77 1,77
5 2011 1639 8579,2 311,2 1,01 1,01
6 2012 1305 65,3 -21,8 -0,07 0,07
7 2013 1620 7550,8 294,2 0,96 0,96
8 2014 907 16405 -417,8 -1,36 1,36
9 2015 973 11703,4 -350,8 -1,14 1,14
10 2016 1638 8523,5 315,2 1,03 1,03
Total 14650 93887 |Sk٭٭| maks = 1,77 |Sk٭٭| min = 0,07 Q = 1,77;R = 1,74;n = 10
𝑄
√𝑛= 0,56
𝑅
√𝑛= 0,54
Hasil Akar 306,4
Rata-rata 1.331,8
Tabel 5. Hasil Perhitungan S dan Cv
No Tahun Curah Hujan (𝒙𝒊) 𝒙𝒊 − �̅� (𝒙𝒊 − �̅�)𝟐 S Cv (%)
1 2007 1176 -155,8 24273,64 321,26 24,1
2 2008 1200 -131,8 17371,24
3 2009 988 -343,8 118198,4
4 2010 1872 540,2 291816
5 2011 1639 307,2 94371,84
6 2012 1305 -26,8 718,24
7 2013 1620 288,2 83059,24
8 2014 907 -424,8 180455
9 2015 973 -358,8 128737,4
10 2016 1638 306,2 93758,44
�̅�= 1331,8 ∑ =1032760
Tabel 6. Perhitungan Kesalahan Perataan (Z1)
Parameter Satuan Kesalahan Perataan
A B
Cv 24,1 24,1
r(o) 0,045 0,045
d(o) 41,29 39,09
A km2 6.643,98 6.643,98
Z1 % 3,01 4,82
Pembulatan
Z1
% 3 5
Tabel 7. Hasil Perhitungan N dan L
Kesalahan perataan
(%)
N L (km) A (km2)
3 65 10,8 116,64 - 167,13
5 24 17,8 205,59 - 316,86
Efisiensi Jumlah Stasiun Hujan
Efisiensi dilakukan untuk memperoleh jumlah sta-
siun hujan yang optimal sesuai dengan kebutuhan. Untuk
itu, maka dilakukan overlay spasial dengan bentuk ling-karan sebagai luas wilayah tangkapan stasiun hujan di ti-
tik-titik stasiun hujan rekomendasi dengan tetap
mengacu pada pedoman WMO. Hasil overlay dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Berdasarkan Gambar 5, stasiun hujan dengan kesalahan perataan 3% memiliki luas wilayah tangkapan
yang saling tumpang tindih (overlap) satu sama lain serta
banyak stasiun memiliki jarak yang berdekatan, sehingga
beberapa stasiun hujan seharusnya dapat diwakili oleh
satu stasiun hujan. Sedangkan pada Gambar 6, kesala-han perataan 5% memiliki luas wilayah tangkapan
dengan sedikit overlap antar daerah tangkapannya.
Rangkuman perbandingan antara jumlah stasiun dengan
kesalahan perataan 3 % dan kesalahan perataan 5 %
dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan berbagai pertimbangan yang disajikan pada Tabel 8 diatas, direkomendasikan jumlah stasiun
yang mewakili Kabupaten Sumbawa adalah jumlah
stasiun hujan dengan kesalahan perataan 5%. Hal ini
mempertimbangkan sisi biaya pengadaan dan
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 26
pemeliharaan stasiun hujan yang masih tergolong mahal.
Berdasarkan kesalahan perataan 5%, stasiun hujan
rekomendasi berjumlah 24 stasiun (Tabel 9).
Tabel 8. Perbandingan kesalahan perataan 3% dan 5%
No Kriteria Kesalahan perataan
3% 5%
1 Dapat mewakili kejadian hujan di Kabupaten Sumbawa ya ya
2 Memenuhi syarat pedoman WMO ya ya
3 Tumpang tindih (overlap) antar stasiun banyak sedikit
4 Jarak antar stasiun rapat renggang
5 Jumlah Stasiun banyak sedikit
Gambar 3. Rekomendasi Pos Stasiun Hujan Baru dengan Peta Jaring Kagan (Kesalahan Perataan 3%)
Gambar 4. Rekomendasi Pos Stasiun Hujan Baru dengan Peta Jaring Kagan (Kesalahan Perataan 5%)
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 27
Gambar 5. Luas Wilayah Tangkapan (Kesalahan Perataan 3%)
Gambar 6. Luas Wilayah Tangkapan (Kesalahan Perataan 5%)
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 28
Tabel 9. Stasiun Hujan Rekomendasi di Kabupaten Sumbawa
No Lokasi Koordinat Keterangan
Desa Kec BT LS
1 Sumbawa Sumbawa Besar 117º 24’ 54” 8º 29’ 21” Stasiun Lama
2 Luk Rhee 117º 16’ 23” 8º 29’ 30” Stasiun Baru
3 Juru Mapin Buer 117º 06’ 10” 8º 29’ 28” Stasiun Baru
4 Lekong Alas Barat 117º 00’ 00” 8º 34’ 57” Stasiun Baru
5 Bao Desa Batulanteh 117º 11’ 28” 8º 39’ 47” Stasiun Baru
6 Sempe Moyo Hulu 117º 21’ 24” 8º 40’ 17” Stasiun Baru
7 Pungkit Lopok 117º 30’ 09” 8º 41’ 30” Stasiun Baru
8 Pemasar Maronge 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru
9 Kakiang Moyo Hilir 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru
10 Labuhan Aji Labuhan Badas 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru
11 Mungkin Orong Telu 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru
12 Ledang Ropang 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru
13 Ropang Ropang 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru
14 Simu Maronge 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru
15 Plampang Plampang 117º 46’ 09” 8º 47’ 05” Stasiun Baru
16 Boal Plampang 117º 58’ 47” 8º 57’ 19” Stasiun Baru
17 Ongko Tarano 118º 05’ 45” 8º 45’ 47” Stasiun Baru
18 Banda Tarano 118º 15’ 08” 8º 45’ 01” Stasiun Baru
19 Perode Plampang 117º 50’ 06” 8º 53’ 02” Stasiun Baru
20 Sepakat Plampang 117º 41’ 06” 8º 53’ 03” Stasiun Baru
21 Lebangkar Ropang 117º 31’ 04” 8º 55’ 40” Stasiun Baru
22 Lunyuk Ode Lunyuk 117º 17’ 08” 8º 55’ 40” Stasiun Baru
23 Suka Maju Lunyuk 117º 11’ 08” 8º 55’ 45” Stasiun Baru
24 Emang Lestari Lunyuk 117º 05’ 07” 9º 02’ 04” Stasiun Baru
4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data
untuk efisiensi dan penentuan kerapatan stasiun hujan di
Kabupaten Sumbawa dapat disimpulkan bahwa
perhitungan data curah hujan Kabupaten Sumbawa dengan data kala ulang 10 tahun (2007-2016) diperoleh
nilai 𝑄
√𝑛 hitung = 0,56 <
𝑄
√𝑛 kritis = 1,29 dan
𝑅
√𝑛 hitung =
0,54 < 𝑅
√𝑛 kritis = 1,38, berdasarkan hasil perhitungan
tersebut maka data curah hujan yang ada di Kabupaten
Sumbawa dinyatakan konsisten. Kabupaten Sumbawa
saat ini memiliki satu stasiun hujan yang berada di
bandara Sultan Kaharuddin. Stasiun yang ada sekarang ini belum dapat mewakili seluruh wilayah di Kabupaten
Sumbawa untuk mendapatkan data curah hujan yang
baik karena mengingat Kabupaten Sumbawa memiliki
luas 6.643,98 km2 dan hanya memiliki satu stasiun hujan.
Menurut pedoman WMO untuk daerah pegunungan
beriklim sedang, mediteran dan daerah tropis adalah 100-250 km2/stasiun, maka untuk itu perlu adanya
perencanaan penambahan stasiun hujan untuk
mendapatkan jumlah stasiun hujan dan sebaran yang
efektif untuk Kabupaten Sumbawa.
Menurut hasil perhitungan diperoleh hasil nilai
koefisien variasi (Cv) adalah 24,1, maka didapatkan
perencanaan untuk jumlah stasiun hujan dengan kesalahan perataan dan panjang antar stasiun yaitu
dengan kesalahan perataan 3% direkomendasikan
jumlah stasiun adalah 65 stasiun dengan jarak antar
stasiun adalah 10,8 km, maka diperlukan penambahan
stasiun sebanyak 64 stasiun. Setiap stasiun hujan mencakup 2-3 simpul jaring segitiga kagan yang
mempunyai luas berkisar 116,64 km2 sampai 167,13 km2
dinyatakan sangat memenuhi syarat WMO. Selanjutnya
dengan kesalahan perataan 5% direkomendasikan
jumlah stasiun adalah 24 stasiun dengan jarak antar stasiun adalah 17,8 km, maka diperlukan penambahan
stasiun sebanyak 23 stasiun. Setiap stasiun mencakup 1
sampai 2 simpul jaring segitiga Kagan yang mempunyai
luas berkisar 205,59 km2 sampai 316,86 km2 dan
dinyatakan cukup memenuhi syarat WMO. Berdasarkan
hasil perbandingan efisiensi kesalahan perataan 3% dengan kesalahan perataan 5% maka jumlah stasiun
hujan optimum untuk mewakili kejadian hujan di
Kabupaten Sumbawa adalah 24 stasiun hujan (kesalahan
perataan 5%).
Saran Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan
dapat disarankan mengenai penambahan stasiun hujan
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 29
baru karena hal ini akan sangat mempengaruhi hasil dari
rancangan-rancangan keteknikan di masa akan datang. Selain itu, untuk menunjang penelitian ini, maka
diharapkan peneliti selanjutnya untuk lebih banyak
mengumpulkan data-data yang diperlukan maupun
referensi terkait pengukuran hujan dan menggunakan
aplikasi ArcGIS agar hasil penelitiannya dapat lebih baik
dan lebih lengkap.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] B. Badan Pusat Statistik, Kabupaten
Sumbawa Dalam Angka, 2019th ed.
Kabupaten Sumbawa: Badan Pusat Statistik,
2019.
[2] R. Junaidi, “Kajian Rasionalisasi Jaringan
Stasiun Hujan Pada Ws Parigi-Poso Sulawesi
Tengah dengan Metode Kagan Rodda dan
Kriging,” J. Ilmu-ilmu Tek., vol. 11, no. 1, pp.
22–31, 2015.
[3] M. Rodhita, L. M. Limantara, dan V.
Dermawan, “Rasionalisasi Jaringan Penakar
Hujan di DAS Kedungsoko Kabupaten Nganjuk,” J. Tek. Pengair. FT UB, vol. 3, no.
2, pp. 185–194, 2012.
[4] D. M. Cipta, E. Suhartanto, dan D.
Harisuseno, “Evaluasi dan Rasionalisasi
Kerapatan Jaringan Pos Hujan Dan Pos Duga
Air dengan Metode Stepwise di Sub Das
Brantas Hulu,” J. Mhs. Jur. Tek. Pengair. FT
UB, vol. 1, no. 1, 2017.
[5] T. Kurniawati, E. Suhartanto, dan D.
Harisuseno, “Evaluasi dan Rasionalisasi
Kerapatan Jaringan Pos Hujan dan Pos Duga Air dengan Metode Stepwise di Sub DAS
Lesti,” J. Mhs. Jur. Tek. Pengair. FT UB, vol.
1, no. 1, 2017.
[6] A. Izmi dan P. M. Hadi, “Efisiensi Jumlah
Stasiun Hujan untuk Analisis Hujan Tahunan
di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta,” J. Bumi Indones. Fak.
Geogr. UGM, vol. 5, no. 1, 2016.
[7] V. Adihaningrum, Anita Andriyani
Dermawan dan D. Chandrasasi, “Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan
Menggunakan Metode Kagan – Rodda
Dengan Memperhitungkan Faktor Topografi
pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Sampean,
Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur,” J. Mhs. Jur. Tek. Pengair. Tek. Pengair. FT UB, vol. 1,
no. 2, 2018.
[8] U. D. Lestari, S. Andajani, dan D. P. A.
Hidayat, “Studi Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan di DAS Cisadane Menggunakan
Metode Kagan Rodda,” in Konferensi
Nasional Teknik Sipil 12, 2018, no.
September, pp. 18–19.
[9] E. Prawati dan V. Dermawan, “Rasionalisasi
Jaringan Stasiun Hujan Menggunakan
Metode Kagan Rodda dengan
Memperhitungkan Faktor Topografi pada DAS Sarokah Kabupaten Sumenep (Pulau
Madura, Jawa Timur),” J. Tapak Progr. Stud.
Tek. Sipil UM Metro, vol. 8, no. 1, pp. 79–90,
2018.
[10] Z. R. Alfirman, L. M. Limantara, dan S.
Wahyuni, “Rasionalisasi Kerapatan Pos
Hujan Menggunakan Metode Kagan-Rodda
di Sub DAS Lesti,” J. Tek. Sipil Univ. Kristen Petra, vol. 8, no. 2, pp. 153–164, 2019.
[11] D. S. Krisnayanti, “Evaluasi Kerapatan
Jaringan Stasiun Hujan Terhadap Ketelitian Perkiraan Hujan Rancangan pada SWS
Noelmina di Pulau Timor,” J. Tek. Sipil Univ.
Nusa Cendana, vol. 1, no. 2, pp. 57–71, 2011.
[12] Y. D. Ratu, D. S. Krisnayanti, dan I. M.
Udiana, “Analisis Kerapatan Jaringan
Stasiun Curah Hujan pada Wilayah Sungai
(Ws) Aesesa di Pulau Flores,” J. Tek. Sipil,
vol. 1, no. 4, 2012.
[13] L. S. C. Ranesa, L. M. Limantara, dan D.
Harisuseno, “Analisis Rasionalisasi Jaringan
Pos Hujan untuk Kalibrasi Hidrograf pada Das Babak Kabupaten Lombok Tengah,” J.
Tek. Pengair. FT UB, vol. 6, no. 1, 2015.
[14] H. Saidah, L. Hanifah, dan A. Supriyadi,
“Kurva Intensity-Duration-Frequency dan
Depth-Area-Duration untuk Kabupaten
Lombok Timur,” J. Tek. Sipil Sigma, vol. 1,
no. 1, pp. 27–36, 2021.
[15] D. B. Paraga, Nurhayati, dan E. Yulianto,
“Uji Konsistensi Data Hujan dari Stasiun
Hujan yang Berpengaruh di Wilayah Kota Pontianak,” J. JeLAST, vol. 7, pp. 1–6, 2020.
[16] S. Harto, Analisis Hidrologi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1993.
[17] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan.
Yogyakarta: Beta Offset, 2008.
[18] S. Bappelitbangda, “Peta Kabupaten
Sumbawa.” [Online]. Available:
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 30
http://bappelitbangda.sumbawakab.go.id/ma
ps/id/18.
Jurnal Teknik Sipil
p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295
Volume 10 No. 1, Mei 2021
- 31
ANALISIS PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PENUMPANG
ANTARA BUS DAN KERETA API RUTE SURABAYA-
JAKARTA
Daud Rosyid Rahardjo Al Muntsari1,*, Willy Kriswardhana1, Akhmad Hasanuddin1 1Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jember
Kampus Tegalboto Jl. Kalimantan 37, Kec. Sumbersari Kab. Jember
email: daudrosyid53@gmail.com*
Abstract: The existence of the Trans-Java toll road has significantly reduced the travel time between Surabaya-Jakarta or Jakarta-Surabaya. Currently, the travel time can be reached in 11-13 hours with the Trans-Java Toll Road. Therefore, study of the mode choice between buses and trains on the Surabaya-Jakarta route is needed to analyze and determine the probability of passengers who are willing to shift mode. In this study, primary data were obtained through online questionnaires (due to pandemic condition) using stated preference and then analyzed using binomial logit difference. The results show that the highest probability occurred in bus mode with a difference in travel costs under normal conditions (ΔX1) was 60.21%; while the difference in travel time (ΔX3) was 76.69% and the access time (ΔX4) was 60.53%.
Keywords : mode choice; trans-java toll; stated preference; logit models binomial difference; pandemic
Abstrak: Adanya Jalan Tol Trans-Jawa menyebabkan waktu tempuh antara Surabaya-Jakarta atau Jakarta-Surabaya berkurang cukup signifikan. Saat ini dengan adanya Jalan Tol Trans-Jawa waktu tempuh dapat dicapai dengan waktu
11-13 jam. Studi mengenai pemilihan moda antara bus dan kereta api rute Surabaya-Jakarta perlu dilakukan untuk menganalisis dan mengetahui probabilitas penumpang yang bersedia berpindah moda. Data dalam penelitian ini
didapatkan dari penyebaran kuesioner secara online (kondisi pandemi) menggunakan teknik stated preference dan kemudian dianalisis menggunakan model binomial logit selisih. Hasil penelitian menunjukkan probabilitas tertinggi terjadi pada moda bus dengan skenario selisih biaya perjalanan pada kondisi normal (ΔX1) sebesar 60,21%,
sedangkan selisih waktu perjalanan (ΔX3) sebesar 76,69%, dan untuk waktu akses (ΔX4) sebesar 60,53%.
Kata kunci : pemilihan moda; tol trans-jawa; stated preference; model binomial logit selisih; pandemi
1. PENDAHULUAN
Jalan Tol Trans-Jawa merupakan sebuah jaringan
jalan tol yang membentang dari ujung barat sampai
ujung timur di Pulau Jawa. Jalan Tol Trans-Jawa mem-
buat waktu tempuh antara Surabaya-Jakarta ataupun sebaliknya menjadi berkurang. Sebelumnya jika melalui
Jalan Raya Nasional waktu tempuh mencapai 20 jam,
pada kondisi terkini dengan adanya Jalan Tol Trans-
Jawa dapat ditempuh dengan waktu 11-13 jam.
Berkurangnya waktu tempuh yang dibutuhkan dari Surabaya menuju Jakarta menjadikan moda bus dapat
dibandingkan dengan moda kereta api. Untuk tarif/biaya
masing-masing moda berada pada kisaran Rp. 450.000-
Rp. 550.000 dengan kelas eksekutif. Kemudian dari segi
rute perjalanan moda bus melewati Jalan Tol Trans-
Jawa, sedangkan moda kereta api melintasi jalur utara
kereta. Dari kedua moda baik moda bus maupun moda
kereta api memiliki kemiripan dan kesamaan antara lain
waktu tempuh, tarif/biaya, dan rute perjalanan. Adapun
mengenai atribut pemilihan moda yang digunakan anta-ra lain atribut selisih biaya perjalanan pada kondisi nor-
mal (sebelum pandemi), atribut selisih waktu tempuh
perjalanan, serta atribut selisih waktu akses.
Beberapa faktor mempengaruhi perilaku pemilihan
moda perjalanan. Biaya perjalanan adalah atribut pent-ing dari pilihan moda, diikuti oleh waktu perjalanan,
ketepatan waktu, waktu akses, dan jenis koneksi [1].
Biaya tambahan dapat menyebabkan perpindahan moda
perjalanan penumpang. Sebuah penelitian di Barcelona
menyatakan bahwa variabel biaya mempengaruhi per-
Diterima : 28 Januari 2021
Direvisi : 22 Maret 2021
Disetujui : 29 April 2021
Diterbitkan : 31 Mei 2021
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 32
ilaku pemilihan moda. Ketika biaya perjalanan dengan
mobil meningkat, kemungkinan pilihan transportasi berbasis rel oleh pelanggan akan lebih tinggi daripada
mobil [2]. Selain itu, di Australia, biaya satu arah
pelanggan merupakan faktor signifikan dalam
mempengaruhi persepsi kepuasan terhadap tarif kereta
api [3]. Beberapa faktor seperti pendapatan dan
kepemilikan kendaraan juga ditemukan signifikan da-lam mempengaruhi perilaku pemilihan moda di Srilan-
ka [4]. Heterogenitas preferensi pilihan moda di Austral-
ia sebagian dijelaskan oleh perbedaan antarkota, status
kelompok pengguna, pendapatan, dan tujuan perjalanan
[5]. Pemilihan moda antara bus dan kereta api rute
Medan-Kotapinang didapatkan bahwa atribut selisih
biaya perjalanan, selisih waktu tempuh, dan selisih wak-
tu tunggu keberangkatan memiliki pengaruh cukup be-
sar terhadap responden dalam menentukan moda yang akan digunakan dalam melakukan perjalanannya. Mas-
ing-masing yakni atirbut biaya perjalanan, waktu
tempuh, dan waktu tunggu keberangkatan berurutan
sebesar 31,93%; 57,96%; dan 50,15% [6]. Sementara
pada pemilihan moda rute Medan-Binjai antara kereta
api dan bus menunjukkan bahwa atribut selisih biaya perjalanan, selisih waktu tempuh, selisih jadwal keber-
angkatan, selisih waktu akses, dan selisih pelayanan
semua mengalami peningkatan apabila harga dan waktu
setiap atribut diturunkan kecuali atribut selisih pela-
yanan. Atribut selisih pelayanan mengalami pening-katan apabila pelayanan dan fasilitas bus ditingkatkan
[7].
Berdasarkan penelitian terdahulu yang meneliti
tentang model pemilihan moda kereta api eksekutif ter-
hadap bus eksekutif pasca pengoperasian Jalan Tol Trans-Jawa dengan metode stated preference, didapat-
kan atribut yang paling banyak berpengaruh pada pem-
ilihan moda adalah kenyamanan. Variabel kenyamanan
mempunyai nilai terbesar diantara atribut yang lain sep-
erti atribut biaya, waktu tempuh, variasi moda, dan
keterlambatan sampai tujuan [8]. Sementara itu pada penelitian tentang model pemilihan moda antara kereta
api dan bus rute Makassar-Parepare dengan metode
stated preference didapatkan potensi perpindahan
penumpang dari bus ke kereta api berdasarkan biaya
perjalanan adalah sebesar 57%, berdasarkan waktu tempuh sebesar 61%, serta berdasarkan frekuensi keber-
angkatan sebesar 51% [9]. Sedangkan penelitian tentang
probabilitas perpindahan moda dari bus ke kereta api
dalam rencana re-aktivasi jalur kereta api Jember-
Panarukan didapatkan probabilitas terbesar pada waktu tempuh 90 menit dan tarif Rp. 4.000 sebesar 90,34%.
Probabilitas terendah pada waktu tempuh 150 menit dan
tarif Rp. 6.000 sebesar 22,55% [10].
Perbedaan pemilihan moda disebabkan banyak
faktor. Pemilihan moda transportasi oleh masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteris-tik pergerakan, karakteristik pelaku perjalanan, dan
karakteristik sistem pengangkutan [11]. Pemilihan moda
juga mempertimbangkan pergerakan yang
menggunakan lebih dari satu moda dalam perjalanan
(multimoda). Jenis pergerakan yang menggunakan lebih
dari satu moda sangat banyak dijumpai di Indonesia karena kondisi geografisnya yang terdiri dari banyak
pulau [12]. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah
bagaimana karakteristik pengguna moda dan bagaimana
model pemilihan moda antara bus dan kereta api dengan
rute Surabaya-Jakarta sebagai akibat dari beroperasinya Tol Trans Jawa.
2. METODE PENELITIAN
Pemilihan Moda
Pemilihan moda dapat didefiniskan sebagai pem-
bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh pelaku per-jalanan ke dalam moda yang tersedia dengan berbagai
faktor yang mempengaruhi [6]. Pemilihan moda sangat
sulit dimodelkan, walaupun hanya dua moda yang akan
digunakan (pribadi atau umum). Hal tersebut disebab-
kan karena banyak faktor yang sulit dikuantifikasi
misalnya kenyamanan, keandalan, atau ketersediaan mobil pada saat diperlukan. Faktor yang dapat ber-
pengaruh terhadap pengguna moda dapat dikelompok-
kan dari sisi ciri pengguna jalan, ciri pergerakan, ciri
fasilitas moda, ciri kota atau zona [12].
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan tempat awal keber-
angkatan penumpang bus maupun kereta api dengan
rute tujuan Surabaya-Jakarta. Masing-masing terletak di
Terminal Purabaya dan Stasiun Surabaya Pasarturi. Lo-kasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengumpulan Data
Adapun mengenai pengumpulan data yakni
menggunakan data primer. Data primer diperoleh me-
lalui survei penyebaran secara online, hal ini dikare-nakan bertepatan pada kondisi pandemi. Status pengis-
ian kuesioner dikatakan valid jika responden pernah
menggunakan kedua moda bus dan moda kereta api
[13]. Sedangkan untuk wilayah jangkauan penyebaran
kuesioner hanya dilakukan di area Kota Surabaya.
Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang diambil berdasarkan banyak-
nya penumpang harian rata-rata tiap moda bus maupun
kereta api [12]. Moda bus dibutuhkan sampel dengan jumlah minimal sebesar 225 responden dan moda kereta
api dengan jumlah minimal sebesar 200 responden.
Kedua sampel didapatkan dengan cara menghitung
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 33
banyaknya jumlah rata-rata penumpang harian dari
kedua moda. Perhitungan pengambilan jumlah sampel menggunakan rumus slovin dengan tingkat akurasi yang
diinginkan mencapai 95%.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut, nilai/sifat
dari objek, individu yang mempunyai banyak variasi
tertentu antara satu dan lainnya. Ada beberapa variabel
yang dipilih sebagai hipotesis dari penelitian terkait
dengan penelitian dengan faktor pemilihan moda meli-puti:
1. Karakteristik sosial ekonomi, terdiri dari jenis ke-
lamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.
2. Karakteristik perjalanan penumpang, terdiri dari asal
kota/kabupaten, maksud perjalanan, pernah menggunakan salah satu dan/atau kedua moda,
moda paling sering digunakan, dan alasan pemilihan
moda.
3. Karakteristik pemilihan moda, terdiri dari selisih
biaya perjalanan kondisi normal (X1), selisih waktu
tempuh perjalanan (X2), dan selisih waktu akses (X3) [14].
Stated Preference
Teknik stated preference merupakan sebuah pen-
dekatan terhadap responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda yang terdiri dari
beberapa alternatif pilihan [15].
Tahapan Analisis
Pada penelitian ini menggunakan metode analisis yaitu, analisis karakteristik sosial-ekonomi, analisis re-
gresi berganda, model binomial logit selisih
menggunakan hitungan nilai probabilitas, analisis vali-
dasi model, dan analisis sensitivitas.
Model Binomial Logit Selisih
Model binomial logit selisih merupakan model
pemilihan moda yang menggunakan selisih utilitas anta-
ra dua jenis moda yang dibandingkan untuk menen-
tukan probabilitas pemilihan moda yang ditawarkan [16]. Koefisien regresI menggunakan estimasi kemung-
kinan maksimum [17]. Persamaan 1 dan Persamaan 2
adalah persamaan yang digunakan.
𝑃𝑏𝑢𝑠 = 𝑒(𝑈𝑏𝑢𝑠 − 𝑈𝑘𝑎)
1+ 𝑒(𝑈𝑏𝑢𝑠 − 𝑈𝑘𝑒𝑎) (1)
𝑃𝑘𝑎 = 1 − 𝑃𝑏𝑢𝑠 (2)
dimana Pbus adalah probabilitas penmgguna moda bus, Pka adalah probabilitas pengguna kereta api, Ubus ada-
lah utilitas bus dan Ukea adalah utilitas kereta api.
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk memahami perubahan nilai probabilitas moda bus terhadap moda
kereta api. Analisis sensitivitas bertujuan untuk meng-
gambarkan sensitivitas antara moda bus terhadap moda
kereta api mengenai perubahan nilai atribut terhadap
model pada masing-masing pilihan [8].
3. HASIL PEMBAHASAN Hasil Survei Responden
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan
kuesioner yang telah diisi oleh responden. Pada
studi ini diperlukan sampel minimal masing-masing
sebesar 225 responden penumpang moda bus dan 200 responden kereta api. Semakin banyak jumlah
responden maka semakin baik untuk mendapatkan
hasil model yang lebih baik untuk analisis.
Selanjutkan dilakukan rekapitulasi dari data
survei yang telah diperoleh, kemudian dideskripsi-kan sesuai dengan teknik statistik deskriptif [18].
Tabel 1 menyajikan hasil rekapitulasi karakteristik
responden pengguna moda bus maupun moda kere-
ta api rute Surabaya-Jakarta. Selisih biaya perjalan-
an dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3 dan Tabel 4 merupakan waktu tempuh perjalan dan selisih wak-
tu akses ke terminal.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 34
Tabel 1. Karakteristik Responden Bus dan Kereta Api
Variabel Keterangan Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-Laki 46%
Perempuan 54%
Usia <18 Tahun 8%
18-30 Tahun 48%
31-43 Tahun 29%
44-56 Tahun 13%
>56 Tahun 2%
Pendidikan SD/MI 0%
SMP/MTS 5%
SMA/SMK/MA 32%
Diploma/Vokasi 26%
Sarjana 30%
Pasca Sarjana 7%
Jenis Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 3%
Pegawai Swasta 21%
Pelajar/Mahasiswa 33%
Pensiunan 1%
Petani/Pengusaha/ Pedagang
19%
PNS/TNI/POLRI/
Pegawai BUMN
23%
Pendapatan <Rp.1.500.000 28%
Rp.1.500.000-Rp.3.000.000 18%
Rp.3.000.001-Rp.4.500.000 23%
Rp.4.500.001-Rp.6.000.000 19%
>Rp.6.000.000 12%
Maksud Perjalanan Pekerjaan/Bisnis 25%
Pengobatan 2%
Sekolah/Kuliah 22%
Urusan Keluarga 24%
Wisata 27%
Kendaraan Menuju Terminal/ Stasiun
Bemo/Angkot 14%
Diantar 3%
Kendaraan Pribadi 40%
Ojek 27%
Taksi 16%
Pernah Menggunakan Satu dan/atau Keduanya
Hanya Bus 5%
Hanya Kereta Api 7%
Kedua Moda 88%
Alasan Saat Kondisi Normal Kemudahan akses/fleksibilitas 33%
Keselamatan/Keamanan 33%
Pertimbangan biaya/tarif/tiket 24%
Pertimbangan ketepatan/waktu 21%
Tabel 2. Selisih Biaya Perjalanan Pada Kondisi Normal (Sebelum Pandemi)
Biaya Perjalanan Bus
Biaya Perjalanan Kereta Api
Selisih Biaya Per-jalanan BU-KA
Jumlah Responden Tiap Peringkat Preferensi
Total
(1) (2) (3) (4) (5)
Rp.350.000 Rp.450.000 Rp.100.000 141 137 103 69 32 482
Rp.400.000 Rp.450.000 Rp.50.000 123 136 122 66 35 482
Rp.450.000 Rp.450.000 0 118 136 124 68 36 482
Rp.450.000 Rp.400.000 Rp.50.000 46 97 128 96 115 482
Rp.450.000 Rp.350.000 Rp.100.000 35 79 107 113 148 482
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 35
Tabel 3. Selisih Waktu Tempuh Perjalanan
Waktu Perjalanan Bus
Waktu Perjalanan Kereta Api
Selisih Waktu Tempuh BU-KA
Jumlah Responden Tiap Peringkat Preferensi
Total
(1) (2) (3) (4) (5)
10 jam 30 menit 11 jam 30 menit -1 jam 144 133 119 76 10 482
10 jam 30 menit 11 jam -30 menit 111 138 131 90 12 482
10 jam 30 menit 10 jam 30 menit 0 109 128 122 102 21 482
11 jam 10 jam 30 menit 30 menit 43 106 112 120 101 482
11 jam 30 menit 10 jam 30 menit 1 jam 21 68 121 128 144 482
Tabel 4. Selisih Waktu Akses Menuju Terminal/Stasiun
Waktu Akses
Menuju Bus
Waktu Akses
Menuju Kereta Api
Selisih Waktu
Akses BU-KA
Jumlah Responden Tiap
Peringkat Preferensi
Total
(1) (2) (3) (4) (5)
10 menit 30 menit -20 menit 129 125 103 95 30 482
10 menit 20 menit -10 menit 113 128 111 98 32 482
10 menit 10 menit 0 106 125 99 78 74 482
20 menit 10 menit 10 menit 58 94 114 116 100 482
30 menit 10 menit 20 menit 22 80 111 126 143 482
Persamaan Utilitas Bus dan Kereta Api
Persamaan utilitas diperoleh dari hasil input data
variabel bebas (selisih biaya perjalanan, selisih waktu tempuh dan selisih waktu akses) serta variabel terikat Y,
sehingga didapatkan suatu persamaan regresi yang
merupakan persamaan utilitas pemilihan moda. Data
variabel bebas diperoleh dari responden kuesioner
stated preference. Data variabel bebas yang sebelumnya data ordinal (point rating) selanjutnya ditransformasikan
menjadi data berskala interval seperti pada Tabel 5.
Setelah dari hasil analisis regresi, maka diperoleh model
utilitas pemilihan moda [21].
Berdasarkan hasil regresi linier pada Gambar 2,
selisih biaya perjalanan pada kondisi normal (sebelum pandemi) (ΔX1) diperoleh model utilitas dan R2 yang
dituliskan pada Persamaan 3.
𝑈𝐵𝑈 − 𝑈𝐾𝐴 = −0,4146 − 0,000010413(∆𝑋1) (3)
dimana UBU adalah utilitas bus dan UKA adalah utilitas
kereta api, CBU dan CKA adalah korelasi bus dan kereta
api.
Berdasarkan grafik pada Gambar 2, menunjukkan
jika nilai konstanta regresi semakin kecil/mendekati 0
(nol) maka nilai konstanta semakin baik. Pada pemod-elan ini diperoleh nilai konstanta sebesar (-0,4146) dan
nilai variabel (-0,000010413(ΔX1)). Nilai konstanta
didapatkan sebesar (-0,4146), jadi apabila kedua moda
tersebut memiliki biaya perjalanan yang sama, maka
selisih utilitas adalah sebesar (-0,4146). Dimana pada kondisi ini nilai probabilitas bus adalah 60,2%, se-
dangkan nilai probabilitas kereta api adalah 39,8% [22].
Gambar 2. Grafik Regresi ΔX1
Gambar 3. Grafik Pemodelan Berdasarkan Selisih Biaya
Kondisi Normal (Sebelum Pandemi)
Berdasarkan grafik pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa probabilitas bus akan menurun seiring perubahan
selisih biaya perjalanan pada kondisi normal bus – kere-
ta api. Sedangkan probabilitas kereta api akan mening-
kat seiring perubahan selisih biaya perjalanan pada kon-
disi normal bus – kereta api.
Pada pilihan pertama biaya perjalanan pada kondi-
y = -0,000010413x - 0,4146R² = 0,9897
-3
-2
-1
0
1
2
3
0 2 4 6
Log e
= P
KA/P
BU
CBU - CKA
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 36
si normal, bus lebih rendah dari kereta api dengan
selisih (ΔX1) sebesar -Rp. 100.000, diperoleh probabili-tas penumpang yang memilih menggunakan bus dan
kereta api berurutan sebesar 81,1% dan 18,9%. Proba-
bilitas penumpang bus dan kereta api memiliki nilai
sama besar yakni 50% pada selisih (ΔX1) yaitu Rp.
39.816. Nilai tersebut diperoleh dengan cara membagi
nilai b0 dengan bn. Berdasarkan hasil regresi linier pada Gambar 4,
selisih waktu tempuh perjalanan (ΔX2) diperoleh model
utilitas dan R2 dituliskan dalam Persamaan 4.
𝑈𝐵𝑈 − 𝑈𝐾𝐴 = −1,191 − 0,03329(∆𝑋2) (4)
Gambar 4. Grafik Regresi ΔX2
Gambar 5. Grafik Pemodelan Berdasarkan Selisih Waktu
Tempuh Perjalanan
Berdasarkan grafik pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa pada pilihan pertama waktu tempuh perjalanan,
bus lebih cepat dari kereta api dengan selisih (ΔX2) yaitu
-60 menit, diperoleh probabilitas penumpang yang
memilih menggunakan bus dan kereta api berurutan
sebesar 96,1% dan 3,9%. Probabilitas penumpang bus dan kereta api memiliki nilai sama besar yakni 50%
pada selisih (ΔX2) yaitu 35,77651 menit. Nilai tersebut
diperoleh dengan cara membagi nilai b0 dengan bn.
Berdasarkan hasil regresi linier pada Gambar 6,
selisih waktu akses menuju terminal/stasiun (ΔX3) di-peroleh model utilitas dan R2 dituliskan dalam Persa-
maan 5.
𝑈𝐵𝑈 − 𝑈𝐾𝐴 = −0,428 − 0,057321(∆𝑋3) (5)
Gambar 6. Grafik Regresi ΔX3
Gambar 7. Grafik Pemodelan Berdasarkan Selisih Waktu
Akses
Berdasarkan grafik pada Gambar 7, dapat dilihat
bahwa probabilitas bus akan menurun seiring perubahan
selisih waktu akses bus – kereta api. Sedangkan proba-
bilitas kereta api akan meningkat seiring perubahan
selisih waktu akses bus – kereta api. Pada pilihan pertama waktu akses menuju termi-
nal/stasiun, bus (terminal) lebih cepat dari kereta api
(stasiun) dengan selisih (ΔX3) yaitu -20 menit, diperoleh
probabilitas penumpang yang memilih menggunakan
bus dan kereta api berurutan sebesar 82,9% dan 17,1%.
Probabilitas penumpang bus dan kereta api memiliki nilai sama besar yakni 50% pada selisih (ΔX3) yaitu
7,466722 menit. Nilai tersebut diperoleh dengan cara
membagi nilai b0 dengan bn. Perhitungan nilai b0
dibagi dengan bn.
Analisis Sensitivitas Bus dan Kereta Api
Analisis sensitivitas antara moda bus dan moda
kereta api diperoleh dari persamaan utilitas pemilihan
moda. Jika pada persamaan utilitas hanya menggunakan
selisih (ΔXn) sesuai dengan kuesioner, serta ditambah
y = -0,03329x - 1,191R² = 0,9881
-3
-2
-1
0
1
2
3
0 2 4 6
Log e
= P
KA/P
BU
CBU - CKA
y = -0,057321x - 0,428R² = 0,9891
-3
-2
-1
0
1
2
3
0 2 4 6
Log e
= P
KA
/PB
U
CBU - CKA
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 37
pada kondisi seimbang di antara moda bus dan moda
kereta api, pada analisis sensitivitas selisih (ΔXn) ditambah menjadi beberapa pilihan nilai selisih (lebih
banyak).
Gambar 8. Grafik Sensitivitas Berdasarkan Selisih Biaya
Perjalanan Kondisi Normal (ΔX1)
Berdasarkan grafik sensitivitas selisih biaya perjal-
anan pada kondisi normal pada Gambar 8, didapatkan
hasil perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih
tarif pada kondisi normal, terlihat bahwa kemiringan garis sensitivitas ke arah positif yang menyatakan se-
makin besar peluang terpilihnya moda bus. Pada saat
selisih tarif 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda kereta
api sebesar 40% dan moda bus sebesar 60%. Sementara
pada saat peluang terpilihnya kedua moda seimbang 50% selisih tarif sebesar Rp.40.000. Peluang terpilihnya
moda kereta api dapat dinaikkan menjadi 70% dengan
selisih tarif menjadi Rp. 120.000 dengan artian moda
kereta api harus sanggup menurunkan tarifnya sebesar
Rp. 120.000 dari tarif moda bus, atau dengan cara
menaikkan tarif moda bus menjadi lebih mahal Rp. 120.000 dari moda kereta api.
Gambar 9. Grafik Sensitivitas Berdasarkan Selisih Waktu
Tempuh Perjalanan (ΔX2)
Berdasarkan grafik sensitivitas selisih waktu
tempuh perjalanan pada Gambar 9, didapatkan hasil
perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih waktu
tempuh perjalanan, terlihat bahwa kemiringan garis sen-
sitivitas ke arah positif yang menyatakan semakin besar peluang terpilihnya moda bus. Pada saat selisih waktu
tempuh perjalanan 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda
kereta api sebesar 23% dan moda bus sebesar 77%. Se-
mentara pada saat peluang terpilihnya kedua moda
seimbang 50% selisih waktu tempuh perjalanan sebesar
35 menit. Peluang terpilihnya moda kereta api dapat dinaikkan menjadi 70% dengan selisih waktu tempuh
perjalanan menjadi 60 menit dengan artian moda kereta
api harus sanggup menurunkan waktu tempuh perjalan-
an sebesar 60 menit dari waktu tempuh perjalanan moda
bus, atau dengan cara menaikkan waktu tempuh perjal-anan moda bus menjadi lebih lama 60 menit dari moda
kereta api.
Gambar 10. Grafik Sensitivitas Berdasarkan Selisih Wak-
tu Akses Menuju Terminal/Stasiun (ΔX3)
Berdasarkan grafik sensitivitas selisih waktu akses
pada Gambar 10, didapatkan hasil perhitungan
sensitivitas terhadap variabel selisih waktu akses, terlihat bahwa kemiringan garis sensitivitas ke arah
positif yang menyatakan semakin besar peluang
terpilihnya moda bus. Pada saat selisih waktu akses 0
(nol) probabilitas terpilihnya moda kereta api sebesar
39% dan moda bus sebesar 61%. Sementara pada saat
peluang terpilihnya kedua moda seimbang 50% selisih waktu akses sebesar 7,5 menit. Peluang terpilihnya
moda kereta api dapat dinaikkan menjadi 70% dengan
selisih waktu akses menjadi 23 menit dengan artian
moda kereta api harus sanggup menurunkan waktu
akses sebesar 23 menit dari waktu akses moda bus, atau dengan cara menaikkan waktu akses moda bus menjadi
lebih lama 23 menit dari moda kereta api.
Berdasarkan ketiga grafik sensitivitas pada gambar
yang telah dijabarkan, dapat dilihat bahwa atribut selisih
biaya pada kondisi normal dan atribut selisih waktu tempuh perjalanan menjadi atribut paling sensitif
terhadap probabilitas pemilihan moda. Perubahan kedua
atribut tersebut mengakibatkan perubahan probabilitas
pemilihan moda relatif besar dibandingkan atribut
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 38
selisih waktu akses [22].
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa
mayoritas karakteristik pengguna moda bus dan moda
kereta api rute Surabaya-Jakarta didominasi perempuan
dengan usia 18-30 tahun, pendidikan terakhir mayoritas lulusan SMA/MTS/MA, pelajar/mahasiswa merupakan
persentase tertinggi dengan pendapatan kurang dari Rp.
1.500.000. Sementara dengan maksud perjalanan ber-
wisata merupakan persentase tertinggi diantara yang
lain serta cenderung menggunakan kendaraan pribadi. Berdasarkan hasil analisis perhitungan pemilihan moda
menggunakan metode stated preference, fungsi utilitas
atribut biaya perjalanan pada kondisi normal (ΔX1)
didapatkan sebagaimana yang tertulis pada Persamaan 4.
Pada saat selisih tarif 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda kereta api sebesar 40% dan moda bus sebesar
60%. Sedangkan pada saat peluang terpilihnya kedua
moda seimbang 50% selisih tarif sebesar Rp.40.000.
Fungsi utilitas atribut waktu tempuh perjalanan (ΔX2)
didapatkan sebagaimana yang tertulis pada Persamaan 5.
Pada saat selisih waktu tempuh perjalanan 0 (nol) prob-abilitas terpilihnya moda kereta api sebesar 23% dan
moda bus sebesar 77%. Sementara pada saat peluang
terpilihnya kedua moda seimbang 50% selisih waktu
tempuh perjalanan sebesar 35 menit. Sedangkan, fungsi
utilitas atribut waktu akses menuju terminal/stasiun (ΔX3) didapatkan sebagaimana yang tertulis pada Per-
samaan 6. Pada saat selisih waktu akses 0 (nol)
probabilitas terpilihnya moda kereta api sebesar 39%
dan moda bus sebesar 61%. Sedangkan pada saat
peluang terpilihnya kedua moda seimbang 50% selisih waktu akses sebesar 7,5 menit.
Saran
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat
diberikan saran yaitu untuk penelitian selanjutnya, di-
harapkan tidak melakukan proses pengambilan data
dengan cara kuesioner online, dikhawatirkan karena nantinya tidak bisa menginterpretasikan maksud dari
tiap-tiap pertanyaan kepada calon responden, jika calon
responden kurang mengerti. Terkait dengan pengambi-
lan data atau izin penelitian sebaiknya diperhatikan ka-
rena dapat membutuhkan waktu yang cukup lama, teru-tama untuk lokasi penelitian atau pengambilan data jika
berada di luar wilayah Kabupaten Jember. Penelitian
selanjutnya dapat dikembangkan dengan menggunakan
moda transportasi yang lain seperti mobil pribadi atau
pesawat rute Surabaya-Jakarta.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] A. Hergesell dan A. Dickinger, “Environmentally friendly holiday transport
mode choices among students: The role of
price, time and convenience,” J. Sustain.
Tour., 2013.
[2] J. Asensio, “Transport mode choice by
commuters to Barcelona’s CBD,” Urban Stud., 2002.
[3] P. Paramita, Z. Zheng, M. Mazharul Haque,
S. Washington, dan P. Hyland, “User
satisfaction with train fares: A comparative
analysis in five Australian cities,” PLoS One, 2018.
[4] R. A. M. Madhuwanthi, A. Marasinghe, R. P.
C. J. Rajapakse, A. D. Dharmawansa, dan S.
Nomura, “Factors Influencing To Travel
Behavior On Transport Mode Choice,” Int. J. Affect. Eng., 2016.
[5] Z. Zheng, S. Washington, P. Hyland, K.
Sloan, dan Y. Liu, “Preference heterogeneity
in mode choice based on a nationwide
survey with a focus on urban rail,” Transp.
Res. Part A Policy Pract., 2016. [6] B. Artanto dan M. S. Surbakti, “Analisa
Probabilitas Perpindahan Moda Transportasi
Dari Bus Ke Kereta Api Rute Medan-
Kotapinang Menggunakan Metode Stated
Preference,” J. Rekayasa Konstr. Mek. Sipil, vol. 1, no. 2, pp. 95–107, 2018.
[7] I. M. Zagoto, C. Sitindaon, dan O. Sitohang,
“Pemodelan Pemilihan Moda Rute Medan–
Binjai Antara Kereta Api dan Bus dengan
Metode Stated Preference,” J. Rekayasa Konstr. Mek. Sipil, vol. 1, no. 1, pp. 35–43,
2018.
[8] T. C. Asmara, A. Budiarto, dan A. M. H.
Mahmudah, “Model Pemilihan Moda Kereta
Api Eksekutif Terhadap Bus Eksekutif Pasca
Pengoperasian Jalan Tol Trans Jawa Dengan Metode Stated Preference (Studi Kasus
Jurusan Solo Jakarta),” Matriks Tek. Sipil,
Vol. 1, No. 2, 2013.
[9] A. Djoeddawi, “Model Pemilihan Moda
Antara Kereta Api Dan Bus Rute Makassar–Parepare Dengan Menggunakan Metode
Stated Preference.” Universitas Brawijaya,
2014.
[10] W. Kriswardhana dan H. Widyastuti,
“Probabilitas Perpindahan Moda Dari Bus Ke Kereta Api Dalam Rencana Re-Aktivasi
Jalur Kereta Api Jember-Panarukan,” In
Seminar Nasional Teknik Sipil XI, ITS
Surabaya, 2015.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 39
[11] M. J. Bruton, “introduction To
Transportation Planning, Hutchinson da Co (Publisher) Ltd.” London, 1975.
[12] O. Z. Tamin, “Perencanaan dan Pemodelan
Transportasi, edisi kedua,” Bandung
Penerbit ITB, 2000.
[13] M. H. Syahputra, A. T. Handayani, dan V. D.
A. Anggorowati, “Analisis Pemilihan Moda Transportasi Bus Antar Kota Dan Kereta Api
Jalur Jogja-Solo,” Equilib, vol. 1, no. 1, pp.
103–110, 2020.
[14] A. M. Larranaga, J. Arellana, dan L. A.
Senna, “Encouraging intermodality: A stated preference analysis of freight mode choice
in Rio Grande do Sul,” Transp. Res. Part A
Policy Pract., vol. 102, pp. 202–211, 2017.
[15] M. A. B. Nadi, “Analisa Pemilihan Moda
Transportasi Umum Rute Tanjung Karang–Bandara Radin Inten II dengan Stated
Preference dan Uji Crame’s V,” Borneo Eng.,
vol. 2, no. 2, pp. 137–147, 2018.
[16] D. N. Wulansari, “Kompetisi Pemilihan
Moda Angkutan Penumpang Berdasarkan
Model Logit-binomial-selisih Dan Logit-binomial-nisbah,” in FROPIL (Forum
Profesional Teknik Sipil), 2016, vol. 4, no. 1,
pp. 15–26.
[17] J. Weng, Q. Tu, R. Yuan, P. Lin, dan Z. Chen,
“Modeling mode choice behaviors for public
transport commuters in Beijing,” J. Urban Plan. Dev., vol. 144, no. 3, p. 5018013, 2018.
[18] L. L. Sitinjak dan C. Sitindaon, “Pemilihan
Moda Transportasi Pematangsiantar menuju
Bandara Silangit Dengan Metode Stated
Preference,” J. Rekayasa Konstr. Mek. Sipil,
vol. 2, no. 1, pp. 43–57, 2019. [19] A. Nuryadi, A. Subagiyo, dan D. M. Utomo,
“Kajian Pemilihan Moda Bus dan Kereta
Api pada Pergerakan Penglaju Sidoarjo-
Surabaya,” Skripsi tidak dipublikasikan,
2016. [20] W. T. Landunau, J. H. Frans, dan S. Utomo,
“Pemilihan Moda Transportasi Kupang-Soe
Menggunakan Metode Stated Preference,” J.
Tek. Sipil, Vol. 8, No. 2, Pp. 205–214, 2019.
[21] A. Roza, A. M. Rusli, dan M. R. Karim, “Analisis Reveal dan Stated Preference
Terhadap Atribut Travel Time dan Travel
Cost pada Kompetisi Moda Bus dan Kereta
Api: Studi Kasus Malaysia,” J. Rekayasa
Sipil, vol. 13, no. 1, pp. 13–22, 2017.
[22] A. Safitri, “Analisis Pemilihan Moda Transportasi Darat Jember-Surabaya Dengan
Metode Stated Preferences.” Fakultas
Teknik Universitas Jember.
Jurnal Teknik Sipil
p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295
Volume 10 No. 1, Mei 2021
- 40
SIMULASI LUAS PENAMPANG STREET INLET
JALAN YOS SUDARSO KOTA PALANGKA RAYA
I Made Kamiana1*, Allan Restu Jaya1, Elia Setiawan1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Palanga Raya
Jl. Yos Sudarso, Palangka Raya 73111
email: kamianamade62@gmail.com*
Abstract: Yos Sudarso Street, Palangka Raya City, consists of two lanes. For each lane, the width is 8 m, the average of the longitudinal slope is 0.43%, and the average of the transverse slope is 1.3%. Yos Sudarso Street, Palangka Raya City, is often flooded when it rains heavily, especially at points around 500 m from Bundaran Besar. Not optimal street inlet performance is one of the causes of the inundation. This research simulates the relationship between the cross-sectional area of the street inlet and the street inlet distance of Yos Sudarso Street, Palangka Raya City. The simulation is carried out analytically. In the simulation, the street length under review is 0.5 km; street inlet distance variations: 5 m, 10 m, and 20 m; the variations of the design discharge return period: 2 years, 5 years, and 10 years; the variations of design water depth in the gutter: 1 cm, 1.5 cm, and 2 cm; the street inlet type used is grate inlet. From the simulation results, the cross-sectional area of the street inlet is directly proportional to the street inlet distance and the design discharge return period, and inversely proportional to the design water depth in the gutter. The suitable grate inlet distance for Yos Sudarso Street, Palangka Raya City, is 5 m with an opening area o f 96.8 cm
2 or consists of 4 the
opening parts with dimensions 10 cm x 3 cm.
Keywords : street inlet; cross-sectional area;, street inlet distance; design discharge; gutter
Abstrak: Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya terdiri dari dua jalur. Tiap jalur, lebarnya 8 m, kemiringan memanjangnya rata-rata 0,43 %, dan kemiringan melintangnya rata-rata 1,3 %. Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya
sering tergenang ketika hujan lebat, terutama pada titik-titik di sekitar 500 m dari Bundaran Besar. Tidak optimalnya kinerja street inlet merupakan salah satu penyebab genangan tersebut. Pada penelitian ini disimulasikan hubungan luas penampang street inlet dengan jarak street inlet Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya. Simulasi dilakukan secara
analitis. Dalam simulasi, panjang jalan yang ditinjau 0,5 km; variasi jarak street inlet: 5 m, 10 m, dan 20 m; variasi periode ulang debit rencana: 2 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun; variasi kedalaman air rencana di saluran pembawa: 1 cm, 1,5 cm, dan 2 cm; tipe street inlet yang digunakan adalah grate inlet. Dari hasil simulasi diketahui, luas penampang
street inlet berbanding lurus dengan jarak street inlet dan periode ulang debit rencana, dan berbanding terbalik dengan kedalaman air rencana di saluran pembawa. Jarak grate inlet yang sesuai untuk Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya
adalah 5 m dengan luas bukaan 96,8 cm2 atau terdiri dari 4 buah kisi dengan dimensi kisi 10 cm x 3 cm.
Kata kunci : street inlet; luas penampang; jarak street inlet; debit rencana; saluran pembawa
1. PENDAHULUAN
Jalan Yos Sudarso merupakan salah satu jalan raya yang titik awalnya terletak di kawasan Bundaran Besar
Kota Palangka Raya. Jalan raya lainnya yang juga
berawal dari titik yang sama, yaitu: Jalan Kinibalu, Jalan
Tjilik Riwut, Jalan Imam Bonjol, Jalan Katanmso, dan
Jalan D.I Panjaitan.
Pada mulanya, Jalan Yos Sudarso Kota Palanga
Raya hanyalah jalan dengan permukaan tanpa perkerasan atau hanya berupa jalan tanah dan hanya
dapat dilewati dengan kendaraan roda dua [1]. Namun
sekarang, kondisi Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya
sudah berbeda dengan dahulu. Apabila ditinjau dari
kondisi permukaan dan jumlah jalurnya, saat ini
Diterima : 30 Januari 2021
Direvisi : 16 April 2021
Disetujui : 27 April 2021
Diterbitkan : 31 Mei 2021
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 41
permukaannya sudah diaspal, dan terdiri dari dua jalur.
Lebar rata-rata tiap jalur 8 m. Tiap jalur terdiri dari dua lajur satu arah.
Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya tergolong
cukup padat, bahkan terkadang macet akibat banyaknya
aktifitas pada samping jalan, terutama di sekitar titik
berputar balik atau u-turn [2]. Kawasan di sisi kiri dan
kanan Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya hingga saat ini cukup pesat menjadi kawasan permukiman,
perkantoran, pendidikan, dan pertokoan atau
perbelanjaan [2]. Penataan kawasan dan pembangunan
taman kota di sisi kiri dan sisi kanan Jalan Yos Sudarso
Kota Palangka Raya telah dilakukan sejak tahun 2000 dengan tujuan awal sebagai berikut: untuk penyediaan
tempat ruang terbuka hijau, sebagai tempat rekreasi bagi
warga kota, dan sebagai tempat aktivitas komersil bagi
sektor informal [1].
Ketika terjadi hujan lebat, pada permukaan Jalan Yos Sudaro Kota Palangka Raya sering terdapat
genangan. Hal ini dapat diketahui, baik dari pengamatan
langsung lapangan maupun dari media pemberitaan.
Dari hasil pengamatan lapangan, genangan di permukaan
Jalan Yos Sudarso pada umumnya terjadi pada titik-titik
di sekitar Bundaran Besar sampai dengan di depan Kan-tor Kesbang Linmas Provinsi Kalimantan Tengah.
Genangan yang terjadi di Jalan Yos Sudarso Kota
Palangka Raya, berdasarkan pengamatan di lapangan,
tidak disebabkan oleh meluapnya air dari saluran
drainase jalan, melainkan karena air hujan di permukaan jalan tidak dapat mengalir ke saluran drainase. Beberapa
faktor yang diperkirakan sebagai penyebab, antara lain:
(i) adanya pembangunan trotoar, (ii) pembangunan
taman, (iii) jarak saluran drainase yang cukup jauh, (iv)
street inlet yang tersumbat oleh lumpur atau sampah, (v) street inlet tertutup lapisan aspal saat pemasangan lapisan
perkerasan permukaan jalan, (vi) street inlet tidak tepat
dari segi jenis, jarak, dan dimensi.
Upaya-upaya untuk mengurangi genangan pada
permukaan Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya,
termasuk dengan pembangunan street inlet, telah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat
(Kaltengpos.co, tanggal 9 Oktober 2019).
Selain di Palangka Raya, terjadinya genangan di
permukaan jalan raya, yang salah satu faktor penyebab-
nya street inlet, juga ada di tempat-tempat lain. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya. Sebagai contoh, dalam
Alvin [3] dijelaskan bahwa salah satu penyebab ge-
nangan di lokasi penelitiannya adalah tidak adanya street
inlet. Sementara itu, dalam Suharyanto [4], Suryanti dkk. [5], Dwijaya [6], Pane dkk. [7], Khirzin dkk. [8], Lestari
dkk. [9], Hasanah dkk. [10], dan Agustian dkk. [11] di-
jelaskan bahwa walaupun sudah ada street inlet namun
karena kinerjanya tidak optimal maka hal itu dapat
sebagai salah satu penyebab genangan di permukaan
jalan. Pendekatan yang telah digunakan oleh para peneliti
dalam melakukan penelitian dengan topik street inlet
cukup beragam, antara lain: pendekatan dengan metode
analitik, pendekatan dengan model skala, dan pendekatan
dengan model numerik.
Penelitian mengenai street inlet dengan metode analitik, yang pada prinsipnya menggunakan persamaan-
persamaan yang berlaku dalam hidrologi dan hidraulika,
antara lain telah dilakukan oleh: Suharyanto [4], Dwijaya
[6], Pane dkk. [7], Khirzin dkk. [8], dan Hasanah dkk.
[10]. Penelitian mengenai street inlet dengan model skala, antara lain telah dilakukan oleh: Agustian dkk. [11],
Volker dan Johnston [12], Mustaffa dkk. [13], Apriadi
dkk. [14], Kemper dan Schlenkhoff [15]. Penelitian
mengenai street inlet dengan model numerik, yang
berbasis persamaan aliran permukaan dan aliran pada saluran, antara lain telah dilakukan oleh: Chang dkk. [16],
Shevade dkk. [17], Gomez dkk. [18], dan Quintero dkk.
[19]. Dari hasil penelusuran pustaka, dapat dikatakan
bahwa hingga saat ini belum ada penelitian dengan topik
street inlet yang lokasi penelitiannya berada di ruas-ruas
jalan Kota Palangka Raya, termasuk di ruas Jalan Yos Sudarso.
Berdasarkan uraian di atas dan mengingat bahwa
kondisi geometrik eksisting suatu ruas jalan belum tentu
sama antara yang satu dengan yang lainnya, maka
penelitian mengenai street inlet ini difokuskan di Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya. Penelitian ini ber-
tujuan untuk mensimulasikan hubungan luas penampang
street inlet dengan jarak street inlet. Simulasi dilakukan
secara analitis dalam tiga variasi jarak street inlet, tiga
variasi debit rencana, dan tiga variasi kedalaman air rencana di saluran pembawa.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020. Jalan
yang dijadikan lokasi penelitian adalah Jalan Yos
Sudarso Kota Palangka Raya. Panjang jalan yang ditin-
jau 0,5 km, mulai dari Bundaran Besar Kota Palangka Raya sampai dengan di depan Kantor Kesbang Linmas
Kalteng (lihat Gambar 1 dan Gambar 2).
Tahapan penelitian sebagai berikut: survei
pendahuluan, pengumpulan data, perhitungan hujan
rencana, perhitungan debit rencana, perhitungan kapasi-tas saluran pembawa, analisis luas penampang street inlet
dan jarak street inlet.
Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian yaitu ruas Jalan Yos
Sudarso Kota Palangka Raya, terutama pada bagian-
bagian jalan yang terdapat trotoar dan pada bagian-
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 42
bagian jalan yang sering terdapat genangan. Tujuan survei pendahuluan adalah untuk
memperoleh data mengenai kondisi lokasi penelitian,
seperti: kondisi permukaan jalan raya, kondisi bahu jalan
raya, kondisi saluran drainase, dan kondisi street inlet.
Selain itu, survei pendahuluan juga bertujuan untuk mengetahui stasiun atau titik-titik yang akan dijadikan
tempat pengukuran geometrik jalan.
Gambar 1. Lokasi pengambilan data geometrik jalan
Gambar 2. Sketsa profil melintang jalan di lokasi
penelitian
Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey institusi, pengamatan lapangan, dan pengukuran di
lapangan. Survei institusi dimaksudkan untuk mendapat
data sekunder yaitu data hujan harian maksimum. Data
hujan ini didapat dari Stasiun Meteorologi Kelas I Tjilik
Riwut Palangkaraya. Data hujan yang dikumpulkan mu-lai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019. Data hu-
jan tersebut terukur pada stasiun hujan Palangka Raya,
Bukit Tunggal, dan Kalampangan.
Pengamatan lapangan dimaksudkan untuk
mendapat data primer yaitu data koefisien limpasan atau
nilai C [20], [21]. Pengukuran lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data primer yaitu data geometrik
jalan [22], dalam hal ini Jalan Yos Sudarso Kota Palangka
Raya dari STA 1 s/d STA 9. Jarak antar STA adalah 50 m.
Data geometrik jalan yang dikumpulkan meliputi: lebar
jalan, kemiringan memanjang jalan, kemiringan melintang jalan. Pengumpulan data geometrik jalan dil-
akukan dengan pengukuran sipat datar [23].
Perhitungan hujan rencana
Hujan rencana atau Xtr dihitung berdasarkan periode ulang atau Tr 2 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun [21], [24].
Perhitungan Xtr dilakukan melalui tahapan sebagai beri-
kut:
1. Melengkapi data hujan yang hilang dengan Normal
Ratio Method [21], [25]. 2. Melakukan uji konsistensi data hujan dengan metode
RAPS [21], [26].
3. Melakukan uji homogenitas data hujan dengan Uji-t
[21], [27].
d. Menghitung hujan wilayah dengan metode Rerata
Aljabar [21], [28]. Hujan wilayah ini digunakan se-bagai data hujan di lokasi penelitian.
4. Menghitung nilai koefisien skewness (Cs) dan
koefisien kurtosis (Ck) data hujan wilayah [21], [29].
5. Menghitung Xtr dengan distribusi Normal [21], [30].
6. Melakukan uji distribusi Normal dengan metode Chi-Kuadrat dan metode Smirnov-Kolmogorof [21], [29].
Perhitungan debit rencana
Debit rencana atau Qr dihitung berdasarkan Tr 2 ta-
hun, 5 tahun, dan 10 tahun. Metode yang digunakan un-tuk menghitung Qr adalah metode Rasional [21], [27]:
𝑄𝑟 = 0,278 𝐶 𝐼 𝐴 (1)
dimana Qr : debit rencana (m3/dt), C : koefisien limpasan,
I : intensitas hujan (mm/jam), A : luas daerah tangkapan
hujan (km2) [21], [27]. Nilai C pada Persamaan 1 diten-tukan berdasarkan hasil pengamatan kondisi permukaan
jalan di lapangan kemudian nilainya dicocokkan dengan
Tabel Nilai C [20], [21]. Nilai I pada persamaan 1 dihi-
tung berdasarkan metode Mononobe [21], [29]:
𝐼 =𝑋𝑡𝑟
24(
24
𝑡𝑐) (2)
dimana I : intensitas hujan (mm/ jam), Xtr : hujan rencana (mm), tc : waktu konsentrasi hujan (jam) [21], [29].
Nilai tc pada persamaan 2 dihitung berdasarkan
metode Kirpich [21], [31]:
𝑡𝑐 = (0,87 𝑥 𝐿2
1000 𝑥 𝑆)
0,385
(3)
dimana tc : waktu konsentrasi hujan (jam) L : panjang
lintasan aliran terjauh (km) = lebar jalan + jarak street in-
let (D), S : kemiringan rata-rata daerah lintasan aliran (km/km) [21], [31].
0+000
0+500
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 43
Perhitungan kapasitas saluran pembawa
Kapasitas saluran pembawa pada daerah tinjauan dengan kemiringan melintang seragam, lihat Gambar 3,
dihitung dengan rumus [32]:
𝑄𝑠 =0,56
𝑛 𝑆𝑋 𝑆𝐿
1/2 𝑌8/3 (4)
dimana Qs : kapasitas saluran pembawa (cfs), n :
koefisien Manning, SX : kemiringan melintang jalan
(ft/ft), SL : kemiringan memanjang jalan (ft/ft), Y :
kedalaman air rencana di saluran pembawa (ft) [32].
Gambar 3. Sketsa saluran pembawa dengan kemiringan
melintang jalan (SX) seragam [32]
Berdasarkan Gambar 3, lebar permukaan aliran
pada saluran pembawa atau T (ft) ditentukan dengan ru-mus [32]:
𝑇 =𝑌
𝑆𝑋 (5)
Perhitungan jarak inlet
Jarak maksimum inlet dihitung dengan rumus [3]:
𝐷 =280
𝑤√𝑆 (6)
dimana D : jarak antar street inlet (m), w : lebar jalan (m),
S : kemiringan jalan (%) [3].
Perhitungan luas penampang street inlet
Aliran melalui street inlet, dalam hal ini diasumsi-
kan sebagai aliran melalui orifices dengan rumus [4],
[32]:
𝑄𝑔 = 0,67 𝐴𝑔 (2𝑔 𝑥 𝑌)0,5 (7)
Berdasarkan persamaan 7 dapat dihitung luas penam-
pang street inlet dengan rumus:
𝐴𝑔 =𝑄𝑔
0,67 𝑥 (2𝑔 𝑥 𝑌)0,5 (8)
dimana Ag : luas penampang grate inlet (m2), Qg : kapa-
sitas street inlet = Qr - Qs (m3/dt), g = 9,81 m2/dt, Y :
kedalaman air rencana di saluran pembawa (m) [4], [32].
Simulasi luas penampang street inlet
Simulasi luas penampang street inlet dilakukan
terbatas pada variasi D, Qr, dan Y. Sementara itu, variasi
lama genangan yang diizinkan tidak ditinjau. Tahapan
simulasi sebagai berikut:
1. Merancang D dalam 3 variasi, yaitu: 5 m, 10 m, dan 20 m.
2. Menghitung Qr pada setiap variasi D dan Tr berdasar-
kan persamaan 1. Variasi Tr yaitu: 2 tahun, 5 tahun,
dan 10 tahun.
3. Merancang Y dalam 3 variasi, yaitu: 1 cm, 1,5 cm dan 10 cm.
4. Menghitung Qs pada setiap variasi Y berdasarkan per-
samaan 4.
5. Menghitung Qg berdasarkan nilai Qr dan Qs.
6. Menghitung Ag pada setiap variasi D, Y, dan Tr ber-dasarkan persamaan 8.
7. Membuat grafik hubungan antara D - Ag dalam 3 vari-
asi D, 3 variasi Y, dan 3 variasi Tr.
Langkah-langkah simulasi mengenai hubungan
luas penampang street inlet dengan jarak street inlet da-
lam 3 variasi D, 3 variasi Y, dan 3 variasi Tr yang telah diuraikan di atas, apabila dibagankan akan terlihat seperti
Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alir simulasi
3. HASIL PEMBAHASAN
Hujan wilayah Data hujan yang tidak lengkap telah dilengkapi
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 44
dengan cara Normal Ratio Method [21], [25]. Terhadap data hujan yang telah dilengkapi itu
kemudian dilakukan uji konsistensi dengan cara
RAPS [21], [26] dan uji homogenitas dengan cara
Uji-t [21], [27]. Hasil uji menunjukkan bahwa data
hujan dari tiga stasiun hujan yang digunakan adalah konsisten dan homogen. Oleh karena itu, analisis
dapat dilajutkan untuk mendapatkan data hujan
wilayah. Setelah dilakukan perhitungan dengan cara
rerata aljabar, hujan wilayah didapat seperti
tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Hujan wilayah
No Tahun
Hujan harian maksimum (mm) dari stasiun:
Hujan
rata-rata
(mm) P. Raya
B.
Bengkel
Kalam-
Pangan
1 2005 80,00 100,11 76,99 85,70
2 2006 96,20 120,39 92,59 103,06
3 2007 121,50 152,05 116,93 130,16
4 2008 195,90 245,16 188,54 209,86
5 2009 139,00 173,95 133,78 148,91
6 2010 195,00 164,00 210,00 189,67
7 2011 148,00 240,00 163,51 183,84
8 2012 155,00 199,00 151,11 168,37
9 2013 119,60 166,00 121,39 135,66
10 2014 119,80 174,00 150,00 147,93
11 2015 149,90 131,00 122,51 134,47
12 2016 269,20 257,00 126,00 217,40
13 2017 168,00 155,50 115,00 146,17
14 2018 100,00 172,00 100,00 124,00
15 2019 128,00 164,50 124,85 139,12
Hujan rencana
Parameter stastistik data hujan wilayah yang
tercantum pada Tabel 1 telah dianalisis, hasilnya: Cs
= 0,28 dan Ck = 3,26. Memperhatikan nilai parameter
statistik data hujan wilayah tersebut, hujan rencana atau Xtr dianalisis berdasarkan distribusi probabilitas
Normal.
Berdasarkan hasil uji Chi-Kuadrat, didapat nilai
Chi-Kuadrat hitung = 3,33 < Chi-Kuadrat kritis =
5,991. Berdasarkan hasil uji Smirnov-Kolmogorof, didapat nilai simpangan terbesar = 0,292 <
simpangan kritis = 0,340. Oleh karena itu, distribusi
probabilitas Normal dapat digunakan untuk
menghitung Xtr. Hasil perhitungan Xtr tercantum
pada Tabel 2.
Variasi jarak street inlet dan kedalaman air
rencana di saluran pembawa
Tipe street inlet direncanakan berupa grate inlet
dan diletakkan dekat trotoar (Gambar 5). Pertemuan
antara trotoar dan permukaan jalan dimanfaatkan
sebagai saluran pembawa yang mengalirkan air ke street inlet.
Tabel 2. Nilai Xtr
No Tr (tahun) Xtr (mm)
1 2 150,95
2 5 182,03
3 10 198,30
Gambar 5. Sketsa posisi perletakan street inlet
Jarak maksimum street inlet yang dihitung
dengan Persamaan 6 yaitu 22,95 m. Untuk
kepraktisan dalam analisis, jarak maksimum street
inlet 22,95 m dibulatkan menjadi 20 m. Variasi jarak street inlet (D) selengkapnya tercantum pada Tabel
3. Kedalaman air rencana di saluran pembawa (Y)
dirancang dalam tiga variasi untuk setiap D (Tabel
3).
Tabel 3. Variasi D danY Variasi D (m) Y (cm)
1 5 1
1,5
2
2 10 1
1,5
2
3 20 1
1,5
2
Debit rencana untuk tiap-tiap jarak street inlet
Dengan memasukkan nilai C, I, A ke persamaan 1 didapat nilai debit rencana (Qr). Hasil perhitungan
Qr untuk tiap-tiap D tercantum pada Tabel 4, Tabel
5, dan Tabel 6.
Kapasitas saluran pembawa Kapasitas saluran pembawa (Qs) untuk tiap-tiap Y
telah dihitung dengan Persamaan 4. Hasil perhi-
tungannya tercantum pada Tabel 7.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 45
Tabel 4. Nilai Qr untuk D = 5 m
Tr (tahun)
C tc (jam)
I (mm/jam)
A (km2)
Qr (m3/dt)
2 0,
7
0,014
8
870,0795 0,0000
4
0,0069
5 0,7
0,0148
1049,2254
0,00004
0,0084
10 0,
7
0,014
8
1143,006
1
0,0000
4
0,0091
Tabel 5. Nilai Qr untuk D = 10 m
Tr (tahun)
C tc (jam)
I (mm/jam)
A (km2)
Qr (m3/dt)
2 0,7 0,0189 737,8197 0,0001 0,0118
5 0,7 0,0189 889,7338 0,0001 0,0142
10 0,7 0,0189 969,2590 0,0001 0,0155
Tabel 6. Nilai Qr untuk D = 20 m
Tr (tahun)
C tc (jam)
I (mm/jam)
A (km2)
Qr (m3/dt)
2 0,7 0,0265 589,2854 0,0002 0,0188
5 0,7 0,0265 710,6169 0,0002 0,0227
10 0,7 0,0265 774,1325 0,0002 0,0247
Tabel 7. Nilai Qs untuk tiap-tiap Y
Luas penampang street inlet
Luas penampang street inlet (Ag) telah dihitung
berdasarkan persamaan 8. Hasil perhitungan Ag pada
tiap-tiap D tercantum pada Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10.
Berdasarkan Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10
kemudian dibuat grafik hubungan D dan Ag dalam variasi
Qr dan Y. Grafik tersaji pada Gambar 6. Notasi
AgY1Qr2th dan seterusnya, memiliki arti nilai Ag pada Y = 1 cm dan Qr dengan Tr 2 tahun.
Berdasarkan Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10 dan
Gambar 6 dapat dilihat beberapa hal mengenai hub-
ungan nilai Ag, D, Qr, dan Y, yaitu:
1. Nilai Ag dipengaruhi oleh variasi nilai D, nilai Y, dan
variasi nilai Qr. 2. Pada nilai D yang sama dan nilai Y yang sama, se-
makin besar nilai Qr maka semakin besar nilai Ag. Se-
bagai contoh, (i) Nilai Ag = 211,0 cm2 diperlukan pada
nilai D = 5 m, nilai Y = 1 cm, dan Qr = 0,0069 m3/dt,
dan. (ii) Nilai Ag = 259,2 cm2 diperlukan pada nilai D = 5 m, nilai Y = 1 cm, dan Qr = 0,0084 m3/dt.
Tabel 8. Nilai Qg pada D = 5 m Y
(cm) Tr
(tahun) Qr
(m3/dt) Qs
(m3/dt) Qg =
Qr - Qs
(m3/dt)
Ag (cm2)
1 2 0,0069 0,0007 0,0063 211,0
5 0,0084 0,0077 259,2
10 0,0091 0,0084 284,4
1.5 2 0,0069 0,0020 0,0049 135,9
5 0,0084 0,0064 175,3
10 0,0091 0,0071 195,8
2 2 0,0069 0,0043 0,0026 62,7
5 0,0084 0,0041 96,8
10 0,0091 0,0048 114,6
Tabel 9. Nilai Ag pada D = 10 m
Y (cm)
Tr (tahun)
Qr (m3/dt)
Qs (m3/dt)
Qg = Qr - Qs
(m3/dt)
Ag (cm2)
1 2 0,0118 0,0007 0,0111 373,8
5 0,0142 0,0135 455,5
10 0,0155 0,0148 498,3
1.5 2 0,0118 0,0020 0,0098 268,9
5 0,0142 0,0122 335,6
10 0,0155 0,0135 370,5
2 2 0,0118 0,0043 0,0075 177,8
5 0,0142 0,0099 235,6
10 0,0155 0,0112 265,8
Tabel 10. Nilai Ag pada D = 20 m
Y (cm)
Tr (tahun)
Qr (m3/dt)
Qs (m3/dt)
Qg = Qr - Qs (m3/dt)
Ag (cm2)
1 2 0,0188 0,0007 0,0181 610,8
5 0,0227 0,0220 741,3
10 0,0247 0,0240 809,6
1.5 2 0,0188 0,0020 0,0168 462,4
5 0,0227 0,0207 568,9
10 0,0247 0,0227 624,7
2 2 0,0188 0,0043 0,0145 345,4
5 0,0227 0,0184 437,7
10 0,0247 0,0204 486,0
3. Pada nilai D yang sama dan nilai Qr yang sama, se-
makin besar nilai Y maka semakin kecil nilai Ag. Se-
bagai contoh: (i) Nilai Ag = 211,0 cm2 diperlukan pada nilai D = 5 m, Qr = 0,0069 m3/dt, dan nilai Y = 1 cm.
(ii) Nilai Ag = 135,9 cm2 diperlukan pada nilai D = 5
m, Qr = 0,0069 m3/dt, dan nilai Y = 1,5 cm.
Y (cm) Y (ft) N Sx SL Qs (cfs) Qs (m3/dt)
1 0,0328 0,013 0,013 0,0043 0,0240 0,0007
1,5 0,0492 0,013 0,013 0,0043 0,0707 0,0020
2 0,0656 0,013 0,013 0,0043 0,1522 0,0043
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 46
4. Pada nilai D = 5 m, kisaran nilai Ag antara 62,72-284,42 m2. Kisaran nilai Ag ini diperlukan apabila
debit rencana dengan periode ulang 2-10 tahun
sebesar 0,0069-0,0091m3/dt dan kedalaman air
rencana di saluran pembawa sebesar 2-1cm.
5. Pada nilai D = 10 m, kisaran nilai Ag antara 177,84-498,29 m2. Kisaran nilai Ag ini diperlukan apabila
debit rencana dengan periode ulang 2-10 tahun
sebesar 0,0118-0,0155m3/dt dan kedalaman air
rencana di saluran pembawa sebesar 2-1cm.
6. Pada nilai D = 20 m, kisaran nilai Ag antara 345,41-809,62 m2, diperlukan apabila debit rencana dengan
periode ulang 2-10 tahun sebesar 0,0188-0,0247m3/dt
dan kedalaman air rencana di saluran pembawa
sebesar 2-1cm.
7. Variasi nilai D, Qr, dan Y yang berdampak pada
diperlukannya nilai Ag terbesar dan terkecil adalah: (i) variasi nilai D ke-3 = 20 m, variasi Qr ke-9 = 0,0247
m3/dt, dan variasi nilai Y ke-1 = 1 cm, berdampak
pada nilai Ag paling besar yaitu 809,6 cm2; (ii) variasi
nilai D ke-1 = 5 m, variasi nilai Qr ke-1 = 0,0069 m3/dt,
dan variasi nilai Y ke-3 = 2 cm, berdampak pada nilai Ag paling kecil yaitu 62,7 cm2.
Gambar 6. Nilai Ag dalam variasi nilai D, Qr dan Y
Luas penampang yang digunakan untuk desain
street inlet tipe grate pada lokasi penelitian ini adalah
hasil simulasi dengan D = 5 m, Qr dengan Tr 5 tahun =
0,0084 m3/dt, dan Y = 2 cm, atau hasil simulasi dengan
notasi AgY2Qr5th = 96,8 cm2. Dasar pertimbangannya sebagai berikut: (i) mengupayakan agar air secepat
mungkin masuk ke grate inlet dan luas penampang grate
inlet tidak terlalu besar sehingga tidak mengganggu lalu
lintas, oleh karena itu digunakan D simulasi yang
terkecil; (ii) luas tangkapan hujan maksimum untuk street
inlet = 0,0002 km2 = 0,02 ha (Tabel 6) yakni 10 ha;
oleh karena itu, nilai Tr yang digunakan untuk kota se-dang-besar adalah 5 tahun [33].
Berdasarkan luas penampang 96,8 cm2, kemudian
ditentukan luas kisi grate inlet. Dalam hal ini digunakan
kisi dengan dimensi 10 cm x 3 cm = 30 cm2 sebanyak 4
kisi sehingga total luas bukaan tiap grate inlet = 120 cm2 (Gambar 7).
Gambar 7. Sketsa tampak atas dimensi dan jarak grate
inlet
Hasil perhitungan luas penampang street inlet yang
diperlukan pada lokasi penelitian ini berbeda dengan hasil-hasil perhitungan pada beberapa penelitian ter-
dahulu. Sebagai contoh: (i) dalam Agustian [11] dijelas-
kan hasil perhitungan luas penampang street inlet yang
diperlukan adalah 175 cm2, (ii) dalam Suharyanto [4] di-
jelaskan hasil perhitungan luas penampang street inlet
yang diperlukan adalah 50 cm2. Perbedaan hasil perhitungan luas penampang street
inlet dalam penelitian ini dengan hasil-hasil penelitian
sebelumnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, sep-
erti: perbedaan data geometri jalan, kedalaman air
rencana pada saluran pembawa, jarak street inlet, dan perbedaan data debit rencana.
Di sisi lain, hasil penelitian ini serupa dengan hasil
penelitian Apriadi [14]. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Apriadi [14], antara lain dinyatakan bahwa semakin
sedikit jumlah street inlet maka volume genangan di atas permukaan jalan semakin banyak, dan sebaliknya se-
makin banyak jumlah street inlet maka volume genangan
di permukaan jalan semakin sedikit. Dengan kata lain,
seperti yang tercantum dalam Tabel 8, Tabel 9, dan
Tabel 10, semakin besar nilai D maka semakin besar nilai Qr., dan sebaliknya semakin kecil nilai D maka semakin
kecil nilai Qr.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa luas penampang street inlet yang diperlukan pada ruas Jalan Yos
Sudarso Kota Palangka Raya dipengaruhi oleh jarak
street inlet, debit rencana, dan kedalaman air rencana
di saluran pembawa. Luas penampang street inlet
semakin besar apabila jarak street inlet semakin besar. Pada setiap jarak street inlet, apabila debit
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 47
rencana semakin besar dan kedalaman air rencana di
saluran pembawa semakin kecil maka luas penampang street inlet semakin besar. Luas
penampang street inlet pada jarak street inlet 5 m
berkisar antara 62,72-284,42 m2. Luas penampang
street inlet pada jarak street inlet 10 m berkisar
antara 177,84-498,29 m2. Luas penampang street
inlet pada jarak street inlet 20 m berkisar antara 345,41-809,62 m2. Luas penampang street inlet yang
sesuai dengan lokasi penelitian adalah 96,8 cm2 yang
dipasang pada tiap-tiap jarak 5 m. Dimensi kisi dan
jumlah kisi yang diperlukan untuk tiap grate inlet
yaitu 10 cm x 3 cm sebanyak 4 kisi.
Saran
Penelitian yang berbasis pada data geometrik
Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya, dengan
panjang tinjauan 0,5 km ini, pendekatan penelitiannya terbatas pada pendekatan analitis.
Selain itu, variasi lama genangan yang dizinkan
tidak ditinjau. Oleh karena itu, perlu dilanjutkan
dengan pendekatan penelitian yang lain seperti
pendekatan eksperimen dan pendekatan numerik
serta memasukkan variasi lama genangan yang diizinkan.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] N. Hamidah, “Kajian Pola Sirkulasi untuk
Sektor Informal di Ruang Terbuka Publik
Koridor Yos Sudarso Kota Palangkaraya,” Tataloka, vol. 14, no. 4, pp. 304–323, 2016,
doi: 10.14710/tataloka.14.4.304-323.
[2] I. Jaridieni, Desriantomy, dan D. Riani,
“Analisis Perilaku Berkendara Pada Titik U-
Turn Di Kota Palangka Raya (Studi Kasus Jalan Tjilik Riwut – Jalan Yos Sudarso –
Jalan Akhmad Yani),” pp. 22–24, 2014,
[Online]. Available:
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/PFSTPT/a
rticle/view/2874.
[3] E. F. Alvin, “Evaluasi Sistem Drainase dan Pengendalian Genangan Air di Kampus dan
Perumahan ITS Surabaya,” 2017.
[4] A. Suharyanto, “Desain Street inlet
Berdasarkan Geometri Jalan Raya,”
Rekayasa Sipil, vol. 7, no. 3, pp. 239–247, 2013.
[5] I. Suryanti, I. N. Norken, dan I. G. B. Sila
Dharma, “Kinerja Sistem Jaringan Drainase
Kota Semarapura di Kabupaten Klungkung,”
J. Spektran, vol. 1, no. 1, pp. 30–34, 2013, doi: 10.24843/spektran.2013.v01.i01.p05.
[6] A. Dwijaya, “Evaluasi Drainase Perkotaan
dengan Metode Hecras di Kota Nanga Bulik,
Lamandau Propinsi Kalimantan Tengah,” J.
Rekayasa Sipil, vol. 2, no. 2, pp. 104–115, 2018, [Online]. Available:
http://www.riset.unisma.ac.id/index.php/ft/ar
ticle/view/1693.
[7] Y. F. Pane, F. Hasiholan, S. S. Sachro, dan S.
A. Pranoto, “Perencanaan Drainase Jalan
Raya Semarang -Bawen Km 12+400 -Km 16+600 (Jamu Jago -Balai Pelatihan
Transmigrasi Dan Penyandang Cacat Jateng),”
Karya Tek. Sipil, vol. 5, pp. 179–189, 2016.
[8] R. H. Khirzin, R. R. Raka, S. Sangkawati, dan
D. A. Wulandari, “Perencanaan Drainase Jalan Pahlawan dan Jalan Sriwijaya,
Semarang,” J. Karya Tek. Sipil, vol. 6, no. 1,
pp. 206–220, 2017.
[9] L. B. Lestari, A. Y. Mayang, H. Budieny, dan
S. Darsono, “Perencanaan Sistem Drainase Kabupaten Magelang,” J. Karya Tek. Sipil,
vol. 6, no. 1, pp. 356–365, 2017.
[10] U. Hasanah, E. Fatimah, dan A. Azmeri,
“Evaluasi Inlet Drainase Jalan Poros Utama
Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya,”
J. Arsip Rekayasa Sipil dan Perenc., vol. 1, no. 3, pp. 150–157, 2018, doi:
10.24815/jarsp.v1i3.11779.
[11] K. F. Agustian, D., Pandulu, G. D., dan
Sulistyani, “Analisis Dimensi Street Inlet
pada Ruas Jalan Simpang Gajayana Kota Malang,” 2020, vol. 3, pp. 1–8.
[12] R. E. Voker dan A. J. Jhonston, “Efficiency of
Kerb Inlets in Urban Drainage,” no. January
1989, 1989.
[13] Z. Mustaffa, S. M. P. Meganathan, dan A. B. K. Zaman, “Efficiency of simple curb inlet
design in Malaysia,” IOP Conf. Ser. Earth
Environ. Sci., vol. 419, no. 1, 2020, doi:
10.1088/1755-1315/419/1/012093.
[14] R. Apriadi, B. Barid, dan Nursetiawan,
“Tinjauan Kinerja Inlet Jalan untuk Mengurangi Genangan Akibat Limpasan
Hujan,” pp. 1–12, 2016.
[15] S. Kemper dan A. Schlenkhoff, “Capacity of
street inlets with partially severed grate
openings,” in 6th International Junior Researcher and Engineer Workshop on
Hydraulic Structures (IJREWHS 2016), 2016.
[16] T. J. Chang, C. H. Wang, A. S. Chen, dan S.
Djordjević, “The effect of inclusion of inlets
in dual drainage modelling,” J. Hydrol., vol. 559, pp. 541–555, 2018, doi:
10.1016/j.jhydrol.2018.01.066.
[17] L. J. Shevade, L. J. Lo, dan F. A. Montalto,
“Numerical 3D Model Development and
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 48
Validation of Curb-Cut Inlet for Efficiency Prediction,” Water (Switzerland), vol. 12, no.
6, 2020, doi: 10.3390/w12061791.
[18] M. Gómez, J. Recasens, B. Russo, dan E.
Martínez-Gomariz, “Assessment of inlet
efficiency through a 3D simulation: numerical and experimental comparison,”
Water Sci. Technol., vol. 74, no. 8, pp. 1926–
1935, 2016, doi: 10.2166/wst.2016.326.
[19] M. Cárdenas-Quintero, L. F. Carvajal-Serna,
dan R. Marbello-Pérez, “Two-dimensional hydrodynamic analysis of surface on urban
road,” DYNA, vol. 86, no. 211, pp. 102–111,
2019, doi: 10.15446/dyna.v86n211.79524.
[20] I. W. Yasa dan A. Supriyadi, “Koefisien
Limpasan Permukaan Pada Perkerasan
Paving Block Berpori,” Ganec Swara, no. C, pp. 721–731, 2020, [Online]. Available:
http://journal.unmasmataram.ac.id/index.php
/GARA/article/view/158.
[21] I. M. Kamiana, Teknik Perhitungan Debit
Rencana Bangunan Air. 2011. [22] R. T. Bethary, M. F. Pradana, dan M. B.
Indinar, “Perencanaan Geometrik
Jalanalternatif Palima-Curug (Studi Kasus:
Kota Serang),” J. fondasii, vol. 5, no. 2, pp.
12–21, 2016. [23] G. E. Rosalina, “Studi Penerapan Model
Koreksi Beda Tinggi Metode Trigonometri
pada Titik-Titik Jaring Pemantau Vertikal
Candi Borobudur dengan Total Station,”
2015. [24] E. L. Adiyani, “Nilai Faktor Pertumbuhan
untuk Estimasi Hujan Rencana di Pulau
Jawa,” vol. 15, no. 1, pp. 55–68, 2019.
[25] F. Prawaka, A. Zakaria, dan S. Tugiono,
“Analisis Data Curah Hujan yang Hilang
Dengan Menggunakan Metode Normal Ratio, Inversed Square Distance, dan Rata-Rata
Aljabar (Studi Kasus Curah Hujan Beberapa
Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung),” J.
Rekayasa Sipil dan Desain, vol. 4, no. 3, pp.
397–406, 2016. [26] D. F. Sasmita, Nurhayati, dan U. F. Andy,
“Drainage System in Humanist Open Space,
Lunggi Park, Sambas City,” J. Tek. Sipil dan
Perenc., vol. 22, no. 1, pp. 28–37, 2020, doi:
10.15294/jtsp.v22i1.21848. [27] Agustulusnu, I. M. Kamiana, dan R. H.
Saputra, “Evaluasi dan Perencanaan Saluran
Drainase di Jalan Sangga Buana II Kota
Palangka Raya,” vol. 20, no. 2, pp. 221–236,
2019.
[28] Lashari, R. Kusumawardani, dan F. Prakasa, “Analisa Distribusi Curah Hujan di Area
Merapi Menggunakan Metode Aritmatika
dan Poligon,” J. Tek. Sipil dan Perenc., vol.
19, no. 1, pp. 39–46, 2017, doi:
10.15294/jtsp.v19i1.9497. [29] A. Faradina, I. Wijatmiko, Y. P. Devia, dan R.
A. Anwar, “Analisis Debit Limpasan
Drainase Akibat Pengaruh Perubahan Tata
Guna Lahan di Daerah Kota Surabaya Barat,”
Rekayasa Sipil, vol. 12, no. 2, pp. 79–86, 2018, doi:
10.21776/ub.rekayasasipil.2018.012.02.1.
[30] D. D. C. Simanungkalit, A. Sutandi, dan V.
Kurniawan, “Analisis Kapasitas Jaringan
Drainase di Pasar Kemis Cikupa Kabupaten
Tangeran,” vol. 3, no. 2, pp. 443–454, 2020. [31] H. K. Wijaya, A. Sapei, dan N. H. Pandjaitan,
“Analisis Kriteria Rancangan Hidraulika
pada Pemanfaatan Air Limpasan untuk Air
Baku di Kawasan Perumahan,” J. Tek.
Hidraul., vol. 5, no. 1, pp. 57–68, 2014. [32] Urban Drainage and Flood Control District
(UDFCD), Urban Stormwater Design
Drainage Manuals. 2001.
[33] Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor/12/PRT/M/2014. 2014.
Jurnal Teknik Sipil
p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295
Volume 10 No. 1, Mei 2021
- 49
STABILISASI TANAH LEMPUNG MENGGUNAKAN ABU
TANDAN KELAPA SAWIT DAN SEMEN UNTUK
MENINGKATKAN NILAI CBR
Daniel Panggabean1, Winayati1, Muthia Anggraini1* 1) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lancang Kuning
Jl. Yos Sudarso Km. 8 Rumbai, Pekanbaru, Telp. (0761) 52324
email: muthia@unilak.ac.id*
Abstract: Roads with subgrades that have soft soil (clay) characteristics are a problem that often occurs in these soil conditions because they have a very low bearing capacity. This condition is if the road construction that is built on it will cause damage. As a result, soil subsidence is not uniform in soil conditions that have a low bearing capacity. The type of soil used in this study is clay soil taken from the Garuda Sakti km.13 Kampar district, Riau. The purpose of this study was to increase the bearing strength of the soil by stabilizing the clay soil with a mixture of 5%, 10%, 15%, 20%, of oil palm bunch ash mixture, and 10% cement to increase the value of the California Bearing Ratio (CBR). The method used is laboratory testing to get the CBR value which refers to the California Bearing Ratio (CBR) test using SNI 03-1744-2008. From the results of atterberg tests carried out, the higher the variation of oil palm bunch ash and cement on clay soil, the atterberg value tends to decrease. The liquid limit value (PL) is 57.93% - 43.16% - 24.94% and the plastic limit (LL) is 27.35% - 24.94%, causing the plastic index value to decrease by 16.73%. The higher the percentage of oil palm bunch ash and cement mixed with clay soil, the better the mixed soil is due to the reduced plasticity in the original soil. Testing the maximum CBR value in the laboratory with a variation of 15% oil palm bunch ash and 10% cement by 70.5%, the CBR value obtained meets the General Specifications of Bina Marga CBR 6%. The addition of Palm Oil Bunch Ash and cement can increase the CBR value in clay soils. The more varia-tions in the levels of Ash and cement, the CBR value of the clay soil will increase. In conclusion, the variation of 15% oil palm bunch ash and 10% cement resulted in a maximum CBR value of 70.5%.
Keywords : Oil Palm Bunch Ash; Cement; Soil Stabilization; Clay Soil
Abstrak: Jalan dengan subgrade yang memiliki karakterisitik tanah lunak (lempung) merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi pada kondisi tanah tersebut, karena memiliki daya dukung yang sangat rendah. Kondisi ini apabila pada konstruksi jalan yang dibangun diatasnya akan terjadi kerusakan. Akibatnya penurunan tanah tidak seragam pada
kondisi tanah yang memiliki daya dukung rendah. Jenis tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah lempung yang diambil dari jalan Garuda Sakti km.13 Kabupaten Kampar, Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kuat dukung tanah dengan stabilisasi tanah lempung dengan variasi campuran Abu Tandan Kelapa Sawit 5%, 10%, 15%, 20% dan semen 10% untuk meningkatkan nilai California Bearing Ratio (CBR). Metode yang digunakan yaitu pengujian laboratorium untuk mendapatkan nilai CBR yang mengacu pada pengujian California Bear-
ing Ratio (CBR) menggunakan SNI 03-1744-2008. Dari hasil pengujian atterberg yang dilakukan semakin tinggi variasi abu tandan kelapa sawit dan semen pada tanah lempung maka nilai atterberg cenderung menurun. Nilai batas cair (PL) 57,93% - 43,16% – 24,94% dan batas plastis (LL) 27,35% - 24,94%, sehingga menyebabkan nilai indeks
plastis menurun sebesar 16,73%. Semakin tinggi persentase abu tandan kelapa sawit dan semen yang di campur dengan tanah lempung, maka tanah campuran tersebut semakin baik karena berkurangnya sifat plastisitas pada tanah asli. Pengujian nilai CBR
maksimum dilaboratorium dengan variasi abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10% sebesar 70,5 %, nilai CBR yang didapat memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga CBR 6%. Penambahan Abu Tandan Kelapa Sawit dan semen dapat meningkatkan nilai CBR pada tanah lempung. Semakin banyak variasi kadar Abu Tandan Sawit dan semen maka
nilai CBR tanah lempung akan semakin meningkat. Kesimpulannya variasi abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10% menghasilkan nilai CBR maksimum sebesar 70,5%.
Kata kunci : Abu Tandan Kelapa Sawit; Semen; Stabilisasi tanah; Tanah lempung
Diterima : 7 Maret 2021
Direvisi : 6 Mei 2021 Disetujui : 18 Mei 2021 Diterbitkan : 31 Mei 2021
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 50
1. PENDAHULUAN
Tanah merupakan elemen yang sangat penting yang akan mempengaruhi keberhasilan suatu proyek kon-
struksi dan merupakan bagian dari bagian dari pondasi
yang digunakan dalam proses konstruksi [1]. Permasalan
tanah dengan daya dukung yang rendah sering dijumpai
pada pembangunan jalan. Untuk membangun konstruksi jalan perlu diperhatikan subgrade jalan dengan daya
dukung tanah yang bagus. Banyak faktor yang
mempengaruhi kekuatan tanah sehingga dapat
mempengaruhi sifat tanah seperti kuat dukung tanah,
kuat geser tanah, kuat tekan tanah, dan kadar air [2].
Tanah lunak biasanya terkenal karena kuat dukung yang rendah, kadar air yang tinggi, kompresibilitas tinggi,
deformabilitas tinggi, dan permeabilitas rendah, yang
menyebabkan kesulitan dalam aplikasi geoteknik [3].
Salah satu jenis tanah yang memiliki daya dukung
rendah adalah tanah lempung. Tanah lempung merupa-kan komponen penyusun struktur tanah yang memiliki
ukuran sebesar ukuran gradasi ayakan yang relatif kecil
yang berasal dari pelapukan batuan [4]. Tanah lempung
memiliki karakteristik kuat geser dan daya dukung yang
sangat rendah dan kompresibilitasnya sangat tinggi [5]. Nilai daya dukung tanah dapat dilihat dari nilai Califor-
nia Bearing Ratio (CBR). Pada kondisi basah tanah
lempung akan memiliki kandungan air yang besar aki-
batnya pada kondisi ini tanah lempung akan memiliki ke-
mampuan yang rendah untuk mendukung beban kon-
struksi yang ada diatasnya [6]. Tanah lempung seringkali tidak stabil untuk mendukung beban diatasnya dan san-
gat rentan terhadap perubahan kadar air [7].
Indonesia sebagian jenis tanahnya kategori tanah
lempung [8]. Provinsi Riau salah satunya yang memiliki
banyak memiliki daerah dengan kategori tanah lempung. Provinsi Riau yang terletak di dataran rendah dan berada
di daerah pesisir sehingga memiliki tanah lempung yang
kurang baik [9]. Hal ini disebabkan karena terdiri dari
tanah kohesif lunak sehingga memiliki daya dukung ren-
dah [10]. Stabilisasi tanah adalah teknik yang dilakukan un-
tuk mengubah sifat – sifat tanah dengan cara mencampur
atau menggambungkan dengan bahan baru [11]. Proses
stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu sta-
bilisasi secara mekanis, stabilisasi fisik dan stabilisasi
secara kimiawi dengan manambah zat additive pada tanah lempung yang akan distabilisasi [12]. Stabilisasi
tanah lempung yang dilakukan pada penelitian ini adalah
stabilisasi tanah lempung secara kimiawi dengan tamba-
han abu tandan sawit dan semen. Mengapa
menggunakan abu tanda sawit, karena provinsi Riau yang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang
mempunyai lahan sawit yang luas. Pada tahun 2015
menurut Badan Pusat Statistik Riau luas lahan sawitnya
mencapai 2.399.172 ha [13]. Kebaharuan dari penelitian
ini adalah menggunakan kombinasi abu tandan sawit dan
semen untuk stabilisasi tanah untuk mengatasi keku-rangan yang ada pada semen yang dapat mengikat dan
mengeras jika bereaksi dengan air. Semen mempunyai si-
fat adhesive dan kohesif sebagai perekat yang mengikat
fragmen-fragmen mineral sehingga menjadi suatu satu
kesatuan yang kompak [14]. Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah dari
proses pengolahan buah sawit. Abu tandan sawit meru-
pakan limbah yang dihasilkan industri kelapa sawit [1]
sehingga apabila terus dibiarkan limbah tersebut dapat
merusak lingkungan. Abu tandan sawit merupakan jenis
pozzolana tanpa samen yang berasal dari limbah pemba-karan tandan kosong kelapa sawit [15]. Abu tandan sawit
didapat dari pembakaran tandan kosong kelapa sawit
pada suhu 800 – 1.000° C sehingga mengasilkan abu. abu
tandan kelapa sawit adalah aditif utama yang digunakan
untuk stabilisasi tanah. Abu kelapa sawit diperoleh dari limbah kelapa sawit dan dibakar untuk diambil abunya
[16].
Penelitian ini melakukan stabilisasi tanah dengan
abu tandan sawit dan semen untuk meningkatkan daya
dukung tanah dengan memperbaiki nilai California Bearing Ratio (CBR). Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui persentase nilai CBR tanah lempung
dengan variasi pencampuran Abu Tandan Kelapa Sawit
5%, 10%, 15%, 20% dan semen 10%. Penelitian ini
menggunakan limbah kelapa sawit yang banyak di Riau,
yang dapat digunakan untuk alternatif penggunaan per-baikan tanah lempung. Selain bahan stabilisasi
mengunakan abu tanda sawit juga dikombinasi dengan
semen, untuk memperbaiki sifat semen yang mudah
mengikat apabila terkena air.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan variasi pencampuran Abu
Tandan Kelapa Sawit 5%, 10%, 15%, 20% dan semen
10% sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan
variaso 7,5% Abu Tandan Kelapa Sawit dan 5%, 7,5%,
dan 10% semen [13].
2. METODE PENELITIAN
Metode dan tahapan pada penelitian ini adalah pen-
gadaan Abu tandan Sawit dan semen, pengambilan sam-
pel tanah dan pengujian sampel tanah di laboratorium.
Pengadaan Abu Tandan Sawit, Semen dan Pengam-
bilan Sampel Tanah
Abu Tandan Sawit yang digunakan berasal dari
pembakaran tandan kosong kelapa sawit yang diambil dari PT. Kharisma Wirajaya Palma, kemudian disaring
dengan saringan No. 4, 7 mm yang nantinya digunakan
sebagai bahan stabilisasi dengan persentase 5%, 10%,
15%, dan 20%.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 51
Semen yang digunakan adalah semen OPC (Ordi-
nary Portland Cement) yang diproduksi oleh PT. Semen Padang dengan setiap pengujian digunakan 10% semen.
Sampel tanah lempung diambil di daerah Jl. Garuda
Sakti Km. 3 Kampar, Riau. Tanah yang diambil adalah
sampel tanah tak terganggu yang diambil dengan
menggunakan alat hand bore dan untuk sampel tanah ter-
ganggu diambil denga menggunakan cangkul.
Pengujian laboratorium
Metode yang digunakan dalam pembuatan Stabi-
lisasi Tanah Lempung yaitu dengan variasi kadar abu
tandan sawit yaitu 5%, 10%, 20% dan semen 10% Sam-pel yang sudah dikeringkan dan dicampurkan, pengujian
pemadatan berbentuk lingkaran diameter (50,80 + 0,13)
dan massa (2,49 + 0,01 kg) tanah di saring No. 4 lalu
dimasukan kedalam plastik di timbang 2,5 kg masing-
masing 5 sampel untuk pengujian pemadatan dengan variasi kadar optimum setiap tahap penumbukan 3
lapisan sebanyak 25 pukulan, lalu ambil 3 benda uji di
ayak dengan saringan no.4 diambil sebanyak 5kg setiap
benda uji diberikan air sampai mendapatkan kadar air op-
timum, pengujian pemadatan diambil benda uji yang su-
dah melakukan pemeraman serta ditumbuk sebanyak 3 lapisan pada benda uji.
Untuk mencari nilai berat isi kering dan kadar air dapat
menggunakan rumus dengan metode [13] :
𝑊𝑤𝑏= 𝑊𝑏 .𝑊
1+ 𝑊𝑏 (1)
dimana W adalah berat tanah, Wb kadar air yang dibu-
tuhkan. Untuk pengujian CBR yaitu menggunakan Mold
CBR berukuran diameter (152,40 + 0,66) mm dan tinggi
(177,80 + 0,46) mm cetakan harus disambung (extension
collar) dengan tinggi + 50 mm. Kemudian sampel
dengan 5 lapisan dilakukan penumbukan dengan mas-
ing-masing lapisan 10, 35, 65 tumbukan. Untuk mencari nilai CBR diketehaui hambatan pada tanah stabilisasi
dapat menggunakan rumus:
CBR = (beban terkoreksi) : (beban standar) (2)
Rumus yang digunakan untuk pengujian Atterberg
dapat ditelusuri pada Persamaan (3) sampai dengan Per-
samaan (5) [13] . Perhitungan pertama terkait nilai batas
cair (liquid limit). Cara menentukan batas cair dapat
menggunakan data dari jumlah pukulan dan kadar air. Rumus yang digunakan adalah :
LL = Wc[ 𝑁
25]
0.121
(3)
dimana LL adalah batas cair, Wc adalah kadar air
pada saat tanah menutup, N adalah jumlah pukulan pada kadar air Wc. Selanjutnya perhitungan dil-
akukan untuk menghitung Indeks plastisitas (plastic-
ity index). Untuk mencari nilai indeks plastisitas
dapat menggunakan persamaan (4).
IP = LL – PL (4)
dimana IP adalah indeks plastisitas, LL adalah batas
cair, PL adalah batas plastis. Setelah itu, prosedur
dilanjutkan untuk menghitung Batas Susut (SL).
Untuk mencari nilai batas susut dapat menggunakan persamaan (5).
SL = w - 𝑉1−𝑉2
𝑊 (5)
dimana SL adalah batas susut, V1 adalah volume
tanah basah, W adalah berat tanah kering, V2 adalah
volume tanah kering, w adalah kadar air tanah basah.
3. HASIL PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Lempung Asli
Pengujian propertis dan CBR tanah asli dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengujian Tanah Lempung Asli
Sifaf Mekanis Tanah
CBR 95% 1,79 CBR 100% 2,79
Nilai Propertis Tanah Asli
Batas Plastis (PL) % 27,36 Batas Cair (LL) % 57,93 Plastis Indeks (PI) % 30,58
Nilai CBR tanah asli yang di dapat dari pengujian
di laboratorium sebesar 1,79%. Nilai yang didapat tidak
memenuhi syarat spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (revisi 3) yaitu ≥ 6%. Kategori tanah asli yang didapat
memiliki nilai CBR yang rendah, maka perlu dilakukan
perbaikan tanah asli dengan stabilisasi variasi abu tandan
kelapa sawit dan semen agar melihat presentase nilai CBR.
Penentuan klasifikasi tanah di atas adalah menggunakan
grafik plastisitas sistem unified dan juga dengan melihat batas cair dari sampel tanah yang mempunyai nilai LL=
57,93, LL > 50 yang berarti tergolong tanah berplastis
tinggi. Sedangkan indeks plastisitas yang didapat 30,58%
bahwa tanah ini termasuk tanah yang mempunyai tingkat
pengembangan yang tinggi, yaitu IP > 22%.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 52
Analisis Pengujian Tanah Lempung + Variasi Abu
Tandan Kelapa Sawit 15% Dan Semen 10% Pengaruh penambahan tanah lempung
menggunakan abu tandan sawit dan semen berbagai vari-
asi 5%, 10%, 15% dan 10% dan semen 10 %. Setelah
melakukan pengujian maka hasil yang sangat terbesar
nilai CBR yang dilakukan pengujian laboratorium adalah
abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10%. dapat dilihat hasil pengujian pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengujian Tanah Lempung + Variasi Abu
Tandan Kelapa Sawit 15% dan Semen 10%
Sifaf Mekanis Tanah lempung ATKS 15%
CBR 95% 69,00 CBR 100% 70,05
Nilai Propertis Tanah Lempung ATKS 15%
Batas Plastis (PL) % 28,79
Batas Cair (LL) % 49,76 Plastis Indeks (PI) % 20,97
Abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10% terjadi penurunan pada batas plastis dan plasts indeks di kare-
nakan penambahan ion muatan positif dalam air pori pada
tanah, sehingga terjadi tarik menarik antara ion negatif
dari partikel tanah dengan ion positif dari Abu Tandan
Sawit dan semen. Terjadinya peristiwa ini akan mengaki-
batkan berkurangnya daya tarik antara partikel [13].
Analisa Data Sifat Fisis Pengujian Tanah Lempung +
Variasi Abu Tandan Kelapa Sawit dan Semen
Hasil gabungan pengujian sifat fisis Atterberg dapat di
lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Gabungan pengujian sifat fisis Atterberg dapat di
lihat pada tabel
Pa-rameter
ATKS 0%
ATKS 5%
ATKS 10%
ATKS 15%
ATKS 20%
Batas
cair (LL)
57,93 49.08 48,26 46,43 43,16
Batas Plastis
(PL)
27,36 31,35 30,2 28,79 29.94
Plastis indeks
(PI)
30,58 16,73 18,06 17,64 18,22
Pengaruh penambahan abu tandan sawit dan semen
terhadap berat jenis tanah lempung dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Grafik gabungan pengujian atterberg
Berdasarkan gambar di atas semakin tinggi variasi abu
tandan kelapa sawit dan semen pada tanah lempung maka
cenderung menurun nilai batas cair (PL) dan batas plastis
(PL), sehingga menyebabkan penurunan nilai indeks
plastis. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi persentase abu tandan kelapa sawit dan semen yang di
campur dengan tanah lempung, maka tanah campuran ter-
sebut semakin baik karena berkurangnya sifat plastisitas
pada tanah asli.
Pengujian Berat Jenis
Hasil pengujian berat jenis pada tanah lempung variasi
abu tandan kelapa sawit dan semen dapat lihat pada Tabel
4.
Tabel 4. Hasil Pengujian Tanah Lempung + Variasi Abu Tandan Kelapa Sawit 15% dan Semen 10%
Pa-rame-
ter
Tanah
Lempung
ATKS
5 %
ATKS
10 %
ATKS
15%
ATKS
20%
GS 2,722 2,960 2,673 2,225 2,271
Pengaruh penambahan abu tandan sawit dan semen
terhadap berat jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik penambahan Tanah Lempung + Variasi ATKS dan Semen
0
10
20
30
40
50
60
70
ATKS
0%
ATKS 5
%
ATKS 10
%
ATKS
15%
ATKS
20%
Nil
ai
Bera
t J
en
is (
%)
kadar abu tandan kelapa sawit
Plastis indeks (PI)Batas Plastis (PL)Batas Cair (LL)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
ATKS
0%
ATKS
5%
ATKS
10%
ATKS
15%
ATKS
20%
Be
ra
t J
en
is (
%)
Kadar Abu Tandan Kelapa Sawit (%)
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 53
Pada gambar di atas nilai berat jenis akan terus
mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya persentase abu tandan kelapa sawit dan semen yang
digunakan.
Pengujian Pemadatan
Hasil pengujian pemadatan (compaction) dengan
metode standart proctor dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Semakin meningkatnya persentase
kadar abu tandan kelapa sawit dan semen nilai berat
isi kering yang semkin turun dari tanah lempung asli
dan kadar air optimum yang semakin meningkat.
Gambar 3. Grafik Gabungan Kadar Air pada
Kondisi Optimum
Gambar 4. Grafik Gabungan Berat Isi Kering
Maksimum pada Kondisi Optimum
Pengujian California Bearing Ratio (CBR)
Dari hasil pengujian CBR pada campuran abu
tandan kelapa sawit dan semen, hampir pada semua pa-rameter terjadi perubahan yang semakin meningkat
sebanding dengan kenaikan prosentase jumlah ATKS 5%,
10%, 15%, 20% dan semen 10%. Hal ini terjadi subtitusi
ismorf silica dan hara pada abu tandan kelapa sawit dan
semen. sehingga lempung terflokulasi dan akibat dil-akukannya proses pemadatan maka kepadatan lempung
bertambah karena rongga antar butiran semakin kecil dan
pada akhirnya meningkatkan nilai CBR dari lempung ter-
sebut. Kenaikan nilai CBR tanah setelah distabilisasi
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Hasil Pengujian CBR tanah lempung variasi
abu tandan kelapa sawit dan semen
Dari pengujian hubungan antara nilai CBR dan ka-
dar air didapat diperoleh nilai CBR tanah asli nilai CBR hanya 1,79 % menunjukan bahwa nilai tersebut tidak me-
menuhi spesifikasi Umum Bina Marga 2018 dimana per-
syaratan nilai CBR ≥ 6%. Dengan adanya penambahan
abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10% dengan
nilai CBR maksimum adalah 70,5% maka sudah sesuai spesifikasi.
Penambahan Abu Tandan Kelapa Sawit dan se-
men pada tanah lempung dapat meningkatkan nilai CBR
tanah. Penelitian sebelumnya [13] juga memperlihatkan
peningkatan nilai CBR tanah lempung dengan penamba-
han 7,5 % Abu Tandan Kelapa Sawit dan 10% semen. Penambahan Abu Tandan Kelapa Sawit dan semen dapat
meningkatkan nilai CBR pada tanah lempung. Semakin
banyak persentase Abu Tandan Kelapa Sawit dan semen
maka nilai CBR tanah akan semakin meningkat, nilai be-
rat isi kering tanah semakin menurun, dan nilai plastisitas tanah akan menurun.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah variasi Abu
Tandan Kelapa Sawit 15% dan semen 10% menghasilkan nilai CBR sebesar 70,5% sedangkan nilai CBR tanah asli
sebesar 1,79%. Nilai CBR yang didapat memenuhi
Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 dimana persyaratan
nilai CBR ≥ 6%. Penambahan Abu Tandan Kelapa Sawit
dan semen dapat meningkatkan nilai CBR pada tanah
lempung. Semakin banyak persentase Abu Tandan Ke-lapa Sawit dan semen maka nilai CBR tanah akan se-
makin meningkat, nilai berat isi kering tanah semakin
menurun, dan nilai plastisitas tanah akan menurun.
Saran Adapun saran dari hasil penelitian stabilisasi tanah
lempung menggunakan abu tandan sawit dan semen
0
5
10
15
20
25
ATKS
0%
ATKS
5%
ATKS
10%
ATKS
15%
ATKS
20%
Ka
da
r A
ir O
pti
mu
m (
%)
Kadar Abu Tandan kelapa Sawit (%)
1.2
1.25
1.3
1.35
1.4
1.45
1.5
1.55
1.6
ATKS 0% ATKS 5% ATKS
10%
ATKS
15%
ATKS
20%
Be
ra
t Is
i K
erin
g (
%)
Kadar Abu Tandan Kelapa Sawit (%)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
ATKS 0% ATKS 5% ATKS
10%
ATKS15%ATKS20%
CB
R (
%)
Kadar Abu Tandan Kelapa Sawit
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 54
terhadap nilai CBR adalah perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut dengan penambahan abu tandan sawit dan gipsum dengan menggunakan tanah lempung, gipsum
yang dicampur tanah lempung dapat mengurangi retak
karena sodium pada tanah tergantikan oleh kalsium. Abu
tandan kelapa sawit mengandung senyawa silika dan
gipsum mengandung senyawa kalsium yang dapat
mengikat tanah lempung organik..
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] A. W. Otunyo dan C. C. Chukuigwe,
“Investigation Of The Impact Of Palm Bunch
Ash On The Stabilization Of Poor Lateritic Soil,” Niger. J. Technol., vol. 37, no. 3, p. 600,
2018, doi: 10.4314/njt.v37i3.6.
[2] C. M. Nwakaire, U. C. Evaristus, dan O. C.
Elijah, “Effect of Untreated Oil Palm Fruit
Fibre on the Engineering Properties of Road Construction Earth Materials,” Res. Sq., pp.
1–26, 2020, doi: 10.21203/rs.3.rs-38664/v1.
[3] S. Striprabu, S. N. L. Taib, N. M. Sa’don, dan
A. Fauziah, “Chemical stabilization of
Sarawak clay soil with class F fly ash,” J. Eng.
Sci. Technol., vol. 13, no. 10, pp. 3029–3042, 2018.
[4] A. Ridwan, A. I. Candra, E. Gardjito, dan
Suwarno, “Experimental Study Additional
Brantas Sands of Clay Density,” in
International Conference On Science and Technology, 2020, vol. 1569, no. 4, doi:
10.1088/1742-6596/1569/4/042030.
[5] H. Solihu, “Cement Soil Stabilization as an
Improvement Technique for Rail Track
Subgrade, and Highway Subbase and Base Courses: A Review,” J. Civ. Environ. Eng.,
vol. 10, no. 3, 2020, doi:
10.37421/jcde.2020.10.344.
[6] I. Indrayani, A. Herius, D. Saputra, dan A. M.
Fadi, “Analysis of The Effect Of The
Addition of Fly Ash and Petrsoil on The Soil Shear Strength of The Swamp Area,” Indones.
J. Environ. Manag. Sustain., vol. 4, no. 1, pp.
10–13, 2020, doi:
10.26554/ijems.2020.4.1.10-13.
[7] N. Mohd Zambri dan Z. Md Ghazaly, “Peat Soil Stabilization using Lime and Cement,”
E3S Web Conf., vol. 34, pp. 1–7, 2018, doi:
10.1051/e3sconf/20183401034.
[8] N. Panjaitan, “Pengaruh Kapur Terhadap
Kuat Geser Tanah Lempung,” J. Educ. Build., vol. 3, pp. 1–7, 2017.
[9] H. Imam, Muhardi, dan F. Fatnanta,
“Perbaikan tanah gambut dengan Metoda
Kolom Konfigurasi Segitiga dari Campuran
Fly Ash dan Bottom Ash,” Jom FTEKNIK, vol. 4, no. 1, pp. 1–12, 2017.
[10] G. Wibisono, S. A. Nugroho, dan K. Umam,
“The Influence Sands Gradation And Clay
Content Of Direct Sheart Test On Clayey
Sand,” IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol.
316, no. 1, 2018, doi: 10.1088/1757-899X/316/1/012038.
[11] P. Rai, H. Pei, F. Meng, dan M. Ahmad,
“Utilization of Marble Powder and
Magnesium Phosphate Cement for
Improving the Engineering Characteristics of Soil,” Int. J. Geosynth. Gr. Eng., vol. 6, no. 2,
pp. 1–13, 2020, doi: 10.1007/s40891-020-
00212-3.
[12] H. E. Ali, N. K. Asmel, A. A. Ganiyu, dan H.
Tijani, “Effect of sodium compounds additives on the strength of cement-stabilized
soils,” Eng. Appl. Sci. Res., vol. 47, no. 3, pp.
287–296, 2020, doi: 10.14456/easr.2020.31.
[13] M. Anggraini dan A. Saleh, “Penambahan
Abu Tandan Kelapa Sawit dan Semen
Terhadap Nilai CBR (California Bearing Ratio) Pada Tanah Lempung,” Siklus, vol. 6,
no. 1, pp. 49–55, 2020.
[14] M. Miswar, S. Syaifuddin, dan N. Amani,
“Stabilisasi Tanah Lempung Menggunakan
Semen Dan Kapur Untuk Meningkatkan Daya Dukung Cbr Tanah,” Portal J. Tek. Sipil,
vol. 9, no. 2, pp. 1–13, 2018, doi:
10.30811/portal.v9i2.615.
[15] G. R. Otoko, I. Fubara -Manuel, I. S.
Chinweike, dan O. J. Oyebode, “Soft Soil Stabilization Using Palm Oil Fibre Ash,” J.
Multidiscip. Eng. Sci. Technol., vol. 3, no. 5,
pp. 1–5, 2016.
[16] A. Muthia dan S. Alfian, “Compressive
Strength Value Of Clay Soil Stabilization
With Palm Oil Fuel and Cement,” in IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 2021, vol. 737, no. 1, pp. 1–6, doi:
10.1088/1755-1315/737/1/012038.
Jurnal Teknik Sipil p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295
Volume 10 No. 1, Mei 2021
- 55
TINGKAT KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KINERJA
PELAYANAN BANDARA SULTAN ISKANDAR MUDA BANDA
ACEH MENGGUNAKAN METODE CUSTOMER
SATISFACTION INDEX (CSI)
Cut Mutiawait1*, Lulusi1, Suci Lestari 2 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111,
email: cutmutiawati@unsyiah.ac.id*
Abstract: Sultan Iskandar Muda Airport (SIM) is located in Aceh Besar District, Aceh Province. It is crucial to ana-lyze Airport service quality analyzed to evaluate the level of passenger satisfaction. This study aimed to evaluate the level of passenger satisfaction using the Customer Satisfaction Index (CSI) and gap analysis. Data collection was conducted by administering online questionnaires to respondents who have used airport facilities. The measurement employed the Likert scale. The results showed that the most dominant characteristics of respondents were 18-27 years old (64%), male (52%), and the latest educational level of senior high school or equivalent (46.5%) and students (60.6%). The results showed that The CSI scores was less than 100% and the gap value was negative based on the 23 indicators of service performance. This finding indicates that Sultan Iskandar Muda Airport has not provided satisfactory service to passengers. The lowest assessment were on the indicator of information and availability of health service facilities (I2), information of flight disruption and compensation (I14), facilities for disabilities (I22) and nursery rooms (I23). Thus, the capacity and quality of all indicators, especially the lowest 4 indicators, need to be improved.
Keywords: Customer Satisfaction Index; Gap Analysis; Service Performance.
Abstrak: Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) adalah sebuah bandara yang terletak di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Kualitas pelayanan bandara sangat penting untuk dianalisis sehingga dapat dievaluasi dalam rangka meningkatkan tingkat kepuasan penumpang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevalusi tingkat kepuasan
penumpang menggunakan metode Customer Satisfaction Index (CSI) dan nilai gap. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner online kepada responden yang pernah menggunakan fasilitas bandara. Pengukuran menggunakan skala likert. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterstik responden berdasarkan umur paling dominan adalah
18-27 tahun sebesar 64%, berjenis kelamin perempuan 52%, dan pendidikan terakhir SLTA / sederajat sebesar 46,5% dan didominasi oleh mahasiswa sebesar 60,6%. Berdasarkan dari 23 indikator penilaian diperoleh hasil bahwa nilai
CSI < 100% dan nilai gap negatif (nilai kinerja pelayanan lebih rendah dari harapan penumpang). Hal ini menunjukkan bahwa Bandara SIM belum memberikan pelayanan yang memuaskan kepada penumpang. Penilaian terendah terdapat pada indikator informasi dan ketersediaan area dan fasilitas pelayanan kesehatan (I2), informasi
gangguan dan kompensasi penerbangan (I14), fasilitas dan pelayanan bagi penumpang yang berkebutuhan khusus (I22) dan fasilitas nursery room (ruang menyusui dan berganti pakaian) (I23). Dengan demikian semua indikator terutama 4 indikator tersebut perlu ditingkatkan kapasitas maupun kualitasnya.
Kata kunci : Customer Satisfaction Index; Analisis Gap; Kinerja Pelayanan.
Diterima : 18 Mei 2021
Direvisi : 24 Mei 2021 Disetujui : 25 Mei 2021 Diterbitkan : 31 Mei 2021
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 56
1. PENDAHULUAN
Bandar udara (bandara) adalah salah satu simpul transportasi dalam menunjang pergerakan orang
dan barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan.
Komponen bandara seperti terminal berserta
fasilitasnya menentukan tingkat kepuasan
penumpang terhadap layanan yang diberikan.
Kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak ban-dara sangatlah penting bagi penumpang.
Penumpang harus merasa nyaman dengan layanan
yang diberikan sehingga citra pengelola bandara
(PT. Angkasa Pura) akan terlihat baik dan juga kon-
sumen/penumpang tidak merasa dirugikan. Tingkat kualitas pelayanan ini dapat ditentukan berdasarkan
penilaian dari berbagai pihak di bandara seperti
pengelola bandara, karyawan dan penumpang.
Kualitas pelayanan bandara ditentukan oleh ban-
yak faktor antara lain keamanan, kondisi ling-kungan, aksesibilitas, layanan kedatangan dan
keberangkatan [1]. Aspek proses check-in dan
pemeriksaan keamanan, aspek-aspek yang terkait
dengan interaksi penumpang-bandara di terminal,
alternatif waktu luang/kenyamanan, dan
pemandangan layanan bandara juga merupakan variabel penting [2]. Pendapat lain menyatakan
bahwa kualitas layanan ditentukan oleh tata letak
dan fungsi spasial, tanda dan simbol, interaksi
dengan penyedia layanan, sikap pelayanan, perilaku
karyawan, keahlian karyawan dan cara layanan bandara dalam memfasilitasi aktivitas penumpang
yang ada dibandara [3]. Selanjutnya tingkat pela-
yanan ini akan mempengaruhi tingkat kepuasan dan
loyalitas pengguna [4] dan [5].
Sedangkan kepuasan pengguna dominan di-pengaruhi oleh daya tanggap. Peningkatan daya
tanggap sebesar 10% berdampak besar pada pen-
ingkatan kepuasan sebesar 8,95%. Hal ini menun-
jukkan bahwa pengguna menganggap bahwa re-
sponsivitas/daya tanggap adalah hal yang terpenting
karena memberikan rasa nyaman dalam hal bandara melayani kebutuhan dan keinginan konsumen
secara cepat dan tepat serta proporsional [6].
Penelitian tentang kualitas pelayanan, tingkat
kepuasan dan harapan pengguna jasa sudah banyak
digunakan. Hasilnya dapat dijadikan kontrol ter-hadap kualitas dan kuantitas jasa yang diberikan.
[7]. Penilaian tingkat kepuasan pengguna ini dapat
dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya
metode CSI. Metode CSI yang umum digunakan
yaitu metode CSI tradisional. Selain itu juga ter-dapat metode CSI Mod (Customer Satifaction Index
Modified). Metode CSI Mod lebih mementingkan
pengguna yang paling tidak puas sehingga
memungkinkan untuk memahami mengapa mereka
tidak puas. Dengan demikian, dimungkinkan untuk
melakukan intervensi dengan tujuan meningkatkan bidang-bidang layanan yang dianggap tidak baik
[8].
Kriteria penilaian pada metode CSI bermacam-
macam. Penilaian dengan 7 kriteria terdiri dari very
poor, poor, cause for concern, borderline, good,
very good dan excelent [9]. Selain itu juga terdapat 5 kriteria penilaian lain yaitu sangat puas, puas,
netral, tidak puas dan sangat tidak puas. Kedua
jenis kriteria penilaian tingkat kepuasan terhadap
layanan ini tanpa mempertimbangkan gap yang
terjadi antara kinerja pelayanan dan harapan pengguna jasa. Gap adalah kesenjangan ekspektasi
yang merupakan perbedaan antara yang diharapkan
dan nilai yang dihasilkan [10] [11]. Bila kinerja
pelayanan/hasil kerja lebih besar dari harapan
pengguna jasa maka kualitas pelayanan positif /baik/memuaskan dan sebaliknya [12].
Penilaian berdasarkan nilai CSI dengan hasil
memuaskan bukan bearti kinerja pelayanan sudah
sesuai harapan pengguna. Misalnya bila kinerja
layanan pada kategori “baik” sedangkan kinerja
layanan yang diharapkan pengguna adalah “sangat baik” atau pengguna menganggap variabel layanan
tersebut “sangat penting”, maka akan menghasilkan
nilai CSI dengan kategori “memuaskan” [13] dan
[14]. Pada kenyataannya kondisi ini menunjukkan
bahwa pengguna masih menganggap kinerja pelayanan perlu ditingkatkan karena nilainya lebih
rendah dari harapan yang mereka inginkan.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
mengevaluasi tingkat kepuasan penumpang pesawat
terbang terhadap kinerja pelayanan bandara menggunakan metode Customer Satisfaction Index
(CSI) dengan mempertimbangkan nilai gap antara
kinerja pelayanan dengan harapan pengguna jasa.
Penilaian yang dilakukan dengan 3 tingkatan
kriteria yaitu “tidak puas”, puas dan sangat puas.
Lokasi penelitian yaitu pada Bandara Sultan Iskan-dar Muda (SIM) Banda Aceh.
2. METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah penumpang pesawat terbang yang pernah menggunakan fasilitas
Bandara SIM dalam berpergian. Jumlah sampel (n)
minimum dihitung menggunakan persamaan 1 [15].
Jumlah sampel diperoleh sebesar 100 sampel dan
ini sudah menwakili populasi dengan persentase kesalahan yang ditolerir (e) sebesar 10%. Populasi
(N) diambil dari data jumlah penumpang yang da-
tang dan berangkat di bandara SIM tahun 2019 yai-
tu 1.024.228 penumpang.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 57
n = N
1+Ne2 (1)
Pengumpulan data dilakukan pada masa
pandemi Covid-19 yaitu bulan Juli 2020. Oleh karena bandara adalah salah satu tempat yang
rawan penyebaran covid-19, maka pengumpulan
data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
secara online melalui google form. Selain itu
pengumpulan data secara online dapat membuat responden lebih nyaman dalam menjawab
pertanyaan tanpa ada merasa tertekan karena
adanya petugas survei.
Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi 5 variabel dan 23
indikator. Variabel-variabel tersebut sesuai dengan
Peraturan Menteri Nomor 38 Tahun 2015 Tentang
Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Udara
Dalam Negeri [16] yaitu sebagai berikut: 1. Keamanan dan keselamatan
Variabel ini terdiri dari 4 indikator yaitu informa-
si dan ketersediaan alat penyelamatan darurat (I1),
informasi dan ketersediaan area dan fasilitas pela-
yanan kesehatan (I2), fasilitas dan petugas kea-manan di terminal (I3) dan fasilitas pengaduan (I4)
2. Kehandalan
Variabel kehandalan terdiri dari 3 indikator yaitu
pelayanan pemeriksaan penumpang dan bagasi (I5),
pelayanan check in (I6) dan pelayanan boarding (I7).
3. Kenyamanan
Variabel kenyamanan terdiri dari 5 indikator
yaitu toilet (I8), musholla (I9), lampu penerangan
(I10), suhu dan sirkulasi udara (I11), kebersihan
bandara (I12). 4. Kemudahan
Variabel kemudahan terdiri dari 9 indikator yaitu
informasi pelayanan penerbangan (I13), informasi
gangguan dan kompensasi penerbangan (I14), fasil-
itas naik dan turun pesawat (I15), fasilitas terminal information center (I16), signage/rambu petunjuk
arah tempat/lokasi dan larangan di bandara (I17),
fasilitas trolley (I18), informasi angkutan lanjutan
(I19), fasilitas ruang tunggu keberangkatan (I20)
dan tempat parkir (I21). 5. Kesetaraan
Variabel kesetaraan terdiri dari 2 indikator yaitu
fasilitas dan pelayanan bagi penumpang berkebu-
tuhan khusus (I22) dan nursery rooms (I23)
Skala Pengukuran
Dalam kuesioner penelitian ini, skala
pengukuran menggunakan skala likert. Skala
pengukuran dimulai dari angka satu sampai lima dimana angka satu berarti nilai pelayanan sangat
buruk/sangat tidak baik dan nilai kepentingan
sangat tidak penting, sampai dengan angka lima
yang berarti nilai pelayanan sangat baik dan nilai
kepentingan sangat penting. Rincian skala penguku-
ran dapat dilihat pada Tabel 1 [17].
Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan realibilitas perlu dilakukan agar
mendapatkan data yang valid dan reliabel. Uji
validitas dan reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data dengan penyebaran kuisioner.
Data untuk pengujian sebanyak 30 sampel. Hasil uji
menunjukkan hasil valid dan reliabel yang disajikan
pada Tabel 1, 2, dan 3. Selanjutnya 30 data tersebut
juga digunakan dalam pengolahan data. Pengujian dilakukan dengan menggunakan aplikasi Statistical
Product and Service Solution (SPSS). Variabel yang
diuji dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih be-
sar dari pada r tabel. Sedangkan pengujian reliabili-
tas pada masing-masing instrumen dihitung juga
menggunakan SPSS. Instrumen dikatakan reliabel bila nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6
(>0,6), sementara jika nilai Cronbach’s Alpha <0,6
maka kuesioner dinyatakan tidak reliabel atau tidak
konsisten [18][19].
Tabel 1. Skala Pengukuran
Kualifikasi
Tingkat Pelayanan
Nilai Kualifikasi
Tingkat Kepentingan/harapan
Sangat Tidak Baik
1 Sangat Tidak Penting
Tidak Baik 2 Tidak Penting
Cukup Baik 3 Cukup Penting
Baik 4 Penting
Sangat Baik 5 Sangat Penting
Sumber : Widodo dan Sutopo
Pengolahan Data Pengolahan data [20] dimulai dengan
menentukan Mean Importance Score (MIS) setiap
indikator. Nilai ini berasal dari rata-rata
kepentingan/harapan tiap penumpang dengan per-
samaan 2:
𝑀𝐼𝑆 = ∑ 𝑌𝑖𝑛
𝑖=1
𝑛 (2)
Nilai kepentingan/harapan penumpang terhadap
indikator Y ke-i dengan simbol Yi dan n
adalah jumlah indikator.
Setelah nilai MIS diperoleh maka dihitung
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 58
Weighting Factors menggunakan persamaan 3:
𝑊𝐹 = 𝑀𝐼𝑆𝑖
∑ 𝑀𝐼𝑆𝑖𝑝𝑖=1
𝑥 100% (3)
Selanjutnya ditentukan Mean Satisfaction Score
(MSS) tiap indikator kinerja (Xi) menggunakan
persamaan 4.
𝑀𝑆𝑆 = ∑ 𝑋𝑖
𝑛𝑖 =1
𝑛 (4)
Berdasarkan nilai Weighting Factors (WF) dan
Mean Satisfaction Score (MSS, kemudian dihitung nilai Weighted Score (WS) dengan persamaan 5.
𝑊𝑆𝑖 = 𝑊𝐹𝑖 𝑥 𝑀𝑆𝑆 (5)
Selanjutnya ditentukan Weighted Total/ total nilai
pembobotan rata-rata kinerja (Mean Perfomance
Score) (WT) menggunakan persamaan 6:
WT = ∑WS (6)
Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya maka
dapat dihitung nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dengan membagi jumlah nilai WS dengan HS
(nilai maksimum skala pengukuran indikator). Pada
penelitian ini menggunakan skala likert dengan 5
kriteria (Tabel 1).
𝐶𝑆𝐼 = ∑ 𝑊𝑆𝑖
𝑝𝑖=1
𝐻𝑆 𝑥 100% (7)
Selanjutnya dapat dibuat diagram radar/spider
chart untuk menganalisis kepuasan penumpang
terhadap masing-masing variabel dan indikator. Berdasarkan diagram radar ini dapat dilihat ada
tidaknya gap antara kineja pelayanan dengan
harapan pengguna jasa/penumpang.
Nilai Customer Satisfaction Index (CSI),
selanjutnya diintepretasikan menggunakan 3
tingkatan kriteria yaitu tidak puas, puas dan sangat puas. Kriteria penilaian ini dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kriteria Penilaian
CSI Gap (Kinerja-
Harapan) Kriteria
CSI < 100% Negatif Tidak Puas
CSI = 100% Nol=tidak ada gap Puas CSI = 100% Positif Sangat Puas
3. HASIL PEMBAHASAN
Uji Validitas dan Reliabilitas
Sampel yang diuji berjumlah 30 sampel maka r
tabel yang digunakan adalah 0,33. Hasil dari pen-
gujian validitas diperoleh hasil bahwa semua indi-
kator dinyatakan valid karena nilai r hitung > r tabel. Nilai r minimum indikator kinerja sebesar
0,591 dan indikator kepentingan/harapan sebesar
0,593. Sedangkan nilai maksimum indikator kinerja
sebesar 0,891 dan indikator kepentingan/harapan
sebesar 0,878. Jumlah indikator penilaian sebanyak
23 indikator terbagi pada 5 variabel dengan hasil rata-rata pengujian validitas dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Tingkat Kinerja dan
Harapan
Variabel Nila rata-rata
Ket-erangan r hitung
r tabel
Kinerja Pelayanan
1. Keselamatan dan Keamanan
0,672 0,33 Valid
2. Kehandalan 0,747 0,33 Valid 3. Kenyamanan 0,698 0,33 Valid 4. Kemudahan 0,743 0,33 Valid
5. Kesetaraan 0,705 0,33 Valid
Kepentingan/harapan
1. Keselamatan dan Keamanan
0,719 0,33 Valid
2. Kehandalan 0,709 0,33 valid 3. Kenyamanan 0,656 0,33 valid 4. Kemudahan 0,787 0,33 valid
5. Kesetaraan 0,818 0,33 valid
Sedangkan pengujian reliabilitas diperoleh hasil
reliabel karena nilai cronbach’s alpha lebih besar
dari 0,6 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Tingkat Kinerja
Pengujian indikator
Cronbach's alpha
N of items
Kinerja 0,957 23
Kepentingan 0,963 23
Karakteristik Responden Karakteristik responden yang dibahas pada
penelitian ini adalah umur, jenis kelamin,
pendidikan dan pekerjaan. Hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 5.
Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa karakteristik responden yang lebih dominan
berumur 18-27 tahun yaitu sebesar 64%. Hal ini
dapat disebabkan karena kebanyakan responden
berpendidikan terakhir SMA/sederajat dan
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 59
didominasi oleh pelajar/mahasiswa yaitu sebesar
60,6%. Responden berjenis kelamin perempuan lebih dominan yaitu sebesar 52%.
Tabel 5. Karakteristik Responden
Uraian %
Umur
- 18-27 64
- 28-37 25 - 38-47 11
Jenis Kelamin
- Laki-laki 52
- Perempuan 48
Pendidikan Terakhir
- SMA sederajat 47 - D-I/III 5 - S1/D-IV 42
- S2/spesialis 6
Pekerjaan
- Pelajar/Mahasiswa 67 - Karyawan swasta 11 - PNS 11
- Wiraswasta 10 - Lain-lain 1
Karakteristik Pergerakan Adapun karakterisitik pergerakan terdiri dari dua
variabel yaitu maksud perjalanan dan jumlah per-
jalanan. Maksud perjalanan penumpang dominan
adalah untuk rekreasi/liburan yaitu sebesar 41,8%.
Mahasiswa dan pelajar sering menggunakan
transportasi udara untuk kegiatan liburan. Respond-en dominan yaitu yang sudah melakukan perjalanan
menggunakan pesawat >5 kali berjumlah 62%.
Jumlah perjalanan responden tidak dibatasi waktu
sehingga semua orang yang pernah melakukan
perjalanan menggunakan pesawat dapat menjadi responden. Rincian karakteristik pergerakan
penumpang ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. karakteristik pergerakan penumpang
Uraian %
Jumlah perjalanan
- 1-2 kali 14 - 3-4 kali 24
- > 5 kali 62
Maksud perjalanan
- Sekolah/kuliah 25 - Bekerja 23
- Rekreasi/liburan 50 - Lain-lain 2
Penilaian Kinerja Pelayanan Bandara
Tingkat kinerja pelayanan di bandara dapat
dilihat berdasarkan jawaban responden terhadap
masing-masing indikator yang kemudian dirata-
ratakan. Rekapitulasi penilaian tingkat kinerja dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kinerja Pelayanan Bandara SIM
Variabel Nilai Rata-
Rata
Kinerja
Pealyanan
Keamanan & Keselamatan
3,72 Baik
Kehandalan 3,81 Baik Kenyamanan 3,89 Baik Kemudahan 3,69 Baik
Kesetaraan 3,52 Baik
Kinerja pelayanan bandara SIM menurut
penumpang sudah baik pada semua variabel dengan
nilai yang tidak terlalu jauh berbeda. Kinerja
terendah terdapat pada variabel kesetaraan. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel kesetaraan yang terdiri dari 2 indikator penilaian yaitu fasilitas untuk
disabilitas dan nursery room perlu ditingkatkan
untuk masa yang akan datang.
Penilaian Tingkat Kepentingan Variabel Tingkat kepentingan artinya penting atau
tidaknya variabel/indikator tersebut dalam
menentukan kualitas pelayanan di bandara. Hasil
pengolahan data dapat dilihat berdasarkan jawaban
responden/penumpang terhadap masing-masing
indikator yang kemudian dirata-ratakan. Rekapitu-lasi penilaian tingkat kepentingan dapat dilihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat kepentingan/harapan penumpang
Uraian Tingkat Kinerja
Pelayanan Kinerja
Pealyanan
Keamanan
& Keselamatan
4,60 Sangat Penting
Kehandalan 4,52 Sangat Penting
Kenyamanan 4,65 Sangat Penting Kemudahan 4,47 Sangat Penting
Kesetaraan 4,59 Sangat Penting
Berdasarkan informasi dari Tabel 8 diperoleh in-
formasi bahwa semua variabel dan indikator yang
digunakan pada penelitian ini sangat penting dit-
erapkan pada bandara SIM. Bila variabel tersebut tidak ada atau kurang baik maka akan menyebabkan
penumpang tidak puas dengan pelayanan yang
diberikan oleh pihak bandara.
Nilai gap antara kinerja pelayanan dan tingkat
kepentingan/harapan per variabel dapat dilihat pada gambar spider chart pada Gambar 1. Berdasarkan
gambar spider chart tersebut diperoleh informasi
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 60
bahwa semua nilai indikator memiliki Nilai gap
negatif karena nilai kinerja pelayanan lebih rendah daripada nilai harapan penumpang. Hal ini
menunjukkan bahwa penumpang tidak puas
terhadap pelayanan yang diberikan dan perlu
ditingkatkan sehingga nilai kinerja pelayanan
menjadi sama atau lebih besar dari nilai tingkat
kepentingan/harapan. Gambar spider chart dapat dilihat pada Gambar 1.
Nilai gap tertinggi (dengan nilai minus terbesar)
dan terendah terdapat pada variabel “kemudahan”.
Nilai gap tertinggi ini terdapat pada indikator
“informasi gangguan dan kompensasi penerbangan (I14)” dan terendah pada indikator fasiltas trolley
(I18)”. Nilai gap yang tinggi ini menandakan
kinerja pelayanan jauh dari harapan penumpang
sehingga perlu perhatian lebih agar kinerja dapat
ditingkatkan. Indikator yang termasuk kategori dengan nilai gap tertinggi (nilai gap >1) terdapat 1
indikator pada variabel keselamatan dan keamanan,
1 indikator pada variabel kemudahan dan 2
indikator pada variabel kesetaraan. Rincian
indikator tertinggi gapnya adalah informasi dan
ketersediaan area dan fasilitas pelayanan kesehatan (I2), informasi gangguan dan kompensasi
penerbangan (I14), fasilitas dan pelayanan bagi
penumpang yang berkebutuhan khusus (I22) dan
fasilitas nursery room dan ruang menyusui dan
berganti pakaian (I23). Rincian nilai gap dapat dilihat pada Gambar 2.
Indeks Kepuasan Penumpang Bandara SIM
Nilai CSI pada 5 variabel yaitu keselamatan dan
keamanan, kehandalan, kenyamanan, kemudahan
dan kesetaraan dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9, Tabel 10, Tabel 11, Tabel 12 dan
Tabel 13.
Variabel keselamatan dan keamanan yang
dijabarkan dalam 4 indikator yaitu informasi dan
ketersediaan alat penyelamatan darurat (I1), infor-
masi dan ketersediaan area dan fasilitas pelayanan kesehatan (I2), fasilitas dan petugas keamanan di
terminal (I3) serta fasilitas pengaduan (I4), nilai
CSI yang didapat sebesar 74% termasuk kategori
tidak puas. Nilai kinerja pada keempat indikator
tersebut tidak jauh berbeda. Tidak puasnya penumpang terhadap pelayanan bandara akibat
perbedaan nilai harapan dan kinerja (gap) yang
masih negatif, dimana kinerja “baik” dan harapan
penumpang menginginkan agar kinerja pada
variabel keamanan dan keselamatan tersebut menjadi sangat baik. Hal ini disebabkan penumpang
menganggap variabel ini sangat penting.
Gambar 1. Kinerja Pelayanan dan Tingkat
Kepentingan
Gambar 2. Nilai Gap
Tabel 9. Perhitungan CSI Variabel Keselamatan dan Keamanan
Kode ∑ X MSS ∑
Y MIS
WF
(%) WS CSI
I1 381 3,81 461 4,61 25,07 0,96
74% I2 349 3,49 457 4,57 24,85 0,87
I3 393 3,93 464 4,64 25,23 0,99
I4 363 3,63 457 4,57 24,85 0,90
Jumlah 18,39 100,00 3,72
Pada standar pelayanan bandara SIM tahun 2018
mengenai variabel ini dapat diketahui bahwa ter-
dapat 131 buah fasilitas kamera CCTV, 10 HHMD
(Hand Held Metal Detector), dan cukupnya per-
sonil Avsec (Aviation Security) di bandara. Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa
fasilitas keamanan dan keselamatan sudah ada,
namun penumpang belum merasakan kinerja
pelayanan sangat baik. Untuk masa yang akan
datang fasilitas-fasilitas tersebut perlu ditingkatkan dan harus mudah dijangkau dan diakses oleh
penumpang agar kinerja layanan sesuai dengan
harapan penumpang.
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 61
Tabel 10. Perhitungan CSI Variabel Kehandalan
Kode ∑ X MSS ∑ Y
MIS WF (%)
WS CSI
I5 384 3,84 459 4,59 33,87 1,30
76% I6 383 3,83 454 4,54 33,51 1,28
I7 377 3,77 442 4,42 33,62 1,23
Jumlah 13,55 100,00 3,81
Pada variabel kehandalan yang terdiri dari 3
indikator yaitu pelayanan pemeriksaan penumpang
dan bagasi (I5), pelayanan check in (I6) dan pela-yanan boarding (I7), diperoleh nilai CSI sebesar
76% masih termasuk kategori tidak puas. Saat ini
masih terdapat gap (negatif) penilaian antara
kinerja dengan harapan penumpang. Penumpang
menilai kinerja pelayanan sudah baik, namum
belum sangat baik, sedangkan penumpang menganggap variabel ini sangat penting sehingga
kinerja harus sangat baik sehingga dapat
meningkatkan tingkat kepuasan penumpang
terhadap pelayanan di bandara.
Saat ini di bandara SIM terdapat 7 unit walk through metal detector dan 6 unit x-ray metal detec-
tor untuk memeriksa penumpang dan barang
bawaannya dan terdapat 13 fasilitas check in coun-
ter. Fasilitas yang sudah tersedia tersebut,
penumpang berharap ditingkatkan agar pada saat-saat jam puncak tidak terjadi antrian dan proses
pelayanan dapat berjalan lancar.
Tabel 11. Perhitungan CSI Variabel Kenyamanan
Kode ∑ X MSS ∑ Y
MIS WF (%)
WS CSI
I8 384 3,84 474 4,74 20,40 0,78
78%
I9 395 3,95 472 4,72 20,32 0,80
I10 388 3,88 456 4,56 19,63 0.76
I11 386 3,86 450 4,50 19,37 0,75
I12 389 3,89 471 4,71 20,28 0,79
Jumlah 18,39 100,00 3,88
Variabel kenyamanan yang terdiri dari 5
indikator penilaian yaitu toilet (I8), musholla (I9),
lampu penerangan (I10), suhu dan sirkulasi udara
(I11) serta kebersihan bandara (I12), diperoleh nilai CSI sebesar 78% termasuk ke dalam kategori tidak
puas (CSI <100%) dan nilai gap antara kinerja
pelayanan dengan harapan penumpang
negatif/minus. Sama halnya dengan variabel
sebelumnya, walaupun kinerja sudah baik namun karena harapan penumpang terhadap pelayanan
sangat tinggi menyebabkan tingkat kepuasan belum
sesuai dengan harapan penumpang sehingga perlu
ditingkatkan juga dimasa yang akan datang.
Tabel 12. Perhitungan CSI Variabel Kemudahan
Kode ∑ X MSS ∑ Y
MIS WF (%)
WS CSI
I13 392 3,92 464 4,64 11,37 0,45
74%
I14 349 3,49 461 4,61 11,30 0,39
I15 376 3,76 448 4,57 11,20 0,42
I16 368 3,68 445 4,64 11,37 0,42
I17 379 3,79 458 4,57 11,20 0,42
I18 373 3,73 436 4,36 10,69 0,4
I19 3,45 3,45 441 4,41 10,81 0,37
I20 3,68 3,68 457 4,57 11,20 0,41
I21 3,78 3,78 443 4,43 10,86 0,41
Jumlah 18,39 100,00 3,70
Pada variabel kemudahan nilai CSI yang didapat
adalah sebesar 74% dan nilai gap negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel tersebut juga terma-suk ke dalam kategori tidak puas. Variabel ini
terdiri dari 9 indikator penilaian yaitu informasi
pelayanan penerbangan (I13), informasi gangguan
dan kompensasi penerbangan (I14), fasilitas naik
dan turun pesawat (I15), fasilitas Terminal Infor-
mation Center (I16), signage/rambu petunjuk arah tempat/lokasi dan larangan di bandara (I17), fasili-
tas trolley (I18), informasi angkutan lanjutan (I19)
dan fasilitas ruang tunggu keberangkatan (I20) serta
tempat parkir (I21).
Pada variabel ini di bandara telah tersedia 15 FIDS (Flight Information Display System), 3 unit
digital banner, 370 unit trolley, tempat parkir
dengan kapasitas 300 unit mobil, 500 unit motor, 10
unit bus dan 25 unit taxi. Beberapa fasilitas tersebut
masih perlu peningkatan baik peningkatan jumlah fasilitas maupun kapasitas agar nilai pelayanan
menjadi sangat baik dan sesuai dengan harapan
penumpang sehingga tingkat kepuasan dapat terma-
suk ke dalam kategori puas dan sangat puas.
Tabel 13. Perhitungan CSI Variabel Kesetaraaan
Kode ∑ X MSS ∑ Y
MIS WF (%)
WS CSI
I22 354 3,54 461 4,61 50,27 1,78 70%
I23 349 3,49 456 4,56 49,73 1,74
Jumlah 9,17 100,00 3,52
Tingkat kepuasan terendah terdapat pada variabel
kesetaraan yang terdiri dari 2 indikator yaitu fasilitas dan pelayanan bagi penumpang
berkebutuhan khusus (I22) dan nursery room (I23)
dengan nilai gap (minus) yang tinggi sehingga perlu
diprioritaskan untuk ditingkatkan kinerjanya dimasa
yang akan datang. Menurut SPM tahun 2018, bandara SIM hanya
terdapat 5 toilet disabilitas dan 2 nursery room.
Letak dan informasi terhadap keberadaan fasilitas
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 62
tersebut dianggap masih kurang baik. Hal ini dapat
menjadi penyebab rendahnya penilaian responden terhadap variabel ini. Kedua indikator tersebut perlu
perbaikan untuk masa yang akan datang karena
kedua indikator dianggap sangat penting
diwujudkan pada setiap bandara.
4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Pada semua variabel penilaian diperoleh nilai CSI
dibawah 100% dengan nilai gap negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kepuasan terhadap
pelayanan bandaran SIM masih termasuk kategori tidak puas. Semua indikator penilaian pada lima
variabel tersebut perlu ditingkatkan kinerjanya.
Indikator tertinggi gap dengan nilai negatif dan
butuh perhatian khusus adalah informasi dan
ketersediaan area dan fasilitas pelayanan kesehatan (I2), informasi gangguan dan kompensasi
penerbangan (I14), fasilitas dan pelayanan bagi
penumpang yang berkebutuhan khusus (I22) dan
fasilitas nursery room (ruang menyusui dan
berganti pakaian).
Saran Penelitian ini menyarankan agar ada penelitian
lanjutan tentang variabel apa saja yang mempengaruhi
tingkat kepuasan penumpang bandara SIM dan ranking
prioritasnya sehingga evaluasi dan perbaikan dapat
dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan dan kemampuan pengelola bandara.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] D. Chonsalasin, S. Jomnonkwao, dan V.
Ratanavaraha, “Measurement model of
passengers’ expectations of airport service
quality,” Int. J. Transp. Sci. Technol., no.
xxxx, pp. 1–11, 2020, doi:
10.1016/j.ijtst.2020.11.001. [2] G. C. I. Bezerra dan C. F. Gomes,
“Measuring airport service quality: a
multidimensional approach,” J. Air Transp.
Manag., vol. 53, pp. 85–93, 2016, doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jairtraman.2016.02.001.
[3] D. Fodness dan B. Murray, “Passengers’
expectations of airport service quality,” J.
Serv. Mark., vol. 21, no. 7, pp. 492–506,
2007, doi: 10.1108/08876040710824852. [4] E. Kursunluoglu, “Customer service effects
on customer satisfaction and customer
loyalty: a field research in shopping centers
in Izmir City - Turkey,” Int. J. Bus. Soc. Sci.,
vol. 2, no. 17, p. 52, 2011. [5] P. Suchánek dan M. Králová, “Effect of
customer satisfaction on company
performance,” Acta Univ. Agric. Silvic.
Mendelianae Brun., vol. 63, no. 3, pp. 1013–
1021, 2015, doi:
10.11118/actaun201563031013. [6] I. Nuraida, “a Model of Service Quality To
Improve International Airports Ranking
Stars,” Acad. Mark. Stud. J., vol. 23, no. 4,
p. 2678, 2019.
[7] H. Oh dan K. Kim, “Customer satisfaction, service quality, and customer value: years
2000-2015,” Int. J. Contemp. Hosp. Manag.,
vol. 29, no. 1, pp. 2–29, 2017, doi:
10.1108/IJCHM-10-2015-0594.
[8] D. Paddeu, G. Fancello, dan P. Fadda, “An experimental customer satisfaction index to
evaluate the performance of city logistics
services,” Transport, vol. 32, no. 3, pp. 262–
271, 2017, doi:
10.3846/16484142.2016.1146998.
[9] A. Gunawan dan I. Iqbal, “Quality Measurement Customer Satisfaction Index
(Csi) Method And Importance-Performance
Analysis (Ipa) Diagram Pt. Asdp Indonesia
Ferry (Persero) Merak – Banten,” J. Eng.
Manag. Ind. Syst., vol. 6, no. 1, pp. 11–19, 2018, doi: 10.21776/ub.jemis.2018.006.01.2.
[10] Y. C. Lee dkk., “Applying revised gap
analysis model in measuring hotel service
quality,” Springerplus, vol. 5, no. 1, 2016,
doi: 10.1186/s40064-016-2823-z. [11] C. Aryanti dan D. Adhariani, “Students’
perceptions and expectation gap on the skills
and knowledge of accounting graduates,” J.
Asian Financ. Econ. Bus., vol. 7, no. 9, pp.
649–657, 2020, doi:
10.13106/JAFEB.2020.VOL7.NO9.649. [12] S. Rizq, M. D. Djamaludin, dan Y.
Nurhadryani, “Analysis of Service Quality
Satisfaction of E-Ktp Service At Public
Administration and Civil Registration Office
of Bogor District,” J. Consum. Sci., vol. 3, no. 2, p. 55, 2018, doi: 10.29244/jcs.3.2.55-
65.
[13] A. Nurmahdi, “Customer satisfaction index
for transport services,” Int. J. Econ. Bus.
Adm., vol. 7, no. 1, pp. 192–199, 2019, doi: 10.35808/ijeba/205.
[14] B. Angelova dan J. Zekiri, “Measuring
Customer Satisfaction with Service Quality
Using American Customer Satisfaction
Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala
- 63
Model (ACSI Model),” Int. J. Acad. Res.
Bus. Soc. Sci., vol. 1, no. 3, p. 27, 2011, doi: 10.6007/ijarbss.v1i2.35.
[15] C. Mutiawati, F. Mita Suryani, R. Anggraini,
and A. Azmeri, Kinerja Pelayanan Angkutan
Umum Jalan Raya. Yogyakarta: Deepublish,
2019.
[16] R. Indonesia, “Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 38
Tentang Standar Pelayanan Penumpang
Angkutan Udara Dalam Negeri,” Peratur.
Menteri Perhub. Republik Indones. Nomor
Pm 115 Tahun 2018, pp. 1–8, 2018, [Online]. Available:
http://hubdat.dephub.go.id/km/tahun-
2018/2669-peraturan-menteri-perhubungan-
republik-indonesia-nomor-pm-115-tahun-
2018-tentang-pengaturan-lalu-lintas-operasional-mobil-barang-selama-masa-
angkutan-natal-tahun-2018-dan-tahun-baru-
2019/download.
[17] S. M. Widodo dan J. Sutopo, “Metode
Customer Satisfaction Index (CSI) Untuk
Mengetahui Pola Kepuasan Pelanggan Pada E-commerce Model Business to Customer,”
J. Inform. Upgris, vol. 4, no. 1, pp. 38–45,
2018.
[18] H. Taherdoost, “Validity and Reliability of
the Research Instrument ; How to Test the Validation of a Questionnaire / Survey in a
Research,” no. January 2016, 2017, doi:
10.2139/ssrn.3205040.
[19] S. Trisakti dan S. Trisakti, “Analysis Of
Effect Of Quality Of Service On,” vol. 147, no. Grost, pp. 186–193, 2017.
[20] Handayani, “Bogor ( Studi Kasus :
Pengguna Trotoar Atau Fasilitas Pejalan
Kaki ),” 2018.
Recommended