View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
POTENSI MANGIFERIN DARI MANGGA (Mangifera indica
Linn) DALAM PENCEGAHAN RELAPS PASCA PERAWATAN
ORTODONTI
(Kajian Ekspresi MMP 8, dan TGF β)
DISERTASI
YENITA ALAMSYAH
NIM 138117006
PROGRAM DOKTOR (S-3) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 2 0
Universitas Sumatera Utara
POTENSI MANGIFERIN DARI MANGGA (Mangifera indica
Linn) DALAM PENCEGAHAN RELAPS PASCA PERAWATAN
ORTODONTI
(Kajian Ekspresi MMP 8, dan TGF β)
DISERTASI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor
Dalam Program Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran Gigi Pada Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara di bawah Kepemimpinan
Rektor Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M Hum
Untuk dipertahankan dihadapan Sidang Terbuka Senat
Universitas Sumatera Utara
YENITA ALAMSYAH
NIM 138117006
PROGRAM DOKTOR (S-3) ILMU KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 2 0
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
15 Januari 2020
Universitas Sumatera Utara
v
PROMOTOR
Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D.,Sp.Ort (K)
Guru Besar Tetap Ilmu Ortodonti
Pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Medan
CO-PROMOTOR
Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed
Guru Besar Tetap Ilmu Biologi
Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Medan
CO-PROMOTOR
Prof. Dr. Deddi Prima Putra, MS.Apt
Guru Besar Tetap Ilmu Farmasi
Pada Fakultas Farmasi
Universitas Andalas
Padang
PENGUJI
Prof.Dr.Ida Bagus Narmada, drg., Sp.Ort (K)
Guru Besar Tetap Ilmu Ortodonti
Pada FakultasKedokteran Gigi
Universitas Airlangga
Surabaya
PENGUJI
DR. drg. Ameta Primasari., MDSc., M Kes
Dosen Tetap Ilmu Oral Biologi
Pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Medan
PENGUJI
DR. drg. Nila Kasuma ., M Biomed
Dosen Tetap Ilmu Oral Biologi
Pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Andalas
Padang
Universitas Sumatera Utara
vi
RIWAYAT HIDUP
1. DATA PRIBADI
Nama : Yenita Alamsyah, drg., M Kes
Tempat/tanggal lahir : Sungai Abang, 10 Oktober 1970
Agama : Islam
Nama Ayah : H. Syahbudin Sarle
Nama Ibu : Hj. Johanar Johan (Almh)
Nama Anak : Diandra Nadhifa Anjani
Alamat Rumah : Komplek Pesona Palapa Residence Blok B No.3
Kel. Korong Gadang Kec. Kuranji Padang
Telp Rumah : 0751-497719
Alamat Tempat Bekerja : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah
Jl. By Pass KM. 14 Sei Sapih Kuranji Padang
Pekerjaan : Staf Pengajar Bagian Ortodonti di FKG Universitas
Baiturrahmah Padang
Email : alamsyah.yenita@yahoo.com
Nomor Kontak : 08126702965 / 087895341485
2. PENDIDIKAN FORMAL
2013 – Sekarang : Program Doktor (S3) Ilmu Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
2004-2006 : Program Magister (S2) Ilmu Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
1997 : Lulus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Baiturrahmah Padang
1989 : Lulus SMA Negeri 1 Sicincin
1986 : Lulus SMP Negeri 1 Sicincin
1983 : Lulus SD Inpres Sei Abang
Universitas Sumatera Utara
vii
3. RIWAYAT PEKERJAAN
1997-1998 : Dokter Gigi PTT di Puskesmas Pematang Kandis
Bangko Kabupaten Merangin Propinsi Jambi
1998-1999 : Dokter Gigi PTT di Puskesmas Sarolangun
Kabupaten Sarolangun Propinsi Jambi
1999-2000 : Dokter Gigi PTT di Dinas Kesehatan Timika
Kabupaten Mimika Propinsi Papua
2001- Sekarang : Staf Pengajar di Bagian Ortodonti FKG Unbrah
2006 - 2008 : Koodinator Pendidikan Profesi
2008 - 2012 : Kepala Bagian Otodonti
2008 – 2012 : Ketua Kurikulum FKG Unbrah
2010 – Sekarang : Pengawas Pusat UKMP2DG
2011 - 2015 : Direktur Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Baiturrahmah
2015 - 2019 : Wakil Dekan II FKG Unbrah
2019 - Sekarang : Wakil Dekan I FKG Unbrah
2019 - Sekarang : Anggota Senat Unbrah
Universitas Sumatera Utara
viii
Pelatihan, Seminar dan Lokakarya
- Pelatihan Advance First Aid an Medical Support (AFAMS), Mei 2013
- Pelatihan Advance Medical Emergency in Dentistry (AMED), Mei 2013
- Seminar Kepastian Hukum kepada Masyarakat, Dokter dan Dokter Gigi dalam
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, September 2013
- Pelatihan Special Need Care Dentistry, Desember 2014
- Forum Komunikasi Ilmiah (FORKOMIL III) The Patway to Reach Higher
Competency Though Science and Technology in Dentistry, September 2015
- International Course on Surveying and Evaluating Ethical Review Practices,
September 2016
- Seminar Ilmiah Kedokteran Gigi Anak, Mei 2017
- Pelatihan Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi Online (SAPTO), September 2017
- Workshop Klinik Akreditasi LAM-PTKES Pendidikan Kesehatan Indonesia,
Oktober 2017
- Seminar International Dental Conference of Sumatera Utara (IDCSU), Desember
2017
- Kerjasama dalam Acara Rapat Umum Anggota PDGI Cabang padang
Kepengurusan 2017-2020, Maret 2018
- Klinik Penulisan Artikel Ilmiah Nasional, September 2018
- Forum Komunikasi Ilmiah (FORKOMIL IV) Taking Dental Practice in the Whole
New Level, September 2018
- Outing Dalam Rangka Belajar Tentang Kesehatan Gigi Bagi Anak TK Prime
Kids, April 2019
- Seminar ilmiah Padang Dentistry IV The Art Science and aesrhetic Dentistry for
Facing Our Lifestyle, April 2019
- International Conference On Global Education VII “ Humanising Technology for
Industrial Revolution 4.0, Juli 2019
- Preparing Dentist to Approach Industrial Revolution 4.0, Bali Dental Science and
Exhibition, September 2019
- New Horizon in Evolving Wold Exploring and Updating Knowledge in Dentistry,
1st ICoDE in Conjungtion with 7 th FORKINAS, September 2019
- Symposium & Workshop Teaching Hospital Expo Penguatan Peran Rumah Sakit
Pendidikan Dalam Menjamin Mutu Peserta Didik, November 2019
Universitas Sumatera Utara
ix
Hasil Penelitian
Tahun Hasil Penelitian
2013 Hubungan Dkungan Keluarga Dengan Tingkat Kooperatif Anak Dalam
Pemakaian Piranti Ortodonti Lepasan di RSGM Baiturrahmah Tahun 2012
Perbedaan Persepsi Laki Laki dan Perempuan Terhadap Pemakaian Piranti Ortodonti Cekat di SMAN 3 Kota Padang Tahun 2013
Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Maloklusi Dengan Alasan Pemakaian
Piranti Ortodonti Cekat Pada Siswa Kelas X dan XI di SMA N 3 Padang Tahun
2013
Distribusi Keberhasilan Pemakaian Piranti Ortodonti Lapasa Di RSGM
Universitas Baiturrahmah Tahun 2012
2014 Efektifitas Sikat Gigi Konvensional dan Sikat Gigi Khusus Terhadap Penurunan
Indeks Plak Pada Pemakai Piranti Ortodonti Cekat
Manfaat Biji Semangka (Citrullus Lanatus) Terhadap Pembentukan Fibroblas
Pada Penyembuhan Lesi Stomatitis Minor Pada Tikus Wistar (Rattus
novergitus)
Hubungan Kebiasaan Buruk dengan Status Maloklusi Pada Siswa Kelas IV SDN 04 Kampung Olo Padang Tahun 2014
Manfaat Obat Kumur yang Mengandung Ekstrak Aloe Vera Terhadap
Perubahan pH Plak Gigi Pada Pemakai Piranti Ortodonti Cekat
Perbandingan pH Saliva Sebelum dan sesudah Penggunaan Obat Kumur Ekstrak Aloe Vera Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
2016 Hubungan Kebersihan Mulut Pada Wanita Usia 45-55 Tahun Dengan Kejadian
Gingivitis Di RW 05 Kelurahan Pasar Ambacang Kecamatan Kuranji Kota Padang
Pengaruh Ekstrak Kulit Jeruk Pontianak (Citrus Nobilis Var.Microcarpa) Dalam
Pembentukan Zona Hambat Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus
mutans.
Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Kulit Jeruk Pontianak (Citrus Nobilis
Var.Microcarpa) Terhadap Pertumbuhan Candida albicans
Efektifitas Pemberian Ekstrak Etanol Buah Terong Belang (Solanum betaceum)
Terhadap Jumlah Fibroblas Dalam Proses Penyembuhan Luka Sayat Tikus Wistar Jantan (Rattus norvegicus)
2017 Gambaran Gingiva Indeks Pada Pemakai Piranti Ortodonti Cekat Pada Siswa
Lima SMA di Kota Padang
Uji Aktivitas Mangiferin Dari Mangga (Mangifera indica Linn) Terhadap Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadah Bunuh Minimum (KBM) Bakteri
Staphylococcus Aureus Secara In vitro Pada Angular Cheilitis
Distribusi dan Frekuensi Crossbite Anterior di RSGM FKG Baiturrahmah tahun 2015-2016
Distribusi Maloklusi Pada Siswa SLB Autisma YPPA ( Yayasan
Pengembangan Potensi Anak ) PADANG
2018 Pengaruh Sediaan Bubuk Ikan Teri (Stelophorus SD.) Terhadap Proses Aposisi dan Resorpsi Pada Pergerakan Gigi Tikus Wistar Jantan (Rattus norvegicus)
Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Alpukat (Persea American Mill) Terhadap
Hemoglobin dan Hematokrit Darah Mencit Jantan (Mus musculus)
Pengaruh Mangiferin Dari Mangga (Mangifera indica Linn) Terhadap Osteoblas
Universitas Sumatera Utara
x
dan osteoklas Pada Pergerakan Gigi Tikus Wistar Jantan (Rattus norvegicus)
2019 Frekuensi Kebutuhan Perawatan Ortodonti Berdasarkan The Index of
Orthodontic Treatment Need (IOTN) di Kenagarian Jawi-jawi Guguk Kabupaten Solok Sumatera Barat.
Tingkat Keparahan Maloklusi dan Keberhasilan Perawatan Ortodnti Lepasan
Dengan Menggunakan Indeks PAR (Paar Asserment Ranting) Di RSGM
Baiturrahmah Padang Tahun 2018
Pengaruh Mangiferin Dari Mangga (Mangifera indica Linn) Terhadap Fibroblas
Dalam Proses Penyembuhan Luka Mukosa Pada Tikus Wistar Jantan (Rattus
norvegicus)
Pengaruh mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn) Terhadap limfosit Pada Tikus Wistar Jantan (Rattus norvegicus) Yang Mengalami Periodontitis
Publikasi Ilmiah
- Analisa Gambaran Rontgen Foto Sefalometri Lateral Terhadap Profil Wajah
Pasien Perawatan Ortodonti, B-Dent: Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
Baiturrahmah, Vol.3 No.2 Desember 2016 pISSN :2301-5454
- Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Batang Mangga (Mangifera Indica Linn) terhadap
Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minumum (KBM) Bakteri
Staphylococus Aureus Secara In Vitro pada Angular Cheilitis, B-Dent: Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Vol.4 No 2 Desember 2017 pISSN
:2301-5454
- Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Cacing Tanah (Lumbricus rebulles) terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus Aureus, Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah Menara
Ilmu. Vol XII Jilid II No. 80, Februari 2018 ISSN: 1693-2617. EISSN: 2528-
7613
- Pengaruh Konsumsi Kopi (Coffea Sp) terhadap Ph, Laju Alir dan Viskositas
Saliva pada Pecandu Kopi (Coffee Holic). B-Dent: Jurnal Kedokteran Gigi
Universitas Baiturrahmah, Vol.5 No 1 Juni 2018 pISSN :2301-5454
- A Comparison of the Number of Colonies of Bacteria of Saliva and pH on the
Toddler Early and Non Early Childhood Caries After ConsumingInfant Formula
By Using A Bottle (DOT), Proceeding Book, The 4th Bali Dental Science &
Exhibition Balidence, 2019
- Effect of Mangiferin (Mangifera indica Linn)of the Amount of Osteoclast in the
Post Orthodontic Treatment of Bone Remodelling, Proceeding Book, The 4th Bali
Dental Science & Exhibition Balidence 2019
Universitas Sumatera Utara
xi
Universitas Sumatera Utara
xii
Universitas Sumatera Utara
xiii
ABSTRAK
Latar Belakang : Relaps merupakan masalah yang masih sering terjadi dan berakibat
penurunan keberhasilan perawatan ortodonti. Remodeling tulang sangat membantu
pada perawatan ortodonti, terutama untuk mencegah relaps hasil perawatan.
Osteoblas dan osteoklas memiliki peranan yang sangat penting pada saat proses
remodeling tulang. MMP-8 merupakan kolagenase yang dapat merusak substrat matrik
ekstra seluler yaitu kolagen I, II, III yang berperan penting pada degradasi jaringan
ligamen periodontal.Penarikan kemotaktik osteoblas atau prekursornya ke daerah
defek resorbsi merupakan awal pembentukan tulang. Proses ini dimediasi oleh faktor
lokal yang diproduksi selama proses resorpsi, salah satunya adalah TGF-β.
Mangiferin memiliki efek imunomodulasi, menghambat pembentukan osteoklas dan
resorpsi tulang melalui supresi aktivasi RANKL yang menginduksi NF-kB dan ERK.
NF-kB telah terbukti memainkan peran sangat penting dalam osteoklastogenesis.
Supresi aktivasi NF-kB akan menghambat pembentukan osteoklas.
Tujuan Penelitian : Membuktikan mangiferin (Mangifera indica Linn) berpotensi
membantu proses remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti.
Metode Penelitian : Penelitian ini terdiri dari tahap deskriptif ekploratif dan
penelitian kuantitatif. Mangiferin terstandarisasi dilakukan pembuatan hidrogel dengan
konsentrasi 6.25% dan 12.5%.Sampel penelitian adalah tikus putih jantan galur wistar
(Rattus novergicus) dengan umur 3-4 bulan dan memiliki bobot badan 200-250 gram.
Dibagi dalam 3 kelompok : Kontrol negatif (tanpa diberi perlakuan), kontrol positif
(dipasang nickel titanium closed coil tanpa aplikasi mangiferin), dan kelompok
perlakuan (dipasang nickel titanium closed coil diberikan mangiferin aplikasi
mangiferin dengan konsentrasi 6.25% dan 12.5 %). Pemasangan nickel titanium closed
coil selama 10 hari dan kemudian dilepas. Setelah dilepas diaplikasikan hydrogel
mangiferin 2x sehari selama 14 hari didekapitasi pada hari ke 1,3,5,7 dan 14.Media
MHA digunakan untuk menguji daya absorbsi dan penetrasi mangiferin.Pengukuran
viskositas dan pH mangiferin menggunakan viscometer Ostwald.Dilakukan
pengukuran jarak biometrik gigi sebelum dan sesudah pelepasan alat. Pemeriksaan
histologi dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin. Pemeriksaan degradasi tulang
dilakukan dengan Scanning Electron Microscope dianalisis dengan Energy Dispersive
X-Ray Spectroscopy pemeriksaan reaktivitas protein MMP-8 dan TGF-β dengan
Enzyme linked immunosorbent assay. Pelacakan MMP-8 dan TGF-β dengan
ultraviolet-visible.
Hasil : Hasil uji One Way Anova menunjukkan mangiferin memiliki kemampuan daya
absorbsi yang tinggi dan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dari mangiferin (p<0,01)
dengan uji korelasi Pearson yang sangat kuat (r=0,98). Viskositas menentukan derajat
absorbsi mangiferin untuk mempengaruhi remodeling tulang. Hasil uji Kruskall Wallis
terlihat konsentrasi mangiferin memiliki pengaruh yang kuat terhadap perubahan jarak
biometrik, dengan uji korelasi Spearman (r=0,8) dan terdapat perbedaan yang
bermakna keduanya (p<0.05). Peningkatan osteoblas yang reaktif lebih tinggi
dibandingkan dengan osteoklas menandakan terjadi remodeling tulang pasca
Universitas Sumatera Utara
xiv
perawatan ortodonti. Profil osteoblas dan osteoklas keduanya berbeda bermakna
(p<0.05). Profil permukaan tulang mengalami kekompakan dan ditemukan sejumlah
matrik tulang pada semua konsentrasi mangiferin. Peningkatan pembentukan matrik
tulang sejalan dengan penurunan degradasi kalsium tulang. Penurunan protein MMP-8
dan peningkatan TGF –β. Protein MMP-8 terlacak pada panjang gelombang 250-300
nm. Sedangkan TGF-β pada panjang gelombang 200-245 nm
Kesimpulan : Mangiferin memiliki daya absorbsi dan viscositas yang baik sehingga
efektivitas dalam mengkontrol produksi osteoblas dan osteoklas, mencegah degradasi
kalsium, meningkatkan pembentukan matrik tulang. Mangiferin memiliki kemampuan
terhadap peningkatan ekspresi MMP-8 dan peningkatan TGF-β sehingga berpotensi
merangsang pembentukan tulang baru lebih cepat pada proses remodeling tulang
untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
Kata Kunci : mangiferin, relaps, remodeling tulang, MMP-8, TGF- β.
Universitas Sumatera Utara
xv
ABSTRACT
Background: Relapse is still a common problem causing the decrease in success rate
of orthodontic treatment. Bone remodeling is essential in orthodontic treatment,
especially in preventing relapse in treatment results. Osteoblasts and osteoclasts have
an important role in bone remodeling. MMP-8 is a collagenase destructive to
extracellular matrix substrate, i.e. collagen I, II, III, playing important role in the
degradation of periodontal ligament tissues. The chemotacticalattraction of osteoblast
or its precursors to the resorption defect area is the beginning of bone formation. This
process is mediated by local factors released during the resorption process, one of
which is TGF-β.Mangiferin has an immunomodulating effect, inhibits osteoclast
formation and bone resorption through suppression of RANKL activation which
induces NF-κB and ERK. NF-κB has been shown to play a very important role in
osteoclastogenesis. Suppression of NF-kB activation will inhibit osteoclast formation.
Objectives :To prove the potential of mangiferin (Mangifera indicaLinn) assisting
bone remodeling process in preventing relapse after orthodontic treatment.
Methods:This research consists of descriptive explorative phase and quantitative
research. Standardized mangiferin was made hydrogel with a concentration of 6.25%
and 12.5%. The sample of this research is Wistar strain male rats (Rattus novergicus)
with 3-4 months of age and 200-250 gram body weight. Divided into 3 groups:
Negative control (without treatment), positive control (mounted nickel titanium closed
coil without the application of mangiferin), and treatment group (mounted nickel
titanium closed coil were given mangiferin with mangiferin applications with
concentrations of 6.25% and 12.5%). Nickel titanium closed coil installation for 10
days and then removed. After being released, mangiferin hydrogel was applied 2x a
day for 14 days, decapitated on days 1.3.5.7 and 14. MHA media was used to test the
absorption and penetration of mangiferin. Measurement of viscosity and pH of
mangiferin using the Ostwald viscometer. Biometric distances were measured before
and after the removal of the tool. Histological examination with hematoxylin and eosin
staining. Examination of bone degradation is done by Scanning Electron Microscope
analyzed with Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy Examination of MMP-8 Protein
Reactivity and TGF-β with Enzyme linked immunosorbent assay. MMP-8 and TGF-β
tracking with ultraviolet-visible.
Results: One Way Anova test results showed that mangiferin has a high absorption
ability and is strongly influenced by the concentration of mangiferin (p <0.01) with the
Pearson correlation test which is very strong (r = 0.98). Viscosity determines the
degree of absorption of mangiferin to affect bone remodeling. Kruskall Wallis test
results showed that the concentration of mangiferin had a strong influence on changes
in biometric distances, with the Spearman correlation test (r = 0.8) and there were
significant differences in both (p <0.05). Increased reactive osteoblasts higher than
osteoclasts indicate bone remodeling after orthodontic treatment. Both osteoblasts and
osteoclasts were significantly different (p <0.05). The bone surface profile is
compacted and a number of bone matrices are found at all mangiferin concentrations.
Increased bone matrix formation is in line with decreased bone calcium degradation.
Universitas Sumatera Utara
xvi
Increased MMP-8 protein and TGF -β. MMP-8 proteins are tracked at wavelengths of
250-300 nm. Whereas TGF-β at wavelengths of 200-245 nm.
Conclusion: mangiferin has good absorption and viscosity power so that it is effective
in controlling osteoblast and osteoclast production, preventing calcium degradation,
increasing bone matrix formation. Mangiferin has the ability to increase expression of
MMP-8 and increase TGF-β so that it has the potential to stimulate new bone
formation more quickly in the process of bone remodeling to prevent relapse after
orthodontic treatment.
Keywords: mangiferin, relapse, bone remodeling, MMP-8, TGF- β.
Universitas Sumatera Utara
xvii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas semua rahmat, taufiq dan hidayahNya, sehingga perjalanan panjang
penulis dalam menempuh studi S-3 Kedokteran Gigi ini dapat berakhir. Dengan Asma
Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas Kasih Sayang-Nya penulis
dapat menyelesaikan disertasi ini yang merupakan salah satu persyaratan akademik
guna memperoleh gelar Doktor dalam Program Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran Gigi
Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara.
Dengan tulus dan segala kerendahan hati perkenankan penulis sampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
Prof. Dr. Runtung SH.,M.Hum, Rektor Universitas Sumatera Utara Medan
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan
Program Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas
Sumatera Utara.
Prof. Dr. Ir. H. Musliar Kasim, MS selaku Rektor Universitas Baiturrahmah
Padang selalu memberikan semangat serta motivasi dalam penyelesaian pendidikan
yang telah berkenan memberikan izin dan rekomendasi untuk mengikuti pendidikan
Program Doktor di Universitas Sumatera Utara Medan.
Dr. Trelia Boel, drg.,M.Kes.,Sp.RKG.(K), selaku Dekan serta mantan Dekan
Prof. Nazaruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D.,Sp.Ort.(K) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara Medan yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan Doktor di Universitas Sumatera Utara Medan.
Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D.,Sp.Ort.(K) selaku Ketua Program Studi dan
mantan Ketua Program Studi Dr. Ameta Primasari, drg.,MDSc.,M.Kes.,Sp.PMM
jenjang Program Doktor (S-3) Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi di
Universitas Sumatera Utara
xviii
Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah banyak memberikan asuhan akademik
selama masa studi ini.
Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort.,Ph.D.,Sp.Ort.(K) atas kesediaan beliau sebagai
Promotor dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan dorongan dan
bimbingan, serta wawasan dan pemikiran yang sangat berharga selama penulis
menjalani program pendidikan doktor hingga selesainya disertasi ini.
Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed selaku Co-Promotor yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kesabaran dan keikhlasan
memberikan pencerahan, masukan dan saran serta solusi terbaik kepada penulis
sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
Prof.Dr. Deddi Prima Putra, MS., Apt selaku Co-Promotor yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing terutama di bidang ilmu Farmasi,
mendorong, memberikan arahan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Penulis
kagum akan kearifan, kelapangan hati dan motivasi yang beliau berikan hingga
selesainya disertasi ini.
H. Amran St. Sidi Sulaiman dan ibu Hj. Maizarnis selaku Ketua Yayasan
Pendidikan Baiturrahmah Padang yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk menjalani pendidikan Doktor (S3), dan memberikan semangat, dorongan dan
segala bantuan selama pendidikan ini.
drg.Citra Lestari., MDSc Sp Perio selaku Dekan serta mantan Dekan Dr.drg.
Utmi Arma., MDSc Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah Padang yang
telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Doktor di
Universitas Sumatera Utara Medan.
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Medan, atas izin dan masukan yang telah diberikan untuk terlaksananya
penelitian ini dengan baik dan lancar.
Tim Komisi Penguji: Dr. Ameta Primasari, drg.,MDSc.,M.Kes.,Sp.PMM, Dr.
Ida Bagus Narmada, drg.,Sp.Ort.(K) dan Dr. Drg.Nila Kasuma, M Biomed, yang telah
bersedia memberikan penilaian, pencerahan, masukan, saran serta solusi terbaik demi
sempurnanya disertasi ini.
Universitas Sumatera Utara
xix
Dr. Drh. Basri A. Gani, M,Si, yang telah membantu penulis untuk melakukan
penelitian serta pengujian di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh serta memberikan saran dan ruang waktu untuk
berdiskusi demi terwujudnya hasil disertasi ini.
Kepada seluruh teman seperjuangan di Program Doktor Program Studi S3 Ilmu
Kedokteran Gigi Fakultas kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang saling
memberi semangat, motivasi, doa, persahabatan dan kekompakan yang terjalin selama
ini. Kepada seluruh teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
selalu mendorong, mendukung, mengingatkan dan mendo’akan dengan tulus dan
ikhlas agar penulis selalu semangat dalam dalam mewujudkan impian agar selesainya
disertasi ini.
Hal yang terutama pada kesempatan ini penulis sampaikan rasa hormat dan
kasih sayang serta terima kasih yang terdalam dari lubuk hati penulis kepada orang tua
penulis H. Syahbudin Sarle dan Hj, Johanar Johan (almh), atas segala cinta kasih,
didikan dan teladan yang diberikan kepada penulis. Almarhumah mama yang selalu
dengan lemah lembut memberikan nafas kehidupan ini dan suri tauladan semoga
bahagia di sisi Allah SWT dan tersenyum melihat ananda dapat menyelesaikan
disertasi ini walaupun ditengah badai kehidupan.
Teristimewa dan lebih khusus buat anakku “ Dhifa ” (Diandra Nadhifa Anjani
yang merupakan pelita hati dan dasar ketegaran penulis. Terima kasih atas pengertian
nya selama mami menjalani pendidikan S3. Mohon maaf, selama menjalani proses
pendidikan S3 ini membuat waktu kebersamaan kita menjadi berkurang. Semoga tetap
menjadi anak yang selalu berbakti dan penuh semangat. Jangan pernah merindukan
masa lalu. Karena masa lalu hanya ada di belakang kita. Bersiaplah untuk masa depan.
Karena masa depan selalu menjadi cermin kita menuju keharibaan-Nya. Apapun yang
sudah berlalu, ingatlah kita sudah tidak berada di sana lagi. Apapun yang akan datang,
ingatlah kita harus siap untuk tetap terjadi. Karena kita hanya bisa ikhtiar lalu
mensyukurinya. Selebihnya biarkan Allah bekerja untuk kita.
Universitas Sumatera Utara
xx
Saudara saudara tercinta dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan
dukungan, perhatian serta persaudaraan yang erat selama ini. Semoga kita dapat terus
membina kerukunan keluarga dan rasa saling mengasihi pada masa yang akan datang.
Semua pihak yang telah banyak membantu, baik langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, hanya Allah SWT
yang mampu memberikan balasan terbaik. Mudah-mudahan disertasi ini dapat
memberikan sumbangan yang berharga dan bermanfaat bagi orang banyak. Semoga
Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.
Medan, Januari 2020
Penulis
Universitas Sumatera Utara
xxi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN TERBUKA DISERTASI...……………… iii
PERSETUJUAN KELAIKAN DISERTASI……………………………………... iv
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………….. vi
PERNYATAAN PESETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………. xi
PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………………………… xii
ABSTRAK……………………………………………………………..………….. xiii
ABSTRACT………………….……………………………………………...……... xv
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. xvii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. xxi
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………. xvi
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………….. xvii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... ..1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ .....1
1.2 Permasalahan ..................................................................................... ..8
1.3 Rumusan Masalah .............................................................................. ..8
1.4 Pertanyaan Penelitian ......................................................................... ..8
1.5 Tujuan Penelitian................................................................................ ...9
1.5.1 Tujuan Umum ....................................................................... ... 9
1.5.2 Tujuan Khusus ...................................................................... ... 9
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................... 10
1.7 Orisinalitas Penelitian .......................................................................... 11
1.8 Potensi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) .................................... 11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 12
2.1 Tulang .............................................................................................. 12
2.1.1 Sel Tulang ............................................................................... 13
2.2 Tulang dan Osteogenesis…………….……… ……………………….. 14
2.3 Perawatan Ortodonti............................................................................ 16
2.4 Pergerakan Gigi Secara Ortodonti ............................................................. 17
2.4.1 Teori Pergerakan Secara Ortodonti ............................................ 21
2.4.2 Mekanisme Pergerakan Gigi .................................................... 22
2.5 Relaps Pasca Perawatan Ortodonti ........................................................ 24
2.6 Remodeling Tulang ............................................................................. 26
2.7 Matrix Metalloproteinase – 8 (MMP-8) .............................................. 32
2.8 Transforming Growth Factor Beta (TGF-β) ......................................... 33
2.9 Mangga (Mangifera indica Linn) ....................................................... 34
2.9.1 Taksonomi ............................................................................... 35
2.9.2 Sejarah Perkembangan Buah Mangga ...................................... 35
Universitas Sumatera Utara
xxii
2.9.3 Morfologi Tanaman Mangga ................................................... 36
2.9.4 Jenis dan Varieatas Tanaman Mangga ..................................... 37
2.9.5 Kandungan Mangga ............................................................................ 39
2.9.5.1 Mangiferin .................................................................... 41
2.9.5.2Aktifitas Farmakologi Mangiferin .................................. 42
2.10 Kerangka Teori ................................................................................. 42
2.11 Kerangka Konsep ............................................................................. 46
2.12 Hipotesis ........................................................................................... 47
BAB 3. METODE PENELITIAN ........................................................................... 48
3.1 Jenis dan Desain Penelitian .................................................................. 48
3.1.1 Jenis Penelitian ..................................................................... 48
3.1.2 Desain Penelitian .................................................................. 48
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 48
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 49
3.3.1 Populasi Penelitian ................................................................ 49
3.3.2 Sampel Penelitian .................................................................. 49
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel ..................................................... 49
3.3.4 Perhitungan Besar Sampel ..................................................... 49
3.3.5 Kriteria Inklusi ...................................................................... 50
3.3.6 Kriteria Eksklusi .................................................................... 50
3.4 Variabel dan Definisi Operasional ....................................................... 50
3.4.1 Variabel Penelitian ................................................................ 50
3.4.2 Definisi Operasional .............................................................. 51
3.5 Etika Penelitian ................................................................................... 53
3.6 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 53
3.7 Analisis Data…………………………………………………………… 54
3.8 Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 55
3.8.1 Alat dan Bahan Penelitian……………………………………. 55
3.8.2 Pembuatan Hydrogel ............................................................... 55
3.8.3 Secara In Vitro ....................................................................... 57
3.8.3.1 Pemeriksaan Daya Absorbsi dan Penetrasi ...................... 57
3.8.2.2 Pemeriksaan Viskositas dan pH Mangiferin .................... 58
3.8.4 Secara In Vivo ........................................................................ 59
3.8.4.1 Preparasi Remodeling Tulang Rahang Atas .................... 59
3.8.4.2 Pengukuran Jarak Biometrik Gigi……………………… 60
3.8.4.3 Pemeriksaan Histologi…………………………………. 62
3.8.4.4 Pemeriksaan Senyawa Kimia Tulang dengan SEM EDS 64
3.8.4.5 Pemeriksaan Reaktivitas Protein Tulang MMP-8 dan
TGF- β Dengan Metode Elisa ......................................... 65
3.8.3.6 Pemeriksaan Pelacakan Kadar MMP-8 dan TGF- β
Dengan UV Vis .............................................................. 67
BAB IV. HASIL PENELITIAN ............................................................................. 71
4.1 Daya Absorbsi Mangiferin ................................................................... 71
Universitas Sumatera Utara
xxiii
4.2 Viskositas Dan pH Mangiferin............................................................. 72
4.3 Pengukuran Jarak Biometrik Gigi…………………………………….. 73
4.4 Profil Osteoklas Dan Osteoblas Tulang Rahang Atas ........................... 76
4.4.1 Profil Histologi Osteoklas Dan Osteoblas Tulang Rahang Atas.. 78
4.5 Degradasi Tulang Rahang Atas ............................................................ 78
4.6 Reaktivitas Protein Tulang MMP-8 dan TGF- β................................... 82
4.7 Pelacakan Kadar MMP-8 dan TGF- β .................................................. 84
BAB V PEMBAHASAN ....................................................................................... 85
5.1 Daya Absorbsi Mangiferin ................................................................... 85
5.2 Viskositas Dan pH Mangiferin............................................................. 88
5.3 Pengukuran Jarak Biometrik Gigi…………………………………….. 88
5.4 Profil Osteoklas Dan Osteoblas Tulang Rahang Atas ........................... 90
5.5 Degradasi Tulang Rahang Atas ............................................................ 94
5.6 Reaktivitas Protein Tulang MMP-8 dan TGF- β................................... 95
5.7 Pelacakan Kadar MMP-8 dan TGF- β .................................................. 99
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………...103
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………105
LAMPIRAN……………………………………………………..…………………120
Universitas Sumatera Utara
xxiv
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Kandungan fenolik pada kulit mangga (mg/ kg) dalam sediaan kering .............. 40
3.1 Definisi Operasional Variabel Bebas ................................................................ 51
3.2 Definisi Operasional Variabel Terikat .............................................................. 51
4.1 Analisis Daya Absorbsi Mangiferin dengan One Way Anova ............................. 72
4.2 Distribusi dan Frekuensi Respon Perubahan pH Mangiferin .............................. 73
4.3 Uji Wilcoxon Analisis Pengukuran Jarak Biometrik Gigi .................................. 74
4.4 Rerata Jumlah Osteoblas dan Osteoklas ............................................................. 77
4.5 Analisis Wilcoxon Histoscore Osteoblas dan Osteoklas Tulang Rahang Atas .... 77
4.6 Analisis Kruskal Wallis Ekspresi MMP-8 .......................................................... 83
4.7 Analisis Kruskal Wallis Ekspresi TGF- β .......................................................... 84
Universitas Sumatera Utara
xxv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Skema tahapan pergerakan gigi fase inisial, fase lag, dan fase post lag ............ 24
2.2 Proses remodeling tulang ................................................................................ 30
2.3 Mekanisme kekuatan mekanis ortodonti pada pada proses
remodeling tulang. ........................................................................................... 31
2.4 MMP 8 pada manusia ..................................................................................... 32
2.5 Lima peran utama TGF-β dalam osteoimunitas ............................................... 34
2.6 Tanaman Mangga (Mangifera indica Linn) ..................................................... 35
2.7 Struktur Molekul Senyawa Mangiferin ............................................................ 41
2.8 Kerangka Teori ............................................................................................... 45
2.9 Kerangka Konsep ............................................................................................ 46
3.1 Media MHA menguji daya absorbs dan penetrasi mangiferin .......................... 58
3.2 Pemasangan ni-ti closed coil spring pada tikus wistar ...................................... 61
3.3 Pergerakan gigi pasca pemasangan ni-ti closed coil spring pada tikus wistar ... 61
3.4 Pemasangan closed coil spring pada gigi insisivus dan molar rahang atas ......... 62
3.5 Scanning Electron Microscope (SEM) ............................................................. 64
3.6 Alat Elisa Reader ............................................................................................ 67
3.7 Alur Penelitian in vitro .................................................................................... 69
3.8 Alur Penelitian in vivo ..................................................................................... 70
4.1. Daya absorbsi mangiferin................................................................................ 71
4.2 Viskositas mangiferin dalam berbagai konsentrasi ........................................... 73
4.3 Pengukuran jarak biometrik gigi ...................................................................... 74
4.4 Pengukuran jarak biometrik gigi berdasarkan waktu dan konsentrasi ............... 75
4.5 Histoscore sel osteoblas dan osteoklas tulang rahang atas ................................ 76
4.6 Profil osteoblas dan osteklas tulang rahang atas ............................................... 78
4.7 Profil degradasi kalsium tulang ....................................................................... 79
4.8 Profil permukaan tulang maksila pada KP konsentrasi 6.25 % ......................... 80
4.9 Profil permukaan tulang maksila pada KP konsentrasi 12.5 % ......................... 81
4.10 Profil permukaan tulang maksila. A (Kontrol negatif), B (kontrol positif)........ 82
4.11 Ekspresi protein MMP-8 pada tulang rahang atas ............................................ 82
4.12 Ekspresi protein TGF-β pada tulang atas ......................................................... 84
4.13 Profil protein tulang (MMP-8 dan TGF-β) ...................................................... 85
Universitas Sumatera Utara
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Ujian Kualifikasi No.01/UN 5.1 6.2.6/SPB/2015……………. 120
Lampiran 2. Surat Pengangkatan Tim Promotor dan Co Promotor ...……………... 121
Lampiran 3. Ethical Clearance…………………………………..……………………... 122
Lampiran 4. Sertifikat Analisis Mangiferin Terstandarisasi………………….…… 123
Lampiran 5. Izin Uji Penelitian Disertasi…………………...……………….…….. 128
Lampiran 6. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian…………………….……. 134
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian...……………………………………............. 138
Lampiran 8. Data Statistik……………………………………………….………... 144
Lampiran 9. Data Hasil SEM EDS dan UV Vis……………...……………….…… 163
Universitas Sumatera Utara
xxvii
DAFTAR SINGKATAN ISTILAH
AI : Absorbsi Indeks
ANOVA : Analysis of Variance
ALP : Alkaline Phosphatase
BMP : Bone Morphogenic Protein
BMPs : Bone Morphogenic Proteins
CBFa-1 : Core Binding Factor-1
CSF : Colony Stimulating Factors
CSG : Cairan Sulkus Gingiva
EDX : Energy Dispersive X-ray
ELISA : Enzyme linked immunosorbent assay
FGF : Fibroblast Growth Factor
HE : Haematoxylin Eosin
IGF : Insulin derivated Growth Factor
MMPs : Matrix MetalloProteinase
MMP-8 : Matriks Metalloproteinase 8
M-CSF : Macrophage Colony Stimulting Factor
NF : Necrosis factor
OSE-2 : Osteoblast Specific cis acting Element
OPG : Osteoprogerin
PAR : Peer Assessment Rating
PTH : Paratiroid Hormon
PDL : Ligamen Periodontal
PGE : Prostaglandin
PMN : Polymorphonuclear
RANKL : Factor Receptor Activator of Nuclear Kappa Β Ligand
ROS : Reactive Oxygen Species
SEM : Scanning Electron Microscope
SPSS : Statistic Package for Social Science
Universitas Sumatera Utara
xxviii
TGF-β : Transforming Growth Factor Beta
TNF : Tumor Necrosis Factor
UV Vis : Spektrofotometer ultraviolet-visible
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ortodonti merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari
pertumbuhan struktur jaringan gigi, perkembangan oklusi gigi geligi serta
mempelajari cara pencegahan dan perawatan kelainan dentofasial, termasuk
maloklusi untuk mendapatkan oklusi yang sehat, seimbang, stabil dan estetik.
Maloklusi yang merupakan penyimpangan pertumbuhkembangan geligi dan struktur
anatomi yang terkait dapat mengganggu kondisi psikologis seseorang. Maloklusi
dapat dirawat dengan menggunakan alat ortodonti agar didapat oklusi yang normal
dan muka yang menyenangkan (Foster, 2012., Li Y, et al, 2018). Perawatan ortodonti
bertujuan mengoreksi maloklusi dan menempatkan gigi-geligi pada posisi ideal dan
seimbang dengan tulang basal. Perawatan ortodonti harus dapat memperbaiki fungsi
orofasial, yang terdiri dari sistem dentoalveolar, jaringan skeletal dan jaringan lunak
termasuk juga otot-otot di sekitar mulut (Balajhi, 2007).
Perawatan ortodonti dilakukan bila tekanan diberikan pada gigi maka akan
terjadi pergerakan gigi di dalam tulang alveolar disekitar gigi. Tekanan pada mahkota
gigi akan diteruskan melalui akar gigi ke ligamen periodontal dan tulang alveolar,
sehingga permukaan tulang alveolar yang mendapatkan tekanan mengalami proses
resopsi dan pada sisi yang berlawanan mengalami tarikan atau proses aposisi. Hal ini
disebut proses remodeling. Proses remodeling alveolar merupakan hal yang sangat
penting berguna untuk mempertahankan ketebalan tulang dan mempertahankan
hubungan antar gigi dan tulang alveolar agar relatif konstan (Proffit, 2013).
Respon remodeling jaringan periodontal pada pergerakan gigi secara ortodonti
dimediasi pertama kali oleh ligamen periodontal. Agar gigi dapat bergerak pada
ligament periodontal harus terbentuk osteoklas yang berfungsi meresorpsi tulang
yang berdekatan dengan ligamen periodontal yang tertekan, sedangkan pada sisi
Universitas Sumatera Utara
2
tertarik terjadi pembentukan tulang oleh osteoblas (Graber, 2005., Eriksen, 2010.,
Nayak et al, 2013).
Gigi mempunyai kecenderungan untuk kembali ke posisi semula setelah
digerakkan (relaps) dan memerlukan waktu yang relatif lama untuk tetap pada posisi
yang sama. Faktor yang menyebabkan terjadinya relaps setelah perawatan ortodonti
adalah: (1) tarikan dari ligamen periodontal karena adanya proses reorganisasi dari
jaringan periodontal; (2) kekuatan otot bibir, pipi dan lidah; (3) proses pertumbuhan
rahang yang belum berhenti. Relaps dipengaruhi oleh stabilitas oklusal yang belum
tercapai, peningkatan tekanan yang dipengaruhi oleh serabut transeptal dan resorpsi
tulang alveolar oleh osteoklas. Relaps dapat terjadi osteoklas masih meresopsi tulang
(Masella dan Mesiter., 2006).
Retainer diperlukan setelah perawatan ortodonti selesai yang berfungsi
mempertahankan hasil perawatan ortodonti (Littlewood et al, 2016). Retainer
diperlukan untuk menahan gaya yang dihasilkan oleh otot mastikasi, lidah, dan
jaringan periodontal (Vega et al, 2007). Retainer ortodonti lepasan maupun cekat
berfungsi mempertahankan posisi gigi yang baru sampai jaringan lunak dan tulang
stabil (Littlewood et al, 2016). Menurut Proffit (2013) meskipun pasien merasa
perawatan telah selesai ketika alat ortodonti dilepas, gigi masih dalam posisi belum
stabil sehingga tekanan dari jaringan lunak di sekitarnya secara terus menerus dapat
memicu terjadinya relaps. Retainer memiliki berbagai macam jenis dan fungsinya
masing-masing. Untuk itu dokter gigi harus memahami mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan relaps dan macam-macam retainer yang dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya relaps (Graber, 2005., Proffit, 2013).
Remodeling tulang sangat membantu pada perawatan ortodonti, terutama untuk
mencegah relaps hasil perawatan. Hal itu disebabkan relaps gigi yang digerakkan
oleh kekuatan ortodonti merupakan respon fisiologis jaringan pendukung terhadap
tekanan yang diterima (Melsen, 2001., Heasman, 2003). Hasil remodeling tulang
yang baik mencegah resorpsi tulang yang berlebihan ditunjukkan dengan tidak
terjadinya perubahan posisi gigi-gigi yang digerakkan dan mempertahankan
kedudukan gigi geligi pada posisi yang baru setelah perawatan aktif selesai dan alat
Universitas Sumatera Utara
3
ortodonti dilepas. Resorpsi dan pembentukan tulang terjadi secara seimbang dan
massa tulang dipertahankan dalam level konstan pada orang dewasa sehat. Proses
remodeling dilakukan terutama oleh osteoklas dan osteoblas. Osteoklas
bertanggungjawab untuk resorpsi tulang dan berasal dari stem cells hematopoetik
yang dikenal dengan monosit, sedangkan osteoblas bertanggung jawab untuk
pembentukan tulang dan berasal dari sumsum tulang stromal cells (Kondo et al,
2001).
Proses aposisi yang optimal sangat membantu pada proses remodeling
terutama untuk mempercepat timbulnya ataupun mempercepat luas woven bone
untuk mencegah relaps. Relaps merupakan masalah yang masih sering terjadi dan
berakibat penurunan keberhasilan perawatan ortodonti (Krishnan dan Davidovitch,
2015). Peer Assessment Rating (PAR) indeks adalah salah satu indeks untuk menilai
stabilitas gigi setelah perawatan ortodonti. Penggunaan indeks PAR sebagai cara
untuk mengevaluasi stabilitas dan relaps pada pasien ortodonti telah terbukti valid
dan reliabel pada beberapa penelitian. Data kejadian penurunan nilai PAR indeks
yang bervariasi, yang ditemukan oleh beberapa peneliti secara berturut-turut dijumpai
penurunan skor PAR indeks sebesar 62% pada 78 pasien (Linklater dan Fox, 2002).
Relaps terjadi dengan cepat pada saat awal alat ortodonti dilepas, tetapi setelah
tiga hari baik kecepatan relaps maupun persentasenya mulai berangsur-angsur
menurun (Balajhi, 2001). Setelah alat ortodonti dilepas, gigi mulai bergerak relaps
ke posisi semula, disertai adanya perubahan jumlah dan distribusi osteoklas. Jumlah
osteoklas menurun secara signifikan baik pada mesial dan distal akar gigi molar
pertama selama 3 hari, kemungkinan sebagai akibat apoptosis atau penurunan
kepadatan pembuluh darah (Noxon et al, 2001). Jumlah osteoklas sangat menurun
pada hari ke 14 dan mulai stabil pada hari ke-14 sampai ke-21 periode relaps.
Beberapa penelitian pada gigi molar tikus yang digerakkan menunjukkan pola
aktivitas relaps yang sama yaitu setelah digerakkan secara ortodonti selama 7 (tujuh)
hari maka pada hari 1 terjadi relaps sebesar 72,2%, pada hari ke 4 sebesar 89,9%.
Pada penelitian yang digerakkan selama 10 hari, terjadi relaps sebesar 62,5% pada
hari pertama dan 68,9% pada hari ke 5 (Tanya et al., 2015).
Universitas Sumatera Utara
4
Danz et al (2012) melaporkan bahwa pasien yang dilakukan perawatan
ortodonti dengan berbagai teknik hampir 50 % kecendrungan terjadinya relaps pada
pergerakan gigi anterior yang crowding. Pemakaian alat retensi pasca perawatan
ortodonti disarankan untuk semua tipe maloklusi yang dirawat. Masa retensi yang
paling umum digunakan selama 12 bulan. Dilaporkan oleh sebuah survei yang
dilakukan di Inggris, pendekatan ini didukung oleh studi histologis yang
menunjukkan bahwa serat periodontal supracrestal tetap mengalami perubahan ke
bentuk awal selama lebih dari 7 (tujuh) bulan setelah penghentian pergerakan gigi
secara ortodonti. Hal ini menunjukkan bahwa periode retensi disarankan minimal 7
(tujuh) bulan (Johnston et al, 2008).
Relaps dalam perawatan ortodonti merupakan masalah yang kompleks dengan
banyak faktor yang berpotensi mempengaruhi hasil perawatan. Beberapa literature
menyatakan bahwa stabilitas dan relaps setelah perawatan ortodonti tidak dapat
diprediksi, dengan kecenderungan relaps 33-90 % setelah kira kira 10 tahun pasca
perawatan (Olive dan Basford, 2003). Penyebab detail relaps belum diketahui karena
merupakan suatu proses yang kompleks. Secara umum disebabkan oleh faktor
instrinsik pada ligamen periodontal dan tulang alveolar, serta faktor ekstrinsik seperti
pertumbuhan struktur wajah, tekanan jaringan lunak dan interdigitasi. Telah diterima
secara umum bahwa penarikan yang berlebihan dari serabut jaringan ikat supra
alveolar merupakan penyebab relaps, namun demikian beberapa hasil penelitian
secara histologis tidak mendukung pendapat tersebut dan menyatakan bahwa terdapat
faktor lain yang berperan pada proses terjadinya relaps (Lovatt et al., 2008).
Mediator kimia yang berperan di dalam proses remodeling adalah TGF-ß dan
MMP-8. Matriks ekstraseluler terhadap tekanan yang diberikan oleh alat ortodonti
terlihat dari perubahan sel fibroblas. Fibroblas memproduksi matrix
metalloproteinase- (MMPs) adalah golongan zinc dependent endopeptidases yang
memainkan peran penting dalam proses remodeling baik secara morfogenesis dan
perbaikan jaringan termasuk remodeling ligamen periodontal selama pergerakan gigi
secara ortodonti (Waddington, 2001). Matriks metalloproteinase (MMPs) memiliki
sifat katalitik yang bertanggung jawab untuk remodeling tulang dan degradasi
Universitas Sumatera Utara
5
komponen struktural dari matriks ekstraseluler (ECM) termasuk kolagen, elastin,
gelatin, matriks glikoprotein, dan proteoglikan (Jabłońska et al., 2016). Protein MMP
memainkan peran penting terhadap perbaikan dan pembentukan tulang baru dengan
menginisiasi penyebaran sel dan unsur pembentukan tulang lainnya. Inhibitor
jaringan dari MMP memiliki peran penting dalam mengendalikan proteolisis sel
guna terjadinya efisiensi pasca-transkripsi dari mRNA protein tertentu yang terlibat
pada perbaikan tulang dengan meningkatan memodulasi kinerja MMP pada
pembentukan tulang (Tokuhara et al., 2019).
Apajalahti et al, (2003) melaporkan adanya kenaikan yang signifikan secara
statistik terhadap MMP-8 dalam cairan sulkus gingiva pada tahap awal perawatan
ortodonti, 4 sampai 8 jam setelah aplikasi tekan ortodonti. Sasano et al (2002)
melaporkan MMP-8 paling efektif menghidrolisis kolagen tipe I dan III yang
merupakan collagenases intersisial utama pada proses peradangan gingiva. Ribagin
dan Rashkova (2012) mengemukakan bahwa analisis kuantitatif matriks
metalloproteinase-8 dan interleukin 1ß pada sampel cairan sulkus gingiva (CSG)
merupakan metode non invasif yang potensial sehingga ortodontis dapat memperoleh
informasi tentang proses remodelling di periodonsium selama perawatan ortodonti.
Matrix metalloproteinase-8 MMP-8 memainkan peran yang penting dalam
remodeling ligamentum periodontal selama pergerakan gigi ortodonti. Ekspresi gen
MMP-8 di dalam cairan sulkus gingiva pada t0 adalah 31.3%, tetapi pemberian
tekanan menaikkan ekspresinya menjadi 65,6% pada t1 dan kemudian menurun
secara kontinyu pada t2, t3, dan t4. Tingkat ekspresi tertinggi dari gen MMP-8 akibat
tekanan ortodonti terjadi pada minggu pertama, tetapi kemudian menurun
pada minggu-minggu berikutnya. Waktu yang paling tepat untuk mengaktivasi
kembali rantai elastomer adalah 3 minggu setelah aplikasi (Susilowati et al, 2011)
TGF-ß merupakan faktor pertumbuhan yang biomarker hemoestatis periodontal
yang penting untuk mempromosikan migrasi, differensiasi dan proliferasi sel, serta
sintesis matriks ekstra seluler. TGF-ß merupakan protein osteogenik yang penting
pada mineralisasi tulang. TGF-ß mempunyai interaksi komplek yang menginduksi
mekanisme positif maupun negatif pada proses osteoklastogenesis secara langsung
Universitas Sumatera Utara
6
maupun tidak langsung pada sel osteoklas atau sel progenitor osteoklas. TGF-ß
banyak ditemukan pada matriks tulang dan aktif selama proses pembentukan tulang,
memperkuat aktivitas osteoblas dengan meningkatkan sintesis kolagen, kecepatan
aposisi tulang serta menghambat differensiasi osteoklas (Krishnan and Davidovitch,
2009). Ariffin et al, (2011) melaporkan TGF-ß terekspresi pada periodontium dan
meningkat selama pergerakan gigi, pada sisi tertarik lebih tinggi dibandingkan sisi
tertekan.
Di Indonesia pemanfaatan herbal dianjurkan kepada masyarakat sebagai
alternatif pengganti obat paten karena Indonesia termasuk salah satu negara yang
memiliki banyak tanaman obat yang potensial. Diperkirakan lebih dari 70% tanaman
obat yang tumbuh di Asia ada di Indonesia. Hal ini berarti jumlahnya sangat besar.
Alasan lain karena masyarakat Indonesia secara turun temurun telah menggunakan
tanaman obat sebagai salah satu cara dalam pengobatan dan memelihara kesehatan
(Sardjono, 1994., Warsito H., 2008).
Untuk mencegah terjadinya relaps karena kepadatan tulang yang belum
optimal pasca perawatan ortodonti pada tahap finishing perawatan maka dibutuhkan
suatu bahan yang dapat menstimulus percepatan remodeling tulang. Salah satu bahan
alam yang memiliki potensi adalah mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn).
Secara kimia dari berbagai jenis Mangifera Indica L. yang diteliti oleh Scartezzini
dan Speroni (2000) melaporkan bahwa kulitnya mengandung asam protocatechic,
catechin, mangiferin, alanin, glisin, asam γ-aminobutyric, kinicacid, asam
IMIC shik dan triterpenoid tetracyclic cycloart-24-en-3β, 26diol, 3-ketodammar-24
(E) - en-20S, 26-diol, C-24 epimer dari cycloart-25 en 3β, 24, 27-triol dan cycloartan-
3β, 24,27-triol.
Mangiferin memiliki sifat biokompatibel yang baik pada tulang dilaporkan
oleh Lie (2017). Mangiferin menghambat pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang
melalui supresi aktivasi RANKL yang menginduksi NF-kB dan ERK. Selama
RANKL menginduksi osteoklastogenesis, RANKL berikatan dengan reseptor RANK
mengakibatkan perekrutan protein adaptor, TRAF6 dan aktivasi NF-kB dan MEK
kinase. NF-kB telah terbukti memainkan peran sangat penting dalam
Universitas Sumatera Utara
7
osteoklastogenesis. Supresi aktivasi NF-kB akan menghambat pembentukan
osteoklas. Efek Anti NF-kB dari mangiferin lebih lanjut menjelaskan mekanisme
yang mendasari aksi penghambatan osteoklastogenesis dan resorpsi tulang.
Mangiferin mencegah RANKL yang menginduksi degradasi IkB-α dan translokasi
nuklir p65. Menariknya, dengan tidak adanya stimulasi RANKL, mangiferin
meningkatkan aktivitas NF-kB basal. Mangiferin juga muncul untuk meningkatkan
tingkat IKB yang mencerminkan resintesis dan degradasi. Jalur MEK/ ERK juga
terlibat dalam regulasi differensiasi osteoklas. Mangiferin menghambat aktivasi
RANKL yang menginduksi ERK yang berkontribusi terhadap supresi diferensiasi
osteoklas (Ang et al, 2011).
Estabelle et al (2011) menunjukkan bahwa mangiferin sebagai
imunomodulator, menghambat pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang dengan
menghambat jalur RANKL. Mangiferin mengurangi sel pembentuk osteoklas,
termasuk cathepsin K, kalsitonin reseptor, DC-STAMP, dan V-ATPase d2. Selain itu,
mangiferin juga menunjukan efek penghambatan pada RANKL yang diinduksi ERK
fosforilasi. Mangiferin menunjukkan sifat anti-resorptif. Mangiferin juga dilaporkan
memiliki aktifitas antiosteoklastogenik dalam pengobatan dan pencegahan
osteoporosis (Ang et al, 2011). Mangiferin dapat menekan aktivasi Necrosis Factor
(NF)-Byang berlebihan, yang dapat berpotensi sebagai obat alternatif untuk
pengobatan tumor, peradangan dan penyakit tulang osteolitik (Huh et al., 2014).
Penelitian ini berusaha mencari solusi agar selama proses remodeling tulang
cepat dan meminimalkan relaps setelah perawatan gigi aktif selesai. Dibutuhkan
bahan stimulan yang akan merangsang terjadinya proses osteogenesis dengan
pemberian aplikasi hidrogel mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn).
Sampai saat ini mekanisme percepatan remodeling tulang untuk mencegah relpas
pasca perawatan ortodonti belum ditemukan. Berdasakan pemikiran tersebut maka
dilakukan penelitian tentang daya absorbsi dari mangiferin (Mangifera indica Linn)
terhadap tulang, viscositas dan pH mangiferin, perubahan jarak biometrik gigi
sebelum dan setelah aplikasi mangiferin, profil osteoklas dan osteoblas, profil
Universitas Sumatera Utara
8
degradasi kalsium tulang, reaktivitas protein MMP-8 dan TGF-ß serta pelacakan
keberadaan kedua protein tersebut.
1.2 Permasalahan
Apakah mangiferin dari kulit mangga (Mangifera indica Linn) berpotensi
terhadap proses remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
1.3 Rumusan Masalah
Remodeling tulang sangat membantu pada perawatan ortodonti, terutama untuk
mencegah relaps pasca perawatan. Hasil dari remodeling tulang yang baik mencegah
resorpsi tulang yang berlebihan ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan posisi
gigi-gigi yang digerakkan dan mempertahankan kedudukan gigi geligi pada posisinya
yang baru setelah perawatan aktif selesai dan alat ortodonti dilepas. Diharapkan
bahan alam dapat menstimulan percepatan remodeling tulang pasca perawatan
ortodonti. Mangiferin memiliki sifat biokompatibel yang baik pada tulang.
Mangiferin sebagai imunomodulator, menghambat pembentukan osteoklas dan
resorpsi tulang, menunjukkan kemampuan aktifitas antiosteoklastogenik pada
osteoklas dan osteoblas yang dapat berperan dalam remodeling tulang. Mediator
kimia yang berperan didalam proses remodeling adalah TGF-ß dan MMP-8. TGF-ß
merupakan protein osteogenik yang penting pada mineralisasi tulang. MMP-8
merupakan kolagenase yang dapat merusak substrat matriks ekstraseluller yaitu
kolagen I,II,III yang berperan penting pada degradasi jaringan ligamen periodontal.
1.4 Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mencoba merumuskan persoalan dalam bentuk
pertanyaan:
1. Apakah mangiferin (Mangifera indica Linn) memiliki daya absorbsi serta
biorespon yang baik untuk mempercepat proses remodeling tulang ?
2. Bagaimanakah viskositas dan pH mangiferin (Mangifera indica Linn)
sebagai indikator terjadinya proses remodeling tulang ?
Universitas Sumatera Utara
9
3. Apakah mangiferin memiliki potensi dalam mencegah terjadi relaps terhadap
perubahan jarak ukuran biometrik sebelum dan setelah perawatan ortodonti ?
4. Apakah mangiferin memiliki efek dalam mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti terhadap profil osteoklas dan osteoblas
5. Apakah mangiferin memiliki efek terhadap degradasi kalsium tulang sebagai
indikator terjadinya proses remodeling tulang mencegah relaps pasca
perawatan ortodonti
6. Bagaimanakah efek mangiferin terhadap reaktivitas ekspresi protein MMP-8
dan TGF-β dalam remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca
perawatan ortodonti.
7. Apakah mangiferin memiliki kemampuan melacak keberadaan protein
MMP-8 dan TGF-β ?
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Membuktikan mangiferin (Mangifera indica Linn) berpotensi membantu
proses remodeling tulang dalam mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
1.5.2 Tujuan Khusus
a. Menguji bahwa mangiferin (Mangifera indica Linn) memiliki daya
absorbsi serta biorespon yang baik untuk mempercepat proses remodeling
tulang mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
b. Menguji viskositas dan pH mangiferin (Mangifera indica Linn) sebagai
indikator terjadinya proses remodeling tulang untuk mencegah relaps
pasca perawatan ortodonti.
c. Membuktikan kemampuan mangiferin dalam mencegah terjadi relaps
terhadap perubahan jarak ukuran biometrik sebelum dan setelah perawatan
ortodonti.
Universitas Sumatera Utara
10
d. Membuktikan profil osteoklas dan osteoblas sebagai indikator terjadinya
proses remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti.
e. Membuktikan profil degradasi kalsium tulang sebagai indikator terjadinya
proses remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
f. Menganalisis efek mangiferin terhadap reaktivitas ekspresi protein MMP-
8 dan TGF-β dalam remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca
perawatan ortodonti
g. Membuktikan kemampuan mangiferin dalam melacak keberadaan protein
MMP-8 dan TGF-β sebagai indikator pembentukan tulang baru dalam
remodeling tulang setelah aplikasi mangiferin (Mangifera indica Linn)
untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian yang peneliti lakukan ini dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri,
maupun bagi para pembaca atau pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Bidang ilmu
a. Meningkatkan pemahaman tentang proses remodeling tulang mencegah
terjadinya relaps pasca perawatan ortodonti.
b. Memahami mediator kimia yang berperan didalam proses remodeling adalah
TGF-ß dan MMP-8.
c. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lanjutan mengenai mangiferin
(Mangifera indica Linn).
Institusi Pendidikan
a. Sebagai bagian dari pengembangan penelitian dibidang ilmu kedokteran gigi
khususnya ilmu ortodonti.
b. Sebagai penunjang program dibidang penelitian di Fakultas Kedokteran Gigi.
Universitas Sumatera Utara
11
Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi profesi dibidang
ilmu kedokteran gigi khususnya ortodonti dalam proses remodeling dalam mencegah
relaps pasca perawatan ortodonti.
1.7 Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelusuran secara kepustakaan, peneliti belum menemukan
penelitian tentang potensi mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn) dalam
proses remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti dan
dimungkinkan serta berpotensi mendapatkan HaKI
1.8 Potensi Hak dan Kekayaan Intelektual (HaKI)
Dari semua tujuan di atas memiliki peluang untuk mendapatkan HaKI yaitu
mematenkan manfaat formulasi hidrogel mangiferin konsentrasi 6.25% dan 12.5%
dapat mempercepat proses remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca
perawatan ortodonti.
Universitas Sumatera Utara
12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tulang
Tulang adalah jaringan ikat yang terdiri dari sel, serat dan matriks ekstraselular.
Matriks tulang adalah bagian terkeras yang terletak dilapisan luar tulang, yang
diakibatkan oleh pengendapan mineral dalam matriks, sehingga tulang mengalami
kalsifikasi. Didalam tubuh manusia juga terdapat yang namanya tulang rawan
(cartilago), yaitu jaringan ikat yang mempunyai kemampuan meregang, membentuk
penyokong yang kuat bagi jaringan lunak, memberikan kelenturan, dan sangat tahan
terhadap tekanan. Tulang mempunyai matriks yang memiliki banyak pembuluh
darah, dikarenakan struktur yang keras ini susah untuk ditembus oleh nutrien dan
metabolit (Ott, 2002., Baron, 2007).
Matriks tulang terdiri dari serat protein yang kuat, terutama kolagen. Matriks
ini dihasilkan oleh osteoblas. Osteoblas adalah sel yang terdapat di dalam tulang yang
juga berfungsi membuat sel-sel tulang baru dan menyerap mineral dari darah. Matriks
mempunyai komponen organik dan inorganik (Deftos, 2002).
Komponen organik utama matriks tulang adalah serat kolagen tipe I, yang
mengandung protein, salah satunya adalah glikoprotein osteokalsin dan osteopontin,
yang berikatan erat dengan kalsium selama terjadinya mineralisasi tulang. Protein
matriks lainnya adalah sialoprotein, yang mengikat osteoblas pada matriks
ekstraselular (Mantyla, 2006., Baron, 2007). Komponen inorganik matriks terdiri
dari kalsium dan fosfat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Ikatan serat kolagen
dengan kristal hidroksiapatit akan menyebabkan tulang menjadi keras, tahan lama,
dan kuat. Tulang itu sendiri merupakan jaringan yang termineralisasi dengan tiga
tipe sel yang berbeda: osteoblas, osteosit dan osteoklas. Jaringan ini terdiri atas:sel-
sel dan matriks organik yang termineralisasi (kolagen, non-kolagen protein dan
proteoglikan). Tulang mengandung sekitar 65 % mineral yang kebanyakan adalah
hidroksiapatit, 25 % matriksorganik, dan 10 % air. Kandungan kolagennya sebanyak
Universitas Sumatera Utara
13
90% dari faseorganik dan 10 % sisanya mengandung proteoglikan dan protein non-
kolagen.(Deftos, 2002., Baron, 2007).
2.1.1 Sel Tulang
a. Osteoblas
Osteoblas berasal dari jalur sel mesenkim stroma sumsum tulang. Osteoblas
memproduksi osteoid atau matriks tulang, berbentuk bulat, oval atau polihedral,
terpisah dari matriks yang telah mengalami mineralisasi. Osteoblas berfungsi
mensintesis dan mensekresi matriks organik tulang, mengatur perubahan elektrolit
cairan ekstraselular pada proses mineralisasi. Osteoblas mengandung reticulum
endoplasmik, membran golgi dan mitokondria. Pematangan osteoblas memerlukan
Fibroblast Growth Factor (FGF), Bone Morphogenic Proteins (BMPs), Core Binding
Factor-1(CBFa-1) dan osteoblast specific cis acting element (OSE-2). Osteoblas
memiliki reseptor estrogen, sitokin, Paratiroid Hormon (PTH), Insulin derivated
Growth Factor (IGF), dan Vitamin D3. Osteoblas saling berhubungan melalui gap
junction. Osteoblas yang menetap pada permukaan tulang bentuknya pipih yang
dinamakan bone lining cells /resting osteoblast (Ott, 2002., Olson dan Cristopher,
2010).
b. Osteoklas
Osteoklas berasal dari jalur hemopoetik yang juga membuat makrofag dan
monosit. Sel ini berpindah dari sumsum tulang lewat sirkulasi atau migrasi langsung.
Sel prekursor osteoklas terdapat pada sumsum tulang dan sirkulasi darah. Sel ini
ditemukan pada permukaan tulang yang mengalami resorpsi dan kemudian
membentuk cekungan yang dikenal sebagai lacuna Howship Rody WJ, (King GJ, Gu
G, 2001), Osteoklas dalam sitoplasmanya akan terisi oleh mitokondria guna
menyediakan energi untuk proses resorpsi tulang. Osteoklas merusak matriks tulang,
melekat pada permukaan tulang, memisahkan sel dengan matriks, menurunkan pH7
menjadi pH4. Keasaman ini akan melarutkan mineral dan merusak matriks sel
sehingga protease keluar. Osteoklas memiliki reseptor yaitu RANK-ligand (RANK-
L) untuk maturasi sel dan mengalami apoptosis (Ott, 2002., Kitauraet al, 2014).
Universitas Sumatera Utara
14
c. Osteosit
Osteosit merupakan 90% dari sel tulang terletak diantara matriks tulang yang
mengalami mineralisasi. Osteosit memiliki satu inti, jumlah organela bervariasi.
Jaringan sel ini menjangkau permukaan luar dan dalam tulang, membuat tulang
menjadi sensitif terhadap pengaruh tekanan, mengontrol pergerakan ion serta
mineralisasi tulang. Osteosit berasal dari osteoblas yang pada akhir proses
mineralisasi terhimpit oleh ekstraselular matriks, berperan dalam pemeliharaan massa
dan struktur tulang (Ott, 2002., Matsumoto et al,2013).
2.2 Tulang dan Osteogenesis
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matriks
kolagen ekstraseluler (kolagen tipe 1) yang disebut dengan osteoid. Osteoid ini
termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku
dan kuat. Sedangkan substansi interstisial tulang terdiri atas dua komponen utama,
matriks organik 35% (kolagen yang merupakan 95% dari bagian organik matriks
tulang, terutama tipe-1) dan garam garam anorganik 65% dari berat keringnya.
Matriks organik terdiri atas serat-serat kolagen yang terbenam dalam substansi dasar
kaya proteoglikan (Bloom dan Fawcett, 2002).
Tulang atau jaringan oseosa, merupakan bentuk kaku jaringnan ikat yang
membentuk sebagian besar kerangka vertebrata yang lebih tinggi. Jaringan ini terdiri
atas sel-sel dan matriks intersel. Matriks mengandung unsur organik, yaitu terutama
serat-serat kolagen dan usur anorganik yang merupakan dua pertiga berat tulang itu.
Garam-garam anorganik yang bertanggung jawab atas kaku dan lenturnya tulang
adalah kalsium fosfat (kira-kira 85%), kalsium karbonat (10%), dan sejumlah kecil
kalsium fluorida dan magnesium fluoride. Serat-serat kolagen sangat menambah
kekuatan tulang itu.Tulang berfungsi sebagai kerangka kaku bagi tubuh, menyediakan
tempat penambat bagi otot dan organ, hemopoiseis (pembentukan sel darah) dan
sebagai reservoir kalsium, fosfat, dan mineral lain (Bloom dan Fawcett, 2002).
Selain protein matriks non-kolagen yang umum dalam jaringan ikat, terdapat
dua protein kecil tergantung vitamin K, yaitu osteokalsin, protein 5,8 kD merupakan
Universitas Sumatera Utara
15
2% dari protein matriks total, memiliki tiga residu asam karboksiglutamat-Ϫ
permolekul dan ditemukan dalam matriks ekstrasel, terikat pada hidroksiapatit. Selain
itu osteoponin, adalah sialoprotein 63 kD yang terikat erat pada hidroksiapatit dan
mengantung urutan ikatan-sel mirip fibronektin. Baik osteoklasin maupun
osteopontin adalah produk dari osteoblas dan sintesisnya dirangsang oleh
dihidroksikolikalsiferol-1,25, yaitu metabolit aktif dari vitamin D, komponen matriks
ketiga, sialoprotein tulang (BSP), adalah protein 78 kD yang juga memiliki urutan-
ikatan sel (Bloom dan Fawcett, 2002., Garber et al., 2005).
Sel-sel pada tulang adalah osteoblas yang mensintesis dan menjadi perantara
mineralisasi osteoid. Osteoblas ditemukan dalam suatu lapisan jaringan tulang
sebagai sel berbentuk kuboid atau silindris pendek yang saling berhubungan melalui
tonjolan-tonjolan pendek. Sel yang lain adalah osteosit yang berperan dalam
pembentukan matriks tulang dengan cara membantu pemberian nutrisi pada tulang.
Sel yang juga penting di dalam tulang adalah sel osteoprogenitor yang merupakan sel
mesenchimal primitif yang menghasilkan osteoblas selama pertumbuhan tulang dan
osteosit pada permukaan dalam jaringan tulang.Tulang juga berfungsi untuk
menyimpan dan homeostatis kalsium. Sel ini merupakan sel osteogenik yang terdapat
pada pembentukan jaringan tulang pada periosteum bagian dalam dan juga
endosteum. Selama pertumbuhan tulang sel-sel ini akan membelah diri dan
menghasilkan osteoblas yang kemudian akan membentuk tulang. (Bloom dan
Fawcett, 2002).
Jenis jaringan tulang mempunyai dua komponen yaitu tulang muda atau
primer dan tulang dewasa atau tulang sekunder. Jaringan tulang primer terjadi pada
pembentukan tulang atau dalam proses penyembuhan kerusakan tulang, maka tulang
yang tumbuh tersebut bersifat muda atau tulang primer yang bersifat sementara
karena nantinya akan diganti dengan tulang sekunder. Jaringan tulang tersebut berupa
anyaman sehingga disebut woven bone. Woven Bone ini terbentuk merupakan
komponen muda yang tersusun dari serat kolagen yang tidak teratur pada osteoid,
selain itu sedikitnya jumlah garam mineral yang dikandungnya sehingga mudah
ditembus oleh sinar-x. Jaringan tulang primer ini akhirnya mengalami remodeling
Universitas Sumatera Utara
16
menjadi tulang sekunder (lamellar bone) yang secara fisik lebih kuat dan resilien
(Donal., 2018).
Osteogenesis atau proses pembentukan tulang berasal dari sel progenitor
osteoblas yang akan menjadi osteoblas, terdapat tiga tahapan yaitu sekresi matriks,
pematangan matriks dan mineralisasi matriks dari osteoid. Alkaline Phosphate
osteopontin dan osteonictin adalah marker osteogenik pada pematangan tulang
(Marom et al., 2005).
2.3 Perawatan Ortodonti
Perawatan ortodonti merupakan suatu disiplin bidang kedokteran gigi
yangdapat meningkatkan fungsi serta penampilan mulut dan wajah. Tujuan
utamaperawatan ortodonti adalah untuk menghasilkan gigitan yang sehat dan
fungsional,menciptakan ketahanan gigi terhadap penyakit, dan meningkatkan
penampilan individu. Perawatan ortodonti adalah perawatan yang dilakukan untuk
mengoreksi maloklusi yang ada dan membutuhkan waktu perawatan yang cukup
lama (Graber, 2005., Hanneman et al, 2008).
Tujuan perawatan ortodonti adalah untuk memperbaiki keadaan gigi geligi agar
dapat berfungsi dengan baik, menciptakan kesehatan khususnya kesehatan gigi dan
mulut, dan kesehatan tubuh pada umumnya, serta melakukan perbaikan estetik wajah
(penampilan) dengan dampak psikologis yang positif. Secara umum, keuntungan
perawatan ortodonti adalah meningkatnya kesehatan gigi dan fungsi. Dengan
meningkatnya kesehatan gigi dan fungsi, individuakan merasa penampilannya
meningkat, hal tersebut akan menambah rasa percaya diri seseorang, dengan
demikian akan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan (William, 2000.,
Hanneman et al, 2008.,Daljit dan Farhad., 2011)
Perawatan ortodonti dilakukan untuk koreksi maloklusi, mengatur susunan
gigi-geligi, dan penampilan wajah yang harmonis. Terdapat dua macam piranti
ortodonti yaitu piranti ortodonti cekat dan piranti ortodonti lepasan. Piranti ortodonti
lepasan adalah alat yang dapat dipasang dan dilepas sendiri oleh pasien dan
Universitas Sumatera Utara
17
mempunyai kemampuan perawatan yang sederhana dibanding dengan piranti cekat.
Piranti tersebut dapat mempengaruhi otot-otot myofungsional (Profit et al, 2012).
2.4 Pergerakan Gigi Secara Ortodonti
Pergerakan gigi secara ortodonti menggunakan tekanan yang diaplikasikan
menyebabkan perubahan remodeling jaringan penyangga seperti ligamen periodontal,
tulang alveolar dan gingiva. Fase awal pergerakan gigi meliputi respon inflamasi akut
dengan karakteristik adanya vasodilatasi periodontal dan keluarnya leukosit pada
pembuluh darah. Pergerakan gigi secara ortodonti dapat terjadi cepat atau lambat
tergantung dari karakteristik fisik dari tekanan yang diaplikasikan, ukuran dan respon
biologis dari ligamen periodontal. Tekanan mekanis ini menyebabkan tarikan yang
mempengaruhi vaskularisasi dan aliran darah ligamen periodontal menghasilkan
sintesis lokal dan pelepasan molekul sitokin, growthfactors, colony-stimulating
factors dan neurotransmitters (Krishnan dan Davidovicth, 2006).
Menurut Proffit et al (2012) pergerakan gigi secara ortodonti melibatkan dua
proses yang saling berhubungan yaitu defleksi tulang alveolar serta remodeling
jaringan periodontal. Gaya ortodonti akan menghambat vaskularisasi ligamen
periodontal dan aliran darah, sehingga menyebabkan terjadinya biokimia dan seluler
serta terjadi perubahan kontur tulang alveolar (Kusumadewy, 2012).
Pergerakan gigi secara ortodonti merupakan kombinasi antara resorpsi dan
aposisi tulang pada sisi tertekan dan tertarik. Kekuatan dikenakan pada gigi akan
mengakibatkan adanya daerah yang tertekan dan daerah yang tertarik. Daerah yang
tertekan tulang terjadi resorpsi dan daerah yang tertarik tulang akan diaposisi
(Apajalahti, et al., 2003.,Perinetti, et al, 2005). Daerah yang tertekan akan terjadi
sesuai dengan arah kekuatan yang dikenakan, kekuatan akan menekan gigi ke dinding
tulang alveolus dan membrana periodontalis akan terjepit diantara gigi dan dinding
alveolus, dalam waktu singkat akan terjadi resorpsi tulang. Pada daerah yang
berlawanan gigi akan menjauhi dinding alveolus. Melebarnya ruang membran
periodontalis akan menimbulkan tarikan dan terjadi aposisi tulang. Proses remodeling
Universitas Sumatera Utara
18
tulang dirangsang oleh pemberian kekuatan pada gigi, menyebabkan gigi bergerak
dan integritas tulang alveolus tetap terpelihara (Dolce et al, 2002).
Mekanisme biologis pada pergerakan gigi secara ortodonti harus
dipertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pergerakan gigi,
pertimbangan penjangkaran, penyebab relaps dan resorpsi akar. Semua prinsip
biologis yang berhubungan erat dan mendasari pergerakan gigi secara ortodonti dapat
dikarakteristikkan sebagai remodeling jaringan. Proses pergerakan gigi secara
ortodonti adalah untuk mendapatkan perubahan dinamis dalam bentuk dan komposisi
dari tulang dan jaringan lunak yang lebih baik. Gigi dan jaringan periodontal
diantaranya: dentin, sementum, ligamen periodontal (PDL), dan tulang alveolar
semuanya mempunyai mekanisme perbaikan aktif dan akan beradaptasi di bawah
tekanan yang normal pada piranti ortodonti (Proffit, 2013., Filler et al, 2015).
Pergerakan gigi secara ortodonti, gaya mekanis dari piranti ortodonti akan
diteruskan ke seluruh jaringan pendukung gigi, sehingga terjadi proses remodeling
yang akan memfasilitasi pergerakan gigi melalui tulang (Pudyani, 2007). Gaya
ortodonti yang optimal akan mampu menggerakkan gigi ke posisi yang diinginkan
tanpa menyebabkan rasa tidak nyaman dan kerusakan jaringan, serta akan
menimbulkan respon biologi yang adekuat dari jaringan periodontal (Krishnan dan
Davidovitch Z. 2006).
Gigi akan bergerak dalam dua tahap: 1) Segera setelah pemberian kekuatan,
gigi akan bergerak baik oleh karena penekanan pada membran periodontalis maupun
oleh karena elastisitas tulang yang akan membengkok sedikit oleh tekanan.
2) Setelah periode diam, selanjutnya gigi akan bergerak searah pemberian tekanan
oleh karena adanya resorpsi tulang alveolus. Pergerakan gigi secara ortodonti
dihasilkan dari kombinasi reaksi biologis terhadap tekanan biomekanik oleh gaya
ortodonti di ligament periodontal dan tulang alveolar (Takahashi et al, 2003).
Fase awal pergerakan gigi secara ortodonti selalu melibatkan respon inflamasi
akut yang ditandai oleh vasodilatasi kapiler dan migrasi leukosit ke kapiler.Sel-sel
yang bermigrasi ini memproduksi berbagai sitokin. Sitokin ini merangsang sintesis
Universitas Sumatera Utara
19
dan sekresi berbagai substansi untuk sel target seperti prostaglandin, growth factor
dan berbagai sitokin (Krishnan dan Davidovitch, 2006).
Pergerakan gigi secara ortodonti adalah peristiwa biologis. Hal ini melibatkan
suatu urutan proses tranduksi sinyal yang hasilnya adalah remodeling atau
pembentukan ulang tulang alveolar (Filler et al., 2015). Peran dari aktivitas gen
antara osteoblas dan osteoklas mengatur adaptasi tulang alveolar dengan tekanan
mekanis ortodonti. Perubahan morfologis dari sisi tarikan dan tekanan akibat
perawatan ortodonti (Bartzela et al, 2009., Kitaura et al, 2014).
Proses remodeling tulang alveolar membutuhkan mekanisme coupling antara
resorpsi tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh osteoblas. Osteoblas
terbukti sebagai pengontrol differensiasi dan aktivasi osteoklas. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa sitokin-sitokin merupakan molekul pemberi sinyal yang penting
dalam komunikasi diantara sel-sel tulang tersebut (Gianoukakis dan Smith, 2004).
Aplikasi gaya ortodonti akan menginduksi respon inflamasi, dimana akan terjadi
perubahan vaskuler yang diikuti oleh sintesis prostaglandin, sitokin dan growth
faktor. Beberapa mediator tersebut akan mengaktivasi remodeling tulang alveolar,
yang digambarkan sebagai resorpsi tulang di daerah tekanan dan pembentukan tulang
di daerah tarikan (Cattaneo et al, 2005).
Osteoblas dan osteoklas adalah dua sel penting yang terlibat dalam pergerakan
gigi secara ortodonti, osteoblas terlibat dalam pembentukan tulang yang dimulai
40-48 jam setelah aplikasi tekanan ortodonti (Masella dan Meister, 2006).
Differensiasi osteoblas dimulai dengan sel induk yang berasal dari sumsum tulang
yang bermigrasi ke dalam pembuluh darah. Urutan kegiatan seluler terjadi selama
pengembangan sel induk menjadi osteoblas dan osteoklas mungkin berguna dalam
menentukan penanda potensial yang terkait dengan pergerakan gigi secara ortodonti.
Osteoklas adalah sel berinti banyak yang menurunkan dan menyerap tulang.
Osteoklas yang bekerja sama dengan osteoblas dalam remodeling tulang berasal dari
sel induk haematopoitic (Grigoriadis et al, 2010).
Resorpsi dan aposisi tulang terjadi dalam waktu yang bersamaan. Osteoblas
baru bekerja hanya pada tempat dimana osteoklas sudah selesai melakukan resorpsi
Universitas Sumatera Utara
20
(Brahmanta dan Prameswari, 2009). Beberapa faktor terjadi pada sisi resorpsi seperti
colony stimulating factors (CSF), Factor Receptor Activator of Nuclear Kappa Β
Ligand (RANKL), Osteoprogerin (OPG) dan Bone Morphogenic Protein (BMP)
mengatur differensiasi osteoklas. OPG, RANKL, RANK bekerja bersama mengatur
fungsi kerja osteoblast pada jalur persinyalan RANK untuk mendorong
osteoklatogenesis, resorpsi tulang, formasi tulang dan mengendalikan masa tulang
(Krishnan and Davidovitch, 2006). OPG merupakan reseptor penghambat ikatan
RANKL dengan RANK. RANK merupakan membrane-bound-cytokine-like
molecule, disebut sebagai suatu aktivator reseptor dari nuclear factors (Receptor
Activator Nf-kb). RANK diekskresikan oleh progenitor hemapoietik osteoklas.
RANK menstimulasi perkembangan osteoklas didukung oleh Macrophage- Colony
Stimulting Factor (M-CSF) yang diproduksi oleh osteoblas (Brahmanta dan
Prameswari, 2009).
Sitokin berperan penting pada awal remodeling dalam mengontrol
keseimbangan antara aposisi dan resopsi tulang. Sitokin merupakan mediator protein
kimiawi denga massa molekul rendah dan terdiri dari rantai tunggal. Sitokin
merupakan kumpulan mediator protein dengan aktivitas yang luas terhadap
bermacam sel target. Interleukin (IL), Colony Stimulating Factor (CSF), golongan
interferon, Tumor Necrosis Factor (TNF) α dan β merupakan kelompok mediator
protein yang disebut sitokin (Kusumadewy, 2012).
IL-1 berperan utama dalam resorpsi tulang, merangsang prekursor mitogenik
osteoklas. Fungsi ini diperkuat oleh TNF-α, akan bekerja secara sinergis dengan PTH
(Paratiroid Hormon). IL-6 merupakan protein fase akut yang memperkuat resorpsi
tulang bersama IL-1 dan TNF-α melalui rangsangan mitogenesis dari osteoklas.TGF-
β banyak ditemukan dalam matriks tulang. TGF-β aktif selama proses pembentukan
tulang, memperkuat aktivitas osteoblas dengan meningkatkan sintesis kolagen,
kecepatan aposisi tulang serta menghambat differensiasi osteoklas (Krishnan dan
Davidovitch, 2006).
Universitas Sumatera Utara
21
2.4.1 Teori Pergerakan Gigi Secara Ortodonti
Mekanisme pergerakan gigi oleh gaya ortodonti telah diteliti selama bertahun
tahun. Beberapa teori yang dapat diterima dan digunakan terdiri atas:
a. Pressure Theory
Oppenheim pada 1911 merupakan orang pertama yang mempelajari perubahan
jaringan pada tulang dalam terjadinya pergerakan gigi selama perawatan ortodonti.
Schwarz (1932) dikatakan sebagai pembuat teori ini melaporkan ketika gigi diberikan
tekanan ortodonti, akan menghasilkan daerah dari tekanan dan tarikan. Daerah
periodontal pada arah gigi akan bergerak berada di bawah tekanan, sedangkan daerah
periodontal pada arah berlawanan dari pergerakan berada pada tarikan. Daerah
tekanan menunjukkan resorpsi tulang, sedangkan daerah tarikan menunjukkan aposisi
tulang (Foster, 2012).
b. Fluid Dynamic Theory
Pergerakan gigi terjadi sebagai hasil dari perubahan pada cairan dinamis di
ligamen periodontal.Ligamen periodontal memiliki ruang periodontal yang terbatas
antara dua jaringan keras yaitu gigi dan soket alveolar. Ruang periodontal
mengandung sistem cairan yang terbuat dari cairan interstitial, elemen sel, pembuluh
darah dan substansi dasar yang melekat sebagai tambahan terhadap serat
periodontal.Ruang ini merupakan ruang terbatas dengan ada jalur cairan masuk dan
keluar dari ruang ini terbatas. Karenanya, kandungan ligamen periodontal membentuk
kondisi hidrodinamik unik yang menyerupai mekanisme hydraulic dan shock
absorber. Ketika gaya dihilangkan, cairan mengisi ulang dengan difusi dari dinding
kapiler dan bersirkulasi ulang dengan cairan intersiial. Ketika gaya yang diberikan
pada durasi singkat seperti pada saat mengunyah, cairan di ruang periodontal mengisi
ulang ketika tekanan dihilangkan. Namun ketika gayanya lebih besar dan durasi yang
lebih lama diberikan seperti pada saat pergerakan gigi selama perawatan ortodonti,
cairan interstitial pada ruang periodontal diperas keluar dan berpindah ke apeks dan
margin servikal sehingga menghasilkan penurunan tingkat pergerakan gigi (Singh,
2004).
Universitas Sumatera Utara
22
Ketika gaya ortodonti diberikan akan menghasilkan tekanan pada ligamen
periodontal. Pembuluh darah pada ligamen periodontal terjebak diantara serat utama
dan hal ini membuat stenosis. Pembuluh yang berada diatas pembuluh yang stenosis
kemudian membesar dan membuat bentuk aneurysm.Aneurysm ini merupakan
dinding fleksibel yang berisi cairan. Perubahan pada lingkungan kimia di tempat
pembuluh darah yang stenosis karena penurunan tingkat oksigen pada daerah yang
tertekan dibandingkan pada daerah yang tertarik. Pembentukan aneurysm ini dan juga
stenosis pembuluh darah menyebabkan gas darah keluar ke cairan interstitial dengan
demikian membentuk lingkungan lokal yang baik untuk resorpsi (Hanneman et al,
2008., Varble et al, 2009).
c. Bone Bending and Piezoelectric Theory
Farrar (1876) sit Foster, 2012 merupakan orang yang pertama sekali melihat
adanya deformasi atau pembengkokan pada intersepta dinding alveolar. Merupakan
orang pertama yang menyatakan pembengkokan tulang dapat menjadi mekanisme
yang mungkin terjadi selama pergerakan gigi.
Piezoelectricity merupakan fenomena yang dilihat pada banyak material kristal
dimana deformasi dari struktur kristal menghasilkan aliran listrik sebagai hasil
perpindahan elektron dari satu bagian kisi-kisi kristal ke bagian lainnya. Arus listrik
dihasilkan ketika tulang berubah bentuk secara mekanik. Ketika struktur kristal
berubah bentuk, elektron bermigrasi dari satu lokasi ke lokasi lain dan menghasilkan
muatan listrik (Balajhi, 2003). Selama gaya dipertahankan, struktur kristal stabil dan
tidak ada efek listrik yang terlihat. Ketika gaya dilepaskan kristal kembali ke bentuk
aslinya dan terjadi aliran balik dari elektron. Ketika gaya diberikan pada gigi, tulang
alveolar disekitar gigi menjadi bengkok. Daerah cekung pada tulang berhubungan
dengan muatan negatif dan menimbulkan deposisi tulang. Daerah cembung
berhubungan dengan muatan positif dan menimbulkan resorpsi tulang (Bhalajhi,
2003., Krishnan dan Davidovitch, 2006).
2.4.2 Mekanisme Pergerakan Gigi
Burstone membagi fase-fase pergerakan gigi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
23
a. Fase Inisial
Ditandai dengan gerakan segera dan cepat, pergerakan gigi terjadi pada jarak
yang pendek yang kemudian berhenti.Pergerakan ini mengakibatkan pergerakan gigi
di dalam ruang membran periodontal dan memungkinkan membelokkan tulang
alveolar pada suatu jarak yang luas. Baik gaya ringan dan gaya berat dapat
memindahkan gigi pada taraf yang sama. Gerakan gigi pada tahap awal berlangsung
antara 0,4-0,9 mm dan biasanya terjadi pada masa satu minggu (Balajhi, 2003). Fase
ini berlangsung antara 24 sampai 48 jam dan merupakan pergerakan awal gigi pada
soketnya. Reaksi seluler dan jaringan sudah dimulai segera setelah aplikasi gaya
seperti terlihatnya ostoklas, progenitor osteoblas dan sel-sel inflamasi. Osteoklas
pertama akan terlihat pada daerah yang tertekan 36-72 jam setelah aplikasi gaya
(Krishnan dan Davidovitch, 2006).
b. Fase Lag
Selama fase ini tidak ada pergerakan gigi, jika ada hanya dalam jarak yang
kecil, fase ini dikarakteristikkan dengan pembentukan jaringan hialin dalam ligamen
periodontal yang akan diresorpsi sebelum terjadi pergerakan gigi lebih lanjut. Durasi
fase ini tergantung pada tekanan yang diberikan untuk menggerakkan gigi.Jika gaya
ringan, maka daerah hialinisasi kecil dan terjadi resorpsi frontal. Jika gaya besar,
maka daerah hialinisasinya juga besar dan resorpsi undermining terjadi. Lama periode
fase lag bergantung pada pengeliminasian jaringan hialin. Fase ini biasanya terjadi 2-
3 minggu tapi bisa mencapai 10 minggu. Durasi fase ini bergantung pada faktor
densitas tulang, umur pasien, dan luas jaringan hialin (Bhalajhi, 2003).
c. Fase Post Lag
Setelah fase lag pergerakan gigi terjadi secara cepat setelah daerah hyalin telah
dihilangkan dan tulang mulai mengalami resorpsi terlihat pada gambar 2.1. Selama
fase ini osteoklas akan ditemukan pada daerah permukaan yang menghasilkan
langsung resorpsi pada permukaan tulang yang menghadang ligamen periodontal.
Universitas Sumatera Utara
24
Gambar 2 1. Skema tahapan pergerakan gigi fase inisial, fase lag, dan
fase post lag (Foster, 2012)
2.5 Relaps Pasca Perawatan Ortodonti
Relaps adalah suatu keadaan yang dijumpai pasca perawatan ortodonti dan
ditandai dengan kembalinya sebagian atau seluruh kondisi seperti perawatan
ortodonti. Dengan kata lain relaps dapat diakibatkan hilangnya hasil yang telah
dicapai dalam suatu perawatan ortodonti. Pada relaps mungkin akan dijumpai
kondisi seperti maloklusi semula sebelum perawatan ortodonti dimulai atau
terbentuknya maloklusi baru yang berbeda dengan maloklusi sebelumnya dengan
relasi gigi geligi yang berbeda. (Noxon et al, 2001., Gill, 2008).
Relaps adalah suatu keadaan yang dijumpaipasca perawatan ortodonti dan
ditandai dengankembalinya sebagian atau seluruh kondisi seperti pra-perawatan
ortodonti. Relaps dapat mengakibatkan hilangnya hasil yang telah dicapai dalam
suatu perawatan ortodonti (Gill, 2008., Balajhi, 2007). Dengan demikian pada relaps
mungkin akan dijumpai kondisi seperti maloklusi semula sebelum perawatan
(ortodonti dimulai atau terbentuknya maloklusi baru yang berbeda dari maloklusi
sebelumnya dengan relasi gigi geligi yang berbeda (Alawiyah et al, 2012).
Relaps adalah kembalinya susunan gigi geligi pada kondisi sebelum
perawatan. Relaps dapat disebabkan karena ketidakpatuhan pasien dalam pemakaian
Universitas Sumatera Utara
25
retainer dan oklusi hasil perawatan yang belum tercapai sempurna (Traves et al,
2004). Menurut Profit (2000) hasil perawatan ortodonti sangat tidak stabil dan hal
tersebut menyebabkan retensi ortodonti sangat diperlukan.Tujuan retensi adalah
mempertahankan gigi-geligi pada posisi baru setelah perawatan aktif selesai dan alat
ortodonti dilepas. Periode retensi disebut sebagai perawatan ortodonti pasif. Tanya et
al., (2011) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa relaps ortodonti
terjadi secara cepat ketika gigi terbebas dari gaya ortodonti sehingga sangat penting
untuk segera memberikan retensi setelah gerakan ortodonti aktif. Perubahan positif
sel TRAP dalam jumlah dan distribusinya sepanjang tulang alveolar gigi molar yang
digerakkan dan gigi disebelahnya, menghasilkan resorpsi tulang pada arah gerakan
relaps. Secara simultan terjadi formasi tulang baru pada area yang berlawanan dari
TRAP positif cell activity. Hasil ini mendukung hipotesa bahwa relaps ortodonti dan
pergerakan gigi ortodonti mengalami proses yang sama yaitu peningkatan. Hal ini
mengindikasikan bahwa tulang alveolar merupakan elemen penting pada proses
relaps.
Gigi-gigi yang baru saja digerakkan akan dikelilingi oleh tulang osteoid yang
sedikit terkalsifikasi, sehingga gigi tidak cukup stabil dan cenderung untuk kembali
ke posisi semula. Tulang trabekula biasanya tersusun tegak lurus terhadap sumbu
gigi. Namun selama masa perawatan ortodonti posisinya paralel dengan arah tekanan.
Selama masa retensi, gigi-gigi tersebutdapat kembali ke posisi semula. Jauhnya
pergerakan gigi dikarenakan pergerakan ortodonti mempengaruhi tingkat resorpsi
akar dan crest alveolar yang mana hal ini juga akan mempengaruhi terjadinya relaps
pasca perawatan ortodonti (Danz et al, 2012).
Hasil perawatan ortodonti berpotensi tidak stabil dan mungkin kembali ke
bentuk sebelum perawatan karena tiga alasan utama: (1) gingiva dan jaringan
periodontal yang dipengaruhi pergerakan gigi ortodonti membutuhkan waktu untuk
reorganisasi setelah piranti dilepas; (2) tekanan pada jaringan lunak sekitar rongga
mulut mendesak tekanan cenderung ke arah relaps; dan (3) perubahan yang
dihasilkan oleh pertumbuhan dapat mengubah keselarasan perawatan gigi. Relaps
Universitas Sumatera Utara
26
terjadi apabila kekuatan-kekuatan ini kurang menguntungkan untuk pergerakan gigi
dari posisi diperbaiki (Daljit et al., 2011).
2.6 Remodeling Tulang
Tulang dengan sendirinya akan melakukan proses osteointegrasi menstimulasi
formasi tulang baru melalui modeling dan remodeling setelah terjadi kerusakan
tulang. Modeling adalah proses awal yang meliputi perubahan awal pembentukan
tulang dan remodeling adalah suatu proses dimana terjadi pembuangan tulang yang
telah tua (resorpsi) dan penggantian dengan tulang yang baru dibentuk (Graber et al,
2005). Tulang mengalami remodeling dimana merupakan proses kompleks yang
mengikutsertakan resorpsi tulang pada beberapa permukaan, lalu diikuti oleh fase
pembentukan tulang. Urutan dari remodeling tulang pada keadaan normal selalu
sama, yaitu: resorpsi tulang oleh osteoklas, fase reversal, lalu diikuti pembentukan
tulang oleh osteoblas, untuk memperbaiki defek (Perinetti et al., 2003).
Selama resorpsi tulang osteoklas melepaskan faktor lokal dari tulang, dimana
memiliki dua efek: menghambat fungsi osteoklas dan stimulasi aktivitas osteoblas.
Osteoklas memproduksi dan melepaskan faktor yang memiliki efek pengaturan yang
negatif pada aktivitasnya dan mendorong fungsi osteoklas. Akhirnya saat osteoklas
menyelesaikan siklus resoptif akan mensekresikan protein yang nantinya akan
menjadi substrat untuk perlekatan osteoblas. Resorpsi tulang mengikutsertakan
beberapa tahap yang langsung mengarah pada pembuangan baik mineral dan
konstituen organik dari matriks tulang oleh osteoklas, dibantu oleh osteoblast
(Mantyla, 2006).
Tahap pertama adalah pengerahan dan penyebaran progenitor osteoklas ke
tulang. Sel-sel progenitor ditarik dari jaringan hemopoietik seperti sumsum tulang
dan jaringan slenic ke tulang melalui aliran darah sirkulasi. Kemudian akan
berproliferasi dan berdifferensiasi menjadi osteoklas melalui mekanisme yang
menyertakan interaksi sel terhadap sel dengan sel stromal osteoblas. Tahap
selanjutnya melibatkan persiapan permukaan tulang dengan pembuangan lapisan
osteoid yang tidak termineralisasi oleh osteoblas, yang memproduksi beragam enzim
Universitas Sumatera Utara
27
proteolitik dalam beberapa matriks metalloproteinase, kolagenase dan gelatinase
(Weltman et al., 2010).
Setelah osteoklas meresorpsi maksimum, maka akan terjadi transisi dari
aktivitas osteoklastik menjadi aktivitas osteoblastik. Peristiwa transisi ini dikenal
dengan fase reversal, yang terjadi selama ~9 hari. Pembentukan tulang muncul dari
kompleks peristiwa yang melibatkan proliferasi sel mesenkim primitif, differensiasi
menjadi sel prekusor osteoblas (osteoprogenitor, pre-osteoblas), pematangan
osteoblas, pembentukan matriks dan akhirnya mineralisasi. Osteoblas berkumpul
pada dasar kavitas resorpsi dan membentuk osteoid yang mulai untuk mineralisasi
setelah 13 hari pada rasio awal ~1µm/hari. Osteoblas terus membentuk dan
melakukan mineralisasi osteoid hingga kavitas terisi. Waktu kavitas terisi hingga
permukaan adalah 124-168 hari pada individu normal (Olson, 2010., Ott, 2002).
Remodeling merupakan suatu proses yang meliputi pengaktifan sel tulang,
dikendalikan osteoklas, serta pembentukan kembali (aposisi) matriks tulang
melibatkan osteoblas, ini terjadi sebagai akibat terjadinya pergerakan gigi secara
ortodonti (Daljit dan Farhad., 2011). Konsep terbaru dari remodeling tulang adalah
berdasarkan hipotesis dimana precursor osteoklasik menjadi teraktivasi dan
berdifferensiasi menjadi osteoklas dan memulai proses resorpsi tulang. Tahap ini
akan diikuti oleh fase pembentukan (Arnett et al, 2003). Urutan dari remodeling
tulang pada keadaan normal selalu samayaitu resorpsi tulang oleh osteoklas, fase
reversal, diikuti oleh pembentukan tulang oleh osteoblas untuk memperbaiki defek
(Weltman et al., 2010).
Remodeling tulang terjadi dalam dua tahap, yaitu penghancuran (resorpsi) dan
pembentukan kembali (aposisi) yang dipengaruhi oleh faktor lokal dan faktor
sistemik. Faktor lokal meliputi gigi dan usia yang terkait dengan perubahan sel-sel
tulang, sedangkan faktor sistemik meliputi hormonal, misalnya hormon paratiroid
(PTH), kalsitonin, atau vitamin D3 (Brahmanta dan Prameswari, 2009).
Resorpsi tulang adalah proses morfologi kompleks yang berhubungan dengan
adanya erosi pada permukaan tulang dan osteoklas. Osteoklas berasal dari jaringan
hematopoietic dan terbentuk dari penyatuan sel mononuclear. Resorpsi tulang
Universitas Sumatera Utara
28
mengikut sertakan beberapa tahap yang langsung mengarah pada pembuangan baik
mineral dan konstituen organik dari matriks tulang oleh osteoklas, dibantu oleh
osteoblas.Tahap pertama adalah pengerahan dan penyebaran progenitor osteoklas ke
tulang melalui aliran darah. Sel-sel progenitor ini berasal dari jaringan hemopoietik
seperti sumsum tulang dan disebut sebagai precursor osteoklas (Hofbauer,
2004.,Weltman, 2010).
Beberapa faktor yang terjadi pada sisi resorpsi seperti colony stimulation factor
(CSF), Receptor Activator of Nuclear factor Kappa β Ligand (RANKL),
Osteoprotegerin (OPG) dan Bone Morphogenic Protein (BMP) mengatur diferensiasi
osteoklas. Berbagai faktor ini diproduksi oleh osteosit pada tulang alveolar, osteoblas
dan fibroblas pada ligamen periodontal. CSF merupakan faktor yang penting dalam
tahap awal diferensiasi. RANKL dan reseptornya RANK menstimulasi diferensiasi
osteoklas sedangkan osteoprotegerin merupakan reseptor penghambat ikatan RANKL
dengan RANK. RANK merupakan membrane-bound cytokine-like molecule: disebut
sebagai suatu activator reseptor dari nuclear factors (Receptor Activator Nf-Kb).
RANK diekskresikan oleh progenitor hemapoitik osteoklas. RANK menstimulasi
perkembangan osteoklas didukung oleh Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-
CSF) yang diproduksi oleh osteoblas (Eriksen, 2010.,Brahmanta dan Prameswari,
2009).
Resorpsi tulang terjadi akibat jumlah dan aktifitas osteoklas yang lebih tinggi
dibandingkan osteoblas. Hormon, sitokin proinflamatori dan PGE2 (Prostaglandin
E2) menstimulasi pembentukan osteoklas langsung maupun melalui RANKL
(Receptor Activator of Nuclear factor Kβ Ligand), sehingga terjadi differensiasi dan
fusi prekursor osteoklas menjadi osteoklas. Sitokin proinflamatori dan PGE2 juga
mampu menghambat pembentukan OPG (Osteoprotegerin) yang berfungsi untuk
menghambat pembentukan osteoklas. RANKL dan OPG merupakan sel yang
berperan pada survival dan apoptosis osteoklas dan osteoblas. Respon remodeling
dimediasi pertama kali oleh ligamen periodontal, remodeling pergerakan gigi
fisiologis pada pergerakan gigi secara ortodonti, fase awal, terjadi reaksi
inflammatory-like dalam jaringan periodontal yang ditandai dengan adanya
Universitas Sumatera Utara
29
perubahan vascular dan imigrasi leukosit keluar dari kapiler ligamen periodontal
(Proffit et al, 2007).
Pembentukan tulang kembali diawali dengan penarikan kemotaktik osteoblas
atau prekursornya ke sisi resorpsi. Pembentukan tulang dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu meniralisasi langsung matriks yang disekresi oleh osteoblas (osifikasi
endokondral). Selama pembentukan dan pertumbuhan tulang, daerah tulang primer,
daerah resorpsi, serta tulang sekunder saling berdampingan (Junquira et al, 2007).
Fungsi utama osteoblas adalah mensintesis komponen organik matriks ekstra
seluller tulang yaitu kolagen, proteoglikan dan glikogen serta mensintesis enzim
alkalin fosfatase untuk mineralisasi osteoid. Proses remodeling tulang secara
mikroskopis dimulai dengan sekresi kolagen, glikoprotein, dan proteoglikan oleh
osteoblas. Kolagen mengalami polimerisasi membentuk serabut kolagen atau
semacam tulang rawan yang belum mengalami proses mineralisasi yang disebut
osteoid. Osteoblas yang terperangkap di dalam osteoid akan menjadi osteosit dan
berperan dalam regulasi mineral tulang (Matsumoto et al, 2003). Penumpukan
mineral terjadi beberapa hari setelah terbentuknya osteoid dengan susunan berselang-
seling dengan serabut kolagen menjadi kristal hidroksiapatit. Pada remodeling proses
pembentukan mineral diikuti juga oleh proses penyerapan mineral dan berlangsung
dalam keseimbangan yang dinamis di dalam tulang (Krishnan dan Davidovitch,
2006).
Osteoblas dan osteoklas memiliki peranan yang sangat penting pada saat
proses remodeling tulang, namun osteosit juga terbukti berperan penting dalam
proses ini (Arnettet al., 2003., Al Aglet al., 2008). Osteosit distimulasi oleh kekuatan
mekanik untuk mengaktifkan Osteopontin (OPN) untuk mengawali terjadinya proses
remodeling tulang. Osteopontin merupakan matriks tulang glikoprotein non kolagen
utama yaitu sialic acid rich dan phosphorrylated. Selain mengaktifkan OPN, pada
proses remodeling tulang osteosit juga berperan dalam mengembangkan juluran
sitoplasma yang dijalankan melalui kanalikuli serta membentuk jaringan komunikasi
yang dapat mengubah sinyal mekanik menjadi sinyal biokimia (Matsumoto et al,
2013; Kim, 2002).
Universitas Sumatera Utara
30
Interaksi antara osteoklas secara normal selalu terjadi pada proses remodeling
tulang. Osteoblas diduga mengambil Bone Morphogenetic (BMP) sebelum osteoklas
merusak tulang. Resorpsi tulang akan membebaskan protein tulang yang berpengaruh
timbal balik yaitu dapat menstimulasi aktivitas osteoblas. Osteoklas menangkap
partikel matriks tulang dan kristal melalui fagositosis yang akhirnya melarutkan
benda tersebut dan melepaskannya ke dalam darah (Guyton, 2006). Proses ini selalu
dalam keadaan seimbang dalam mengatur formasi dan resorbsi tulang sehingga
dikenal dengan istilah berpasangan atau coupling. Dalam proses peningkatan aktivitas
osteoklas, osteoblas menghasilkan beberapa sitokin seperti tumor necrosis factor
beta, IL-1, dan IL-6, sehingga dapat dikatakan terdapat poros osteoblas-osteoklas
dalam pengendalian densitas tulang. Sebaliknya, aktivitas osteoklas dihambat oleh
estrogen, dan Prostaglandin (PGE2) (Krishnan dan Davidovitch, 2006).
Gambar 2.2 Proses Remodeling Tulang
Secara fisiologi, tulang mengalami resorpsi dan aposisi tulang yang terus-
menerus. Keseimbangan negatif antara resorpsi dan pembentukan tulang sering
karena resorpsi yang berlebihan, adalah dasar dari banyaknya penyakit
tulang.Diantara faktor-faktor yang dihasilkan secara lokal untuk mengatur remodeling
tulang fisiologis adalah PGs, IL-1, TNF-α dan kemungkinan IL-6. Resorpsi
dilaksanakan oleh osteoklas yang merupakan sel-sel multinucleated khusus berasal
dari hemopoietic sedangkan pembentukan tulang dilaksanakan oleh osteoblas.
Universitas Sumatera Utara
31
Strategi utama dalam ortodonti klinis adalah aplikasi kekuatan mekanik untuk
menghasilkan remodeling jaringan periodontal yang terorganisasi dengan sebuah
tujuan yakni pergerakan gigi.Kekuatan ortodonti disalurkan dari akar gigi ke
periodontium dimana sel-sel distimulasi untuk remodeling matriks yang mengelilingi.
Pergerakan gigi secara ortodonti disebabkan oleh resorpsi tulang di sisi tekanan dan
aposisi tulang di sisi tarikan.Sitokin seperti IL-1α, IL-1β, dan TNF-α telah
diimplikasikan dalam proses tersebut (Bletsa et al, 2006).
Penarikan kemotaktik osteoblas atau prekursornya ke daerah defek resorbsi
merupakan awal pembentukan tulang. Proses ini dimediasi oleh faktor lokal yang
diproduksi selama proses resorpsi, salah satunya adalah TGF-β. Selanjutnya terjadi
proliferasi prekursor osteoblas yang dimediasi oleh faktor pertumbuhan yang
dilepaskan selama proses resorpsi tulang berlangsung. Beberapa faktor pertumbuhan
yang berasal dari tulang akanmembentuk tanda yang menunjukkan bahwa osteoblas
telah terdifferensiasi, hal ini termasuk ekspresi aktivitas fosfatase alkali, kolagen tipe
I dan osteokalsin. Osteoblas yang sudah matang akan berkumpul pada dasar kavitas
resorpsi dan membentuk osteoid dan terjadi mineralisasi. Osteoblas akan terus
membentuk dan melakukan mineralisasi osteoid hingga kavitas terisi. Waktu yang
diperlukan kavitas terisi hingga permukaan adalah 124-168 hari pada individu yang
normal (Vega et al., 2007).
Gambar 2.3 Mekanisme kekuatan mekanis ortodonti
pada proses remodeling tulang
Universitas Sumatera Utara
32
2.7 Matrix Metalloproteinase-8 (MMP-8)
Matriks Metalloproteinase 8 (MMP-8) bagian dari keluarga zinc-dependent
endopeptidase yang berperan dalam pengrusakan kolagen (Surlin, 2000), paling
efektif mendegradasi kolagen tipe I (Apajalahti,2003) yang paling banyak ditemukan
pada PDL. MMP-8 pada awalnya dianggap terbatas pada netrofil, tetapi akhirnya
dapat dideteksi pada kondroisit dari kartilago osteoartritis, fibroblas sinovial dan sel
endotel, sel odontoblas dan sel pulpa gigi (Sasano, 2002).
MMP-8 merupakan sebuah enzim pembelah kolagen yang terdapat dalam
jaringan ikat dari kebanyakan mamalia. Pada manusia MMP-8 dikodekan oleh gen
MMP-8. Hal ini dihasilkan terutama oleh sel Polymorphonuclear (PMN) dan
dilepaskan dari granules spesifik pada daerah peradangan (Bachmeier et al., 2000).
Pada umumnya, MMP disekresi dalam bentuk proprotein yang diaktifkan ketika
dipecah oleh proteinase ekstraseluler. Akan tetapi, enzim ini disimpan digranuler
sekunder dari netrofil yang diaktivasi dengan cara pemecahan autolitik. Fungsinya
adalah untuk mendegradasi kolagen jenis I,II dan III (Apajalahti, 2003; Nagase,
2006).
Gambar 2.4 MMP 8 pada manusia (Krizkova, 2011)
Pelebaran ligamen periodontal pada sisi tertarik terdapat berbagai enzim antara
lain Matrix Metallo Proteinase (MMP) adalah golongan zinc dependent
endopeptidases yang memainkan peran penting dalam proses remodeling, baik secara
morfogenesis dan perbaikan jaringan termasuk remodeling ruang periodontal dan
ligamen periodontal selama pergerakan gigi secara ortodonti. MMP-8 merupakan
Universitas Sumatera Utara
33
kolagenase yang dapat merusak substrat matriks ekstraseluller yaitu kolagen I,II,III
yang berperan penting pada degradasi jaringan ligamen periodontal (Krizkov., 2011).
MMP-8 disintesis dan disimpan di sel polymorphonuclear, selama maturasinya di sel
sumsum tulang dan dilepaskan selama degranulasi PMN yang diinduksi oleh berbagai
rangsangan. Ekspresi MMP-8 ditemukan di sel fibroblast, kondrosit, monosit, sel
epitel, keratinosit (Moilanen et al, 2002., Bachmeier, 2000). Aktivasi MMP-8 dapat
diinduksi oleh mediator inflamasi seperti IL 1β, TNF α, dan protease derivat mikrobia
dan reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan oleh netrofil yang diinduksi
(Sorsa et al, 2004).
Selama remodeling jaringan seperti pembentukan matriks, Matrix Metallo
Proteinase (MMP) mampu memproduksi pelepasan protein matriks ekstraseluller
dalam jaringan lokal untuk mengkoordinasi proses remodeling (Waddington and
Embery, 2001). Apajalahti et al (2003) melaporkan melaporkan tingkat MMP-8 di
cairan sulkus gingiva meningkat ditahap awal pada 4-8 jam setelah aplikasi ortodonti.
2.8 Transforming Growth Factor Beta (TGF-β)
TGF-β adalah faktor pertumbuhan yang berperan dalam remodeling tulang.
TGF-β adalah bagian dari superfamili TGF-β bersama dengan aktivin, nodal, bone
morphogenetic proteins (BMP) dan lain-lainnya. TGF-β memiliki 3 isoform yaitu
TGF- β1, TGF-β2, dan TGF-β3. Bagaimana perannya dalam pergerakan gigi
ortodonti masih belum jelas. Beberapa penulis berpendapat bahwa TGF-β sebagai
mediator untuk supresi aktifitas osteoklas tetapi sebaliknya, penulis lain menemukan
TGF-β dapat berkontribusi pada induksi resorpsi tulang (Chenet al., 2012). TGF-ß
adalah inhibitor pertumbuhan yang dikenal paling ampuh untuk sel-sel epitel, sel
endotel, fibroblas, sel-sel neuron, limfosit, dan hepatosit. TGF- ß merangsang sintesis
komponen matriks jaringan ikat, seperti kolagen, fibronektin, proteoglikan,
glikosaminoglikan, osteonectin dan osteopontin dalam berbagai jenis sel, termasuk
sel-sel. Hal ini juga menghambat degradasi protein matriks dengan menghambat
sintesis metalloproteinase seperti kolagenase dan dengan meningkatkan sintesis
inhibitor proteinase. TGF- ß memiliki efek yang signifikan pada pembentukan tulang,
Universitas Sumatera Utara
34
meskipun efeknya tampak sangat tergantung pada sumber sel tulang, dosis yang
diberikan dan lingkungan setempat (Ariffin et al., 2011)).
Gambar 2.5 Lima peran utama TGF-β dalam osteoimunitas ditunjukkan. (1)TGF-β
merangsang proliferasi MSC, dan mendorong diferensiasi menjadi kondrosit.
(2) TGF-β mempromosikan diferensiasi progenitor osteoblas menjadi
osteoblas. (3) Konsentrasi TGF-β yang tinggi meningkatkan proliferasi
osteoblas, dan menurunkan regulasi ekspresi RANKL dari osteoblas. (4)
Konsentrasi TGF-β yang rendah menyebabkan pematangan osteoklas. (5)
TGF-β menjaga sel induk hematopoietik (HSC) dalam keadaan hibernasi
(Kasagi dan Chen, 2013).
2.9 Mangga (Mangifera indica Linn)
Buah yang disukai hampir segala bangsa, karena lezat sebagai buah konsumsi,
mangga terdiri atas tiga lapisan, yaitu kulit, daging, dan biji. Komponen daging buah
mangga yang paling banyak adalah air dan karbohidrat.Selain itu juga mengandung
protein, lemak, macam-macam asam, vitamin, mineral, tanin, zat warna, dan zat yang
mudah menguap. Zat menguap itu beraroma harum khas mangga. Karbohidrat daging
buah mangga terdiri dari gula sederhana, tepung, dan selulosa. Gula sederhana yaitu
sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Gula tersebut memberikan rasa manis dan tenaga
Universitas Sumatera Utara
35
yang dapat segera digunakan oleh tubuh. Zat tepung mangga masak lebih sedikit
dibandingkan dengan mangga mentah, karena tepung yang ada telah banyak yang
berubah menjadi gula (Pracaya, 2011, Jahurul et al, 2015).
Gambar 2.6 Tanaman Mangga (Mangifera indica Linn)
2.9.1 Taksonomi
Dalam tata nama atau sistematik (taksonomi) tumbuhan, tanaman mangga
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotiledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Anacardiales
Famili : Anacardiaceae (mangga-manggaan)
Genus : Mangifera
Spesies : Mangifera indica Linn.
2.9.2 Sejarah Perkembangan Buah Mangga
Nama buah ini berasal dari Malayalam maanga. Kata ini dipadankan dalam
bahasa Indonesia menjadi mangga; dan pada pihak lain, kata ini dibawa ke Eropa oleh
orang-orang Portugis dan diserap menjadi manga (bahasa Portugis), mango (bahasa
Inggris) dan lain-lain. Nama ilmiahnya sendiri kira-kira mengandung arti: “(pohon)
Universitas Sumatera Utara
36
yang berbuah mangga berasal dari perbatasan India dengan Burma, mangga telah
menyebar ke AsiaTenggara sekurangnya semenjak 1500 tahun yang silam. Buah ini
dikenal pula dalam berbagai bahasa daerah, seperti pelem atau poh (Shahet al., 2010).
2.9.3 Morfologi Tanaman Mangga
Pohon besar dapat mencapai tinggi 50 m. Akar mangga kopyor memiliki
sistem perakaran tunggang, strukturnya kuat. Batang besar, berkayu, berbentuk bulat
panjang seperti silindris, kasar, berwarna coklat, arah tumbuhnya tegak lurus
(erectus), apabila dilukai kulit batang akan mengeluarkan getah yang mula-mula
bening kemudian kemerahan dan menghitam dalam beberapa jam, getah ini berbau
terpentin dan tajam, dapat melukai kulit atau menimbulkan iritasi, terutama bagi
orang yang sensitif, percabangan simpodial, cabang tinggi, membentuk tajuk yang
rapat dan rindang, arah tumbuh cabang tegak (fastigiatus). Daun merupakan daun
tunggal tidak lengkap, terdiri dari tangkai daun dan lamina, tidak memiliki pelepah
daun, tersusun dalam spiral atau spiral rapat, permukaan daun bagian atas dan bawah
licin (laevis), pada permukaan atas berwarna hijau muda, pada permukaan bawah
berwarna hijau tua, bentuk daun jorong; tangkai daun panjang, bulat, pangkal daun
tumpul (obtusus); ujung daun meruncing (acuminatus); tepi daun berombak
(repandus); susunan tulang-tulang daun nervus lateralis, tulang daun menyirip
(penninervis), daging daun tebal dan kaku seperti kulit (coriaceus). Bunga termasuk
perbungaan majemuk tak berbatas (inflorescentia raacemosa), bunga lengkap,
berkelamin dua (hermaphroditus), bunga berkarang dalam malai (panicula),
berbentuk piramid, berwarna kuning muda kemerahan, aktinomorf, berbilang 5;
tangkai bunga bulat, pendek, duduk pada cabang-cabang malai; kelopak lonjong;
kepala sari berbentuk ginjal; putik bentuk segitiga, kuning kemerahan, butir polen
bertipe tri-zonocolpate, tiga pori/ celah tersusun teratur di zona katulistiwa.
Buah batu, bentuk bulat telur, daging buah berwarna kuning terang bila masak,
berair, berserat, dapat dimakan, rasa mangga manis dan sedikit asam, berbau harum
terpentin; kulit buah berwarna hijau kekuningan bila masak. Biji tunggal, terkadang
dengan banyak embrio, terselubung cangkang endokarp yang mengeras dan seperti
Universitas Sumatera Utara
37
kulit, panjang buah kira-kira 2,5–30 cm. Pada bagian ujung buah, ada bagian yang
runcing yang disebut paruh. Di atas paruh ada bagian yang membengkok yang
disebut sinus, yang dilanjutkan ke bagian perut.
Kulit buah agak tebal berbintik-bintik kelenjar; hijau, kekuningan atau
kemerahan bila masak. Daging buah jika masak berwarna merah jingga, kuning atau
krem, berserabut atau tidak, manis sampai masam dengan banyak air dan berbau kuat
sampai lemah. Biji berwarna putih, gepeng memanjang tertutup endokarp yang tebal,
mengayu dan berserat. Biji ini terdiri dari dua keping, ada yang mono embrional dan
ada pula yang poliembrional (Fenglei et al, 2012).
2.9.4 Jenis dan Varieatas Tanaman Mangga
Penelitian mengenai kegunaan kulit mangga di bidang kesehatan memang
belum dilakukan. Namun, telah dilakukan penelitian mengenai kandungan flavonoid
daun mangga empat varietas di Indonesia, yaitu mangga gedong, mangga golek,
mangga apel, dan mangga arumanis. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa total
flavonoid pada daun mangga arumanis (37.57 g QE/ 100 g) jauh lebih besar
dibandingkan tiga varietas mangga yang lain (Eka, 2011).
Di Indonesia ada beberapa jenis dan varietas mangga komersial, yang sudah
terkenal bagus mutunya. Antara lain golek, arumanis, mangga gedong, mangga madu,
mangga manalagi, mangga genjah, mangga riau, dan mangga hijau (Eka, 2011).
Dengan keragaman varietas buah mangga tertinggi, salah satu varietas buah mangga
yang memiliki potensi ekspor tinggi adalah mangga arumanis karena varietas mangga
ini tidak dihasilkan oleh negara penghasil dan pengekspor mangga dunia, seperti
India, Meksiko, dan negara Amerika latin lainnya. Disamping itu mangga arumanis
memiliki keunggulan karena citarasanya yang khas dengan tekstur lembut, creamy,
dengan sedikit serat (Utama et al., 2011).
Masing-masing jenis dan varietas memiliki karakter sebagai berikut.
A. Golek
Disebut golek (Mangifera indica L.) karena setelah menikmati rasanya, orang akan
mencari lagi buah mangga yang baru saja dimakan. Rasanya memang enak sekali,
Universitas Sumatera Utara
38
manis, dan harum aromanya. Golek (bahasa jawa) artinya mencari. Daging buah
tebal, lunak dengan warna kuning tua. Daging buahnya boleh dikatakan tidak
berserat, tidak berair (kalau diiris tidak banyak mengeluarkan air). Aromanya
cukup harum, rasanya manis lezat.
B. Arumanis
Disebutan mangga arumanis (Mangifera indica L.) karena rasanya manis dan
harum (arum) baunya. Daging buah tebal, lunak berwarna kuning, dan tidak
berserat (serat sedikit). Aroma harum, tak begitu berair. Rasanya manis, tapi
bagian ujung kadang-kadang masih ada rasa asam.
C. Manalagi
Disebut manalagi (Mangifera indica L.) karena sekali makan orang akan mencari
lagi karena kelezatannya. Rasa mangga manalagi seperti perpaduan rasa antara
golek dan arumanis.Mungkin pohon manalagi merupakan hasil persilangan alami
antara golek dengan arumanis. Buah yang sudah tua walaupun belum masak
rasanya sudah enak dan terasa manis. Buah ini sering dimakan dalam keadaan
masih keras, tetapi daging buah sudah kelihatan kuning.
D. Endog
Disebut mangga endog (Mangifera indica L.) karena bentuk buahnya bulat dan
kecil seperti telur.Endog dalam bahasa jawa artinya telur. Daging buahnya berserat
sedikit kasar, air buah sedikit. Aromanya kurang harum, rasa manisnya kurang
lezat.
E. Lalijiwo
Disebut lalijiwo (Mangifera indica L.) karena setelah makan buah mangga
tersebut dan merasakan enaknya, orang bisa lupa terhadap jiwa atau dirinya
sendiri.Lali dalam bahasa jawa berarti lupa.Warna daging buah bila masak kuning
tua.Air buah hanya sedikit. Aroma kurang harum, rasa manis lezat. Buah yang
masih muda tak begitu asam rasanya.
F. Madu
Mangga ini disebut madu (Mangifera indica L.) karena rasanya manis seperti
madu lebah. Daging buah yang sudah masak warnanya kuning. Bagian dalam
Universitas Sumatera Utara
39
kuningnya makin ke dalam makin tua seperti warna madu. Serat daging buah
sedikit.Kadar air buah sedang. Rasanya manis seperti madu, aromanya harum.
G. Kemang
Kemang (Mangifera caesia Jack).Jenis mangga ini buahnya yang sudah masak
berwarna kuning kecokelatan, berbau seperti terpentin. Rasanya ada yang asam
atau asam manis, kadang-kadang sepet. Buah dapat dimakan sebagai rujak atau
asinan.
H. Kweni Kweni (Mangifera odorata Grift). Daging buah berwarna kuning, berair,
dan berserat kasar. Aroma khas kweni sangat kuat, rasanya manis dengan sedikit
rasa terpentin.
I. Pakel
Pakel (Mangifera foetida Lour) disebut juga bacang, memiliki daging buah yang
berserat kasar. Rasanya asam sedikit manis, sedikit rasa terpentin, bau kerasnya
menjadi ciri khas. Dikonsumsi sebagai minuman es buah.
J. Jenis-jenis Mangga Lain
Jenis-janis mangga lain yang bernilai komersial sebagai buah konsumsi adalah
gedong dan cengkir. Beberapa jenis mangga lain yang lazim dikonsumsi adalah
apel, kopyor dan bapang (Pracaya, 2011).
2.9.5 Kandungan Mangga
Mangga mengandung sejumlah asam galat yang baik bagi saluran pencernaan
dan sebagai desinfektan tubuh, yakni melindungi tubuh dari infeksi. Kandungan lain
yang terdapat pada mangga adalah vitamin C, karoten dan flavonoid yang cukup
tinggi yang berfungsi sebagai anti oksidan (Scartezzini dan Speroni ., 2000). Mangga
(Mangifera indica L.) adalah salah satu buah yang banyak digemari oleh masyarakat
Indonesia karena rasa manis dengan daging buah yang tebal dan dibalik rasa manis
buahnya, daun, getah, akar, batang dan biji mangga tersimpan kandungan zat aktif
yang bermanfaat bagi kesehatan (Diarra, 2012., Shah et al., 2010).
Menurut Depkes (2007) sit Rosyidah (2010) bahwa kulit batang mangga
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan tanin. Pitchaon (2011) mengemukakan
Universitas Sumatera Utara
40
bahwa ekstrak kulit batang mangga menunjukkan aktifitas antioksidan dan
antiinflamasi. Hal senada juga dikemukakan oleh Eka dan Maulina (2011) bahwa
tumbuhan mangga sering digunakan sebagai obat tradisional mulai dari daun, akar,
buah, kulit hingga biji, yang mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid.
Kulit mangga diteliti oleh Ajila et al. (2007) mengandung senyawa aktif seperti
flavonoid, asam phenol, karotenoid, dan dietary fibre. Menurut Kim et al. (2010),
kulit buah mangga menunjukkan jumlah flavonoid sebanyak tiga kali lipat lebih
tinggi dibandingkan dengan daging buah mangga. Total fenol yang terkandung dalam
kulit mangga diperkirakan sebesar 4066 mg/ kg pada sediaan kering. Secara umum,
kulit mangga yang mentah memiliki total polifenol yang lebih tinggi dibandingkan
yang masih matang. Komponen polifenol dalam kulit buah mangga yang paling
utama adalah mangiferin (54,82%) dan kuersetin (41,98%) beserta derivatnya
(Masibo dan He, 2008).
Mangga memiliki total fenol lebih banyak didapatkan di kulit mangga daripada
daging buahnya yaitu sekitar 4.066 mg/kg (Masibo dan He, 2008). Ajila et al. (2007)
menyatakan total fenol pada kulit mangga yang masih mentah lebih tinggi
dibandingkan yang sudah masak. Dua komponen yang paling utama pada kulit
mangga yaitu mangiferin dan kuersetin beserta derivatnya. Lebih jelasnya, daftar
polifenol pada kulit mangga dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan fenolik pada kulit mangga (mg/ kg) dalam sediaan kering
Kandungan Jumlah (mg/ kg)
Mangiferin 1.690,4
Mangiferin gallat 321,9
Isomangiferinn 134,5
Isomangiferin gallat 82,0
Kuersetin 3-O-galactoside 651,2
Kuersetin 3-O-glucoside 5 557,7
Kuersetin 3-O-xyloside 207,3
Kuersetin 3-O-arabinopyranoside 101,5
Quercein 3-O-arabinofuranoside 103,6
Kuersetin 3-O-rhamnoside 20,1
Kaempferol 3-O-glucoside 36,1
Rhamnetin 3-O galactoside/ glucoside 94,4
Universitas Sumatera Utara
41
Kuersetin 65,3
Total fenol 4.066,0
Sumber: Berardini et al sit Masibo dan He (2008)
Secara kimia dari berbagai jenis Mangifera indica L. yang diteliti oleh Ross
(1999)., Scartezzini dan Speroni (2000) melaporkan bahwa kulitnya mengandung
asam protocatechic, catechin, mangiferin, alanin, glisin, asam γ-aminobutyric,
kinicacid, asam IMIC shik dan triterpenoid tetracyclic cycloart-24-en-3β, 26 diol, 3-
ketodammar-24 (E) - en-20S, 26-diol, C-24 epimer dari cycloart-25 en 3β, 24, 27-
triol dan cycloartan-3β, 24,27-triol.
2.9.5.1 Mangiferin
Mangiferin adalah kelompok xamthone C-glikosida dan merupakan salah satu
obat alami tropis penting (1). Mangiferin menunjukkan berbagai aktivitas
farmakologi, seperti antioksidan (2), antidiabetes (3), antiinflamasi (4), hepatopro
tektor (5), antivirus, antialergi, antiparasit, antispasmodic, antijamur, anti-mikroba
dan gastroprotektif (Efendi et al, 2015).C-glukosida xanthone mangiferin [2-C-β-
Dgluco-pyranosyl-1,3,6,7-tetrahydroxy xanthone; C19H18O11] terdapat pada setiap
bagian Mangifera Indica: daun, buah, kulit batang kayu batang dan akar. Namun
paling banyak terkandung terutama di daun dan kulit (Yoshimi et al.
2001). Mangiferin aglycone adalah senyawa fenolik yang berasal dari dua jalur
aromatisasi yang berbeda (Oluwole OG., 2015).
Gambar 2.7 Struktur Molekul Senyawa Mangiferin
Universitas Sumatera Utara
42
2.9.5.2 Aktivitas Farmakologi Mangiferin
Mangiferin adalah komponen utama (10%) dari Mangifera indica L.
Mangiferin merupakan glycosylated xanthone (1,3,6,7-tetrahidroksi xanthone-C2-β-
D-glukosa) yang berasal dari alam dan telah dideskripsikan memiliki efek
immunomodulasi (Yotshna et al, 2014). Mangiferin menghambat pembentukan
osteoklas dan resorpsi tulang melalui supresi aktivasi RANKL yang menginduksi NF-
kB dan ERK. Selama RANKL menginduksi osteoklastogenesis, RANKL berikatan
dengan reseptor RANK mengakibatkan perekrutan protein adaptor, TRAF6 dan
aktivasi NF-kB dan MEK kinase (Carvalho et al., 2009). NF-kB telah terbukti
memainkan peran sangat penting dalam osteoklastogenesis. Supresi aktivasi NF-kB
akan menghambat pembentukan osteoklas (Barreto, et al., 2008). Efek Anti NF-kB
dari mangiferin lebih lanjut menjelaskan mekanisme yang mendasari aksi
penghambatan osteoklastogenesis dan resorpsi tulang. Mangiferin mencegah RANKL
yang menginduksi degradasi IkB-α dan translokasi nuklir p65. Menariknya, dengan
tidak adanya stimulasi RANKL, mangiferin meningkatkan aktivitas NF-kB basal.
Namun, mangiferin juga muncul untuk meningkatkan tingkat IKB yang
mencerminkan resintesis dan degradasi. Jalur MEK/ ERK juga terlibat dalam regulasi
diferensiasi osteoklas (Yotshna et al, 2014). Mangiferin menghambat aktivasi
RANKL yang menginduksi ERK yang berkontribusi terhadap supresi diferensiasi
osteoklas. Pengaruh mangiferin pada MEK/ ERK belum didokumentasikan dengan
baik dalam tipe sel lainnya. Oleh karena itu penyelidikan lebih lanjut sangat penting
untuk memahami efek mangiferin pada jalur-jalur sinyal lain. Mangiferin
melemahkan pembentukan dan fungsi osteoklas melalui supresi jalur NF-kB dan
ERK (Ang et al, 2011).
2.10 Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian ini didasarkan pada proses remodeling tulang pasca
perawatan ortodonti. Prinsip perawatan ortodonti adalah jika tekanan diaplikasikan ke
gigi secara berkelanjutan maka pergerakan gigi akan terjadi melalui proses resorpsi
tulang di daerah yang mengalami tekanan dan aposisi tulang baru di daerah yang
Universitas Sumatera Utara
43
mengalami tarikan. Proses remodeling dilakukan terutama oleh osteoklas dan
osteoblas. Osteoklas berperan dalam proses resorpsi dan osteoblas berperan dalam
proses pembentukan tulang.
Remodeling tulang sangat membantu pada perawatan ortodonti, terutama untuk
mencegah relaps hasil perawatan. Resorpsi tulang adalah proses morfologi kompleks
yang berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan osteoklas.
Pembentukan tulang kembali (aposisi) diawali dengan penarikan kemotaktik
osteoblas atau prekursornya ke sisi resorpsi. Hasil dari remodeling tulang yang baik
mencegah resorpsi tulang yang berlebihan ditunjukkan dengan tidak terjadinya
perubahan posisi gigi-gigi yang digerakkan dan mempertahankan kedudukan gigi
geligi pada posisi yang baru setelah perawatan aktif selesai dan piranti ortodonti
dilepas.
Selama remodeling jaringan seperti pembentukan matriks, Matrix Metallo
Proteinase (MMP) mampu memproduksi pelepasan protein matriks ekstraseluller
dalam jaringan lokal untuk mengkoordinasi proses remodeling. MMP disekresi dalam
bentuk proprotein yang diaktifkan ketika dipecah oleh proteinase ekstraseluler. Akan
tetapi, enzim ini disimpan digranuler sekunder dari netrofil yang diaktivasi dengan
cara pemecahan autolitik. Fungsinya adalah untuk mendegradasi kolagen jenis I,II
dan III.
TGF-ß aktif selama proses pembentukan tulang, memperkuat aktivitas
osteoblas dengan meningkatkan sintesis kolagen, kecepatan aposisi tulang serta
menghambat diferensiasi osteoklas. Kolagen berfungsi sebagai pengikat jaringan
dalam pertumbuhan tulang agar tulang menjadi tidak rapuh dan mudah pecah. Tulang
baru dibentuk oleh osteoblas yang aktif, kemudian setelah lapisan tulang menjadi
tebal, maka beberapa osteoblas akan terperangkap dan berubah menjadi osteosit.
Kulit mangga (Mangifera indica Linn) mengandung mangiferin yang memiliki
efek immunomodulasi. Mangiferin dapat menghambat pembentukan osteoklas dan
resorpsi tulang melalui supresi aktivasi RANKL yang menginduksi NF-kB dan ERK.
NF-kB telah terbukti memainkan peran sangat penting dalam osteoklastogenesis.
Supresi aktivasi NF-kB akan menghambat pembentukan osteoklas. Efek Anti NF-kB
Universitas Sumatera Utara
44
dari mangiferin lebih lanjut menjelaskan mekanisme yang mendasari aksi
penghambatan osteoklastogenesis dan resorpsi tulang. Mangiferin melemahkan
pembentukan dan fungsi osteoklas melalui supresi jalur NF-kB dan ERK.
Perawatan ortodonti melibatkan proses remodeling tulang dalam proses
osteogenesis. Remodeling tulang sangat membantu proses pembentukan tulang baru
pasca perawatan ortodonti. Karena setelah gigi digerakkan ke dalam lengkung yang
baik dan teratur serta tersusun rapi, tetapi kondisi gigi geligi masih dalam keadaan
goyang. Hal ini terjadi karena proses remodeling belum sempurna. Untuk
mempercepat proses remodeling menjadi lebih sempurna, dibutuhkan suatu bahan
stimulan yang menstimulus terjadinya proses osteogenesis. Dengan aplikasi
mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn) dapat menghambat pembentukan
osteoklas dan merangsang pembentukan tulang baru akan mempercepat proses
remodeling tulang. Aplikasi mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn) dapat
meningkatkan ekspresi protein MMP-8 dan TGF-ß untuk mempercepat proses
remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan ortodonti
Universitas Sumatera Utara
45
Gambar 2.8 Kerangka Teori
Perawatan Ortodonti
Ligamen periodontal mengalami
tekanan dan tarikan
Remodeling Tulang
Bone Resorption Bone Formation
Osteoklas
Osteoklatogenesis
Osteoblas
Osteogenesis
Relaps
Mangiferin
(Mangifera Indica Linn)
Perubahan Seluler
Imunomudulasi
FGF
Perubahan Molekuler
RANKL OPG Growth
Factor
IGF TGF PDGF
TGF β
NF kβ Kolgen
Tipe 1
MMP 8
Universitas Sumatera Utara
46
2.11 Kerangka Konsep
Gambar 2.9 Kerangka Konsep
Osteoklas ↓
Remodeling Tulang
Daerah tertekan Daerah Tertarik
Jarak Biometrik Gigi
Osteoklatogenesis Osteogenesis
Relaps
Mangiferin
(Mangifera Indica Linn)
Perubahan seluler Perubahan molekuler
Matriks Growth
Factor
Pergerakan Gigi Secara Ortodonti
Osteoblas ↑
Perubahan mineral
tulang
Degradasi Kalsium ↓
MMP 8 TGF β
Daya Absorbsi ↑
Viscositas
Universitas Sumatera Utara
47
2.12 Hipotesis
1. Mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn) memiliki daya absorbsi serta
biorespon yang baik untuk mempercepat proses remodeling tulang.
2. Viskositas dan pH mangiferin yang baik untuk mempercepat proses
remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan ortodonti
3. Mangiferin mampu mengontrol perubahan jarak ukuran biometrik sebelum
dan setelah perawatan ortodonti
4. Mangiferin memiliki kemampuan mengontrol profil osteoblas dan osteoklas
dalam mencegah relaps pasca perawatan
5. Mangiferin memiliki efek terhadap degradasi kalsium tulang sebagai indikator
terjadinya proses remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti.
6. Mangiferin memiliki efek terhadap reaktivitas protein MMP-8 dan TGF-β
dalam remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
7. Terlacak keberadaan protein MMP-8 dan TGF-β dalam mempercepat proses
remodeling tulang setelah aplikasi hidrogel mangiferin (Mangifera indica
Linn) untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
Universitas Sumatera Utara
48
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian true experimental laboratories
yang meruakan penelitian kuantitatif dengan metode eksperimental in vitro dan in
vivo karena perlakuan terhadap subjek dilakukan di bawah kondisi buatan.
3.1.2 Desain Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tahap deskriptif ekploratif memperoleh mangiferin
dari kulit batang mangga (Mangifera indica Linn) yang terstandarisasi dan penelitian
kuantitatif dengan metode eksperimental in vitro dan in vivo. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah completely randomized design untuk mengetahui potensi
mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn) dalam pencegahan relaps pasca
perawatan ortodonti pada kajian ekspresi MMP-8 dan TGF-ß.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dan waktu pada penelitian ini dilakukan :
1. Mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn) terstandarisasi dan memiliki
sertifikat terlampir dan pembuatan hidrogel di Labor Biota Sumatera (LBS)
Universitas Andalas pada bulan Mei 2017 dan Mei 2019
2. Lokasi pemeliharaan dan pelakuan hewan coba di Laboratorium Farmakologi
Fakultas Farmasi Univesitas Andalas Padang pada bulan Mei 2018 sampai
Juni 2019
3. Lokasi pembuatan preparat pada Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi
Universitas Andalas pada Mei 2018 sampai bulan Juni 2019
Universitas Sumatera Utara
49
4. Lokasi pemeriksaan viskositas dan pH mangiferin pada Laboratorium Kimia
Analitik Jurusan Teknik Kimia fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh pada bulan Mei sampai Oktober 2019
5. Lokasi pemeriksaan degradasi kalsium tulang dengan pengujian SEM EDX
pada Laboratorium Rekayasa Material Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin
Dan Industri Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada bulan
Mei sampai Oktober 2019.
6. Lokasi pemeriksaan histologi pada Laboratorium Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh pada bulan Mei
sampai Oktober 2019.
7. Lokasi pemeriksaan reaktivitas MMP-8 dan TGF-β dengan Elisa pada
Laboratorium Riset Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh pada bulan Mei sampai Oktober 2019.
8. Lokasi pelacakan protein MMP-8 dan TGF-β dengan metode UV Vis pada
Laboratorium Kimia Dasar Jurusan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh bulan Mei sampai Desember
2019
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur wistar
(Rattus novergicus).
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah tikus wistar putih jantan galur wistar (Rattus
novergicus) dengan umur 3-4 bulan dan memiliki bobot badan 200-250 gram.
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan metode simple random sampling.
3.3.4 Perhitungan Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dihitung dengan rumus Federer sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
50
(t-1) (n-1) ≥ 15
(15-1) (n-1) ≥ 15
n - 1 ≥ 1,15
n ≥ 2,1
n ≥ 3
Keterangan:
t : jumlah kelompok uji
n : besar sampel per kelompok
Besar sampel ideal menurut hitungan rumus Federer di atas adalah 3 ekor tikus
wistar atau lebih. Besar sampel keseluruhan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 45 ekor tikus wistar. Dibagi dalam 3 kelompok uji dengan waktu hari
1,3,5,7,14 yang masing-masing kelompok uji terdiri dari 3 ekor tikus wistar.
3.3.5 Kriteria Inklusi
a. Tikus Wistar jantan umur 3-4 bulan
b. Perkiraan berat badan 200-250 gram
c. Kesehatan fisik ditandai dengan bergerak aktif
d. Memiliki kondisi susunan gigi yang lengkap dengan kondisi rongga mulut
dan periodontal sehat.
3.3.6 Kriteria Eksklusi
a. Tikus wistar mati saat penelitian berlangsung.
b. Kesehatan fisik dalam kondisi stress
c. Kondisi rongga mulut dan susunan gigi yang tidak lengkap
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian
A. Variabel Bebas
Konsentrasi mangiferin (Mangifera indica Linn)
Universitas Sumatera Utara
51
B. Variabel Terikat
a. Daya absorbsi mangiferin
b. Viskositas dan pH mangiferin
c. Osteoklas
d. Osteoblas
e. Jarak biometrik gigi
f. Degradasi kalsium tulang
g. Ekspresi MMP-8
h. Ekspresi TGF- β
i. Pelacakan Protein
3.4.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Bebas
No Variabel Definisi Operasional Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Konsentrasi
Mangiferin
Formulasi hidrogel
mangiferin yang dibuat
dengan konsentrasi 6.25
% dan 12.5 %.
Tabung
ukur
mg/ml Rasio
Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Terikat
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Daya
absorbsi
Absorbsi mangiferin
berdasarkan konsentrasi
Media
MHA
- AI < 1 tinggi
- AI = 1 sedang
- AI > 1 rendah
Ordinal
2 Viskositas
dan pH
mangiferin
Nilai pada semua
konsentrasi mangiferin
viscometer
ostwald
sangat baik < 1
cp
- baik = 1 cp
- kurang baik >1
cp
Ordinal
3 Jarak
biometrik
gigi
Jarak diukur dari distal
gigi insisivus sampai
mesial gigi molar
sebelum perawatan dan
Kaliper
digital dan
Feeler
Gauge
Mm Rasio
Universitas Sumatera Utara
52
sesudah aplikasi
mangiferin
4 Osteoblas Jenis sel mesenkimal
yang bertangungjawab
untuk pembentukan dan
perkembangan tulang.
Mikroskop
Histoscore
dihitung dengan
penilaian semi-
kuantitatif dinilai
sebagai:
0= tidak
pewarnaan
1=lemah
2=median
3=kuat
Ordinal
5 Osteoklas Sel yang memiliki
banyak inti sel pada
daerah resorpsi yang
berperan pada proses
remodelin tulang
Mikroskop
Histoscore
dihitung dengan
penilaian semi-
kuantitatif dinilai
sebagai:
0= tidak
pewarnaan
1=lemah
2=median
3=kuat
Ordinal
6 Kalsium
tulang
Degradasi kalsium
tulang pada daerah
resorpsi dan aposisi
SEM EDS Persentase (%) Rasio
7 Ekspresi
MMP-8
Ekspresi protein MMP-
8 pada tulang setelah
pemberian aplikasi
hidrogel mangiferin.
Elisa Nm Rasio
8 Ekspresi
TGF-β
Ekspresi protein TGF-β
pada tulang setelah
pemberian aplikasi
hidrogel mangiferin
Elisa Nm Rasio
9 Pelacakan
Protein
Paparan protein MMP-
8 dan TGF-β
UV Vis Nm Rasio
Universitas Sumatera Utara
53
C. Variabel Terkendali
a. Umur tikus wistar
b. Jenis kelamin jantan
c. Berat badan tikus wistar
d. Jenis pakan tikus wistar
e. Pemilihan gigi insisivus dan molar rahang atas
f. Ni ti close coil spring
g. Panjang close coil spring
h. Lama waktu pemakaian alat ortodonti selama 10 hari
i. Besar tekanan/kekuatan 10 gr/mm2
j. Waktu pelepasan alat ortodonti setelah 10 hari pemasangant
k. Waktu pengamatan hari 1,3,5, 7,14
l. Waktu aplikasi hidrogel dilakukan 2x sehari selama 14 hati
D. Variabel Tak terkendali
a. Kondisi gigi tikus wistar
b. Perilaku tikus wistar
c. Variasi biologis (imunologis, psikologis, genetik)
3.5 Etika Penelitian
Pemilihan tikus wistar sebagai hewan coba karena adanya kesamaan dengan
manusia, mudah penanganannya dan mampu bertahan dengan perlakuan dalam waktu
cukup lama.Penelitian ini menggunakan hewan coba sebagai model sehingga
diperlukan persyaratan pengelolaan hewan coba saat perlakukan sampai pengorbanan.
Uji kelaikan etik (ethical clereance) dari Komisi Kelaikan Etik Penelitian Kesehatan
(KKEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor :
181/TGL/KEPK FKUSU-RSUP HAM/2017.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data tahap pertama melakukan daya absorbsi mangiferin
dari mangga (Mangifera indica Linn), nilai viscositas dan pH mangiferin. Tahap
Universitas Sumatera Utara
54
kedua hasil analisis jarak biometrik gigi, histoscore osteoklas dan osteoblas,
degradasi kalsium tulang, ekspresi MMP-8 dan TGF-ß, serta pelacakan protein
MMP-8 dan TGF-ß
3.7 Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dianalisis untuk mendiskripsikan semua
variable yang diteliti.Analisis dalam penelitian ini menggunakan Statistic Package for
Social Science (SPSS).
1. Dilakukan uji normalitas : untuk menguji variabel yang diperiksa dalam penelitian
berdistribusi normal atau tidak.
2. Uji homogenitas untuk meyakinkan bahwa data antar kelompok memiliki matrik
konvarians yang homogen.
3. Analisis data dengan uji statistik parametrik jika memenuhi syarat untuk uji
hipotesis. Kemudian dilakukan uji normalitas pada semua kelompok dengan
menggunakan uji Shapiro wilk. Untuk mengetahui antar kelompok penelitian
memiliki variasi yang homogen dilakukan Levene’s test. Dengan tingkat
kepercayaan 5% (α 0.05). Jika syarat terpenuhi dilanjutkan dengan uji ANOVA
(analysis of variance). Kemudian lakukan uji korelasi untuk melihat hubungan
antar variabel dengan uji Pearson.
4. Jika tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji non parametrik dengan uji
Kruskal Wallis dilanjutkan dengan uji Man Whitney. Kemudian lakukan uji
korelasi untuk melihat hubungan antar variabel dengan uji korelasi Spearman.
5. Uji statistik parametrik dengan uji beda antara dua kelompok data yang dependen
dengan uji T dependent( berpasangan), Jika tidak terdistribusi normal maka
dilakukan uji non parametrik dengan Wilcoxon.
3.8 Pelaksanaan Penelitian
3.8.1 Alat dan Bahan Penelitian
Alat Penelitian
a. Kandang tikus wistar
Universitas Sumatera Utara
55
b. Timbangan tikus wistar
c. Piranti ortodonti berupa ni ticlosed coil spring (0,008 x 0,030, ORMCO ®,
California, USA)
d. Mangiferin dari mangga (Mangifera indica Linn)
e. Kaliper digital
f. Feeler Gauge pengukur iometric relaps
g. Tension and stress gauge alat pengukur tekanan yang diberikan
h. Alat pembedahan tikus wistar untuk mengambil bahan uji (gunting, scalpel,
spuit, handscoon dan masker)
i. Tabung untuk tempat specimen
j. Tang ortodonti untuk pemasangan closed coil spring
k. Ligature wire untuk pengikat
Bahan Penelitian
a. Hewan coba yaitu tikus wistar, jenis kelamin jantan, usia 3-4 bulan dengan
perkiraan berat 200-250 g dalam kondisi sehat
b. Larutan buffer formalin 10 % untuk fiksasi sediaan
c. Anti MMP-8
d. Anti TGF-β
e. Alkohol 50%, 70%, dan 96%
f. Kertas label
g. Kapas/tissue
h. Ketamine-acepromazin
i. Mangiferinterstandarisasi
j. Acetic Acid 96 % untuk analisis (Emsure Merck®, Jerman)
k. Glycerol β – phosphate disodium salt (GP) (Sigma® Aldrich, Amerika Serikat)
l. Aquabides
3.8.2 Pembuatan Hidrogel
Mangiferin terstandarisasi dari kulit batang mangga (Mangifera indica Linn)
diperoleh dari Labor Biota Sumatera (LBS) Universitas Andalas Padang.
Universitas Sumatera Utara
56
Alat Pembuatan Hidrogel :
a.Vortex
b. Centrifuge tube 20 ml
c. Timbangan
d. Magnetic stirrer
e. Pippettor
f. Tip 1000 µL
g. Filtered tips 1000 µL
h. Botol Schott
i. Vial 5 mL
j. Biohazard Safety Cabinet
k. Syringe 3 mL dan 50 mL ( Terumo® )
l. Water bath
m. pH meter
n. Inkubator CO2
o. Inkubator 37°C
p. Scanning Electrone Microscope.
Persiapan pembuatan hidrogel adalah sebagai berikut :
Bahan untuk 1 Liter
1. Mangiferin terstandarisasi 1%
2. HPMC 2%
3. Etanol 30%
4. Aquadest 17%
5. Propilen Glikol 50%
Cara Membuat hidrogel :
1. Larutan A : Panas aquadest dalam beker glass setelah panas masukkan HPMC
dan aduk sampai kalis dan tambahkan Propilen Glikol sebanyak 25%.
Universitas Sumatera Utara
57
2. Larutan B : Mangiferin dilarutkan dalam Etanol dan tambahkan Propilen
Glikol sebanyak 25%.
3. Campurkan larutan A dan larutan B dan blender dibuat konsentrasi 6,25
mg/ml dan 12,5 mg/ml disterilkan dan kemudian didinginkan pada suhu 4°C.
3.8.3 Secara in vitro
3.8.3.1. Pemeriksaan Daya Absorbsi dan Penetrasi
Media MHA digunakan untuk menguji daya absorbsi dan penetrasi
mangiferin. Pemodelan secara in vitro ini sebagai referensi daya absorbsi dari
mangiferin pengaruhnya terhadap remodeling tulang rahang atas pasca perawatan
ortodonti. Media MHA dilakukan pembuatan sumur dengan ukuran 6 mm. Sumur
tersebut diisi mangiferin dengan konsentrasi yang berbeda masing-masing 25 µl.
Selanjutnya dibiarkan dalam temperatur ruangan selama 12 jam, 24 jam, 48 jam, dan
72 jam. Setiap waktu inkubasi tersebut diukur zona bening (zona absorbsi) dan zona
koloni (zona penetrasi). Aktivitas daya absorbsi dan penetrasi diperiksa berdasarkan
ada tidaknya garis presipitasi di sekitar koloni. Adanya garis presipitasi
memperlihatkan mangiferin memiliki daya absorbsi dan penetrasi. Absorbsi Indek
(AI) ditentukan sebagai rasio dari diameter koloni dibagi dengan total diameter koloni
tambah presipitasi zone. Indikator penilaian nilai AI tidak ada aktivitas absorbsi (AI >
1) dan ; AI < 1 adanya indikasi absorbsi dan penetrasi mangiferin dan semakin
rendah nilai AI maka daya absorbsinya semakin tinggi.
Absorbsi Indeks (AI) = diameter koloni + presipitasi zone
______________________________
Total diameter koloni
Universitas Sumatera Utara
58
Gambar 3.1 Media MHA menguji daya absorbsi dan penetrasi mangiferin
3.8.3.2 Pemeriksaan Viskositas dan pH Mangiferin
Sebelum mengukur viskositas mangiferin menggunakan viscometer ostwald,
terlebih dahulu mengukur densitasnya dengan menggunakan piknometer. Selanjutnya
5 ml mangiferin dari masing-masing konsentrasi dimasukkan ke dalam piknometer
dan kemudian piknometer ditutup selanjutnya ditimbang menggunakan neraca
analitik (Ohaus, max cap 210 gr). Kemudian dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali
agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Setelah didapatkan hasil pengukuran
densitas, kemudian dihitung viskositas mangiferin menggunakan viskometer
Ostwald, dengan dimasukkan air ke dalam viskometer, lalu hisap mangiferin dengan
konsentrasi yang berbeda menggunakan bola hisap (bola karet) melalui pipa kapiler
sampai melewati garis A. Ketika air tepat pada garis A dihidupkan stopwatch dan
kemudian dibiarkan air mengalir dan kemudian catat waktu yang diperlukan untuk
mencapai garis B. Kemudian keluarkan air dan masukkan mangiferin, lalu hisap
menggunakan bola hisap (bola karet) melalui pipa kapiler sampai melewati garis A.
Ketika mangiferin tepat pada garis A dihidupkan stopwatch dan dibiarkan mangiferin
mengalir, kemudian dicatat waktu yang diperlukan untuk mencapai garis B.
Percobaan ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali agar mendapatkan hasil yang
lebih akurat.
Terhadap masing-masing konsentrasi mangiferin juga dilakukan pemeriksaan
pH dengan pH meter (Thermo Fisher Scientific Inc, Oxoi, UK), dimana bagian sensor
pH dari pH meter dikalibari pada pH 7, selanjutnya dicelupkan dalam sampel dan
Universitas Sumatera Utara
59
dilakukan pengulangan 3 kali, setiap memulai pemeriksaan pH selalu dicuci dengan
buffer sampai pH 7 selanjutnya digunakan untuk pemeriksaan pH sampel lainnya.
3.8.4 Secara In vivo
3.8.4.1 Preparasi Remodeling Tulang Rahang Atas
A. Perlakuan Hewan Coba
a. Tikus Wistar jantan umur 3-4 bulan dengan perkiraan berat 200-250 gram.
b. Tikus Wistar diadaptasikan selama ± 1 minggu agar terbiasa dengan lingkungan
sekitar.
c. Tikus Wistar disimpan dalam kandang stainless-steel dengan pendingin ruangan
dan cahaya standar 12 jam siklus terang/gelap.
d. Sebelum perlakuan masing-masing tikus di timbang berat badannya dan secara
fisik diamati kesehatannya, apakah ada yang sakit atau tidak. Jika didapatkan ada
yang sakit, maka tikus tersebut dikeluarkan dari penelitian dan diganti dengan
tikus baru dengan kriteria yang sama dan diambil secara random.
e. Makanan diberikan dengan cara diletakkan dalam wadah khusus.
B. Pembagian Kelompok Hewan Coba :
Seluruh hewan dibagi secara acak dalam 3 kelompok:
a. Kelompok kontrol negatif
Kelompok kontrol negatif adalah tikus wistar tidak diberi perlakuan apapun,
setelah 10 hari kemudian tikus wistar didekapitasi untuk diambil tulang alveolar
rahang atas.
b. Kelompok kontrol positif
Kelompok kontrol positif adalah tikus wistar yang dipasang ni-ti closed coil spring
selama 10 hari untuk pergerakan gigi, kemudian setelah 10 hari ni-ti closed coil
spring dilepas dan pada hari 1, 3, 5, 7 dan 14 setelah pasca pergerakan gigi,
kemudian tikus wistar didekapitasi untuk diambil tulang alveolar rahang atas.
c. Kelompok perlakuan
Universitas Sumatera Utara
60
Kelompok perlakuan adalah tikus wistar yang dipasang ni-ti closed coil
springselama 10 hari untuk pergerakan gigi kemudian setelah 10 hari ni-ti closed
coil spring dilepas dan diberi aplikasi hidrogel mangiferin 2x sehari dengan
konsentrasi 6.25% (Kelompok Perlakuan 1) dan 12.5% (Kelompok Perlakuan 2)
selama 14 hari. Kemudian tikus wistar didekapitasi untuk diambil tulang alveolar
rahang atas pada hari 1, 3, 5, 7 dan 14 pasca perawatan ortodonti.
C. Prosedur Perlakuan Pemasangan Ni-ti Closed Coil SpringPada Hewan Coba
a. Mempersiapkan alat dan bahan penelitian.
Selama prosedur pemasangan dan aktivasi ni-ti closed coil spring, dilakukan
injeksi anastesi intermuskuler pada tikus dengan larutan ketamine-
acepromazin
b. Sebelum dipasang kekuatan ni-ti closed coil spring diukur dengan
menggunakan tension gauge untuk menghasilkan kekuatan sebesar 10
gr/mm2.
c. Pemasangan ni-ticlosed coil spring pada gigi insisivus dan molar rahang atas
selama 10 hari.
d. Sebuah gaya konstan sebesar 10 gr/mm2 dihasilkan menggunakan ni-ti closed
coil spring untuk memindahkan molar pertama rahang atas ke mesial. Spring
melekat pada molar pertama dan gigi insisivus rahang atas kanan
menggunakan kawat baja pengikat (ligature wire) stainless. Untuk
meningkatkan retensi, bahan glass ionomer cement diaplikasikan pada
perforasi yang dihasilkan oleh diamond bur sepanjang sudut garis mesio-
lingual dan disto-lingual dari molar pertama rahang atas dan sisi distal
darigigi insisivus untuk memastikan retensi maksimum dari ni-ti closed coil
spring (Sella, 2012).
e. Sisi kiri gigi molar pertama digunakan sebagai kelompok kontrol negatif.
f. Kelompok perlakuan adalah tikus wistar dipasang ni-ticlosed coil spring yang
berkekuatan konstan sebesar 10 gr/mm2 selama 10 hari untuk pergerakan gigi
dan setelah itu ni-ti closed coil spring dilepas kemudian diberi aplikasi
Universitas Sumatera Utara
61
hydrogel mangiferin 2x sehari selama 14 hari dengan konsentrasi 6.25% dan
12.5% hari 1, 3, 5, 7 dan 14 pasca pergerakan gigi.
g. Setelah ketiga kelompok tikus wistar didekapitasi untuk dilakukan
pengamatan, selanjutnya dianestesi dengan menggunakan ketamine
didekapitasi untuk pengambilan jaringan tulang rahang atas. Kemudian
dimasukkan dalam larutan formalin buffer 10% dengan pH 7.0.
Gambar 3.2 Pemasangan ni-ti closed coil spring pada tikus wistar
Gambar 3.3 Pergerakan gigi pasca pemasangan ni-ti closed coil spring pada
tikus wistar
Universitas Sumatera Utara
62
Gambar 3.4 Pemasangan closed coil spring pada gigi insisivus dan molar
rahang atas (Tanya et al, 2015)
3.8.4.2 Pengukuran Jarak Biometrik Gigi
Pengukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial gigi molar
tikus wistar (Rattus novergicus) sebelum dipasang dan setelah dilepas nickel titanium
closed coil diukur dengan menggunakan kaliper digital dan feeler gauge. Dilakukan
pengukuran pada :
a. kontrol negatif (tanpa diberi perlakuan)
b. Kontrol positif (dipasang nickel titanium closed coil tanpa diberikan mangiferin)
berdasarkan waktu pada hari ke 1, 3,5,7 dan 14.
c. kelompok perlakuan (dipasang nickel titanium closed coil dan diberi mangiferin)
hydrogel mangiferin dengan konsentrasi 6.25% dan 12.5% diaplikasikan 2 x sehari
selama 14 hari berdasarkan waktu pada hari ke 1, 3,5,7 dan 14.
3.8.4.3 Pemeriksaan Histopatologi
a. Tikus dieuthanesia dan dibedah untuk diambil tulang rahang atas, bagian kepala
dan leher direndam atau difiksasi dalam larutan neutral buffered formaline 10%,
b. Dibuat sediaan preparat histopatologis sesuai dengan prosedur yang dimulai
dengan trimming organ yaitu memotong tulang dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1
cm, tahap selanjutnya dilakukan dekalsifikasi dan dilanjutkan dengan dehidrasi
dalam larutan aseton sebanyak 2 kali masing-masing dalam waktu 1.5 jam, lalu
dilakukan proses clearing dengan memasukkan otak ke dalam larutan xylol
sebanyak 2 kali dalam waktu 1.5 jam.
Universitas Sumatera Utara
63
c. Kemudian, dilakukan proses infiltrasi parafin dengan memasukkan organ ke dalam
parafin cair sebanyak 2 kali dalam waktu 1.5 jam yang dilakukan di dalam oven
pemanas dengan suhu 60 0C. Langkah terakhir adalah embedding/blok jaringan
dengan menanam otak ke dalam blok parafin dan dibiarkan membeku untuk diiris
dengan ukuran 5 µm dengan menggunakan microtom rotary.
d. Hasil irisan dibentangkan dalam air dengan suhu 50 0C kemudian ditempelkan
pada object glass yang telah diberi perekat albumin Mayers dan dikeringkan di
atas hot plate selama ±2 menit serta dibiarkan pada suhu kamar selama ±24 jam.
e. Pewarnaan hematoxylin eosin dilakukan untuk melihat struktur keseluruhan.
Proses Pengecatan Haematoxilin Eosin :
a. Deparafinasi menggunakan xylol.
b. Preparat dimasukkan ke dalam xylol selama 15 menit lalu diulangi dengan
memasukkan kembal ke dalam xylol dalam wadah yang berbeda selama 15
menit.
c. Rehidrasi dengan larutan alkohol 96% selama 2 menit.
d. Rehidrasi kedua dengan memasukkan preparat ke dalam alkohol 95% selama
2 menit, lalu ulangi dengan memasukkannya kembali kedalam alkohol 80%
dalam wadah yang berbeda selama 2 menit.
e. Preparat dibilas dengan air mengalir selama 10 menit, mula-mula dengan
aliran lambat kemudian lebih lanjut dengan tujuan menghilangkan semua
kelebihan alkohol.
f. Cat utama dengan menggunakan larutan Haematoxylin Eosin selama 10
menit.
g. Cat pembanding dengan air mengalir selama 2 menit.
h. Dehidrasi dengan memasukkan preparat kedalam alkohol selama 5 menit.
i. Dehidrasi kedua dengan memasukkan preparat ke dalam alkohol selama 1
menit, lalu diulangi dengan memasukkannya kembali kedalam alkohol dalam
wadah yang berbeda selama 2 menit.
j. Kemudian preparat dikeringkan selama 10 menit.
k. Clearing dengan menggunakan larutan xylol selama 10 menit.
Universitas Sumatera Utara
64
l. Clearing kedua dengan menggunakan larutan xylol selama 5 menit.
m. Kemudian mounting dengan menggunakan larutan entelan selama 5 menit.
n. Pengamatan dilakukan terhadap profil histopatologis osteoblas, osteoklas,
menggunakan mikroskop (Olympus BX-51) pembesaran 400X.
3.8.4.4 Pemeriksaan Senyawa Kimia Tulang dengan SEM EDS
Scanning Electron Microscope (SEM) EVO® MA 10 adalah sebuah
mikroskop elektron yang digunakan untuk menyelidiki permukaan dari objek solid
secara langsung. SEM EVO® MA 10 memiliki perbesaran 10 – 3000000x, depth of
field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Dilengkapinya SEM EVO® MA
10 dengan detektor Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS). Sampel diletakkan
pada chamber yang vakum dan berada t-tengah chamber. Ketinggian sampel harus
sesuai dengan kalibrasi standar. Kemudian alat dihidupkan dengan daya 20 kV.
Sampel digeser secara perlahan untuk mendapatkan daerah yang akan difoto pada
layar SEM (Hitachi® TM 3000, Japan). Kemudian brightness, contrast dan focus
disesuaikan sampai didapatkan gambaran yang baik.Pengambilan foto dilakukan
dengan pembesaran 1200x, 1500x dan 2000x. Kemudian komposisi unsur yang
tertinggal pada sampel setelah diberikan perlakuan dianalisis dengan EDS.
Gambar 3.5 Scanning Electron Microscope (SEM) EVO® MA 10 (Sumber koleksi pribadi
Laboratorium Rekayasa Material Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2019)
Universitas Sumatera Utara
65
3.8.4.5 Pemeriksaan Reaktivitas Protein MMP-8 dan TGF-β dengan Enzyme
linked immunosorbent assay (Elisa)
Sebelum dilakukan pemeriksaan Elisa dilakukan preparasi reagen (Cusabio
USA) yaitu pada tahap pertama dilakukan antibodi MMP-8 dan TGF β disentrifus 1x
sebelum dibaca kemudian dilakukan pengenceran biotin antibodi 100 kali lipat.
Pengenceran 100 kali lipat yang disarankan adalah 10 μl Biotin-antibodi + 990 μl
pengencer Biotin-antibodi. Selanjutnya HRP-avidin (1x) - Sentrifuse botolnya
sebelum dibuka dan dilakukan pengenceran 100 kali lipat. Pengenceran 100 kali lipat
yang disarankan adalah 10 μl HRP-avidin + 990 μl dari pengencer HRP-avidin.
Selanjutnya wash buffer (1x), jika kristal telah terbentuk dalam konsentrat, panaskan
hingga suhu kamar dan aduk perlahan sampai kristal benar-benar larut. Encerkan 20
ml wash buffer concentrate (25x) ke dalam air deionisasi atau suling untuk
menyiapkan 500 ml wash buffer (1x). selanjutnya dilakukan preparasi standar Standar
yaitu pada tahap awal dilakukan sentrifuse botol pada 6000-10000 rpm selama 30
detik. Kemudian dikembalikan standar dengan 1,0 ml pengencer sampel. Tidak boleh
diganti dengan pengencer lain. Rekonstitusi ini menghasilkan larutan dasar 20 ng/ml.
Campur larutan dasar untuk memastikan pemulihan lengkap dan biarkan selama
minimal 15 menit sebelum membuat pengenceran. Tuangkan 250 μl larutan
pengencer ke dalam setiap well plate (S0-S6). Gunakan cairan standar untuk
menghasilkan seri pengenceran 2 kali lipat (di bawah). Campurkan setiap tabung
dengan seksama sebelum transfer berikutnya. Standar murni yang berfungsi sebagai
standar tinggi (20 ng/ml). Sampel pengencer berfungsi sebagai standar nol (0 ng/ml).
Pengujian Elisa dimulai dengan dilakukan preparasi sampel, dimana semua
reagen dan sampel ditempatkan pada suhu kamar selama 20 menit sebelum
digunakan. Sentrifuse sampel lagi setelah dicairkan sebelum pengujian.Disarankan
agar semua sampel dan standar diuji dalam rangkap dua. Pada tahap pertama
disiapkan semua reagen, standar kerja, dan sampel seperti yang diarahkan pada
bagian sebelumnya. Kemudian diamati lembar tata letak assay untuk menentukan
jumlah tabung yang akan digunakan dan letakkan setiap tabung yang tersisa dan
pengering kembali ke dalam kantong dan tutup ziplock, simpan tabung yang tidak
Universitas Sumatera Utara
66
digunakan pada suhu 4°C. Kemudian ditambahkan 100 μl standar dan sampel per
tabung.Tutup dengan perekat yang disediakan. Inkubasi selama 2 jam pada suhu
37°C. Tata letak pelat disediakan untuk mencatat standar dan sampel yang
diuji.Kemudian dikeluarkan cairan dari masing-masing tabung, jangan
dicuci.Selanjutnya ditambahkan ditambahkan 100 μl Biotin-antibodi (1x) untuk
masing-masing tabung.Tutup dengan yang baru perekat. Inkubasi selama 1 jam pada
suhu 37°C. (Biotin-antibodi (1x) mungkin tampak keruh. Lakukan pemanasan hingga
suhu kamar dan aduk perlahan hingga larutan tampak seragam). Selanjutnya
dilakukan aspirasi setiap tabung dan cuci, ulangi proses ini dua kali dengan total tiga
kali pencucian. Cuci dengan mengisi setiap tabung dengan wash buffer (200μl)
menggunakan botol semprot, pipet multi-channel, manifold dispenser, atau auto
washer, dan diamkan selama 2 menit, penghapusan cairan secara penuh pada setiap
langkah sangat penting untuk kinerja yang baik. Setelah pencucian terakhir,
singkirkan buffer pencuci yang tersisa dengan menyedot atau mendekantasi. Balikan
piring dan bersihkan dengan handuk kertas bersih.Pada tahan kedua ditambahkan
masing-masing 100 μl HRP-avidin (1x) ke masing-masing tabung. Kemudian ditutup
pelat mikrotiter dengan perekat baru. Inkubasi selama 1 jam pada suhu 37°C dan
diulangi proses aspirasi / cuci sebanyak lima kali. Selanjutnya ditambahkan 90μl
media TMB ke masing-masing tabung.Inkubasi selama 15-30 menit di 37°C.
Lindungi dari cahaya., kemudian ditambahkan 50 μl dari stop solution ke masing-
masing tabung, tekan perlahan pelat untuk memastikan pencampuran menyeluruh.
Selanjutnya dilakukan penentuan optikal densitas sampel pada 96 well plate dengan
Elisareader (Bio-Rad Laboratories, Hercules, CA) pada panjang gelombang 450 nm.
Universitas Sumatera Utara
67
Gambar 3.6 Alat Elisa Reader (Sumber koleksi pribadi Laboratorium Riset Terpadu
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2019)
3.8.4.6 Protein Tulang (MMP-8 dan TGF-β) dengan Metode Ultraviolet-visible
(UV-Vis)
Spektrofotometer ultraviolet-visible adalah alat instrumen analisis yang
termasuk dalam spektroskopi absorbsi.Metode UV-Vis didasarkan atas absorban
sinar tampak oleh suatu larutan berwarna. Penentuan daya interaksi protein tulang
(MMP-8 dan TGF-β) dilakukan setalah kedua protein marker tersebut dicampur
dalam ekstraksi protein tulang tulang sampel. Marker protein MMP-8 dan TGF- β
sebelumnya dilakukan interaksi dengan protein tulang yang diikat dengan
pengkomplek protein agar masing-masing marker mengikat protein spesifik yang
akan dibaca oleh UVVis (Shimadzu® Corp. Serial No. A114550 08957).
Selanjutnya dipreparasi untuk dilakukan pembacaan pada UVVis
menggunakan panjang gelombang 200-600 nm.Sebelum diperiksa suspensi sampel,
kuvet diisi larutan baseline sampel dicoding pada sistem sebagai kontrok aktivitas
interaksi marker dengan protein tulang. Selanjutnya dilakukan penentuan spektrum
sampel. Penentuan spektrum berfungsi untuk scanning sampel pada range panjang
gelombang tertentu (600-200 nm), hal ini untuk mengetahui pada panjang gelombang
berapa absorban atau % T maksimal.
Tahap pertama dimasukkan kuvet yang berisi larutan blanko ke sisi reference
dan sisi sampel. Kemudian klik baseline jika ada pertanyaan klik ok. Koreksi
baseline akan berlangsung sesuai kisaran panjang gelombang yang telah ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
68
Kemudian dimasukkan larutan standar atau sampel yang akan diukur ke sisi sampel
dengan klik start. Proses scanning akan berlangsung jika ada pertanyaan klik ok. Jika
kurva tidak nampak skalanya dikecilkan. Kemudian diisi file name dengan nama
sampel yang ingin ditampilkan dalam hasil print, untuk menampilkan laporan
puncak-lembah dari spektrum yang didapatkan, klik Operation klik peak pick, nilai
panjang gelombang yang menghasilkan nilai serapan terbesar biasanya diasumsikan
sebagai panjang gelombang maksimum. Digunakan sebagai panjang gelombang
pengukuran kuantitatif selanjutnya. Sedangkan untuk mengetahui absorbansi pada
panjang gelombang tertentu mengklik operation selanjutnya diklik peak pick,
panjang gelombang dapat diketik langsung pada tabel lalu dienter untuk mengetahui
nilai absorbansinya atau dipilih dengan menggerakkan kursor pada grafik.
Selanjutnya untuk menyimpan data spectrum, klik file, klik save as, isi nama file
datanya, klik save. Pada tahap akhir dilakukan pencetakan gambar dengan mengklik
pada tabel peak pick atau point pick, lalu klik print.
Metode spektrofotometer memiliki kelebihan, yaitu dapat digunakan secara
luas untuk mengidentifikasi dan menganalisis struktur materi organik. Ketepatan
relatif alat ini sebesar 0,5-5% (Khopkar 2010., Maria B., 2010).
Universitas Sumatera Utara
69
Mangiferin
Terstandarisasi
Daya AbsorbsiViscositas dan pH Mangiferin
Hydrogel Mangiferin
Konsentrasi 6,25% dan 12,5%
Analisa Data
Gambar 3.7 Alur Penelitian secara in vitro
Universitas Sumatera Utara
70
3.7.2.1
Gambar 3.8 Alur Penelitian secara in vivo
Kelompok X1
Tidak diberi perlakuan
Kelompok X2
Diberi perlakuan dengan
pemasangan ni-ti closed
coil spring selama 10
hari kemudian dilepas/
pasca pergerakan gigi
Kelompok X3
Diberi perlakuan dengan
pemasangan ni-ti closed coil
spring selama 10 hari dan di beri
aplikasi hidrogel mangiferin
konsentrasi 6.25% dan 12.5%
kemudian kemudian dilepas
H1 H3 H5 H7
4 H14
Ethical Clearance
45 ekor tikus (Ratus novergitus) ♂ umur 3-4 bulan.
Ditimbang, diberi tanda dan pemasangan ni-ticlosed coil
spring padamolarpertama dangigi insisivusrahang
ataskanan untuk kelompok X2 dan X3
Aklimatisasi ± 1 minggu
Perhitungan
Analisa data
Tikus wistar dianaestesi dengan ketamine-
acepromazin dan didekapitasi
Pengambilan tulang rahang atas
Metode UVVis
Menganalisis Ekspresi
MMP-8 danTGF-β
Pemeriksaan Elisa
Reaktivifitas Protein Tulang
(MMP-8 dan TGF-β)
Metode SEM EDX
Degradasi Kalsium
tulang
Profil osteoblas dan
osteoklas
Jarak biometrik
gigi
Universitas Sumatera Utara
71
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian mengkaji potensi mangiferin dari mangga (Mangifera indica
Linn) dalam pencegahan relaps pasca perawatan ortodonti, sebuah pemodelan yang
dilakukan secara in vitro dan in vivo. Pada tahap pertama dilakukan penilaian dari
mangiferin terkait dengan sifat farmakodinamik dan farmakokinetik. Sifat ini secara
in vitro dapat dilakukan dengan memeriksa daya absorbsi dan viskositas dari
mangiferin. Prinsip dari uji ini adalah mengetahui sifat fitokimia (phytochemical) dari
mangiferin, diantaranya daya absorbsi.
4.1. Daya Absorbsi Mangiferin (Mangifera indica Linn)
Pemodelan secara in vitro untuk melihat pengaruh daya absorbsi mangiferin
(Mangifera indica Linn) terhadap proses memicu remodeling tulang rahang atas
pasca perawatan ortodonti. Mangiferin (Mangifera indica Linn) dengan konsentrasi
yang berbeda dibiarkan dalam temperatur ruangan selama waktu inkubasi 12 jam, 24
jam, 48 jam, dan 72 jam terlihat (Gambar 4.1).
Gambar 4.1.Daya absorbsi mangiferin. Absorbsi mangiferin semakin meningkat
berdasarkan jumlah konsentrasi. Mulai konsentrasi 2%-10% menunjukkan
absobsi maksimal berada diatas 20 mm, sedangkan pada 1% mencapai 17-20
mm. Sekalipun demikian secara umum masih menunjukkan absorbsi
maksimal, karena tidak ditemukan residual pada pengujian ini.
71
Universitas Sumatera Utara
72
Tabel 4.1. Analisis daya absorbsi mangiferin dengan One Way Anova
Variabel
Analisis
Statistik deskripsi One Way Anova
N Min Mx Mean SDV
Absorbsi Vs
W.inkubasi
Absorbsi Vs
Konsentrasi
Absorbsi
bahan 15 19,200 31,000 24,380 3,960
p>0.05
(0,93)
r=0,107
p<0,01
(0,000)
r=0,986
Waktu
Inkubasi 15 1,000 3,000 2,000 0,845
Konsentrasi 15 1,000 5,000 3,000 1,464
Hasil uji One Way Anova pada Tabel 4.1 memperlihatkan tidak terdapat
perbedaan yang bermakna (p>0.05) antara waktu inkubasi dalam menentukan daya
absorbsi, berarti waktu tidak menjadi faktor penentu daya absorbsi mangiferin
sekalipun memiliki hubungan yang rendah (r=0,107). Terdapat perbedaan yang
bermakna diantara konsentrasi dalam menentukan daya absorbsi dari mangiferin
(p<0,01) berarti mangiferin memiliki kemampuan daya absorbsi yang tinggi. Hasil
korelasi terdapat hubungan yang sangat kuat (r=0,98). Berdasarkan fenomena ini
dapat dipahami bahwa mangiferin memiliki daya absorbsi serta biorespon yang baik
dalam membantu proses remodeling tulang pasca perawatan ortodonti.
4.2. Viskositas dan pH Mangiferin (Mangifera indica Linn)
Viskositas mangiferin terlihat bahwa konsentrasi mangiferin 4% memiliki
viskositas yang rendah dibandingkan konsentrasi lain, namun secara umum semua
konsentrasi berada pada level fitorespon yang baik ketika diinteraksikan dengan host.
Hal ini dapat mempengaruhi proses remodeling tulang dalam mencegah relaps pasca
perawatan ortodonti (Gambar 4.2).
Universitas Sumatera Utara
73
Gambar 4.2.Viskositas mangiferin dalam berbagai konsentrasi. Konsentrasi 4%
menunjukkan nilai viskositas yang lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi lainnya. Namun berdasarkan nilai viksositas semua konsentrasi
mangiferin memiliki nilai yang sangat baik < 1 cp. Bar (nilai viskositas) dan
Bar error (Standar Deviasi)
Tabel 4.2. Distribusi dan frekuensi respon perubahan pH mangiferin
Konsentrasi
Mangiferin N pH SDV Frek (%)
Respon
perbahan
pH (%)
Skala
1% 3 4,90 0,10 20% 80% Baik
2% 3 4,73 0,06 19% 81% Baik
4% 3 5,03 0,06 21% 79% Baik
8% 3 4,73 0,06 19% 81% Baik
10% 3 4,90 0 20% 80% Baik
Tabel 4.2 memperlihatkan distribusi dan frekuensi respon perubahan pH
mangiferin dari berbagai konsentrasi dengan skala baik.Skala respon perubahan pH
yaitu moderat (60-76%); baik (75-85%); sangat baik (86-100%).
4.3 Pengukuran Jarak Biometrik Gigi
Pengukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial gigi molar
tikus wistar (Rattus novergicus) sebelum dipasang dan setelah dilepas nickel titanium
closed coil. Pada Gambar 4.3 terlihat perubahan ukuran jarak biometrik gigi dari
distal gigi insisivus ke mesial gigi molar tikus wistar sebelum dipasang nickel
Universitas Sumatera Utara
74
titanium closed coil dan setelah dilepas nickel titanium closed coil pada kelompok
konsentrasi 6.25 % dan konsentrasi 12.5 % serta kelompok kontrol positif.
Gambar 4.3. Pengukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial gigi
molar tikus wistar sebelum dipasang dan setelah dilepas nickel titanium closed
coil
Berdasarkan uji Wilcoxon pada Tabel 4.3 dibawah ini memperlihatkan
perubahan ukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial gigi molar
tikus wistar sebelum dipasang nickel titanium closed coil dan setelah dilepas nickel
titanium closed coil pada kelompok konsentrasi 6.25 % dan konsentrasi 12.5 % serta
kelompok kontrol positif (p>0.05). Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang
bermakna tetapi dari uji korelasi Spearman memiliki hubungan yang sangat kuat
(r=0.89).
Tabel 4.3 Uji Wilcoxon pengukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial
gigi molar tikus wistar (Rattus novergicus) sebelum dipasang dan setelah dilepas
nickel titanium closed coil.
Variabel
Deskripsi Statistik
P K N Min Max Mean SDV
Sebelum Pasang alat 6 1,15 1,18 1,16 ,010
p=0,07 r=0,893
Setelah dicabut alat 6 1,02 1,06 1,04 ,015
Universitas Sumatera Utara
75
Pengukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial gigi molar
tikus wistar (rattus novergicus) pada kelompok perlakuan yang diberi aplikasi
mangiferin 2 x sehari dengan konsentrasi 6.25% dan konsentrasi 12.5%, kelompok
kontrol positif dan kelompok kontrol negatif berdasarkan waktu pada hari ke 1, 3,5,7
dan 14 (Gambar 4.4).
Gambar 4.4.Pengukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial gigi molar
tikus wistar berdasarkan waktu pada hari ke 1, hari ke 3, hari ke 5, hari 7 dan
hari ke 14. Kontrol positif (tikus yang dipasang nickel titanium orthodontic
closed coil tanpa diberikan mangiferin), kontrol negatif (tikus tanpa dipasang
nickel titanium closed coil dan tanpa diberikan mangiferin), sedangkan
kelompok perlakukan (dipasang nickel titanium closed coil dan diberikan
mangiferin berdasarkan konsentrasi 6,25 % dan 12,5 %)
Gambar 4.4 terlihat perubahan ukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi
insisivus ke mesial gigi molar tikus wistar (Rattus novergicus) sebelum dipasang dan
setelah dilepas nickel titanium closed coil pada kelompok kontrol positif
dibandingkan dengan pada kelompok perlakuan dengan konsentrasi 6.25% dan
konsentrasi 12.5%.
Persentase perubahan ukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke
mesial gigi molar tikus wistar (Rattus novergicus) sebelum dipasang dan setelah
dilepas nickel titanium closed coil pada konsentrasi 6.25 % sebesar 1 % dan pada
konsentrasi 12.5 % sebesar 3 % sedang pada kontrol positif sebesar 19 % terutama
Universitas Sumatera Utara
76
pada hari ke 14. Hal ini menunjukkan bahwa mangiferin memiliki kemampuan
mencegah relaps yang cukup tinggi dibandingkan dengan kontrol positif.
4.4 Profil Osteoblas dan Osteoklas Tulang Rahang Atas
Profil osteoblas dan osteoklas pada kelompok perlakukan (dipasang nickel
titanium closed coil dan diberikan mangiferin berdasarkan konsentrasi 6.25 % dan
12.5 %) selama 14 hari, Kontrol positif (tikus yang dipasang nickel titanium closed
coil tanpa diberikan mangiferin), kontrol negatif (tanpa perlakuan). Semua kelompok
diamati hari ke 1, 3, 5, 7, dan 14 terlihat pada Gambar 4.5
Gambar 4.5.Histoscore osteoblas dan osteoklas tulang rahang atas setelah pemberian aplikasi
mangiferin (mg/ml) berdasarkan waktu (hari). Kontrol positif (tikus yang
dipasang nickel titanium closed coil tanpa diberikan mangiferin), kontrol negatif
(tikus tanpa dipasang nickel titanium closed coil dan tanpa diberikan
mangiferin), sedangkan kelompok perlakukan (dipasang nickel titanium closed
coil dan diberikan mangiferin berdasarkan konsentrasi 6.25 % dan 12.5 %)
Universitas Sumatera Utara
77
Tabel 4.4 Rerata dari jumlah osteoblas dan osteoblas pada kelompok pelakuan
konsentrasi 6.25 %, konsentrasi 12.5 %, kontrol positif dan kontrol
negatif Kelompok Osteoblas Osteoklas
Konsentrasi 6.25 % 1.48 0.52
Konsentrasi 12.5 % 2.20 0.68
Kontrol positif 1.78 0.72
Kontrol negative 1.44 0.32
Rerata jumlah osteoblas dan osteoklas pada Tabel 4.4 dapat disimpulkan
bahwa terjadi peningkatan osteoblas yang reaktif lebih tinggi dibandingkan dengan
osteoklas. Rerata jumlah osteoblas dengan aplikasi mangiferin konsentrasi 12.5 %
lebih tinggi dibandingkan kelompok yang lain. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
mangiferin memiliki kemampuan untuk menginduksi osteoblas dalam pembentukan
tulang dan menghambat differensiasi osteoklas untuk mempercepat proses
remodeling tulang pasca perawatan ortodonti.
Tabel 4.5Analisis Wilcoxon histoscore osteoblas dan osteoklas tulang rahang atas
setelah pemberian aplikasi mangiferin (%)
Variabel
Deskripsi Statistik Wilcoxon Analisis
N Min Max Mean SDV
Osteo
blas
Vs
Osteo
klas
Osteobl
as Vs
Kons
Osteok
las Vs
Kons
Ostebla
s VS
waktu
Osteoblas 30 1,00 4,00 2,23 0,82
0,00*
0,00* 0,00* 0,02* Osteoklas 30 0,00 3,00 1,13 0,73 Konsentra
si 30 6,25 12,50 9,38 3,18
Waktu 30 1,00 5,00 3,00 1,44
Uji Wilcoxon pada Tabel 4.5 untuk menganalisis histoscore osteoblas dan
osteoklas tulang rahang atas setelah pemberian aplikasi mangiferin. Profil osteoblas
dan osteoklas keduanya berbeda bermakna (p<0.05). Selain itu profil kedua sel
tersebut dipengaruhi oleh waktu pemberian aplikasi dan konsentrasi mangiferin
(p<0.05) (Tabel 4.5). Artinya mangiferin memiliki potensi dalam mempercepat
proses remodeling tulang dibandingkan dengan kontrol positif.
Universitas Sumatera Utara
78
4.4.1 Profil Histologi Osteoblas dan Osteoklas Tulang Rahang Atas
Prosedur pewarnaan menggunakan HE untuk mengetahui profil histologi
osteoblas dan osteoklas. Perhitungan osteoblas dan osteoklas menggunakan
pembesaran 400x. Gambar 4.6 terlihat profil histologi osteoblas dan osteoklas.
Perhitungan osteoblas dan osteoklas menunjukkan jumlah osteoklas lebih sedikit,
sedangkan osteoblas masih mendominasi. Begitu juga pada konsentrasi mangiferin
12.5%. Hasil ini menunjukkan bahwa mangiferin memiliki kemampuan untuk
menginduksi sel osteoblas lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol negatif dan
kontrol positif.
Gambar 4.6 Profil osteoblas dan osteklas tulang rahang atas. Pada Gambar A konsentrasi
mangiferin 6.25%, Gambar B konsentrasi mangiferin 12.5%, Gambar C (Kontrol
negatif) dan Gambar D (kontrol positif). Keterangan osteoblas (A) dan osteoklas
(B). Semua gambar diambil pada hari ke-7 perlakuan pembesaran 400x.
Universitas Sumatera Utara
79
4.5 Degradasi Kalsium Tulang
Degradasi kalsium tulang terlihat pada Gambar 4.7 bahwa pada hari 3 dengan
aplikasi mangiferin memiliki pengaruh yang baik untuk menurunkan degradasi
kalsium pada remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
Sedangkan hasil pada ke 5 dan ke 7 masih memberikan respon yang baik untuk
degradasi kalsium tulang jika dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol
negatif.
Gambar 4.7 Profil degradasi kalsium tulang remodeling tulang mencegah relaps pasca
perawatan ortodonti. Berdasarkan profil pada hari ke 3, 5, dan 7 menunjukkan
degradasi
Sementara itu pada Gambar 4.8 terlihat profil permukaan tulang yang telah
mengalami kekompakan dengan ditemukan sejumlah matrik tulang pada kedua
konsentrasi mangiferin. Peningkatan pembentukan matrik tulang sejalan dengan
penurunan degradasi kalsium tulang sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar
4.7 Kedua hasil tersebut memperjelas bahwa mangiferin memiliki efek biologi dalam
mempercepat proses remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
Universitas Sumatera Utara
80
Gambar 4.8 Profil permukaan tulang maksila pada kelompok perlakuan konsentrasi 6.25 %
yang dilihat dengan SEM. A (H1), B (H3), C (H5), D (H7), dan E (H14). Pada
semua perlakuan menunjukkan adanya aktivitas pengaruh mangiferin terhadap
remodeling tulang yang ditandainya adanya matrik tulang (panah biru) dan
kalsium tulang (panah merah)
Universitas Sumatera Utara
81
Gambar 4.9 Profil permukaan tulang maksila pada kelompok perlakuan konsentrasi 12.5 %
yang dilihat dengan SEM. A (H1), B (H3), C (H5), D (H7), dan E (H14). Pada
semua perlakuan menunjukkan adanya aktivitas pengaruh mangiferin terhadap
remodeling tulang yang ditandainya adanya matrik tulang (panah biru) dan
kalsium tulang (panah merah)
Universitas Sumatera Utara
82
Gambar 4.10 Profil permukaan tulang maksila yang dilihat dengan SEM. A (Kontrol negatif);
B (kontrol positif). Pada kedua perlakuan menunjukkan adanya aktivitas
pengaruh mangiferin terhadap remodeling tulang yang ditandainya adanya
matrik tulang (panah biru) dan kalsium tulang (panah merah).
4.6 Reaktivitas Protein MMP-8 dan TGF-β
Peningkatan ekspresi protein MMP-8 terlihat bahwa pada hari ke 3
dibandingkan dengan hari ke 3,5 dan 14 pada aplikasi mangiferin konsentrasi 6.25%
dan 12.5 % dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (Gambar 4.9).
Gambar 4.11 Ekspresi protein MMP-8 setelah diberikan mangiferin pada pemodelan
remodeling tulang pasca perawatan ortodonti.
Universitas Sumatera Utara
83
Peningkatan ekspresi MMP-8 sejalan dengan profil osteoklas pada Gambar
4.5terlihat korelasi dari hari ke hari menunjukkan adanya tendensi ke arah
peningkatan MMP-8 dan peningkatan osteoklas.
Tabel 4.6 Analisis kruskal wallis ekspresi protein MMP-8 setelah diberikan mangiferin
berdasarkan konsentrasi dan waktu (hari)
Variabel
analisis
Deskripsi Statistik Kruskal-Wallis Wilcoxon
N Min Max Mean SDV MMP-8 Vs
Konsentra
si
MMP8
Vs Hari MMP-8 Vs
K (-)
MMP-8
Vs K
(+) MMP8 10 0,21 0,32 0,27 0,04
p>0,05
(0,75)
r=0,105
p>0,05
(0,07)
r=0,298
p>0,05
(0,10) p>0,05
(0,52)
Konsentrasi 10 1,00 2,00 1,50 0,53
Hari 10 1,00 5,00 3,00 1,49
Kontrol
Negatif 10 0,13 0,24 0,20 0,04
Kontrol
Positif 10 0,23 0,37 0,28 0,05
Berdasarkan analisis kruskal-wallis (Tabel 4.6) memperlihatkan bahwa tidak
terdapat perbedaan bermakna diantara konsentrasi 6.25% dengan 12.5%
(p>0.05=0,75) r=0.10 demikian juga dengan waktu (hari) perlakukan tidak terdapat
perbedaan bermakna (p>0.05=0,07) r = 1.29 dari uji korelasi Spearman kedua
konsentrasi memiliki hubungan yang lemah.Uji Wilcoxon antara MMP-8
dengankontrol negatif (p>0.05 = 0.10) dan kontrol positif (p>0.05 = 0.52) terdapat
perbedaan yang tidak bermakna.
Peningkatan ekspresi protein TGF-β terlihat bahwa pada hari ke 7
dibandingkan dengan hari ke 3,5 dan 14. Artinya perlakuan terhadap pemberian
mangiferin pada hari ke 7 dapat dianggap sebagai fase dimana tahap awal dimulai
terjadinya remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan ortodonti (Gambar
4.10).
Universitas Sumatera Utara
84
Gambar 4.12 Ekspresi protein TGF-β pada tulang setelah pemberian aplikasi mangiferin
untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
Gambar 4.12 terlihat bahwa pada hari ke 7 ekspresi protein TGF-β terjadi
peningkatan dibandingkan dengan hari ke 1,3,5, dan 14. Artinya mangiferin pada hari
ke 7 memiliki peran yang sangat penting terhadap remodeling tulang mencegah
relaps pasca perawatan ortodonti.
Tabel 4.7 Analisis kruskal wallis ekspresi protein TGF -β setelah diberikan
mangiferin berdasarkan konsentrasi dan waktu (hari)
Variabel
analisis
Deskripsi Statistik Kruskall-Wallis Wilcoxon
N Min Max Mean SDV TGF- β Vs
Kons TGF-β
Vs Hari TGF-β
Vs K (-) TGF-β
Vs K(+)
MMP8 10 0,09 0,15 0,12 0,02
p>0,05
(0,33)
r= - 0,319
p>0,05
(0,24)
r=0,451
p<0,05
(0,002) p<0,05
(0,000)
Konsentrasi 10 1,00 2,00 1,50 0,53
Hari 10 1,00 5,00 3,00 1,49
Kontrol negatif 10 0,11 0,21 0,12 0,03 Kontrol Positif 10 0,13 0,26 0,25 0,04
Berdasarkan analisis kruskal-wallis (Tabel diperlihatkan bahwa tidak terdapat
perbedaan bermakna diantara konsentrasi 6.25% dengan 12.5% (p>0.05=0.33) r =
0.31 demikian juga dengan waktu (hari) perlakukan tidak terdapat perbedaan
bermakna (p>0.05=0.24) r = 0.45. Artinya remodeling tulang tetap berjalan pada
Universitas Sumatera Utara
85
waktu (hari) dan penggunaan konsentrasi mangiferin, namun intensitasnya berbeda-
beda. Uji Wilcoxon antara TGF-β dengan kontrol negatif (p<0.05 = 0.00) dan kontrol
positif (p<0.05 = 0.00) terdapat perbedaan yang bermakna.
4.6 Pelacakan Protein Tulang (MMP-8 dan TGF- β)
Pelacakan protein tulang MMP-8 dan TGF-β terlihat bahwa terjadi
remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan ortodonti yang ditandai dengan
terpaparnya protein MMP-8 yang berperan pada pembentukan matrik tulang serta
tulang mengalami perkembangan yang ditandai dengan meningkatnya protein TGF-β.
Artinya remodeling tulang sejalan dengan peningkatan protein MMP-8 dan TGF-β
(Gambar 4.13)
Gambar 4.13 Profil protein tulang (MMP-8 dan TGF-β) setelah diinduksi dengan mangiferin 6.25%
dan 12.5%. Ekspresi protein MMP-8 dan TGF-β yang dominan terekspresi pada
konsentrasi 6.25% hari 5 (MMP-8) dengan panjang gelombang 250-300 nm.
Sedangkan 6.25% hari 14 (TGF-β) 200-245 nm.
Universitas Sumatera Utara
86
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian true experimental laboratories yang merupakan penelitian
kuantitatif dengan metode eksperimental in vitro dan in vivo. Penelitian eksperimen
tentang pemberian hydrogel mangiferin secara topikal aplikasi. Sebagai perlakuan
diberikan kepada hewan coba tikus wistar putih jantan galur wistar (Rattus
novergicus) dengan umur 3-4 bulan dan memiliki bobot badan 200-250 gram.
Dilakukan pemasangan dan aktivasi ni-ti closed coil spring pada gigi insisivus dan
molar rahang atas selama 10 hari dengan kekuatan sebesar 10 gr/mm2. Dibagi dalam
3 kelompok uji : kontrol negatif (tikus tanpa dipasang nickel titanium closed coil dan
tanpa diberikan mangiferin), kontrol positif (tikus yang dipasang nickel titanium
closed coil tanpa diberikan mangiferin), sedangkan kelompok perlakukan (dipasang
nickel titanium closed coil) setelah 10 hari dan diaplikasikan hidrogel mangiferin 2
kali sehari selama 14 hari dengan variasi konsentrasi 6.25% dan 12.5%. Ketiga
kelompok didekapitasi berdasarkan waktu pada hari ke 1, hari ke 3, hari ke 5, hari 7
dan hari ke 14.
Sebelum diaplikasikan ke hewan coba terlebih dahulu dilakukan uji daya
absorbsi dan viskositas untuk melihat biorespon mangiferin. Kemudian dilanjutkan
dengan pengukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial gigi molar
tikus wistar sebelum dipasang dan setelah dilepas nickel titanium closed coil.
Pemeriksaan profil osteoblas dan osteoklas pada tulang rahang atas tikus.
Pemeriksaan profil degradasi kalsium tulang. Pemeriksaan reaktivitas protein MMP-8
dan TGF-β serta pelacakan protein MMP-8 dan TGF-β sebagai indikator
pembentukan tulang baru dalam remodeling tulang setelah aplikasi mangiferin untuk
mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
5.1 Daya Absorbsi Mangiferin
Tahap pertama dilakukan penilaian dari mangiferin terkait dengan sifat
farmakodinamik dan farmakokinetik. Sifat ini secara in vitro dapat dilakukan dengan
85
Universitas Sumatera Utara
87
memeriksa daya absorbsi dari mangiferin. Prinsip dari uji ini adalah mengetahui sifat
fitokimia (phytochemical) dari mangiferin. Semakin tinggi daya absorbsi, maka sifat
farmakokinetiknya semakin baik ketika berintegrasi dengan sistem pertahanan tubuh
sebagai bagian dari aktivitas. Lie (2018) melaporkan bahwa pentingnya mempelajari
sifat tersebut karena sejumlah fitokimis dari bahan alam akan merangsang sistem
pertahanan tubuh guna meminimalisir respon sel imun terhadap material bioaktif
tumbuhan. Selain itu mengurangi stress oksidatif dan mempertahankan integritas
lokasi dan mencegah perkembangan patogen yang memicu peradangan (Lillehoj et
al., 2018)
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 4.1) diperlihatkan bahwa daya absorbsi
mangiferin semakin meningkat berdasarkan jumlah konsentrasi. Artinya konsentrasi
sangat menentukan daya absorbsi. Selain itu dari hasil penelitian ini tidak ditemukan
residual, dimana semua larutan mangiferin yang diuji pada semua konsentrasi
mengalami absorbsi yang baik. Hasil penelitian ini didukung oleh Schwochert, et al
(2015) menyatakan bahwa ukuran molekul dari sejumlah bahan alam sangat
menentukan daya absorbsi ketika terjadi respon terhadap difusi kedalam sel dan
jaringan host. Mangiferin memiliki sifat biokompatibel yang baik pada tulang,
sebagaimana dilaporkan oleh Lie (2017), dimana daya absorbsi yang baik dapat
memberikan keuntungan terhadap peningkatan perbaikan kerusakan tulang alveolar
pada diabetes (Li et al., 2017).
Secara fito-molekuler, sejumlah senyawa aktif yang terkandung dalam bahan
alam harus memiliki kemampuan untuk mengakses protein sitosol sel dalam
mempertahankan integritas sel, agar dapat mencegah penghalang pada membran sel
ketika terjadi respon absorbsi material (Yang dan Hinner, 2015). Behzadi (2017)
menambahkan bahwa pentingnya mempelajari absorbsi material tersebut
berhubungan dengan intensitas penyerapan oleh sel terhadap nanopartikel yang
dimiliki oleh sejumlah material obat atau ekstrak tumbuhan sebagai referensi untuk
mengendalikan interaksi nano-seluler yang berlebihan (Behzadi et al., 2017).
Hasil penelitian ditemukan adanya absorbsi yang rendah, faktor ini cenderung
dipengaruhi oleh senyawa dengan berat molekul yang beragam, sehingga
Universitas Sumatera Utara
88
mempengaruhi intensitas absorbsi, selain itu kemungkinan adanya struktur kimia
yang mirip dengan mangiferin yang dapat menghambat absorbsi seperti kelompok
hidroksil polifenolik, sehingga perlu ditambahkan senyawa polimer bioadhesi untuk
mendukung penyerapan mangiferin yang lebih efektif (Wang et al., 2013). Selain itu
penyerapan yang rendah cendrung dipengaruhi oleh faktor hidrofilisitas dan
lipofilisitas dari mangiferin itu sendiri sehingga mengganggu kelarutan dalam air
ketika berinteraksi dengan permeabilitas membran sel dengan mangiferin, untuk
membantu mempercepat daya absorbsi dengan menggunakan teknik kompleksasi
fosfolipid (Ma et al., 2014). Mangiferin (2-C-β-D-glucopyranosyl-1,3,6,7-tetrahy
droxyxanthone) adalah polifenol dengan sifat antioksidan yang kuat dengan aktivitas
farmakologis yang lebih baik (Ochockaet al., 2017).
5.2 Viscositas dan pH Mangiferin
Respon biokompatibel dari mangiferin memberikan keuntungan yang baik
bagi sel host ketika beradaptasi dengan metabolisme tubuh, dengan viskositas yang
relatif lebih baik (Gambar 4.2), sehingga dapat memberikan keuntungan bagi sel host
untuk memberikan respon adaptasi selama terjadinya aktivitas biologi. Berdasarkan
fenomena ini dapat dipahami bahwa penggunaan mangiferin pada remodeling tulang
pasca perawatan ortodonti sangat dipengaruhi oleh konsentrasi. Hal ini dapat
diartikan bahwa viskositas menentukan derajat absorbsi mangiferin untuk
mempengaruhi remodeling tulang guna mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
Viskotasitas stabil yang dimiliki oleh mangiferin dapat mendukung aktivitas
hidropobik dan hidrofilik ketika terjadinya absorbsi oleh sel dan jaringan. Hasil
penelitian ini didukung oleh Datar et al (2015) membenarkan bahwa kedua sifat ini
sangat menentukan terjadinya denaturasi senyawa maupun intensitas kerusakan sel
dan jaringan ditempat lokalisasi obat.
5.3 Jarak Biometrik Gigi
Pengukuran jarak bimetrik gigi untuk melihat perubahan ukuran setelah
dilakukan perawatan ortodonti dan menelusuri potensi aplikasi mangiferin dengan
Universitas Sumatera Utara
89
konsentrasi 6.25% dan konsentrasi 12.5% dalam mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti yaitu dilakukan pengukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke
mesial gigi molar tikus wistar sebelum dipasang dan setelah dilepas nickel titanium
closed coil. Pengukuran ini untuk memastikan peran mangiferin mencegah relaps
pasca perawatan ortodonti. Gambar 4.3 memperlihatkan terjadinya perubahan
ukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke mesial gigi molar tikus wistar
sebelum dipasang dan setelah dilepas nickel titanium closed. Berdasarkan laporan
penelitian terdahulu menyebutkan perubahan jarak sebelum dan setelah dilakukan
perawatan ortodonti menunjukkan terjadinya proses remodeling tulang. Indikasi
lainnya terlihat osteoblas dan osteoklas sebagai penanda adanya aktivitas remodeling
tulang. Penggunaan sejumlah bahan alam atau obat berfungsi untuk memberikan
rangsangan kepada tulang untuk menjaga keseimbangan ketika terjadi perubahan
metabolisme tulang. Indikasi ini menunjukkan bahwa secara biologi, tulang
mengalami regenerasi unsur penyusun tulang seperti osteoem, osteosit, bahkan unsur
penyusun tulang seperti kalsium (Arvidson et al., 2011).
Persentase perubahan ukuran jarak biometrik gigi dari distal gigi insisivus ke
mesial gigi molar tikus wistar (Rattus novergicus) sebelum dipasang dan setelah
dilepas nickel titanium closed coil pada konsentrasi 6.25 % sebesar 1 % dan pada
konsentrasi 12.5 % sebesar 3 % sedang pada kontrol positif sebesar 19 % terutama
pada hari ke 14. Hal ini menunjukkan bahwa mangiferin memiliki kemampuan
mencegah relaps yang cukup tinggi dibandingkan dengan kontrol positif. Hal ini
berarti mangiferin menunjukkan sifat biologi yang baik terhadap remodeling tulang
mencegah relaps pasca perawatan ortodonti. Hasil penelitian ini sesuai dengan
laporan sebelumnya bahwa remodeling tulang selalu diikuti dengan intesitas produksi
protein yang terlibat dalam pembentukan yang terlibat pada perkembangan dan
pertumbuhan unsur-unsur tulang sesuai dengan kondisi respon yang dibutuhkan
tulang tersebut (Clarke, 2008).
Universitas Sumatera Utara
90
5.4 Profil Osteoblas dan Osteoklas
Kekuatan ortodonti untuk menggerakan gigi menghasilkan berbagai reaksi
dari gigi itu sendiri maupun dari jaringan sekitarnya. Pergerakan gigi secara ortodonti
terdapat keseimbangan antara resorbsi tulang alveolar dengan aposisi tulang baru.
Pasca perawatan ortodonti dibutuhkan remodeling tulang, terjadinya remodeling
tulang ditandai dengan produksi osteoblas dan osteoklas. Terjadi peningkatan
osteoblas reaktif lebih tinggi dibanding osteoklas terlihat dari rerata jumlah osteoblas
dan osteoklas pada Tabel 4.5 artinya mangiferin memiliki kemampuan untuk
menginduksi osteoblas dalam pembentukan tulang dan menghambat differensiasi
osteoklas untuk mempercepat proses remodeling tulang pasca perawatan ortodonti.
Tanaka et al (2005) melaporkan bahwa osteoblas dan osteoklas terlibat aktif pada
remodeling tulang. Osteoblas tidak hanya memainkan peran sentral dalam
pembentukan tulang dengan mensintesis beberapa protein matriks tulang, tetapi juga
mengatur pematangan osteoklas oleh faktor-faktor terlarut dan interaksi
menghasilkan resorpsi tulang. Penelitian ini didukung oleh Eriksen (2010)
melaporkan bahwa remodeling tulang merupakan proses yang diatur melalui
mekanisme absorbsi dan resorbsi tulang yaitu terjadinya penggantian tulang melalui
resorpsi osteoklastik yang berurutan dengan membentuk tulang osteoblastik.
Daerah tarikan, gigi akan menjauhi dinding alveolus, melebarkan ruang
ligamen periodontal akan menimbulkan tarikan di daerah tersebut dan terjadi aposisi
tulang. Dengan aplikasi hidrogel mangiferin dapat mempercepat differensiasi
osteoblas, menambah tahap awal mineralisasi dan meningkatkan pembentukan nodul
tulang.Jumlah osteoblas meningkat karena penurunan mediator proinflamasi
mengakibatkan pembentukan dan aktifitas osteoklas terhambat. Osteoblas
berpoliferasi dan berkembang menjadi osteoblasmatur sehingga jumlah osteoblas
meningkat dan kepadatan tulang juga akan bertambah, kemudian sel osteoprogenitor
mengadakan differensiasi merubah osteoblas menjadi osteoid dengan cepat dan akan
menjadi tulang keras (Indahyani et al, 2010).
Tingkat remodeling diatur oleh berbagai hormon kalsitropik seperti PTH,
hormon tiroid, steroid seks, Secara patofiologis, remodeling tulang difasilitasi oleh
Universitas Sumatera Utara
91
sistem Bone Remodeling Compartment (BRC), dimana pada lapisan luar
kompartemen ini terdiri dari sel-sel tulang baru seperti osteosit, osteum. Sejumlah sel
ini difasilitasi oleh sejumlah faktor gen seperti OPG dan RANKL (Bassett dan
Williams, 2016). Penurunan aktivitas remodeling sejalan dengan penuruan dengan
aktivitas sistem BRC dan sebaliknya. BRC juga berperan menciptakan lingkungan
yang sesuai untuk sel-sel tulang baru beradaptasi dengan tempat dimana terjadi
perubahan biologi (Feng dan McDonald, 2011). Aktivitas ini memungkinkan
terjadinya interaksi seluler langsung dengan integrin dan faktor matriks lain untuk
mengatur aktivitas osteoklas dan osteoblas. Namun, permukaan tulang yang telah
mengalami remodeling dalam sistem BRC dapat menyebabkan terjadinya metastasis
tulang dengan afinitas tinggi untuk menghasilkan matriks tulang, yang ditandai
dengan terjadinya peningkatan sel osteoklas dan osteoblas pada areal tepi
(Florencioet al, 2015). Selain itu jalur yang paling dominan mengatur rekrutmen
osteoklas adalah sistem RANKL/OPG, sementara RUNX dan osterix terlibat terlibat
dalam diferensiasi osteoblas. Kedua jalur dimodulasi oleh hormon kalsitropik
(Eriksen, 2010).
Aplikasi mangiferin dengan konsentrasi 6.25% dan konsentrasi 12.5% masih
menunjukkan jumlah osteoklas lebih sedikit, sedangkan osteoblas masih
mendominasi (Gambar 4.5). Artinya mangiferin memiliki potensi dalam
mempercepat proses remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti. Boabaid et al (2001) melaporkan mangiferin merupakan senyawa
polifenolik yang dapat mengurangi kerusakan tulang dan menghambat diferensiasi
osteoklastik dengan menginduksi aktivitas WST-1 yang secara signifikan lebih besar
yang mendukung terjadinya proliferasi sel. Selain itumangiferin secara signifikan
meningkatkan level mRNA dari faktor transkripsi terkait runt (RunX2), tetapi tidak
mempengaruhi ekspresi mRNA RunX1. Mangiferin secara signifikan mengurangi
pembentukan sel multinuklear asam fosfatase yang resisten terhadap asam tartrat
(Bronckerset al, 2003).
Seiguchi et al (2017) melaporkan bahwa mangiferin dapat menghambat
resorpsi tulang osteoklastik dengan menekan diferensiasi osteoklas dan
Universitas Sumatera Utara
92
mempromosikan ekspresi ERβ mRNA dalam sel makrofag sumsum tulang tikus. Ini
juga memiliki potensi untuk pembentukan tulang osteoblastik dengan proliferasi sel
dan mendorong differensiasi sel dalam sel MC3T3-E1 preosteoblast melalui RunX2.
Selain itu efek dari mangiferin pada penyakit tulang telah dilaporkan pada
rheumatoid arthritis dengan mengurangi kerusakan jaringan tulang pada tikus artritis
yang diinduksi antibodi kolagen tipe II (Sekiguchi et al, 2010). Penelitian
sebelumnya melaporkan bahwa mangiferin dapat menghambat differensiasi
osteoklastik sel-sel RAW 264,7 (Ang et al., 2011). Sebagai pembanding, mangiferin
memberikan respon terhadap perbaikan tulang dengan mempertahankan
keseimbangan pembentukan tulang oleh osteoblas dan resorpsi tulang oleh osteoklas.
(Zhao et al., 2009). Kerusakan jaringan tulang ini diinduksi oleh aktivasi osteoklas.
Selain itu, osteoblas menghasilkan reseptor aktivator nuklir faktor-ligan κB
(RANKL) sebagai faktor diferensiasi osteoklas (Boyle et al, 2003).
Disimpulkan bahwa mangiferin merupakan salah satu senyawa yang penting
dalam proses pembentukan kalus dalam remodeling tulang dengan meningkatkan
aktifitas osteoblas dalam pembentukan tulang (osteogenesis).
5.5 Degradasi Kalsium Tulang
Mangiferin memiliki pengaruh yang baik untuk mencegah degradasi kalsium
pada remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan ortodonti. Kalsium
menjadi indikator penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan tulang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mangiferin selain memiliki adaptasi terhadap
remodeling tulang juga dapat memelihara stuktur dan senyawa tulang, yang
menyebabkan tulang menjadi kompak. Sehingga dapat asumsikan bahwa mangiferin
melakukan respon peran ganda terhadap sel untuk meregulasi pembentukan kalsium
dan fosfor, serta untuk memperbaiki kerusakan tulang terus yang terus berubah.
Kalsium adalah makromineral kunci yang berperan dalam struktur dan fungsi
kerangka, kontraksi otot, dan transmisi saraf (Hall, 2005). Remodeling tulang
dipertahankan melalui keseimbangan konstan antara resorpsi dan deposisi kalsium.
Kekurangan kalsium diselesaikan melalui suplemen kalsium, dan di antara suplemen,
Universitas Sumatera Utara
93
molekul organik yang larut dalam air menarik minat farmasi yang besar (Rosset al,
2011). Pemodelan secara in vitro dilakukan untuk menilai efek kalsium
glukoheptonat terhadap viabilitas sel dan proliferasi sel-sel MG-63 yang menyerupai
osteoblas (Modi et al., 2019).
Kalsium dan fosfor memiliki peran yang sangat penting terhadap perbaikan
tulang (bone repair) (Chai et al., 2012). Kekurangan kalsium dapat menyebabkan
osteoporosis, mangiferin memberikan respon yang sangat baik dengan
mempertahankan integritas tulang dengan mencegah pelepasan kalsium yang
berlebihan. Tulang mengalami perbaikan dan pembentukan yang terus menerus,
termasuk jaringan pembungkus tulang dengan melakukan respon terhadap sinyal
yang berbeda, baik internal maupun eksternal, mekanik dan hormonal, sistemik dan
lokal (Sunyecz, 2008).
Pertumbuhan tulang serta respon terhadap kekuatan mekanik ortodonti sangat
tergantung pada sejumlah hormon sistemik yang dapat merespon kalsium fosfor.
Pemodelan secara invivo pada tikus yang dipasang nickel titanium closed coil
mengakibatkan terjadi pergerakan sampai waktu yang ditentukan. Pergerakan ini
menjadi dasar terjadinya remodeling tulang untuk penyesuaian dengan lingkungan
sekitar. Kalsium yang hilang pada saat pergerakan gigi digantikan kembali melalui
mekanisme hormonal, dimana hormon sistemik akan mengatur mengeluarkan dari
tulang untuk melayani fungsi vital dalam sistem tubuh lainnya, penarikan yang
berlebihan dapat menyebabkan pengrusakan tulang (Qin, 2013).
Proses remodeling tulang sangat penting untuk menjaga homeostasis tulang
yang melibatkan faktor lokal dan sistemik. Faktor utama yang mempengaruhi
remodeling tulang secara normal adalah regulasi osteoblas dan osteoklas. Faktor lokal
dan sistemik dapat mempengaruhi remodeling tulang dengan secara langsung atau
tidak langsung Fungsi metabolisme tulang dimediasi oleh dua hormon pengatur
kalsium utama yaitu hormon paratiroid (PTH) dan 1,25-dihidroksi vitamin D (Braun
& Gautel, 2011). Sehingga remodeling tulang memainkan peran penting dalam
mengatur homeostasis kalsium, yang penting untuk kehidupan. Tulang dapat menjadi
sumber cadangan utama kalsium. Ketika kalsium serum menjadi rendah dan kalsium
Universitas Sumatera Utara
94
dari sumber makanan yang tidak mencukupi, maka kalsium tulang akan dilepaskan
oleh osteoklas (Rowe & Sharma, 2019).
Kalsium memiliki peran langsung dalam osteogenesis dengan meningkatkan
ekspresi osteopontin dan osteocalcin, sehingga mempromosikan osteogenesis.
Ketersediaan kalsium yang cukup dapat meningkatkan alkaline phosphatase (ALP)
dan kolagen -1. Kemampuan osteogenik kalsium melalui aktivasi gen SMAD dan
RAS dilaporkan (Viti et al., 2016). Senyawa selain kalsium seperti asam valproik dan
FBS telah mempromosikan peran dalam differensiasi osteogenik sel punca mesenkim
(MSC) yang mengarah pada pembentukan tulang (La Noce et al., 2019).
Penghambatan miR-34a telah terbukti sebagai strategi kunci dalam MSC berdasarkan
terapi dengan menginduksi diferensiasi sel (Zhang et al., 2015).
Jimi (2017) melaporkan bahwa sel-sel utama yang terlibat dalam remodeling
tulang adalah osteoklas dan osteoblas, dimana resorpsi tulang dan pembentukan
tulang sangat erat hubungannya selama remodeling tulang, ketidakseimbangan dari
kedua proses ini menyebabkan peningkatan atau penurunan massa tulang. Osteoklas
adalah sel-sel berinti banyak yang bertanggung jawab untuk penyerapan tulang
fisiologis dan patologis dan dengan demikian memainkan peran penting dalam
mempertahankan volume tulang dan homeostasis.Resorpsi tulang osteoklastik diatur
oleh beberapa sitokin, sinyal kalsium, dan faktor transkripsi. Molekuler terbaru dari
kelainan genetik dengan massa tulang yang bertambah atau berkurang yang tinggi
telah membuktikan banyak molekul penting yang mengendalikan resorpsi tulang
osteoklastik.
Mekanisme pengaturan remodeling tulang melibatkan sinyal khusus pada
fungsi osteoklas. Kalsium terlibat dalam pembentukan dan aktivasi osteoklas.
Hormon paratiroid dan vitamin D dilaporkan menjadi bagian dari mekanisme
sistemik yang mengatur ketersediaan, penyimpanan, dan pembuangan kalsium
(Purroy & Spurr, 2002). Fischer et al (2018) melaporkan bahwa kalsium dan vitamin
D sangat penting untuk menjaga kesehatan tulang. Oleh karena itu, kekurangan
kalsium dan vitamin D dapat menjadi faktor risiko utama terhadap osteoporosis.
Mangiferin yang diuji dalam penelitian ini secara tidak langsung dapat mencegah
Universitas Sumatera Utara
95
terjadinya osteoporosis tulang dengan mencegah degradasi kalsium. Kemampuan ini
ada kaitan dengan konfigurasi kimia mangiferin dipengaruhi oleh aktivitas
antioksidan dari senyawa fenolik. Mangiferin menunjukkan potensi antioksidan yang
besar. Sifat dari antioksidan dapat mencegah terbentuknya radikal bebas, sehingga
mencegah pelepasan ion kalisum tulang (Imran et al., 2017b). Selain itu mangiferin
bekerja meningkatkan peran pro-hipoglikemik dengan memodulasi metabolisme
glukosa, memperbaiki resistensi insulin, menurunkan sintesis kolesterol, sehingga
tidak mengganggu pengambilan kalsium yang berlebihan baik di darah maupun
dalam tulang (Liu et al., 2011).
5.6 Reaktivitas Protein MMP-8 dan TGF-β
Ekspresi sejumlah protein yang terlibat dalam pembentukan tulang,
diantaranya protein MMP-8 dan protein TGF-β. Kedua protein ini terlibat dalam
pembentukan tulang baru, dimana protein MMP terlibat dalam melakukan degradasi
matrik ekstraseluler sedangkan TGF-β terlibat dalam memberikan respon sinyal
untuk protein morfogenik tulang (BMP) (Wu, Chen, & Li, 2016a).
Reaktivitas Protein MMP-8
Gambar 4.11 terlihat ekspresi protein MMP-8 setelah aplikasi mangiferin
pada proses remodeling tulang pasca perawatan ortodonti. Hasil ini menunjukkan
bahwa mangiferin memiliki pengaruh yang kuat terhadap ekspresi protein MMP-8
terutama pada hari ke 7. Peningkatan ekspresi MMP-8 sejalan dengan profil osteoklas
pada Gambar 4.5 terlihat korelasi dari hari ke hari menunjukkan adanya tendensi ke
arah peningkatan MMP-8 dan peningkatan osteoklas. Artinya mangiferin mampu
memberikan respon untuk menginduksi reseptor MMP-8 ketika terjadinya proses
remodeling tulang pasca perawatan ortodonti.
Beberapa penelitian telah dilaporkan terkait dengan pengaplikasian
mangiferin pada remodeling tulang, karena peran utama dari mangiferin sebagai
imunomodulator alami, baik terlibat pada chondrogenesis maupun pada patogenesis
perbaikan tulang (Bai et al., 2018). Peran lainya dari mangiferin adalah menginduksi
Universitas Sumatera Utara
96
diferensiasi khondrogenik dalam mesenchymal (MSC) dengan meningkatkan
transformasi growth factor (TGF) -β, protein morphogenetic tulang (BMP)-2, dan
BMP-4 dan beberapa penanda kunci chondrogenesis, termasuk penentu jenis kelamin
Y-box (SRY-box) mengandung gen 9 (SOX9), kolagen tipe 2α1 (Col2α1), protein
yang berhubungan dengan pembentukan tulang rawan (Huh et al., 2014). Mangiferin
secara signifikan meningkatkan produksi TGF-β, BMP-2, BMP-4, SOX9, Col2α1,
matrix metalloproteinase (MMP) -1, MMP- 13. Selain itu, mangiferin mengatur
fosforilasi Smad 2, Smad 3, Smad 1/5/8, dan SOX9 dalam MSC yang dirangsang IL-
1β. Selain itu, mangiferin mengiduksi gen SOX9 siRNA untuk menekan aktivasi
Smad 2, Smad 3, Smad 1/5/8, aggrecan, dan ekspresi Col2α1 yang terlibat pada
perbaikan tulang (Huh et al., 2014).
Matriks metaloproteinase (MMPs) adalah enzim pendegradasi yang memiliki
fungsi penting dalam remodeling matriks ekstraseluler. Lebih dari setengah anggota
MMP diekspresikan oleh tulang dan sel-sel tulang rawan dalam kondisi fisiologis
atau patologis seperti rheumatoid arthritis, osteoarthritis, dan osteoporosis (Burrageet
al., 2006). Sternlicht dan Werb, (2001) melaporkan berbagai penyakit tulang yang
dimodifikasi secara genetik satu atau lebih MMP atau protein terkait dan molekul
menjadi target terhadap reseptor tulang, sehingga semakin terbukti bahwa MMP dan
protein penyusun tulang lainnya melalui mekanisme seluler memainkan peran
penting terhadap remodeling tulang.
MMP-8 adalah salah satu enzim proteolitik yang mampu mendegradasi
kolagen dari matriks ekstraseluler. Degradasi kolagen pada jaringan periodontal
memudahkan pergerakan osteoklas dan osteoblas. Protein MMP memainkan peran
penting terhadap perbaikan dan pembentukan tulang baru dengan menginisiasi
penyebaran sel dan unsur pembentukan tulang lainnya. Inhibitor jaringan dari MMP
memiliki peran penting dalam mengendalikan proteolisis sel guna terjadinya efisiensi
pasca-transkripsi dari mRNA protein tertentu yang terlibat pada perbaikan tulang
dengan meningkatan memodulasi kinerja MMP pada pembentukan tulang (Tokuhara
et al., 2019). Secara spesifik protein MMP terlibat dalam proses interaksi dengan
Universitas Sumatera Utara
97
reseptor pertumbuhan tulang dengan melakukan degradasi terhadap matriks
ekstraseluler untuk mencapai tahapan remodeling tulang yang maksimal (Lu et al,.
2011). Dalam prosesnya MMP sangat bergantung pada unsur Zinc dari tulang untuk
mendukung penguraiaan sejumlah komponen struktural ECM seperti kolagen dan
gelatin untuk mencapai proses degradasi dan regenerasi (Jabłońskaet al.,, 2016).
Selain itu, untuk mendukung percepatan perbaikan tulang, maka mangiferin
meningkatkan kapasitas aktivitas makrofag dan monosit dan menghambat aktivitas
antibakteri terhadap bakteri (Imran et al., 2017a). Selain itu, Matrix
metalloproteinases (MMPs) berperan pada homeostasis jaringan terhadap disregulasi
ekspresi gen pro inflamasi (Löffek et al.,, 2011). Palosaari et al (2000) melaporkan
bahwa matrix metalloproteinase-8 (MMP-8) pada proses odontogenesis diekspresikan
selain neutrofil, kondrosit juga sel fibroblas. Penelitian ini menunjukkan bahwa sel
yang diturunkan dari mesenkim dapat mengekspresikan, mensintesis, dan
mengaktifkan MMP-8 yang terlibat dalam organisasi matriks organik dentin sebelum
mineralisasi.
Mangiferin juga dilaporkan memiliki aktivitas anti-osteoklastogenik dalam
pengobatan dan pencegahan penyakit tulang (Ang et al., 2011). Studi sebelumnya
menunjukkan bahwa mangiferin dapat menekan aktivasi Necrosis factor (NF)-Byang
berlebihan, yang dapat berpotensi sebagai obat alternatif untuk pengobatan tumor,
peradangan, dan penyakit tulang osteolitik (Huh et al., 2014).
Reaktivitas Protein TGF-β
Pemberian aplikasi mangiferin secara topikal terhadap ekspresi protein TGF-β
untuk mempercepat proses remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti pada Gambar 4.12 terlihat terjadi peningkatan ekspresi protein TGF-β pada
hari ke 7 dibandingkan dengan hari ke 1,3,5, dan 14. Hal ini menunjukkan bahwa
mangiferin memiliki kemampuan untuk menginduksi reseptor TGF-β pada fase
inisiasi pembentukan tulang.TGF-β dapat menginduksi aktivasi fibroblast dan
osteoblas ligamen periodontal berproliferasi untuk menghasilkan matrik protein (Kim
et al, 2002).
Universitas Sumatera Utara
98
Suchal (2016) melaporkan bahwa mangiferin dapat memodulasi sejumlah
protein untuk melakukan respon terhadap peradangan dan stres oksidatif. Penelitian
pada otot tikus membenarkan bahwa mangiferin selain memodulsikan sistem
Mitogen Activated Protein Kinase (MAPKs) dan Transforming Growth Factor-β
(TGF-β) terhadap proteksi jantung (Suchal et al., 2016). Laporkan penelitian lainnya
terkait peran TGF- adalahprotein ini memiliki peran terhadap pencegahan kanker
dengan menghambat pembentukan tumor dan meningkatkan pro-apoptosis, selain itu
memberikan sinyal untuk meningkatkan peran MMP dalam proses eliminasi tumor
(Quintanillaet al, 2012). Secara tidak langsung mangiferin selain membantu
remodeling tulang, juga dapat mencegah kegagalan jantung dan kanker.
Osteoblas diperlukan pada perawatan ortodonti untuk meremodeling daerah
resorpsi pada daerah tekanan dan membentuk tulang baru pada daerah tarikan.Selama
pergerakan gigi secara ortodonti pada daerah tarikan, telah terbukti meningkatkan
vaskularisasi jaringan menunjukkan adanya peningkatan growth factor protein TGF-
βakibat aplikasi mangiferin dapat memberikan sinyal untuk meningkatkan proliferasi,
differensiasi dari osteoblas dan pembentukan tulang baru.TGF-β merupakan regulator
penting untuk remodeling tulang, melalui efeknya meregulasi differensiasi osteoblas
yang ditandai dengan adanya kepadatan tulang. Peningkatan ekspresi TGF-β dapat
meningkatkan ekspresi osteocalcin yang mempengaruhi proses pematangan
osteoblas (Filvaroff et al, 1999). Sehingga dapat diasumsikan bahwa mangiferin
dapat memodulasikan peran TGF-β mengaktivasi ligan guna berinteraksi dengan
reseptor BMP dan lingkungan untuk mempertahankan sel-sel induk dan homeostasis
jaringan (Xu et al., 2018). Wang (2000) melaporkan perubahan TGF-β dalam
jaringan periodontal selama pergerakan gigi secara ortodonti didapatkan ekspresi
TGF-β pada daerah tarikan meningkat lebih banyak dibandingkan daerah tekanan,
terutama pada hari ke 5 -10 setelah pemberian kekuatan mekanis ortodonti. Terapi
pemberian TGF-β menjelaskan tentang peranan kunci TGF-β dalam memproduksi
matrik protein tulang serta pembentukan tulang oleh osteoblas selama percepatan
remodeling tulang (Ochiai et al, 2010).
Universitas Sumatera Utara
99
Kekuatan mekanis ortodonti mengatur ekspresi TGF-β pada osteoblas serta
merangsang produksi OPG dan penurunan IL-6 yang menghambat aktivitas
osteoklatogenesis (Andrade et al, 2012). TGF-β menghambat pembentukan awal
osteoklas dan resorbsi tulang, TGF-β merupakan regulator penting dari remodeling
jaringan ikat dan jaringan periodontal. Faktor ini mendorong pembentukan jaringan
matrik dengan merangsang kolagen dan fibronektin serta menghambat proteinase
dan mengurangi metalloproteinase (Uematsu et al, 1999).
5.7 Pelacakan Protein Tulang (MMP-8 dan TGF- β)
Mangiferin mampu mendeteksi atau melacak protein MMP-8 dan TGF-β
yang letaknya berbeda. Mangiferin dengan konsentrasi 6.25% dan 12.5% mampu
melacak protein MMP-8 dan TGF-β lebih dominan pada hari kelima. Protein MMP-
8 terlacak pada panjang gelombang 250-300 nm. Sedangkan TGF-β dengan
mangiferin 6.25% hari 14 terlacak secara dominan pada panjang gelombang 200-245
nm, sehingga dapat diasumsikan bahwa mangiferin telah mampu memodulasikan
serta dapat menjadi biostimulator dan imunomodulator pada remodeling tulang guna
mencegah relaps pasca perawatan ortodonti (Gambar 4.11).
Pelacakan kedua protein tersebut menggunakan prinsip UV-Vis didasari pada
berat molekul dari kedua protein. Secara umum molekul MMP-8 memiliki berat
molekul yang bervariasi antara 50 dan 85 kDa. Berat molekul ini mencerminkan
tingkat glikosilasi yang berbeda berdasarkan kondisi laten atau diaktifkan
(Holopainen et al., 2003). Dasar penilaiannya adalah munculnya peak yang ditangkap
oleh sinar UV pada panjang 250-300 nm, dimana semakin besar berat molekul, maka
semakin mudah dilacak dan tidak membutuhkan energi yang besar. Sedangkan TGF-
β1 memiliki berat molekul sekitar 25 kDa (Grainger et al, 2000). Protein ini ketika
dilacak oleh sinar UV, terdeteksi pada panjang gelombang 200-245, artinya semakin
ringan molekul, maka semakin kecil panjang gelombang yang dibutuhkan dan
semakin tinggi energi yang digunakan untuk melacak protein tersebut. Kedua protein
tersebut memiliki keterkaitan pada proses remodeling tulang.
Universitas Sumatera Utara
100
Kobayashi et al (2014) melaporkan apabila dilakukan penghambatan MMP-9,
maka secara otomatis akan berdampak terhadap penurunan TGF-β1, sekaligus
mengurangi respons yang difasilitasi oleh TGF-β1, termasuk aktivitas gen reporter
Smad3 dan produksi fibronektin. Selain itu, TGF-β1 juga mendorong kontraksi gel
fibroblast, ini menunjukkan bahwa mekanisme regulasi MMP-9 terjadi melalui
generasi TGF-β1 yang aktif. Studi ini memberikan bukti langsung bahwa MMP-9
yang diproduksi secara endogen memiliki peran dalam regulasi kontraksi jaringan gel
kolagen tulang (Kobayashi et al., 2014).
Substrat MMP-8 yang paling terkenal adalah kolagen interstitial (tipe I-III),
komponen struktural utama dari matriks ekstraseluler, diantaranya MMP-8 memiliki
aktivitas proteolitik yang lebih tinggi pada tipe I dan III daripada tipe II. MMP-8 juga
dapat memecah protein nonmatrix seperti serpins, bradykinin, angiotensin I,
fibrinogen. Sebagai hasil dari aktivitas katalitik yang dikenal, MMP-8 diyakini
terlibat dalam penyembuhan luka dan remodeling tulang dan jaringan. Selain itu,
MMP-8 terlibat aktif pada pathogenesis yang melibatkan polimorfonuklear (PMN),
termasuk fibrosis kistik, artritis reumatoid, luka kulit kronis dan penyakit periodontal
(Pittayaprueket al, 2016). Matriks metalloproteinase-8 (MMP-8 disebut juga neutrofil
collagenase atau collagenase 2) yang merupakan anggota keluarga matriks
metalloproteinase dari endo-peptidase yang bergantung pada kalsium, sementara
kalsium bertanggung jawab untuk degradasi matriks ekstraseluler. Matriks
metalloproteinase (MMPs) memiliki sifat katalitik yang bertanggung jawab untuk
remodeling tulang dan degradasi komponen struktural dari matriks ekstraseluler
(ECM) termasuk kolagen, elastin, gelatin, matriks glikoprotein, dan
proteoglikan(Jabłońskaet al., 2016).
Stimulasi TGF- oleh mangiferin secara tidak langsung memberikan respon
terhadap ligan untuk dapat berinteraksi dengan endoglin co-reseptor dan beta-glikan
(dikenal sebagai reseptor-TGF tipe III). Endoglin dan betaglycan merupakan protein
membran tipe I dengan domain ekstraseluler besar yang memodulasi respons TGF
terhadap sel dan memiliki peran penting dalam kanker(Pérezet al., 2010) dan
remodeling tulang (Davidson et al, 2007). Fakta lain adalah kerjsama antara MMP-8
Universitas Sumatera Utara
101
dengan TGF-β1 dapat memodulasi untuk mengatur epithelial-mesenchymal transition
(EMT). Mekanisme pengaturan bersama tidak terbatas pada MMP-8 dan TGF-
β1.Telah dilaporkan bahwa TGF-β1 juga memodulasi MMP-2 dan MMP-9. Dalam
hal ini, karakterisasi MMP-8 dan TGF-β1 yang lebih fungsional sangat penting untuk
mempelajari mekanisme regulasi terhadap modulator EMT (Gomeset al, 2012). Wu
(2016) melapokan knockout atau mutasi gen yang berhubungan dengan pensinyalan
TGF-β dan BMP yang tidak teratur dapat mengakibatkan sejumlah gangguan tulang
pada manusia seperti diferensiasi osteoblas, diferensiasi kondrosit, perkembangan
kerangka, pembentukan tulang rawan, pembentukan tulang, homeostasis tulang..
Kemampuan mangiferin dalam penelitian ini mengiduksi kedua protein (MMP-
8 dan TGF-) dapat mengatur pergantian tulang dengan memfasiltasi interaksi kedua
protein tersebut dengan protein lainnya yang terlibat pada remodeling seperti protein
MMP-2 dan MMP-9 dapat mengatur bioavailabilitas dan bioaktivitas TGF-β, sebuah
molekul yang mempengaruhi sifat mekanik dan komposisi matriks tulang. Ketika
pensinyalan TGF-β meningkat, maka akan terjadi peningkatan modulus dan
kekerasan tulang (Nyman et al., 2011). Selain itu, MMP-14 yang diekspresikan oleh
osteoblas telah dilaporkan memiliki kemampuan untuk mengaktifkan TGF-β,
sehingga menjaga kelangsungan hidup osteoblas setelah selesainya sintesis matriks
tulang selama remodeling tulang dan mendorong untuk berdifferensiasi menjadi
osteosit (Erlebacheret al, 1998). Sebaliknya, TGFβ mampu secara signifikan
meningkatkan ekspresi MMP-13 dalam osteoblas, sehingga menginduksi perubahan
dalam morfologi osteoblas yang meresorpsi tulang osteoklastik (Rutkovskiyet al,
2016).
5.7 Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini tidak melakukan pemeriksaan ukuran dan berat molekul dari
mangiferin untuk mendapatkan standar yang berhubungan dengan aktivitas
farmakokinetik dan farmakodinamik.
Universitas Sumatera Utara
102
2. Penelitian ini tidak melakukan seluruhnya sejumlah protein yang terlibat
dalam proses remodeling tulang dan tidak dilakukan uji fase keretakan tulang
(densitas)
3. Penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan ekspresi protein tulang
berdasarkan intensitas perubahan suhu dan pH saliva, keduanya memiliki
pengaruh terhadap fase elongasi dari remodeling tulang
4. Kajian ekspresi gen penyandi protein tulang tidak dilakukan pemeriksaannya
dalam penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
103
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6,1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dari hasil penelitian, maka penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa mangiferin (Mangifera indica Linn) berpotensi membantu proses
remodeling tulang dalam mencegah relaps pasca perawatan ortodonti yang ditandai
dengan:
6.1.1 Mangiferin (Mangifera indica Linn) memiliki daya absorbsi serta biorespon
yang baik, serta memiliki sifat biokompatibel yang baik pada tulang.
6.1.2 Mangiferin (Mangifera indica Linn) memiliki viskositas yang lebih rendah
dan mampu meningkatkan daya absorbsi selama proses remodeling tulang
untuk mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
6.1.3 Mangiferin (Mangifera indica Linn) mampu mencegah relaps dengan
mengontrol perubahan jarak ukuran biometrik gigi sebelum dan setelah
perawatan ortodonti.
6.1.4 Mangiferin (Mangifera indica Linn) memiliki kemampuan untuk
menginduksi osteoblas dalam pembentukan tulang dan menghambat
differensiasi osteoklas untuk mempercepat proses remodeling tulang untuk
mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
6.1.5 Mangiferin (Mangifera indica Linn) memiliki pengaruh yang baik untuk
menurunkan degradasi kalsium pada remodeling tulang untuk mencegah
relaps pasca perawatan ortodonti.
6.1.6 Mengiferin (Mangifera indica Linn) berpotensi meningkatkan ekspresi
protein MMP-8 dan meningkatkanTGF-β sebagai referensi pembentukan
tulang baru dalam remodeling tulang untuk mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti.
6.1.7 Mangiferin (Mangifera indica Linn) mampu melacak keberadaan protein
MMP-8 dan TGF-β sebagai indikator aktif setelah aplikasi mangiferin untuk
mencegah relaps pasca perawatan ortodonti.
103
Universitas Sumatera Utara
104
Mangiferin berpotensi meningkatkan ekspresi MMP-8 sejalan dengan
peningkatan osteoklas dan TGF-β sejalan dengan peningkatan osteoblas ada
kecendrungan berkorelasi positif.
Belum terlihat korelasi antara peningkatan dan penurunan osteoklas dengan
peningkatan dan penurunan degradasi kalsium terhadap relaps pasca perawatan
ortodonti.
6.2. Saran
6.2.1 Perlu dilakukan kajiandengan hewan coba yang lebih bamyak atau hewan
coba yang sama dengan metode yang berbeda dan biomarker yang lain yang
dapat mempengaruhi osteoblast dan osteoklas.
6.2.2 Perlu dilakukan kajian ekspresi gen yang menjadi sejumlah protein yang
terlibat pada proses remodeling tulang mencegah relaps pasca perawatan
ortodonti
6.2.3 Perlu dilakukan penilaian kekuatan, densitas, dan kekerasan tulang selama
proses remodeling tulang sebagai referensi terhadap biokompatibilitas tulang.
Universitas Sumatera Utara
105
DAFTAR PUSTAKA
Andrade Jr, Traddel S.R.A, Souza P.E.A. 2012. Inflamation and tooth movement: the
role of cytokines, chemokines and grotwh factors. Seminars in Orthodontics,
Vol 18, No 4 (December): pp 257-269
Ang, E., Liu, Q., Qi, M., Liu, H. G., Yang, X., Chen, H., Ming H, Zheng, Xu, J.
(2011). Mangiferin attenuates osteoclastogenesis, bone resorption, and
RANKL‐induced activation of NF‐κB and ERK. Journal of cellular
biochemistry, 112(1), 89-97.
Ajila CM, Prasada Rao UJ. 2008., Protection against hydrogen peroxide induced
oxidative damage in rat erythrocytes by Mangifera indica L. peel extract. Food
Chem Toxicol. Jan; 46(1):303-9. PubMed PMID: 17919803.
Alawiyah T, Sianita PP, 2012., Retensi Dalam Perawatan Ortodonti, Jurnal Ilmiah
dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM (B), Jakarta, Vol 9 (2): 29-35.
Al Agl. Z.S., Al Agl. A.S., Graves. D.T., Gerstenfeld. L.C., Einhorn. T.A., 2008.,
Molecular Mechanisms Controlling Bone Formation During Fracture Healing
and Distraction Osteogenesis., J.Dent Rest 87 (2); 107-118.
Apajalahti, S., Sorsa, T., Railavo, S., Ingman., 2003, The in vivo of Matrix
Metalloproteinase-1, and -8 in Gingival Creviculer Fluid During Initial
Orthodontic Tooth Movement, J Dent Res 83(12):1018-1022.
Arifin SH, Yamamoto Z, Abidin IZZ, Wahab RMA, Arifin ZZ, 2011., Celluler and
Moleculer Changes In Orthodontic Tooth Movement. Scientific Wold Journal,
11 : 1788-1803.
Arnett, T R, Gibbons DC, Utting, JC, Orriss, IR, Hoebertz A, Rosendaal M, Meghji
S., 2003., Hypoxia is a major stimulator of osteoclast formation and bone
resorption. J. Cell Physiol. 196, 2-8.
Arvidson, K., Abdallah, B., Applegate, L., Baldini, N., Cenni, E., Gomez‐Barrena, E.,
Mustafa, K. (2011). Bone regeneration and stem cells. Journal of cellular and
molecular medicine, 15(4), 718-746.
Bachmeier BE, Nerlich AG, Lichttinghagen R, Sommerhoff CP., 2000., Matrix
Metalloproteinase (MMPs) in Breast Cancer Cell Lines of Different
Tumorgenicity, Anticancer Research ,21(6A); 3821-8.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Laporan
hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Nasional 2013. Jakarta.,111−2.
Universitas Sumatera Utara
106
Bai, Y., Liu, C., Fu, L., Gong, X., Dou, C., Cao, Z, Dai, J. (2018). Mangiferin
enhances endochondral ossification-based bone repair in massive bone defect
by inducing autophagy through activating AMP-activated protein kinase
signaling pathway. The FASEB Journal, 32(8), 4573-4584.
Balajhi SI, 2007.,Orthodontic The Art an Science 4nd, New Delhi; Arya Publishing
House, 491-502. .
Barreto, J. C., Trevisan, M. T. S., Hull, W. E., Erben, G., de Brito, E. S., Pfundstein,
B.,et al.,2008. Characterization and quantitation of polyphenolic compounds
inbark, kernel, leaves, and peel of mango (Mangifera indicaL). Journal of
Agricultural and Food Chemistry, 56, 5599e5610.
Baron R, Rawadi G., 2007., Targeting the Wnt/β-catenin Pathway to Regulate Bone
Formation in the Adult Skeleton, Endocrinology 148; 2635-43. doi
10.1210/en.0270.
Bartzela T, Turp JC, Motschall E, Maltha JC. 2009, Medication effects on the rate of
orthodontic tooth movement: a systematic literature review. American Journal
of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics . 135 (1):16–26.
Bassett, J. D., & Williams, G. R. (2016). Role of thyroid hormones in skeletal
development and bone maintenance. Endocrine reviews, 37(2), 135-187.
Behzadi, S., Serpooshan, V., Tao, W., Hamaly, M. A., Alkawareek, M. Y., Dreaden,
E. C., . . . Mahmoudi, M. (2017). Cellular uptake of nanoparticles: journey
inside the cell. Chemical Society Reviews, 46(14), 4218-4244.
doi:10.1039/c6cs00636a
Boabaid, F., Cerri, P. S., & Katchburian, E. (2001). Apoptotic bone cells may be
engulfed by osteoclasts during alveolar bone resorption in young rats. Tissue
and Cell, 33(4), 318-325.
Boyle, W. J., Simonet, W. S., & Lacey, D. L. (2003). Osteoclast differentiation and
activation. Nature, 423(6937), 337.
Braun, T., & Gautel, M. (2011). Transcriptional mechanisms regulating skeletal
muscle differentiation, growth and homeostasis. Nature reviews Molecular
cell biology, 12(6), 349.
Bronckers, A. L., Sasaguri, K., & Engelse, M. A. (2003). Transcription and
immunolocalization of Runx2/Cbfa1/Pebp2αA in developing rodent and
human craniofacial tissues: Further evidence suggesting osteoclasts
phagocytose osteocytes. Microscopy research and technique, 61(6), 540-548.
Universitas Sumatera Utara
107
Burrage, P. S., Mix, K. S., & Brinckerhoff, C. E. (2006). Matrix metalloproteinases:
role in arthritis. Front Biosci, 11(1), 529-543.
Bletsa A, Berggreen E, Bradvik P., 2006., Interleukin alpha and Tumor Necrosis
Factor alpha Expression During the Early Phases of Orthodontic Tooth
Movement in rats., Ear J Oral Sci, 114; 423-9.
Bloom William, Don W. Fawcett. 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. Terjemahan
Jan Tambayong. Jakarta: EGC
Brahmanta A, Prameswari N, 2009., Fisiologi Resorpsi Tulang Pada Pergerakan Gigi
Ortodonti, DENTA Jurnal Kedokteran Gigi FKG UHT, Vol 4, No.1; 5-6.
Brahmanta A, Prameswari N, 2005., Peranan Jaringan Periodonsium Terhadap
Relaps Gigi Setelah Perawatan Ortodonti. Surabaya, Majalah
Kedokteran/Dental Journal Edisi Khusus Temu Ilmiah Nasional IV, pp 77-80.
Brooks PJ, Nilforoushan D, Manolson MF, Simmons CA, Gong SG,2009., Molecular
markers of early orthodontic tooth movement. Angle Orthodontist, 79 (6):1108–
1113.
Cattaneo P.M., Dalstra M., Melsen B. 2005. The Finite Element Method: a Tool to
Study Orthodontic Tooth Movement. Dent Res. 84: 428-33.
Carvalho, R. R., Pellizzon, C. H., Justulin, L., Felisbino, S. L., Vilegas, W., Bruni, F.,
et al., 2009. Effect of Mangiferin on the Development of Periodontal
Disease:Involvement of Lipoxin A4, Antichemotaxic Action in Leukocyte
Rolling.Chemico-Biological Interactions, 179(2e3), 344e350.
Chai, Y. C., Carlier, A., Bolander, J., Roberts, S. J., Geris, L., Schrooten, J., Luyten,
F. P. (2012). Current views on calcium phosphate osteogenicity and the
translation into effective bone regeneration strategies. Acta biomaterialia,
8(11), 3876-3887.
Chen G, Deng C, Yi-Ping Li., 2012., TGF-β and BMP Signaling in Osteoblast
Differentiation and Bone Formation, Int J Biol Sci; 8(2): 272–288. Published
online 2012 Jan 21. doi: 10.7150/ijbs.2929PMCID: PMC3269610.
Clarke, B. (2008). Normal bone anatomy and physiology. Clinical journal of the
American Society of Nephrology, 3(Supplement 3), S131-S139.
Datar, A., Joshi, P., & Lee, M.-Y. (2015). Biocompatible Hydrogels for Microarray
Cell Printing and Encapsulation. Biosensors, 5(4), 647-663.
doi:10.3390/bios5040647
Universitas Sumatera Utara
108
Danz, J.S. Greuter, C, Sifakasis, M. Fayed, N. Pendis And C. Katsaros. 2012.
Stability and Relapse After Orthdontic Treatment of Deep Bite Cases – a long –
term follow-up study. The European Juornal Of Orthodontics Advance Access
Faculty of Oral and Dental Medicine, Cairo University, Egypt.
Daljit S Gill, Farhad D N., 2011.,Orthodontics: Principles and Practice., Wiley-
Blackwell.,ISBN: 978-1-405-18747-3
Davidson, E. B., Van der Kraan, P., & Van Den Berg, W. (2007). TGF-β and
osteoarthritis. Osteoarthritis and cartilage, 15(6), 597-604.
Deftos, 2002.,Calcium and Phosphatase Homeostasis, http//www.endotext.org
Diarra SS., 2014.,Potential of mango (Mangifera indica L.) seed kernel as a feed
ingredient for poultry: a review, World's Poultry Science Journal,Vol.70.
Donal JF., 2018., Tooth movement mechanobiology,DOI: 10.1007/s41894-017 0016y
Dolce C, Scott Malone J, Wheeler TT, 2002., Current concepts in the biology of
orthodontic tooth movement.Seminars in Orthodontics . 8 (1):6–12.
Efendi MR, Bakhtiar A, Putra DP, 2015., Rapid Method Isolation Mangiferin From
Mangifera Indica L Leaves., Faculty of Pharmacy Andalas University,
Laboratory Biota Sumatera of Andalas University, Padang, West Sumatera,
Indonesia *E-mail of corresponding author: putra_aries64@yahoo.com
Eka, Maulina. 2011. Isolasi Senyawa Flavonoid dari kulit batang tumbuhan mangga
(Mangifera indica L).http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28638.
Eriksen, E. F. (2010). Cellular mechanisms of bone remodeling. Reviews in endocrine
& metabolic disorders, 11(4), 219-227. doi:10.1007/s11154-010-9153-1
Erlebacher, A., Filvaroff, E. H., Ye, J.-Q., & Derynck, R. (1998). Osteoblastic
responses to TGF-β during bone remodeling. Molecular biology of the cell,
9(7), 1903-1918.
Estabelle A, Qian L, Ming Q, Hua GL, Xiaohong Y, Honghui C, Ming HZ, Jiake X,
2011, Mangiferin Attenuates osteoclastogenesis, Bone Resorption, and
RANKL-Induced Activation of NF-ƘB and ERK., Journal of Cellular
Biochemisry, 112;89-97.
Filvaroff E, Erlebacher A, Ye JQ, Gitelman SE, Lotz J, Heillman M, Derynck
R.1999., Inhibition of TGF-b receptor signaling in osteoblast leads to decreased
Universitas Sumatera Utara
109
bone remodeling and increased trabecular bone mass. The company of
biologists.126.pp:4267-427
Feng, X., & McDonald, J. M. (2011). Disorders of bone remodeling. Annual Review
of Pathology: Mechanisms of Disease, 6, 121-145.
Fenglei L, Qiang L, Yuqin Z, Guibing H, Guodi H, Jiukai Z, Chongde S, Xian L,
Kunsong C., 2012., Quantification and Purification of Mangiferin from
Chinese Mango (Mangifera indica L.) Cultivars and Its Protective Effect on
Human Umbilical Vein Endothelial Cells under H2O2-induced Stress.,Int J Mol
Sci; 13(9): 11260–11274.
Filler I, Khammissa RAG, Schecter I, Moodley A, Thomadakis G, Lemmer J., 2015.,
Periodontal Biological Events Associated With Orthodontics Tooth Movement :
The Biomechanics of the Cytoskeleton and Extracelluler Matrix, The Scientific
World Journal, http//dx.dot.org/101155/2015/894123.
Fischer, V., Haffner-Luntzer, M., Amling, M., & Ignatius, A. (2018). Calcium and
vitamin D in bone fracture healing and post-traumatic bone turnover. Eur Cell
Mater, 35, 365-385.
Florencio-Silva, R., Sasso, G. R. d. S., Sasso-Cerri, E., Simões, M. J., & Cerri, P. S.
(2015). Biology of bone tissue: structure, function, and factors that influence
bone cells. BioMed research international, 2015.
Foster TD, 2012., Buku Ajar Ortodonti Edisi 3, Jakarta; Penerbit buku Kedokteran
EGC, 168-86.
Gianoukakis A.G, Smith T.J. 2004. The Role of Cytokines in the Pathogenesis of
Endocrine Disease.Canadian Journal of Diabetes. 28(1): 30-42.
Gill DS, 2008.,Orthodontics At A Glance, Blackwell, London., 90-1.
Gomes, L. R., Terra, L. F., Wailemann, R. A., Labriola, L., & Sogayar, M. C. (2012).
TGF-β1 modulates the homeostasis between MMPs and MMP inhibitors
through p38 MAPK and ERK1/2 in highly invasive breast cancer cells. BMC
cancer, 12(1), 26.
Graber, Vanarsdal,Vig, 2005., Orthodontic Current Principles dan Techniques,
Mosby Elsevier, 156-75.
Grainger, D. J., Mosedale, D. E., & Metcalfe, J. C. (2000). TGF-β in blood: a
complex problem. Cytokine & growth factor reviews, 11(1-2), 133-145.
Grigoriadis AE, Kennedy M, Bozze A, 2010., Directed Differentiation of
Universitas Sumatera Utara
110
Hematopoietic Precursors and Functional Osteoclasts From Human ES and iPS
Cells. Blood, vol.115, no 14, 2769-76.
Guyton AC, Hall JE, 2006., Textbook of Medical Physiology, 11th ed, Philadelphia,
WB.Saunders, 540-51.
Hall, B. K. (2005). Bones and cartilage: developmental and evolutionary skeletal
biology: Elsevier.
Heasman, P., 2003. Restorative Dentistry, Paediatric Dentistry and Orthodontics.
England : Churchill Livingstone, 378.
Henneman S, Von der Hoff JW, Maltha JC, 2008., Mechanobiology of Tooth
Movement, Eur J Orthod, 30: 299-306.
Huh, J.-E., Koh, P.-S., Seo, B.-K., Park, Y.-C., Baek, Y.-H., Lee, J.-D., & Park, D.-S.
(2014). Mangiferin reduces the inhibition of chondrogenic differentiation by
IL-1β in mesenchymal stem cells from subchondral bone and targets multiple
aspects of the Smad and SOX9 pathways. International journal of molecular
sciences, 15(9), 16025-16042. doi:10.3390/ijms150916025
Hofbauer LC, Schoppet M., 2004., Clinical Implications of the osteoprotegerin/
RANKL/RANK system for bone and vascular disease.JAMA.292;490,doi;
10.1001/jama.292.4.490.
Holopainen, J. M., Moilanen, J. A., Sorsa, T., Kivela-Rajamaki, M., Tervahartiala, T.,
Vesaluoma, M. H., & Tervo, T. M. (2003). Activation of matrix
metalloproteinase-8 by membrane type 1-MMP and their expression in human
tears after photorefractive keratectomy. Investigative ophthalmology & visual
science, 44(6), 2550-2556.
Indahyani DE, Barid I, Handayani ATW. 2010. Minyak Ikan Lemuru (Saedinella
Longiceps) Meregulasi Survival Osteoblas dan Osteoklas, Ekspresi Integrin
αvβ3 Tulang Alveolaris serta Struktur Gigi Pada Tikus yang Mengalami Infeksi
Periodontal selama Masa Odontogenesis. Laporan Penelitian Fundamental.
Universitas Jember. H. 9-42
Imran, M., Arshad, M. S., Butt, M. S., Kwon, J.-H., Arshad, M. U., & Sultan, M. T.
(2017a). Mangiferin: a natural miracle bioactive compound against lifestyle
related disorders. Lipids in health and disease, 16(1), 84.
Imran, M., Arshad, M. S., Butt, M. S., Kwon, J.-H., Arshad, M. U., & Sultan, M. T.
(2017b). Mangiferin: a natural miracle bioactive compound against lifestyle
related disorders. Lipids in health and disease, 16(1), 84-84.
doi:10.1186/s12944-017-0449-y
Universitas Sumatera Utara
111
Ivaska KK, Hentunen TA, Vaaranemi J, Ylipahka H, Petterson K, Vaananem HK,
2004., Release of Intact and Fragmented Osteocalcin Moleculer From Bone
Matrix During Bone Resorption In Vitro, J Biol Chem, 279 (18), 18361-9.
Iwasaki LR, Haack JE, Nickel JC, Reinhardt RA, Petro TM, 2001., Human
interleukin-1 β and interleukin-1 receptor antagonist secretion and velocity of
tooth movement. Archives of Oral Biology, 46 (2):185–189.
Jahurul MHA, Zaidul ISN, Ghafoor K, Fahad Y. Al-Juhaimi, Nyam KN, Norulaini
NAN, Sahena F, Omar AKM., 2015., Mango (Mangifera indicaL.) by-Products
and Their Valuable Components:A review, Food ChemistryVol 183, 173–1.
JawadZ, BatesC, Hodge T., 2015., Who needs orthodontic treatment? Who gets it?
And who wants it?.,British Dental Journal, (218) 99-103 Published online: 16
February 2015 doi:10.1038/sj.bdj.2015.51.
Jabłońska-Trypuć, A., Matejczyk, M., & Rosochacki, S. (2016). Matrix
metalloproteinases (MMPs), the main extracellular matrix (ECM) enzymes in
collagen degradation, as a target for anticancer drugs. Journal of enzyme
inhibition and medicinal chemistry, 31(sup1), 177-183.
Jian HY, Zheng CL, Wei DK, Wu Z, Ying PJ, Yue LZ, Lin BL, Xue PH, 2013.,
Effect of Orthodontic force on Inflammatory Periodontal Tissue Remodeling
and Expression of IL-6 and IL-8 in Rats., Asian Pacific Journal of Tropical
Medicine, Elsevier, 757-61.
Jimi, E. (2017). [The role of osteoclastic bone resorption on bone remodeling.]. Clin
Calcium, 27(12), 1689-1695. doi:CliCa171216891695
Johnston C,Burden D, Morris D., 2008., Clinical Guidelines: Orthodontic Retention,
British Orthodontic Society.
Junqueira LC, Carneiro J, Kelley RO., 2007., Histologi Dasar 10th ed Jakarta, EGC.
135-45.
Khopkar 2010, Basic Concepts of Analytical Chemistry, terj. A. Saptorahardjo,
Konsep Dasar Kimia Analitik., Jakarta; UI-Press., 71
Kim SG, Akaike T, Sasangawa T, Atomi Y, Kurosawa H, 2002., Expression of Type
I and Type III Colagen by Mechanical Strecth in Anterior Cruciate Ligament
Cells, Cell Structure and Function, 27: 139-44.
Kitaura K, Kimura K, Ishida M, Sugisawa KH, Kohara H, Yoshimatsu M, Yamamoto
TT, 2014., Effect of Cytokines in Osteoclast Formation and Bone Resorption
During Mechanical Force Loading of the Periodontal Membrane, Sciencetific
Universitas Sumatera Utara
112
World Journal, 1-7.
Kobayashi, T., Kim, H., Liu, X., Sugiura, H., Kohyama, T., Fang, Q., . . . Rennard, S.
I. (2014). Matrix metalloproteinase-9 activates TGF-β and stimulates
fibroblast contraction of collagen gels. American journal of physiology. Lung
cellular and molecular physiology, 306(11), L1006-L1015.
doi:10.1152/ajplung.00015.2014
Kondo Y, Irie K, Ikegame M, Ejiri S, Hanada K, Ozawa H., 2001., Role of Stromal
Cells in Osteoclast Differentiation in Bone Marrow, J Bone Miner
Metab;19(6):352-8.
Krishnan V, Davidovitch Z., 2015.,Biological Mechanisms of Tooth Movement 2nd,
Wiley Blackwell, Publishers Since 1807.
Krishnan V, Davidovitch Z., 2009., On a Path to Unfolding the Biological
mechanisms of Orthodontic Tooth Movement, J Dent Res, 88 (7), 597- 608.
Krishnan V, Davidovitch Z., 2006, Cellular, Molecular and Tissue-level Reactions to
Orthodontic Force, Am J Orthod Dentofacial Orthop, 129-469.
Krizkov., 2011. Clinical Importance of Matrix Metalloproteinases.Bratisl Lek
Listy.112 (80).p435-440.
Kusumadewy W, 2012., Perbandingan Kadar Interleukin-1β (IL-1β) alam Cairan
Krevikuler Gingiva Anterior Mandibula Pasien Pada Tahap Awal Perawatan
Ortodonti Menggunakan Braket Self-Ligating Pasif dengan Braket
Konvensional Pre-Adjusted MBT, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta, 57-60.
La Noce, M., Mele, L., Laino, L., Iolascon, G., Pieretti, G., Papaccio, G., . . . Paino,
F. (2019). Cytoplasmic interactions between the glucocorticoid receptor and
hdac2 regulate osteocalcin expression in vpa-treated MSCs. Cells, 8(3), 217.
Li, H., Liao, H., Bao, C., Xiao, Y., & Wang, Q. (2017). Preparation and Evaluations
of Mangiferin-Loaded PLGA Scaffolds for Alveolar Bone Repair Treatment
Under the Diabetic Condition. AAPS PharmSciTech, 18(2), 529-538.
doi:10.1208/s12249-016-0536-9
Lillehoj, H., Liu, Y., Calsamiglia, S., Fernandez-Miyakawa, M. E., Chi, F., Cravens,
R. L., . . . Gay, C. G. (2018). Phytochemicals as antibiotic alternatives to
promote growth and enhance host health. Veterinary research, 49(1), 76-76.
doi:10.1186/s13567-018-0562-6
Universitas Sumatera Utara
113
Li Y, Jacox LA, Little SH, 2018., Orthodontic tooth movement: the biology and
clinical implications. Kaohsiung J Med Sci.;34(4):207–214. doi:10.1016/
j.kjms.2018.01.007
Linklater RA, Fox NA., 2002 The long-term Benefits of Orthodontic Treatment,
British Dental Journal192, 583 – 587, Published online: 25 May 2002 |
doi:10.1038/sj.bdj.4801433.
Littlewood SJ, Millett DT, Doubleday B, Bearn DR, Worthington HV.,
2016., Review Retention procedures for stabilising tooth position after
treatment with orthodontic braces Cochrane Database Syst Rev; (1):CD002283.
Epub 2016 Jan 29.
Liu, H., Wang, K., Tang, Y., Sun, Z., Jian, L., Li, Z., Huang, C. (2011). Structure
elucidation of in vivo and in vitro metabolites of mangiferin. Journal of
pharmaceutical and biomedical analysis, 55(5), 1075-1082.
Löffek, S., Schilling, O., & Franzke, C.-W. (2011). Biological role of matrix
metalloproteinases: a critical balance: Eur Respiratory Soc.
Low E, Zoellner H, Kharbanda OP, Darendeliler MA, 2005., Expression of mRNA
for osteoprotegerin and receptor activator of nuclear factor kappa β ligand
(RANKL) during root resorption induced by the application of heavy
orthodontic forces on rat molars. American Journal of Orthodontics and
Dentofacial Orthopedics . 128 (4):497–503.
Lu, P., Takai, K., Weaver, V. M., & Werb, Z. (2011). Extracellular matrix
degradation and remodeling in development and disease. Cold Spring Harbor
perspectives in biology, 3(12), a005058.
Ma, H., Chen, H., Sun, L., Tong, L., & Zhang, T. (2014). Improving permeability and
oral absorption of mangiferin by phospholipid complexation. Fitoterapia, 93,
54-61. doi:https://doi.org/10.1016/j.fitote.2013.10.016
Mantyla P, 2006., The Scientific Basis and Development of a Matrix
Metalloproteinase (MMP-8) Specific Chair side Test For Monitoring of
Periodontal Health and Disease From Gingival Creviculer Fluid, Dept of Oral
and Maxillofacial Disease Medicine University of Helsinki, 13-33.
Marom R, Shur I, Solomon R, Benayahu ., 2005., Characterization of adhesion and
differentiation markers of osteogenic marrow stromal cells. J Cell Physiol.
Jan;202(1):41-8. PubMed PMID: 15389528
Masibo M, He Q., 2008.,Major Mango Polyphenols and Their Potential Significance
to Human, Health Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety
Volume 7, Issue 4, 309–319.
Universitas Sumatera Utara
114
Masella RS, Meister M, 2006, Current concepts in the biology of orthodontic tooth
movement. American Journal of Orthodontics and Dentofacial
Orthopedics ; 129 (4):458–468.
Matsumoto T, Limura K, Ogura K, Moriyama and Yamaguchi A, 2013., The Role of
Osteocytes in Bone Resorption during Orthodontic Toooth Movement, J Dent
Res, 28 (1), 1-6.
Melsen, B., 2001. Tissue reaction to orthodontic tooth movement — a new paradigm
*. , 23, 671–681.
Modi, P. K., Prabhu, A., Bhandary, Y. P., Shenoy P, S., Hegde, A., Es, S. P., Rekha,
P.-D. (2019). Effect of calcium glucoheptonate on proliferation and
osteogenesis of osteoblast-like cells in vitro. PloS one, 14(9), e0222240-
e0222240. doi:10.1371/journal.pone.0222240
Nagase H,Visse R, Murphy G.,2006., Structure and Function of Matrix
Metalloproteinase and TIMP. Cardiovascular Res.69(3).562-70.
Nakamura Y, Noda K, Shimoda S., 2008, Time-lapse observation of rat periodontal
ligament during function and tooth movement, using microcomputed
tomography. European Journal of Orthodontics, 30 (3):320–326.
Noxon, S.J. et al., 2001. Osteoclast clearance from periodontal tissues during
orthodontic tooth movement. American journal of orthodontics and dentofacial
orthopedics : official publication of the American Association of Orthodontists,
its constituent societies, and the American Board of Orthodontics, 120(5), 466–
76.
Nayak BN, Galil KA, Wiltshire W, Lekic PC., 2013. Moleculer Biology of
Orthodontic Tooth Movement, J Dent Oral Health 1: 1-2.
Nyman, J. S., Lynch, C. C., Perrien, D. S., Thiolloy, S., O'Quinn, E. C., Patil, C. A.,
Mundy, G. R. (2011). Differential effects between the loss of MMP‐2 and
MMP‐9 on structural and tissue‐level properties of bone. Journal of Bone and
Mineral Research, 26(6), 1252-1260.
Ochiai H, Yamamoto Y, Yokoyama A, Yamashita H, Matsuzaka K, Abe S, Azuma T.
2010. Dual Nature of TGF-B in Osteoblastic Differentiation of Human
Periodontal Ligament Cells.Journal of Hard tissue Biology 19(3), pl187-194
Ochocka, R., Hering, A., Stefanowicz-Hajduk, J., Cal, K., & Barańska, H. (2017).
The effect of mangiferin on skin: Penetration, permeation and inhibition of
Universitas Sumatera Utara
115
ECM enzymes. PloS one, 12(7), e0181542-e0181542. doi:10.1371/journal.
pone.0181542
Olive, R. J. and Basford, K. E. (2003). A longitudinal index study of orthodontic
stability and relapse. Australian Orthodontic Journal 19 (2) 47-55.
Olson, Cristopher E., 2010.,Effects of Orthodontic Tooth Movement on Osteoblast
Differetiation Markers within the Periodontal Ligamen, SoDM Masters Theses
Paper 176.
Oluwole OG., 2015., Bioactive Coumpounds in Mangifera Indica Demonstrates
dose.dependent anti Inflammatory Effects, Departement of Pharmacology and
Therapeutics, Delta State University, Nigeria; (2) e628. Doi. 10.14800/ics.628.
Oot SM, Oleksik A, Lu Y, Harper K, lipo P, 2002., Bone Histomorphometric and
Biochemical Marker Result of a 2 Year Placebo Controlled Trial of Raloxifene
in Postmenopausal women, J Bone Miner Res; 17, 341-8.
Palosaari, H., Wahlgren, J., Larmas, M., Ronka, H., Sorsa, T., Salo, T., & Tjaderhane,
L. (2000). The expression of MMP-8 in human odontoblasts and dental pulp
cells is down-regulated by TGF-beta1. J Dent Res, 79(1), 77-84.
doi:10.1177/00220345000790011401
Pérez-Gómez, E., del Castillo, G., Santibáñez, J. F., Lêpez-Novoa, J. M., Bernabéu,
C., & Quintanilla, M. (2010). The role of the TGF-β coreceptor endoglin in
cancer. The Scientific World Journal, 10, 2367-2384.
Perinetti G, Serra E, Paolantonio M, 2005., Lactate Dehydrogenase Activity in
Human Gingival Crevicular Fluid During Orthodontic Treatment: a controlled,
short-term longitudinal study. Journal of Periodontology .; 76 (3):411–417.
Pitchaon M. 2011. Antioxidant Capacity of Extracts and Fractions from
Mango(Mangifera indica Linn.) seed kernels.International Food Research
Journal 18:523-528.
Pittayapruek, P., Meephansan, J., Prapapan, O., Komine, M., & Ohtsuki, M. (2016).
Role of matrix metalloproteinases in photoaging and photocarcinogenesis.
International journal of molecular sciences, 17(6), 868.
Pracaya, 2011.Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag.Cetakan ke-6.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Proffit WR, Fields HW, 2013., Contemporary Orthodontics, 5th ed., Saint Louis,
Mosby Elsevier., 296-300, 331-4.
Universitas Sumatera Utara
116
Pudyani P.S. 2007. Peran Jaringan Tulang Dalam Menunjang Keberhasilan
Perawatan Kelainan Dentofasial Secara Ortodonti. Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar.FKG. UGM.,10
Purroy, J., & Spurr, N. K. (2002). Molecular genetics of calcium sensing in bone
cells. Human molecular genetics, 11(20), 2377-2384.
Ribagin, L. Rashkova M. 2012. Matrix Metalloproteinase-8 and Interleukin-1ß in
gingival fluid of Children in the first three month of orthodontic treatment with
fixed appliances. Folia medica; Jul- Sep 2012; 54, 3; ProQuest Medical
Library.p 50-56.
Qin, Q.-H. (2013). Mechanics of Cellular Bone Remodeling: Coupled Thermal,
Electrical, and Mechanical Field Effects: CRC Press.
Quintanilla, M., Castillo, G. d., Kocić, J., & Santibañez, J. F. (2012). TGF-β and
MMPs: A complex regulatory loop involved in tumor progression.
Rody WJ, King GJ, Gu G, 2001., Osteoclast Recruitment to Sites of Compression in
Orthodontic Tooth Movement, Am J Orthod Dentofacial Orthop, 120, 477-89
Rosyidah, 2010.,Aktivitas Antibakteri Fraksi Saponin Dari Kulit Batang Tumbuhan
Kasturi (Mangifera casturi). fmipa.unlam.ac.id/bioscientiae/wp-content/B-
Vol.7, 2-3.
Sardjono SO, 1994, Perkembangan Obat Tradisional Dalam Ilmu Kedokteran
Indonesia dan upaya Pengembangannya Sebagai Obat alternatif. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sasano Y, Zhu JX, Tsubota M, Takahashi I, Onodera K, Mizoguchi I, Kagayama M.,
2002., Gene expression of MMP8 and MMP13 during embryonic development
of bone and cartilage in the rat mandible and hind limb, J Histochem
Cytochem;50(3):325-32.
Scartezzini P, Speroni E., 2000., Review on some plants of Indian traditional
medicine with antioxidant activity, J Ethnopharmacol. Jul;71(1-2):23-43.
Schwochert, J., Turner, R., Thang, M., Berkeley, R. F., Ponkey, A. R., Rodriguez, K.
M., Limberakis, C. (2015). Peptide to peptoid substitutions increase cell
permeability in cyclic hexapeptides. Organic letters, 17(12), 2928-2931.
Sekiguchi, Y., Mano, H., Nakatani, S., Shimizu, J., Kataoka, A., Ogura, K., Wada, M.
(2017). Mangiferin positively regulates osteoblast differentiation and
suppresses osteoclast differentiation. Molecular medicine reports, 16(2),
1328-1332. doi:10.3892/mmr.2017.6752
Universitas Sumatera Utara
117
Sekiguchi, Y., Mano, H., Nakatani, S., Shimizu, J., & Wada, M. (2010). Effects of
the Sri Lankan medicinal plant, Salacia reticulata, in rheumatoid arthritis.Genes
& nutrition, 5(1), 89
Shah KA, Patel MB, Patel RJ, Kamar PK., 2010., Mangifera Indica (Mango)
Pharmacogn Rev. 2 Jan-Jun; 4(7): 42–48, doi: 10.4103/0973-7847.65325
PMCID: PMC3249901.
Shashua, D, Jon. A., 2013.Relapse After Orthodontic Corrections of Maxillary
Median Diaterna; A Follow-Evalution of Cosecutive Cases. The Ungle
Orthodontic. (69) 23.
Shetty S.K., Kumar M., Smitha P.L. 2011. Cytokines and Orthodontic Tooth
Movement.Journal of Dental Sciences and Research.2(1): 132-141.
Sigh G, 2004.,The Textbook of Orthodontics 1st ed, India Jaypee Brothers Medical
Publishers Ltd, 198-204.
Sternlicht, M. D., & Werb, Z. (2001). How matrix metalloproteinases regulate cell
behavior. Annual review of cell and developmental biology, 17(1), 463-516.
Sorsa T, Tjaderhane, Salo T., 2004., Matrix Metalloproteinases (MMPs) in Oral
Diseases. Oral dis 10 (6); 311-8
Suchal, K., Malik, S., Gamad, N., Malhotra, R. K., Goyal, S. N., Ojha, S., Arya, D. S.
(2016). Mangiferin protect myocardial insults through modulation of
MAPK/TGF-beta pathways. Eur J Pharmacol, 776, 34-43.
doi:10.1016/j.ejphar.2016.02.055
Sunyecz, J. A. (2008). The use of calcium and vitamin D in the management of
osteoporosis. Therapeutics and clinical risk management, 4(4), 827.
Susilowati S, Nasir M, Mudjari I, Hamid T, 2011.,Expression of matrix
metalloproteinase-8 gene in fixed orthodontic patients., http://dx.doi.org/
10.20473/j.djmkg.v44.i1.p54-58
Tanaka, Y., Nakayamada, S., & Okada, Y. (2005). Osteoblasts and osteoclasts in
bone remodeling and inflammation. Curr Drug Targets Inflamm Allergy, 4(3),
325-328. doi:10.2174/1568010054022015
Tokuhara, C. K., Santesso, M. R., Oliveira, G. S. N. d., Ventura, T. M. d. S.,
Doyama, J. T., Zambuzzi, W. F., & Oliveira, R. C. d. (2019). Updating the
role of matrix metalloproteinases in mineralized tissue and related diseases.
Journal of Applied Oral Science, 27. Retrieved from
Universitas Sumatera Utara
118
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1678-
77572019000100301&nrm=iso
Takahashi.I, Nishimura. M, Onodera KM, Bae J, 2003., Expression of MMP-8 and
MMP-13 genes in the periodontal ligament during tooth movement in rats,
Journal of Dental Research, 82; 8, ProQuest pg 646.
Tanya J, Franzen, Sherif E, Zahira, Abbadi EK, Vaska VR., 2015., The Influence of
Low-level laser on Orthodontics Relapse in Rats., European Journal of
Orthodontics., 2015, 111–117doi:10.1093/ejo/cju053.
Traves H, Robert HD, Sandy J, 2004., Orthodontics. Part 6: Risks in Orthodontic
Treatment; original article. J Br Dent, 196;71-7.
Utama IMS, Setiyo Y, Puja IARP, Antara NS.,2011., Kajian Atmosfir Terkendali
untuk Memperlambat Penurunan Mutu Buah Mangga Arumanis selama
Penyimpanan. Jurnal Hortikultura Indonesia2(1): 2.
Varble ZL, 2009., The Effect of Growth Hormone on Tooth Movement in Rats,
Tesis, Saint Louis Univesity, 88-93.
Viti, F., Landini, M., Mezzelani, A., Petecchia, L., Milanesi, L., & Scaglione, S.
(2016). Osteogenic differentiation of MSC through calcium signaling
activation: Transcriptomics and functional analysis. PloS one, 11(2),
e0148173.
Vega D, Maalouf NM, Sakhaee K. 2007. Clinical review the role of receptor
activator of nuclear factor-kB (RANK)/RANK ligand/osteoprotegerin clinical
implications. The Journal of Clinical Endocrinology & Methabolism.
92(12):4514-21.
Wang LL, Zhu H, Liang T. 2000. Changes of Transforming growth factor beta 1 in
rat periodontal tissue during orthodontic tooth movement.Chin J Dent
Res.3(1):pp19-22
Wang, X., Gu, Y., Ren, T., Tian, B., Zhang, Y., Meng, L., & Tang, X. (2013).
Increased absorption of mangiferin in the gastrointestinal tract and its
mechanism of action by absorption enhancers in rats. Drug Dev Ind Pharm,
39(9), 1408-1413. doi:10.3109/03639045.2012.704043
Waddington R, Embery G, 2001, Proteoglycans and Orthodontic Tooth Movement,
Journal of Orthodontics, British orthodontic Society, Vol 28, 281.
Warsito H., 2008., Meningkatkan Peran Perguruan Tinggi Melalui Pengembangan
Obat Tradisional, https://www.researchgate.net/publication/301285620
Universitas Sumatera Utara
119
Weltman.B.;Vig, K.W.; Fields, H.W.; Shanker, S.; Kaizar, E.E. 2010.Root resorption
associated with orthodontic tooth movement: a systematic review. Am J Orthod
Dentofacial Orthop, 137:(4) 462-76.
William JK, 2000.,Prinsip dan Praktik Alat-Alat Ortodonti Cekat, Jakarta; Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1-8.
Wu, M., Chen, G., & Li, Y.-P. (2016a). TGF-β and BMP signaling in osteoblast,
skeletal development, and bone formation, homeostasis and disease. Bone
research, 4, 16009.
Wu, M., Chen, G., & Li, Y.-P. (2016b). TGF-β and BMP signaling in osteoblast,
skeletal development, and bone formation, homeostasis and disease. Bone
research, 4, 16009-16009. doi:10.1038/boneres.2016.9
Xu, X., Zheng, L., Yuan, Q., Zhen, G., Crane, J. L., Zhou, X., & Cao, X. (2018).
Transforming growth factor-β in stem cells and tissue homeostasis. Bone
research, 6(1), 1-31.
Yang, N. J., & Hinner, M. J. (2015). Getting across the cell membrane: an overview
for small molecules, peptides, and proteins. Methods in molecular biology
(Clifton, N.J.), 1266, 29-53. doi:10.1007/978-1-4939-2272-7_3
Yoshimi N, Matsunaga K, Katayama M, Yamada Y, Kuno T, Qiao Z, Hara A,
Yamahara J, Mori H., 2001, The Inhibitor Effect of Mangiferin a Naturally
Occuring Glucosylxanthone, in Bowel Carcinogenesis of Male F344 rats.
Cancer Feb, 26; 163(2) 163.
Yotshna, Srivastava P, Killadi B, Shanker K. 2014., Uni-dimensional Double
Development HPTLC-densitometry Method for Simultaneous Analysis of
Mangiferin and Lupeol Content in Mango (Mangifera indica) Pulp and Peel
during storage. J Food Chem. Jun 1;176:91-8. doi: 10.1016/j.foodchem.12.034.
Epub 2014 Dec 17.PubMed PMID: 25624210.
Zhang, F., Cui, J., Liu, X., Lv, B., Liu, X., Xie, Z., & Yu, B. (2015). Roles of
microRNA-34a targeting SIRT1 in mesenchymal stem cells. Stem cell
research & therapy, 6(1), 195.
Zhao, B., Takami, M., Yamada, A., Wang, X., Koga, T., Hu, X., Ivashkiv, L. B.
(2009). Interferon regulatory factor-8 regulates bone metabolism by
suppressing osteoclastogenesis. Nature medicine, 15(9), 1066.
Universitas Sumatera Utara
120
LAMPIRAN 1. Jadwal Ujian Kualifikasi No.01/UN 5.1 6.2.6/SPB/2015
Universitas Sumatera Utara
121
LAMPIRAN 2. Surat Pengangkatan Tim Promotor dan Co Promotor No. 385/UN5.1R/SK/SSA/
2015
Universitas Sumatera Utara
122
LAMPIRAN 3. Ethical Clearance
Universitas Sumatera Utara
123
Lampiran 4. Sertififat Analisis Mangiferin Terstandarisasi
Universitas Sumatera Utara
124
Profil HPLC
Instrument : Shimadzu HPLC Instrument
Stationary Phase : Shim-pack MRC-ODS 6.0 mm x 25 cm , Shimadzu
Mobile Phase :
(A) Acetonitrile = 20
(B) 1% Acetic Acid in Aquadest =80
Total Flow : 1 ml/min
Injection Vol : 20 μl (10 ppm)
Detector : UV 365 nm
Peak Table
PDA Ch1 365 nm
Peak# Ret. Time (min) Tailing Factor Area Area (%)
1 4.389 0.000 505852 91.385
2 4.941 0.000 47688 8.615
Universitas Sumatera Utara
125
Profil Spektrum UV/Vis
Instrument : Shimadzu Spectrophotometer UV-Vis Pharmaspec 1700
Solvent : Methanol pa.
Concentration : 10 ppm
Peak Pick
No. Wavelenght (nm) Abs
1 368.0 0.345
2 315.6 0.279
3 257.8 0.639
4 240.8 0.669
5 205.2 0.511
Universitas Sumatera Utara
126
Profil Spektrum IR
Instrument : Perkin Elmer FT-IR Spectrometer Frontier
Universitas Sumatera Utara
127
Profil Spektrum NMR 1H NMR
Instrument : Agilent DD2 system (500 MHz)
Solvent : DMSO-d6
13C NMR
Instrument : Agilent DD2 system (125 MHz)
Solvent : DMSO-d6
Universitas Sumatera Utara
128
LAMPIRAN 5. Izin Uji Penelitian Disertasi
Universitas Sumatera Utara
129
Universitas Sumatera Utara
130
Universitas Sumatera Utara
131
Universitas Sumatera Utara
132
Universitas Sumatera Utara
133
Universitas Sumatera Utara
134
LAMPIRAN 6. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
135
Universitas Sumatera Utara
136
Universitas Sumatera Utara
137
Universitas Sumatera Utara
138
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
Pemasangan Niti close coil pada tikus wistar galur putih jantan
Universitas Sumatera Utara
139
Pemeriksaan Osteoklas dan osteoblas
Uji Absorbsi
Uji Viskositas, densitas dan pH
Universitas Sumatera Utara
140
Proses Dekalsifikasi
Universitas Sumatera Utara
141
Pemeriksaan SEM EDX
Universitas Sumatera Utara
142
Pemeriksaan ELISA
Universitas Sumatera Utara
143
Universitas Sumatera Utara
144
LAMPIRAN 8. DATA STATISTIK
1. Uji Absorbsi dan Residual
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Absorbsi bahan 15 19,20 31,00 24,3800 3,95965
Waktu Inkubasi 15 1,00 3,00 2,0000 ,84515
Konsnetrasi 15 1,00 5,00 3,0000 1,46385
Valid N (listwise) 15
Tests of Normality
Waktu Inkubasi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Absorbsi bahan
dimension1
24 Jam ,165 5 ,200* ,971 5 ,884
48 Jam ,174 5 ,200* ,976 5 ,915
72 Jam ,179 5 ,200* ,969 5 ,870
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Tests of Normality
Konsnetrasi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Absorbsi bahan
dimension1
1% ,204 3 . ,993 3 ,843
2% ,304 3 . ,907 3 ,407
4% ,175 3 . 1,000 3 1,000
8% ,175 3 . 1,000 3 1,000
10% ,241 3 . ,974 3 ,688
a. Lilliefors Significance Correction
Universitas Sumatera Utara
145
Test of Homogeneity of Variances
Absorbsi bahan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,020 2 12 ,980
ANOVA
Absorbsi bahan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2,500 2 1,250 ,069 ,934
Within Groups 217,004 12 18,084
Total 219,504 14
Multiple Comparisons
Absorbsi bahan
LSD
(I) Waktu Inkubasi (J) Waktu Inkubasi Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
dimension2
24 Jam
dimension3
48 Jam -,50000 2,68951 ,856 -6,3599 5,3599
72 Jam -1,00000 2,68951 ,717 -6,8599 4,8599
48 Jam
dimension3
24 Jam ,50000 2,68951 ,856 -5,3599 6,3599
72 Jam -,50000 2,68951 ,856 -6,3599 5,3599
72 Jam
dimension3
24 Jam 1,00000 2,68951 ,717 -4,8599 6,8599
48 Jam ,50000 2,68951 ,856 -5,3599 6,3599
Test of Homogeneity of Variances
Absorbsi bahan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
,494 4 10 ,741
Universitas Sumatera Utara
146
ANOVA
Absorbsi bahan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 216,764 4 54,191 197,777 ,000
Within Groups 2,740 10 ,274
Total 219,504 14
Multiple Comparisons
Absorbsi bahan
LSD
(I) Konsnetrasi (J) Konsnetrasi Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
dimension2
1%
dimension3
2% -2,10000* ,42740 ,001 -3,0523 -1,1477
4% -4,06667* ,42740 ,000 -5,0190 -3,1144
8% -7,36667* ,42740 ,000 -8,3190 -6,4144
10% -10,70000* ,42740 ,000 -11,6523 -9,7477
2%
dimension3
1% 2,10000* ,42740 ,001 1,1477 3,0523
4% -1,96667* ,42740 ,001 -2,9190 -1,0144
8% -5,26667* ,42740 ,000 -6,2190 -4,3144
10% -8,60000* ,42740 ,000 -9,5523 -7,6477
4%
dimension3
1% 4,06667* ,42740 ,000 3,1144 5,0190
2% 1,96667* ,42740 ,001 1,0144 2,9190
8% -3,30000* ,42740 ,000 -4,2523 -2,3477
10% -6,63333* ,42740 ,000 -7,5856 -5,6810
8%
dimension3
1% 7,36667* ,42740 ,000 6,4144 8,3190
2% 5,26667* ,42740 ,000 4,3144 6,2190
4% 3,30000* ,42740 ,000 2,3477 4,2523
10% -3,33333* ,42740 ,000 -4,2856 -2,3810
10%
dimension3
1% 10,70000* ,42740 ,000 9,7477 11,6523
2% 8,60000* ,42740 ,000 7,6477 9,5523
4% 6,63333* ,42740 ,000 5,6810 7,5856
8% 3,33333* ,42740 ,000 2,3810 4,2856
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Universitas Sumatera Utara
147
Correlations
Absorbsi bahan Waktu Inkubasi Konsnetrasi
Absorbsi bahan Pearson Correlation 1 ,107 ,986**
Sig. (2-tailed) ,705 ,000
N 15 15 15
Waktu Inkubasi Pearson Correlation ,107 1 ,000
Sig. (2-tailed) ,705 1,000
N 15 15 15
Konsnetrasi Pearson Correlation ,986** ,000 1
Sig. (2-tailed) ,000 1,000
N 15 15 15
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
2. Profil Osteoblas dan Osteoklas
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Osteoblas 30 1,00 4,00 2,2333 ,81720
Osteoklas 30 ,00 3,00 1,1333 ,73030
Konsentrasi 30 6,25 12,50 9,3750 3,17842
Waktu 30 1,00 5,00 3,0000 1,43839
Valid N (listwise) 30
Tests of Normality
Konsentrasi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Osteoblas
dimension1
6,25 ,316 15 ,000 ,790 15 ,003
12,50 ,232 15 ,029 ,883 15 ,052
Osteoklas
dimension1
6,25 ,425 15 ,000 ,631 15 ,000
12,50 ,317 15 ,000 ,838 15 ,012
Universitas Sumatera Utara
148
Tests of Normality
Konsentrasi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Osteoblas
dimension1
6,25 ,316 15 ,000 ,790 15 ,003
12,50 ,232 15 ,029 ,883 15 ,052
Osteoklas
dimension1
6,25 ,425 15 ,000 ,631 15 ,000
12,50 ,317 15 ,000 ,838 15 ,012
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Waktu Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Osteoblas
dimension1
H1 ,293 6 ,117 ,822 6 ,091
H3 ,319 6 ,056 ,683 6 ,004
H5 ,263 6 ,200* ,823 6 ,093
H7 ,333 6 ,036 ,827 6 ,101
H14 ,333 6 ,036 ,827 6 ,101
Osteoklas
dimension1
H1 ,254 6 ,200* ,866 6 ,212
H3 ,492 6 ,000 ,496 6 ,000
H5 ,392 6 ,004 ,701 6 ,006
H7 ,492 6 ,000 ,496 6 ,000
H14 ,319 6 ,056 ,683 6 ,004
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Osteoklas - Osteoblas Negative Ranks 25a 15,04 376,00
Positive Ranks 3b 10,00 30,00
Ties 2c
Total 30
Universitas Sumatera Utara
149
Konsentrasi - Osteoblas Negative Ranks 0d ,00 ,00
Positive Ranks 30e 15,50 465,00
Ties 0f
Total 30
Konsentrasi - Osteoklas Negative Ranks 0g ,00 ,00
Positive Ranks 30h 15,50 465,00
Ties 0i
Total 30
Waktu - Osteoblas Negative Ranks 10j 8,50 85,00
Positive Ranks 16k 16,63 266,00
Ties 4l
Total 30
Waktu - Osteoklas Negative Ranks 2m 5,50 11,00
Positive Ranks 23n 13,65 314,00
Ties 5o
Total 30
Test Statisticsc
Osteoklas -
Osteoblas
Konsentrasi -
Osteoblas
Konsentrasi -
Osteoklas
Waktu -
Osteoblas
Waktu -
Osteoklas
Z -4,102a -4,808b -4,831b -2,332b -4,114b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,020 ,000
a. Based on positive ranks.
b. Based on negative ranks.
c. Wilcoxon Signed Ranks Test
Correlations
Osteoblas Osteoklas Konsentrasi Waktu
Spearman's rho Osteoblas Correlation Coefficient 1,000 ,265 ,455* -,233
Sig. (2-tailed) . ,158 ,012 ,215
N 30 30 30 30
Osteoklas Correlation Coefficient ,265 1,000 ,028 -,303
Universitas Sumatera Utara
150
Sig. (2-tailed) ,158 . ,885 ,104
N 30 30 30 30
Konsentrasi Correlation Coefficient ,455* ,028 1,000 ,000
Sig. (2-tailed) ,012 ,885 . 1,000
N 30 30 30 30
Waktu Correlation Coefficient -,233 -,303 ,000 1,000
Sig. (2-tailed) ,215 ,104 1,000 .
N 30 30 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
3.Elisa MMP-8
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
MMP8 10 ,21 ,32 ,2670 ,03860
Konsentrasi 10 1,00 2,00 1,5000 ,52705
Hari 10 1,00 5,00 3,0000 1,49071
Kontrol Negatif 10 ,13 ,24 ,1960 ,04142
Kontrol Positif 10 ,23 ,37 ,2760 ,05275
Konsentrasi
Case Processing Summary
Konsentrasi Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MMP8
dimension1
6,25 5 100,0% 0 ,0% 5 100,0%
12,5 5 100,0% 0 ,0% 5 100,0%
Tests of Normality
Konsentrasi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Universitas Sumatera Utara
151
MMP8
dimension1
6,25 ,229 5 ,200* ,894 5 ,377
12,5 ,212 5 ,200* ,936 5 ,635
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Hari
Case Processing Summary
Hari Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
MMP8 H1 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H3 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H5 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H7 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H14 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
Tests of Normalityb
Hari Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
MMP8 H1 ,260 2 .
H3 ,260 2 .
H7 ,260 2 .
H14 ,260 2 .
a. Lilliefors Significance Correction
b. MMP8 is constant when Hari = H5. It has been omitted.
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank
MMP8
dimension1
6,25 5 5,20
12,5 5 5,80
Universitas Sumatera Utara
152
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank
MMP8
dimension1
6,25 5 5,20
12,5 5 5,80
Total 10
Test Statisticsa,b
MMP8
Chi-square ,100
df 1
Asymp. Sig. ,752
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Konsentrasi
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Hari N Mean Rank
MMP8 H1 2 1,75
H3 2 9,25
H5 2 5,50
H7 2 3,25
H14 2 7,75
Total 10
Test Statisticsa,b
MMP8
Chi-square 8,500
df 4
Asymp. Sig. ,075
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Hari
Universitas Sumatera Utara
153
NPar Tests
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
MMP8 10 ,2670 ,03860 ,21 ,32
Kontrol Negatif 10 ,1960 ,04142 ,13 ,24
Kontrol Positif 10 ,2760 ,05275 ,23 ,37
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol Negatif - MMP8 Negative Ranks 8a 5,50 44,00
Positive Ranks 1b 1,00 1,00
Ties 1c
Total 10
Kontrol Positif - MMP8 Negative Ranks 3d 5,00 15,00
Positive Ranks 6e 5,00 30,00
Ties 1f
Total 10
a. Kontrol Negatif < MMP8
b. Kontrol Negatif > MMP8
c. Kontrol Negatif = MMP8
d. Kontrol Positif < MMP8
e. Kontrol Positif > MMP8
f. Kontrol Positif = MMP8
Test Statisticsc
Kontrol Negatif -
MMP8
Kontrol Positif -
MMP8
Z -2,552a -,893b
Asymp. Sig. (2-tailed) ,011 ,372
a. Based on positive ranks.
b. Based on negative ranks.
c. Wilcoxon Signed Ranks Test
Universitas Sumatera Utara
154
Nonparametric Correlations
Correlations
MMP8 Konsentrasi Hari Kontrol
Kontrol
Positif
Spearman's rho MMP8 Correlation
Coefficient
1,000 ,105 ,298 ,261 ,708*
Sig. (2-tailed) . ,772 ,403 ,467 ,022
N 10 10 10 10 10
Konsentrasi Correlation
Coefficient
,105 1,000 ,000 ,000 ,000
Sig. (2-tailed) ,772 . 1,000 1,000 1,000
N 10 10 10 10 10
Hari Correlation
Coefficient
,298 ,000 1,000 ,000 ,700*
Sig. (2-tailed) ,403 1,000 . 1,000 ,024
N 10 10 10 10 10
Kontrol Correlation
Coefficient
,261 ,000 ,000 1,000 ,300
Sig. (2-tailed) ,467 1,000 1,000 . ,400
N 10 10 10 10 10
Kontrol
Positif
Correlation
Coefficient
,708* ,000 ,700* ,300 1,000
Sig. (2-tailed) ,022 1,000 ,024 ,400 .
N 10 10 10 10 10
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
4.Elisa TGF-β
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
TGF Beta 10 ,09 ,15 ,1180 ,02201
Konsentrasi 10 1,00 2,00 1,5000 ,52705
Hari 10 1,00 5,00 3,0000 1,49071
Kontrol Negatif 10 ,03 ,09 ,0580 ,02440
Kontrol Positif 10 ,08 ,12 ,1020 ,01687
Valid N (listwise) 10
Universitas Sumatera Utara
155
Konsentrasi
Case Processing Summary
Konsentrasi Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
TGF Beta
dimension1
6,25 5 100,0% 0 ,0% 5 100,0%
12,5 5 100,0% 0 ,0% 5 100,0%
Tests of Normality
Konsentrasi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TGF Beta
dimension1
6,25 ,180 5 ,200* ,952 5 ,754
12,5 ,292 5 ,188 ,877 5 ,294
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Hari
Case Processing Summary
Hari Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
TGF Beta H1 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H3 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H5 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H7 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H14 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
Tests of Normalityb,c
Hari Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
TGF Beta H1 ,260 2 .
H5 ,260 2 .
H14 ,260 2 .
a. Lilliefors Significance Correction
b. TGF Beta is constant when Hari = H3. It has been omitted.
Universitas Sumatera Utara
156
Case Processing Summary
Hari Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
TGF Beta H1 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H3 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H5 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
H7 2 100,0% 0 ,0% 2 100,0%
c. TGF Beta is constant when Hari = H7. It has been omitted.
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Konsentrasi N Mean Rank
TGF Beta
dimension1
6,25 5 6,40
12,5 5 4,60
Total 10
Test Statisticsa,b
TGF Beta
Chi-square ,917
df 1
Asymp. Sig. ,338
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
157
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test
Ranks
Hari N Mean Rank
TGF Beta H1 2 4,50
H3 2 3,00
H5 2 4,75
H7 2 9,50
H14 2 5,75
Total 10
Test Statisticsa,b
TGF Beta
Chi-square 5,406
df 4
Asymp. Sig. ,248
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Hari
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Kontrol Negatif - TGF Beta Negative Ranks 10a 5,50 55,00
Positive Ranks 0b ,00 ,00
Ties 0c Total 10
Kontrol Positif - TGF Beta Negative Ranks 5d 5,20 26,00
Positive Ranks 3e 3,33 10,00
Ties 2f Total 10
a. Kontrol Negatif < TGF Beta
Universitas Sumatera Utara
158
b. Kontrol Negatif > TGF Beta
c. Kontrol Negatif = TGF Beta
d. Kontrol Positif < TGF Beta
e. Kontrol Positif > TGF Beta
f. Kontrol Positif = TGF Beta
Test Statisticsb
Kontrol Negatif -
TGF Beta
Kontrol Positif - TGF
Beta
Z -2,816a -1,136a
Asymp. Sig. (2-tailed) ,005 ,256
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Nonparametric Correlations
Correlations
TGF
Beta Konsentrasi Hari
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
Spearman's
rho
TGF Beta Correlation
Coefficient
1,000 -,319 ,451 -,288 -,322
Sig. (2-tailed) . ,369 ,190 ,419 ,365
N 10 10 10 10 10
Konsentrasi Correlation
Coefficient
-,319 1,000 ,000 ,000 ,000
Sig. (2-tailed) ,369 . 1,000 1,000 1,000
N 10 10 10 10 10
Hari Correlation
Coefficient
,451 ,000 1,000 -,800** ,205
Sig. (2-tailed) ,190 1,000 . ,005 ,570
N 10 10 10 10 10
Kontrol
Negatif
Correlation
Coefficient
-,288 ,000 -,800** 1,000 -,667*
Sig. (2-tailed) ,419 1,000 ,005 . ,035
N 10 10 10 10 10
Kontrol
Positif
Correlation
Coefficient
-,322 ,000 ,205 -,667* 1,000
Sig. (2-tailed) ,365 1,000 ,570 ,035 .
N 10 10 10 10 10
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Universitas Sumatera Utara
159
5. UJI Densitas dan Viscositas
1. Densitas
No. Sampel
Berat
piknometer
kosong
Berat
piknometer +
sampel
volume
piknomete
r
ρ (densiti)
(gr) (gr) (ml) (gr/mL)
1 SA 10 % 11,9140 16,88 5 0,9932
2 PG 5 % 11,9140 16,777 5 0,9726
3 PG 7,5 % 11,9140 16,764 5 0,9700
4
Mangiferin
1 % 11,9140
16,795 5
0,9762
5
Mangiferin
2 % 11,9140
16,791 5
0,9754
6
Mangiferin
4 % 11,9140
16,796 5
0,9764
7
Mangiferin
8 % 11,9140
16,805 5
0,9782
8
Mangiferin
10 % 11,9140
16,807 5 0,9786
ρair = (Berat piknometer + isi) - (Berat piknometer kosong)
Volume piknometer
ρair = 0,9932 gr/mL
2. Viscositas
Dik:
T air = 9,810
9,700
9,570
Average 9,693
Menurut buku
Geankoplis
viskositas air pada
suhu 29oC adalah : 0,8183 cp
Universitas Sumatera Utara
160
No. Sampel
t air
suling
(s)
t
samp
el (s)
ρ air
suling
ρ(densiti)
sampel
µ
(viskosita
s) air
suling
µ
(viskositas)
sampel
µ rata-
rata
sampel
(gr/mL) (gr/mL) cp cp cp
1 SA 10 % 9,69 355,73 0,9803 0,9932 0,8183 30,4243
9,69 323,17 0,9803 0,9932 0,8183 27,6395
9,69 309,24 0,9803 0,9932 0,8183 26,4481 28,1706
2 PG 5 % 9,69 11,01 0,9803 0,973 0,8183 0,9221
9,69 11,21 0,9803 0,973 0,8183 0,9389
9,69 11,09 0,9803 0,973 0,8183 0,9288 0,9299
3 PG 7,5 % 9,69 11,51 0,9803 0,970 0,8183 0,9614
9,69 11,46 0,9803 0,970 0,8183 0,9572
9,69 11,55 0,9803 0,970 0,8183 0,9648 0,9611
4
Mangiferin
1 % 9,69 9,97 0,9803 0,976 0,8183 0,8381
9,69 10,01 0,9803 0,976 0,8183 0,8415
9,69 10,06 0,9803 0,976 0,8183 0,8457 0,8417
SDV 0,0038
5
Mangiferin
2 % 9,69 10,01
0,9803 0,975 0,8183 0,8408
9,69 9,81 0,9803 0,975 0,8183 0,8240
9,69 10,02 0,9803 0,975 0,8183 0,8416 0,8355
SDV 0,0100
6
Mangiferin
4 % 9,69 9,58
0,9803 0,976
0,8183 0,8055
9,69 9,63 0,9803 0,976 0,8183 0,8097
9,69 9,44 0,9803 0,976 0,8183 0,7937 0,8030
SDV 0,0083
7
Mangiferin
8 % 9,69 10,08
0,9803 0,9782 0,8183 0,8491
9,69 10,19 0,9803 0,9782 0,8183 0,8584
9,69 9,99 0,9803 0,9782 0,8183 0,8415 0,8496
SDV 0,0084
8
Mangiferin
10 % 9,69 9,80
0,9803 0,9786 0,8183 0,8258
9,69 9,80 0,9803 0,9786 0,8183 0,8258
9,69 9,83 0,9803 0,9786 0,8183 0,8284 0,8267
SDV 0,001459582
Universitas Sumatera Utara
161
3. pH
No.
Sampel pH pH rata-rata
1 SA 10 % 8,40
8,40
8,30 8,37
2 PG 5 % 7,10
7,00
7,00 7,03
3 PG 7,5 % 6,80
6,80
6,80 6,80
4 Mangiferin 1 % 5,00
4,90
4,80 4,90
SDV 0,10
5 Mangiferin 2 % 4,80
4,70
4,70 4,73
SDV 0,06
6 Mangiferin 4 % 5,00
5,00
5,10 5,03
SDV 0,06
7 Mangiferin 8 % 4,80
4,70
4,70 4,73
SDV 0,06
8 Mangiferin 10 % 4,90
4,90
4,90 4,90
Universitas Sumatera Utara
162
SDV 0
Pengukuran jarak Distal Giai Insisivus ke Mesial Gigi Molar Tikus Sebelum dan
Setelah Pemasangan Ortodonti
Kelompok Sebelum
pasang alat
Setelah
dilepas
alat
Hari 1 Hari 3 Hari 5 Hari 7 Hari 14
Kontrol (-)
tanpa alat
1.16 1.16 1.16 1.16 1.16
1.15 1.15 1.15 1.15 1.15
Kontrol (+) 1.18 1.07 1.07 1.08 1.09 1.11 1.15
1.13 1.01 1.02 1.04 1.05 1.06 1.12
Perlakuan 1 1.16 1.03 1.03 1.04 1.04 1.04 1.04
1.16 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04
1.15 1.02 1.02 1.03 1.03 1.03 1.03
Perlakuan 2 1.17 1.05 1.05 1.06 1.06 1.06 1.07
1.18 1.06 1.06 1.06 1.06 1.07 1.07
1.16 1.05 1.05 1.05 1.05 1.06 1.07
Universitas Sumatera Utara
163
SEM Spectrum details
Project New project Spectrum name Spectrum 1
Electron Image Image Width: 3.290 mm
Acquisition conditions Acquisition time (s) 6.0 Process time 5
Accelerating voltage (kV) 5.0
Quantification Settings Quantification method All elements (normalised)
Coating element None
Summary results Element Weight % Weight % σ Atomic %
Carbon 62.216 11.738 69.794
Nitrogen 5.751 14.892 5.532
Oxygen 26.967 6.337 22.711
Sulfur 3.102 1.975 1.303
Calcium 1.964 7.564 0.660
Universitas Sumatera Utara
164
SEM Spectrum details
Project New project Spectrum name Spectrum 1
Electron Image Image Width: 3.290 mm
Acquisition conditions Acquisition time (s) 6.0 Process time 5
Universitas Sumatera Utara
165
Accelerating voltage (kV) 5.0
Quantification Settings Quantification method All elements (normalised)
Coating element None
Summary results Element Weight % Weight % σ Atomic %
Carbon 36.329 7.689 44.447
Nitrogen 19.279 9.886 20.226
Oxygen 34.131 7.497 31.349
Sulfur 2.354 1.807 1.079
Calcium 7.907 12.770 2.899
Universitas Sumatera Utara
166
SEM H5 Spectrum details
Project New project Spectrum name Spectrum 1
Electron Image Image Width: 3.290 mm
Acquisition conditions Acquisition time (s) 6.0 Process time 5
Accelerating voltage (kV) 5.0
Quantification Settings Quantification method All elements (normalised)
Coating element None
Summary results Element Weight % Weight % σ Atomic %
Carbon 49.909 15.930 57.322
Nitrogen 13.695 18.483 13.488
Oxygen 31.507 11.447 27.166
Universitas Sumatera Utara
167
Sulfur 3.967 3.293 1.707
Calcium 0.922 19.567 0.317
SEM H7 Spectrum details
Project New project Spectrum name Spectrum 1
Electron Image Image Width: 3.290 mm
Universitas Sumatera Utara
168
Acquisition conditions Acquisition time (s) 6.0 Process time 5
Accelerating voltage (kV) 5.0
Quantification Settings Quantification method All elements (normalised)
Coating element None
Summary results Element Weight % Weight % σ Atomic %
Carbon 53.289 13.276 61.541
Nitrogen 4.915 17.122 4.867
Oxygen 36.326 9.694 31.495
Sulfur 2.357 1.731 1.020
Calcium 3.113 14.100 1.077
Universitas Sumatera Utara
169
SEM H14 Spectrum details
Project New project Spectrum name Spectrum 1
Electron Image Image Width: 3.290 mm
Acquisition conditions Acquisition time (s) 6.0 Process time 5
Accelerating voltage (kV) 5.0
Quantification Settings Quantification method All elements (normalised)
Coating element None
Summary results Element Weight % Weight % σ Atomic %
Carbon 48.299 7.990 58.159
Nitrogen 10.996 9.910 11.354
Oxygen 28.688 5.539 25.934
Sulfur 2.407 2.025 1.086
Calcium 9.610 9.069 3.468
Universitas Sumatera Utara
170
SEM CONTROL POSITIVE Spectrum details
Project New project Spectrum name Spectrum 1
Electron Image Image Width: 3.290 mm
Acquisition conditions Acquisition time (s) 6.0 Process time 5
Universitas Sumatera Utara
171
Accelerating voltage (kV) 5.0
Quantification Settings Quantification method All elements (normalised)
Coating element None
Summary results Element Weight % Weight % σ Atomic %
Carbon 57.541 9.931 65.423
Nitrogen 10.111 12.263 9.858
Oxygen 26.478 5.795 22.601
Sulfur 1.380 1.330 0.588
Calcium 4.489 7.792 1.530
Universitas Sumatera Utara
172
SEM CONTROL NEGATIVE Spectrum details
Project New project Spectrum name Spectrum 1
Electron Image Image Width: 3.290 mm
Acquisition conditions Acquisition time (s) 6.0 Process time 5
Accelerating voltage (kV) 5.0
Quantification Settings Quantification method All elements (normalised)
Coating element None
Summary results Element Weight % Weight % σ Atomic %
Carbon 52.450 14.381 58.791
Nitrogen 21.750 14.366 20.906
Oxygen 22.855 8.068 19.232
Sulfur 0.972 2.561 0.408
Calcium 1.973 18.374 0.663
Universitas Sumatera Utara
173
Pelacakan MMP-8 dan TGF-β
Title
Protocol
Date/Time ########
Technician
Plate ID
Unit
Reader Setup Endpoint Single 520.0nm Mix off Temp 22.9
Reader Model # xMark
Reader Serial # 10205
Reader Version
# 2.02.05
Comments
Data Analysis Report:
Sample ID Well Replicates Mean Conc
SD
(Conc)
Universitas Sumatera Utara
174
S01 A1 0.115 0.118 ( * ) ( * )
A2 0.120
A3 0.118
S02 A4 0.127 0.141 ( * ) ( * )
A5 0.148
A6 0.149
S03 A7 0.158 0.170 ( * ) ( * )
A8 0.166
A9 0.186
S04 A10 0.142 0.139 ( * ) ( * )
A11 0.162
A12 0.113
S05 B1 0.210 0.159 ( * ) ( * )
B2 0.138
B3 0.130
S06 B4 0.194 0.147 ( * ) ( * )
B5 0.112
B6 0.136
S07 B7 0.121 0.119 ( * ) ( * )
B8 0.115
B9 0.122
S08 B10 0.152 0.151 ( * ) ( * )
B11 0.154
B12 0.147
S09 C1 0.124 0.119 ( * ) ( * )
C2 0.125
C3 0.109
S10 C4 0.106 0.121 ( * ) ( * )
C5 0.112
C6 0.146
S11 C7 0.149 0.163 ( * ) ( * )
C8 0.197
C9 0.143
S12 C10 0.139 0.135 ( * ) ( * )
C11 0.147
C12 0.118
S13 D1 0.160 0.152 ( * ) ( * )
D2 0.151
D3 0.145
S14 D4 0.148 0.119 ( * ) ( * )
D5 0.102
Universitas Sumatera Utara
175
D6 0.106
S15 D7 0.119 0.127 ( * ) ( * )
D8 0.130
D9 0.133
S16 D10 0.167 0.172 ( * ) ( * )
D11 0.169
D12 0.179
S17 E1 0.110 0.114 ( * ) ( * )
E2 0.114
E3 0.118
S18 E4 0.174 0.175 ( * ) ( * )
E5 0.137
E6 0.214
S19 E7 0.168 0.244 ( * ) ( * )
E8 0.429
E9 0.134
S20 E10 0.121 0.150 ( * ) ( * )
E11 0.157
E12 0.171
Title
Protocol
Date/Time ########
Technician
Plate ID
Unit
Reader Setup Endpoint Single 520.0nm Mix off Temp 23.0
Reader Model # xMark
Reader Serial # 10205
Reader Version
# 2.02.05
Comments
Data Analysis Report:
Sample ID Well Replicates Mean Conc
SD
(Conc)
S01 A1 0.244 0.228 ( * ) ( * )
Universitas Sumatera Utara
176
A2 0.229
A3 0.210
S02 A4 0.160 0.210 ( * ) ( * )
A5 0.266
A6 0.205
S03 A7 0.389 0.331 ( * ) ( * )
A8 0.253
A9 0.350
S04 A10 0.258 0.234 ( * ) ( * )
A11 0.224
A12 0.219
S05 B1 0.403 0.310 ( * ) ( * )
B2 0.312
B3 0.216
S06 B4 0.407 0.318 ( * ) ( * )
B5 0.254
B6 0.293
S07 B7 0.194 0.204 ( * ) ( * )
B8 0.213
B9 0.204
S08 B10 0.284 0.262 ( * ) ( * )
B11 0.224
B12 0.278
S09 C1 0.283 0.256 ( * ) ( * )
C2 0.280
C3 0.205
S10 C4 0.229 0.257 ( * ) ( * )
C5 0.290
C6 0.251
S11 C7 0.239 0.250 ( * ) ( * )
C8 0.255
C9 0.255
S12 C10 0.300 0.282 ( * ) ( * )
C11 0.259
C12 0.288
S13 D1 0.419 0.332 ( * ) ( * )
D2 0.395
D3 0.182
S14 D4 0.286 0.313 ( * ) ( * )
D5 0.339
D6 0.314
Universitas Sumatera Utara
177
S15 D7 0.259 0.329 ( * ) ( * )
D8 0.313
D9 0.415
S16 D10 0.227 0.278 ( * ) ( * )
D11 0.339
D12 0.268
S17 E1 0.312 0.288 ( * ) ( * )
E2 0.225
E3 0.327
S18 E4 0.333 0.313 ( * ) ( * )
E5 0.356
E6 0.249
S19 E7 0.357 0.335 ( * ) ( * )
E8 0.388
E9 0.261
S20 E10 0.307 0.370 ( * ) ( * )
E11 0.403
E12 0.399
Title
Protocol
Date/Time ########
Technician
Plate ID
Unit
Reader Setup Endpoint Single 520.0nm Mix off Temp 22.9
Reader Model # xMark
Reader Serial # 10205
Reader Version
# 2.02.05
Comments
Data Analysis Report:
Sample ID Well Replicates Mean Conc
SD
(Conc)
S01 A1 0.555 0.277 ( * ) ( * )
A2 0.160
Universitas Sumatera Utara
178
A3 0.116
S02 A4 0.082 0.086 ( * ) ( * )
A5 0.064
A6 0.111
S03 A7 0.092 0.111 ( * ) ( * )
A8 0.148
A9 0.093
S04 A10 0.135 0.096 ( * ) ( * )
A11 0.081
A12 0.073
S05 B1 0.112 0.099 ( * ) ( * )
B2 0.099
B3 0.085
S06 B4 0.128 0.104 ( * ) ( * )
B5 0.094
B6 0.091
S07 B7 0.090 0.089 ( * ) ( * )
B8 0.099
B9 0.079
S08 B10 0.088 0.093 ( * ) ( * )
B11 0.108
B12 0.084
S09 C1 0.098 0.118 ( * ) ( * )
C2 0.109
C3 0.146
S10 C4 0.071 0.101 ( * ) ( * )
C5 0.088
C6 0.143
S11 C7 0.127 0.105 ( * ) ( * )
C8 0.127
C9 0.060
S12 C10 0.119 0.118 ( * ) ( * )
C11 0.108
C12 0.128
S13 D1 0.121 0.152 ( * ) ( * )
D2 0.121
D3 0.214
S14 D4 0.246 0.150 ( * ) ( * )
D5 0.099
D6 0.105
S15 D7 0.152 0.149 ( * ) ( * )
Universitas Sumatera Utara
179
D8 0.133
D9 0.163
S16 D10 0.048 0.084 ( * ) ( * )
D11 0.109
D12 0.096
S17 E1 0.112 0.114 ( * ) ( * )
E2 0.140
E3 0.089
S18 E4 0.116 0.123 ( * ) ( * )
E5 0.147
E6 0.105
S19 E7 0.157 0.125 ( * ) ( * )
E8 0.102
E9 0.117
S20 E10 0.099 0.121 ( * ) ( * )
E11 0.120
E12 0.143
Title
Protocol
Date/Time ########
Technician
Plate ID
Unit
Reader Setup Endpoint Single 520.0nm Mix off Temp 22.9
Reader Model # xMark
Reader Serial # 10205
Reader Version
# 2.02.05
Comments
Data Analysis Report:
Sample ID Well Replicates Mean Conc
SD
(Conc)
S01 A1 0.041 0.042 ( * ) ( * )
A2 0.042
A3 0.042
Universitas Sumatera Utara
180
S02 A4 0.040 0.043 ( * ) ( * )
A5 0.040
A6 0.048
S03 A7 0.042 0.046 ( * ) ( * )
A8 0.041
A9 0.055
S04 A10 0.068 0.050 ( * ) ( * )
A11 0.042
A12 0.039
S05 B1 0.042 0.042 ( * ) ( * )
B2 0.043
B3 0.042
S06 B4 0.047 0.043 ( * ) ( * )
B5 0.039
B6 0.044
S07 B7 0.043 0.043 ( * ) ( * )
B8 0.042
B9 0.043
S08 B10 0.046 0.043 ( * ) ( * )
B11 0.040
B12 0.042
S09 C1 0.047 0.050 ( * ) ( * )
C2 0.053
C3 0.049
S10 C4 0.043 0.045 ( * ) ( * )
C5 0.043
C6 0.049
S11 C7 0.042 0.045 ( * ) ( * )
C8 0.052
C9 0.041
S12 C10 0.050 0.045 ( * ) ( * )
C11 0.042
C12 0.043
S13 D1 0.046 0.047 ( * ) ( * )
D2 0.050
D3 0.046
S14 D4 0.047 0.044 ( * ) ( * )
D5 0.043
D6 0.043
S15 D7 0.040 0.041 ( * ) ( * )
D8 0.042
Universitas Sumatera Utara
181
D9 0.040
S16 D10 0.042 0.044 ( * ) ( * )
D11 0.043
D12 0.046
S17 E1 0.045 0.045 ( * ) ( * )
E2 0.045
E3 0.045
S18 E4 0.044 0.045 ( * ) ( * )
E5 0.042
E6 0.048
S19 E7 0.040 0.044 ( * ) ( * )
E8 0.049
E9 0.043
S20 E10 0.043 0.045 ( * ) ( * )
E11 0.044
E12 0.048
Universitas Sumatera Utara
Recommended