Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
LANDASAN TEORI
1. WAKTU BELAJAR
1.1 Pengertian
The Liang Gie (2007:72) mengatakan secara sederhana dapatlah dirumuskan
pengertian waktu sebagai kesempatan langgeng yang tersedia dalam alam semesta untuk
manusia berprestasi.
1.2 Langkah Menggunakan waktu
1.2.1 Langkah menggunakan waktu menurut The Liang Gie
Setiap mahasiswa perlu memiliki keterampilan dalam mengelola waktu yang dimiliki
untuk keperluan belajar, langkahyang perlu ditempuh menurut The Liang Gie (2007:71)
yaitu melakukan pengelompokkan dan penjatahan waktu untuk belajar, dari waktu 24
jam sehari yang dmiliki dapat ditentukan penjatahannya seperti 8 jam untuk tidur, 3 jam
untuk memelihara diri (makan, kebersihan, kesehatan), 2 jam untuk keperluan pribadi da
urusan kemasyarakatan, dan 11 jam untuk khusus belajar. Maka belau juga mengatakan
setiap mahasiswa sebaikknya belajar lebih lama 1 jam setiap hari waktu 1 jam ini dapat
diambil atau dihemat diwaktu istirahat atau kegiatan lain. Waktu ini dapat digunakan
untuk membaca buku, literature maupun yang lain, browsing yang berguna memperluas
pengetahuan.
1.2.2 Langkah menggunakan waktu menurut Edwinn C.Bliss dalam Hidayat Setyawan
Menurut Edwinn C.Bliss dalam Hidayat Setyawan (1994 :28) teknik menggunakan
waktu secara efektif yang paling banyak menolong:
1.2.2.1 Buatlah rencana
Setelah mengetahui pentingnya waktu, maka perlu perencanaan dalam
penggunaannya, jika tidak demikian akan terdapat kegiatan lain yang tidak mendesak
dan kebetulan. Jangan biarkan kegiatan mendesak bahkan menggeser jadual belajar.
Awalilah hari dengan membuat jadual yang umum dengan penekanan pada hal yang
ingin dipelajari, misalnya pengantar pendidikan, matematika, makro dan lain-lain.
Hari berikutnya belajar profesi pendidikan, bahasa inggris dan lain-lain.
Para penemu, seniman dan orang-orang sukses tidaklah mempunyai karya yang
secara kebetulan, melainkan dengan persiapan yang matang sebelumnya. Demikian
pula dalam belajar menghargai waktu, hendaknya membiasakan diri merencanakan
belajar, jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai cita-cia.
1.2.2.2 Jangan menunda
Kebiasaan menunda pekerjaan akan berakibat fatal. Mestinya bisa terselesaikan
dan waktu bisa digunakan untuk kegiatan lainnya, tetapi gara-gara menunda
bergesernya waktu percuma. William James dalam bukunya principles of psychology,
memberikan petunjuk sebaagai berikut: 1) putuskan untuk mulai bekerja, termasuk
belajar. Langkah ini dengan seketika akan sangat baik untuk menggerakkan motivasi.
2) jangan berbuat terlalu banyak dan cepat. Apapun alasannya, menunda suatu
pekerjaan termasuk pengunduran waktu dari rencana semula.
1.2.2.3 Beristirahat secukupnya
Belajar dalam waktu lama tanpa istirahat bukanlah penggunaan waktu yang
efektif. Energy makin menurun, kebosanan makin memhubungani dan ketegangan
makin terkumpul. Tidak boleh menganggap istirahat sebagai penggunaan waktu yang
sia-sia. Istirahat dapat memberikan kesegaran untuk meningkatkan efektifitas, juga
mengendurkan ketegangan sehingga baik bagi kesehatan. Apapun yang menambah
kesehatan merupakan pemanfaatan waktu yang baik, asal saja istirahat yang tidak
berlebih-lebihan.
1.2.2.4 Janganlah menjadi sempurna yang berlebihan
Sangat penting untuk menyadari perbedaan antara rajin belajar dan belajar secara
memforsir diri kelewat batas. Belajar adalah usaha yang memakan waktu lama.
Janganlah habis-habisan seolah tidak ada hari esok, akibatnya fisik akan melemah
bahkan sakit. Banyak mahasiswa yang mengejar kesempurnaan. Cita-cita atau
idealismenya sangat kuat sehingga mati-matian untuk memperolehnya dengan
sempurna, inilah yang disebut perfeksionis. Orang yang berusaha keras untuk
mencapai kesempurnaan akan merasa dikejar-kejar, dan merasa takut menghadapi
kegagalan. Perfeksionisme yang berlebihan bukan hanya tidak sehat, tetapi juga
menimbulkan kekacauan juwa seperti merasa tertekan, gelisah dan merugikan diri
sendiri.
1.2.3 Langkah mengatur waktu belajar menurut Hadiyatno dimuat dalam kompas.com
Mahasiswa dianggap telah dewasa dan bertanggungjawab untuk mengatur waktu
dan keuangannya sendiri. Terlalu banyak waktu untuk belajar sama buruknya dengan
terlalu banyak waktu untuk bermain. Jadi perlu pengaturan kombinasi yang
proporsional. Langkah berikut dapat membantu unttuk mengatur waktu dengan baik:
1.2.3.1 Ketahui waktu aktivitas rutin
Untuk mulai mengatur waktu, perlu diketahui terlebih dulu alokasi waktu dan sisa
waktu yang tersisa. Survei waktu personal akan membantu untuk memperkirakan
waktu yang biasa dihabiskan untuk aktivitas rutin. Untuk memperoleh perkiraan yang
akurat, harus menelusuri waktu yang dihabiskan dalam sepekan. Caranya, perkirakan
waktu yang dihabiskan untuk setiap aktivitas per hari, lalu kalilah dengan tujuh untuk
mendapatkan total aktivitas rutin dalam sepekan. Setelah itu, kurangkan dengan 168,
total jam dalam sepekan. Sisa waktu ini adalah waktu-waktu yang harus dialokasikan
untuk belajar.
…. X 7 = …. Waktu tidur
…. X 7 = …. Waktu mandi dan berdandan
…. X 7 = …. Waktu makan termasuk persiapannya
…. X 7 = …. Waktu jalan-jalan pada hari kerja
…. X 7 = …. Waktu jalan-jalan pada akhir pekan
…. X 7 = …. Waktu untuk sesi khusus, seperti beribadah
…. X 7 = …. Waktu untuk mengerjakan tugas
…. X 7 = …. Waktu untuk bekerja
…. X 7 = …. Waktu untuk kuliah
…. X 7 = …. Waktu rata-rata waktu untuk bersosialisasi
TOTAL = ….
Sisa waktu: 168 jam – (total)= ….
1.2.3.2 Formula jam belajar
Untuk mencapai nilai yang baik, tentu perlu mengalokasikan waktu belajar setiap
pekan dengan baik pula. Gunakan aturan praktis, seperti belajar dua jam per pekan
untuk mata kuliah yang mudah, tiga jam di kelas untuk kelas mata kuliah yang lebih
sulit dan empat jam untuk kelas mata kuliah yang sulit. Misalnya, mata kuliah
kalkulus ditetapkan sebagai kelas sulit sehingga perlu 12 jam dalam sepekan untuk
mempelajarinya secara khusus. Jika perlu, mengalokasikan lebih banyak jam bisa
dilakukan.
…. X 2 = …. Jam belajar mata kuliah yang mudah
…. X 3 = …. Jam belajar mata kuliah yang lebih sulit
…. X 4 = …. Jam belajar mata kuliah yang paling sulit
TOTAL = ….
Bandingkan jumlah jam yang didapatkan di sini dengan hasil survei sebelumnya.
Ini waktu dimana banyak mahasiswa akan sedikit stres. Namun, yakinkan diri bahwa
tak perlu cemas. Ini bukan sekadar soal kuantitas waktu belajar, namun juga
menentukan kualitas. Cobalah selama seminggu dan buat penyesuaian yang
diperlukan.
1.2.3.3 Jadwal Harian
Banyak metode yang dapat disesuaikan dengan kepribadian Anda, bisa berupa
buku catatan, poster yang ditempel ke dinding kamar Anda atau cuma kartu 3x5 cm.
Setelah Anda menentukannya, mulailah dengan memasukkan jadwal utama, seperti
kelas kuliah, bekerja, makan, dan sebagainya. Lalu masukkan jadwal belajar Anda
seperti yang sudah Anda rumuskan di poin 2. Aturlah agar Anda belajar pada jam-jam
saat Anda masih bersemangat. Jadwalkan istirahat selama 10 menit dalam setiap
jamnya.
1.2.3.4 Tak Perlu Perfeksionis
Mencoba untuk menjadi orang yang perfeksionis hanya akan membawa Anda
pada keterpurukan. Tak ada orang yang sempurna. Tugas-tugas yang sulit biasanya
http://ads6.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?oaparams=2__bannerid=10555__zoneid=1473__cb=%7Brandom%7D__oadest=http://gramedia.com/http://ads6.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?oaparams=2__bannerid=10555__zoneid=1473__cb=%7Brandom%7D__oadest=http://gramedia.com/
dihindari dan ditunda. Anda perlu menetapkan tujuan yang harus dicapai, tetapi juga
perlu tantangan.
1.2.3.5 Belajar Untuk Berkata “Tidak”
Sebagai contoh, seorang teman ingin mengajak Anda menonton film malam ini.
Padahal Anda sudah menjadwalkan besok waktunya bersosialiasi dan malam ini
Anda harus belajar dan mencuci pakaian. Anda sebenarnya tidak tertarik. Anda ingin
mengatakan tidak, namun Anda tidak suka mengecewakan orang lain. Mengatakan
"tidak" dengan sopan harus menjadi kebiasaan. Berani berkata "tidak" membuat Anda
bebas menggunakan waktu untuk hal-hal yang penting.
1.2.3.6 Belajar Menetapkan Prioritas
Prioritaskan tanggung jawab dan janji Anda. Banyak orang tidak tahu cara
memprioritaskan sesuatu dan mudah menunda-nunda pekerjaan. Salah satu metode
yang bisa membantu Anda adalah daftar ABC. Tempatkan hal-hal yang harus
dilakukan hari itu juga dalam kelompok A. Sementara hal-hal yang bisa diselesaikan
dalam seminggu bisa dimasukkan dalam kelompok B, hal-hal yang bisa dilakukan
dalam waktu sebulan dimasukkan saja ke dalam kelompok C.
1.2.3.7 Mengombinasikan lebih dari satu aktivitas
Salah satu metode yang bisa membantu Anda adalah daftar ABC. Tempatkan hal-
hal yang harus dilakukan hari itu juga dalam kelompok A. Sementara hal-hal yang
bisa diselesaikan dalam seminggu bisa dimasukkan dalam kelompok B, hal-hal yang
bisa dilakukan dalam waktu sebulan dimasukkan saja ke dalam kelompok C.
1.2.3.8 Kesimpulan
Setelah menetapkan dan mematuhi jadwal menjadi kebiasaan, Anda akan
menyesuaikan diri. Jujurlah pada diri sendiri dalam membuat dan menaatinya. Lebih
mudah untuk melakukan sesuatu dengan waktu tersisa daripada mencari waktu ekstra
untuk melakukan sesuatu.
2. MOTIVASI
Huitt, W. (2001) mengatakan motivasi adalah suatu kondisi atau status internal
(kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang
mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif bertindak dalam rangka mencapai suatu
tujuan. Jadi ada tiga kata kunci tentang pengertian motivasi menurut Huitt, yaitu: (1)
kondisi atau status internal itu mengaktifkan dan memberi arah pada perilaku seseorang;
(2) keinginan yang memberi tenaga dan mengarahkan perilaku seseorang untuk mencapai
suatu tujuan; (3) tingkat kebutuhan dan keinginan akan berhubungan dengan intensitas
perilaku seseorang. Suhaenah Suparno (2001:100) mengemukakan motivasi merupakan
keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu.
Dalam belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat
lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut. Pengertian motivasi yang
lebih lengkap menurut Sudarwan Danim (2004 : 2) motivasi diartikan sebagai kekuatan,
dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong
seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa
yang dikehendakinya. Motivasi paling tidak memuat tiga unsur esensial, yakni : (1) faktor
pendorong atau pembangkit motif, baik internal maupun eksternal; (2) tujuan yang ingin
dicapai; (3) strategi yang diperlukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan
tersebut.
2.1 Teori Motivasi
2.1.1 Teori Motivasi dari Maslow
Sehubungan dengan motivasi, Maslow menyusun suatu teori tentang kebutuhan
manusia yang bersifat hierarkis, dan dikelompokkan menjadi lima tingkat, yaitu:
physiological needs, safety needs, belongingness and love needs, esteem needs, and need
for self-actualiztion (Maslow, 1970) dalam Mulyasa (2009:59).
2.1.2 kebutuhan fisiologis (physiological needs)
dari sekian banyak kebutuhan manusia, terdapat kebutuhan utama yang dikenal
dengan istilah kebutuhan dasar. Kebutuhan ini paling rendah tingkatannya dan
memerlukan pemenuhan yang paling mendesak, seperti udara untuk bernafas, makanan
dan minuman
2.1.3 kebutuhan rasa aman (safety needs)
kebutuhan pada tingkat kedua setelah kebutuhan fisoilogis terpenuhi ini merupakan
suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman, kepastian
dan keteraturan dari lingkungannya, seperti kebutuhaan akan pakaian, tempat tinggal, dan
perlindungan atas tindakan sewenang-wenang.
2.1.4 kebutuhan kasih sayang (belongingness and love needs)
kebutuhan ini mendorong setiap orang untuk mengadakan hubungan afektif atau
ikatan emosional dengan orang lain, baik dengan sesama ataupun lain jenis di lingkungan
keluarga maupun masyarakat, seperti rasa disayangi dan menyayangi, dditerima dan
dibutuhkan orang lain.
2.1.5 kebutuhan akan rasa harga diri (esteem needs)
kebutuhan akan rasa harga diri terdiri daridua, yang pertama adalah penghormatan
atau penghargaan dari dirisendiri, dan yang kedua adalah penghargaan dari orang lain.
Seperti keinginan untuk memiliki kekuatan pribadi dan mendapatkan penghargaan atas
prestasi yang diraih. Kebutuhan ini juga mencakup hasrat ayau keinginan untuk berfikir
keras mengenai diri sendiri (self esteem), keinginan supaya orang lain peduli akan
dirinya, ingin agar oranglain peduli pada dirinya, maupun sebaliknya. Karena
penghargaan adalah apa yang membuat kita merasa yakin dan berguna, tanpa
penghargaan ini kita merasa rendah dan tidak berguna, Mulyasa (2009:60).
2.1.6 kebutuhan akan aktualisasi diri (need for self-actualiztion)
kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang menempati tingkatan jenjang hierarki yang
paling tinggi dan akan muncul bila kebutuhan yang telah dijelaskan sebelumnya telah
terpenuhi. Aktualisasi diri merupakan realisasi potensi yang dimiliki, yaitu latihan untuk
menyalurkan bakat setiap individu atau dalam hal ini mahasiswa hingga mencapai batas
maksimal. Sebagian besar orang tidak memiliki atau mencapai kebutuhan ini, sebab
mereka tidak pernah secara maksimal mampu memenuhi kebutuhan pada tingkatan
sebelumnya misalnya kebutuhan akan cinta dan penghargaan. Amnesia dalam hidupnya
berusaha untuk memenuhi semua kebutuhannya mulai dari jenjang paling bawah, paling
dasar yaitu kebutuhan fisiologis, dan berlanjut pada tingkatan berikutnya setelah yang ini
terpenuhi begitu terus. Namun tidak terjadi sama apabila menurun misalnya karena salah
satu jenjang kebutuhan tidak terpenuhi salah satu, penurunan tidak terjadi dalam satu
tingkat saja tetapi dapat beberapa tingkatan sekaligus.
2.2 Teori Maslow dapat digunakan sebagai pegangan untuk melihat dan mengerti mengapa
dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pembelajaran
2.2.1 peserta didik yang lapar, sakit atau kondisi fisiknya tidak baik tidak memiliki
motivasi untuk belajar
2.2.2 peserta didik lebih senang belajar dalam suasana yang menyenangkan
2.2.3 peserta didik yang merasa disenangi, diterima oleh teman atau kelompoknya akan
memiliki minat belajar yang lebih dibanding dengan peserta didik yang diabaikan
atau dikucilkan
2.2.4 keinginan peserta didik untuk mengetahui dan memahami sesuatu tidak selalu sama
2.3 Cara Membangkitkan Motivasi Belajar
Terdapat beberapa prinsip yang dapat diterapkan untuk meningkatkan semangat
belajar peserta didik menurut Mulyasa (2009:62)
2.3.1 Peserta didik akan belajar lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik dan
berguna bagi dirinya
2.3.2 Tujuan pembelajaran harus disusun dengan jelas dan diinformasikan kepada peserta
didik sehingga mereka mengetahui tujuan belajar
2.3.3 Peserta didik harus selalu diberitahu tentang kompetensi dan hasil belajarnya
2.3.4 Pemberian pujian dan hadiah lebih baik dari pada hukuman, namun sewaktu-waktu
hukuman juga diperlukan
2.3.5 Manfaatkan sikap, cita-cita rasa ingin tahu dan ambisi peserta didik
2.3.6 Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual eserta didik, misalnya
perbadaan kemampuan, latar belakang dan sikap
2.3.7 Usahakan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan jalan memperhatikan
kondisi fisik, memberikan rasa aman, menunjukkan bahwa guru memperhatikan
mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga memperoleh
kepuasan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah
keberhasilan sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri.
2.4 Fungsi Motivasi
Ada tiga fungsi motivasi menurut Hamalik (2003: 16) yaitu sebagai berikut :
1) Mendorong timbulnya kelakuan atau sesuatu perbuatan. Tanpa motivasi maka
tidak akan timbul suatu perbuatan seperti belajar.
2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah artinya menggerakkan perbuatan kearah
pencapaian tujuan yang diinginkannya.
3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin, besar kecilnya
motivasi akan menentukan sepat atau lambannya pekerjaan.
Syaodih (dalam Riduwan, 2005 : 200) menyatakan fungsi dari motivasi adalah:
1) Mendorong anak dalam melaksanakan sesuatu aktivitas dan tindakan
2) Dapat menentukan arah perbuatan seseorang
3) Motivasi berfungsi dalam menyeleksi jenis-jenis perbuatan dan aktivitas
seseorang.
Aspek motivasi dalam keseluruhan proses belajar mengajar sangat penting, karena
motivasi dapat mendorong siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang
berhubungan dengan kegiatan belajar. Motivasi dapat memberikan semangat kepada
siswa dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan memberi petunjuk atas perbuatan yang
dilakukannya. Maka harus dilakukan suatu upaya agar siswa memiliki motivasi belajar
yang tinggi. Dengan demikian siswa yang bersangkutan dapat mencapai hasil belajar
yang optimal.
3. Peranan Motivasi dalam Belajar
Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadinya suatu perbuatan atau
tindakan. Perbuatan belajar pada siswa terjadi karena adanya motivasi untuk melakukan
perbuatan belajar. Motivasi dipandang berperan dalam belajar karena motivasi
mengandung nilai-nilai sebagai berikut :
1) Motivasi menentukan tingkat berhasil atau kegagalan perbuatan belajar siswa.
Belajar tanpa motivasi kiranya sulit untuk berhasil.
2) Pengajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang dimiliki oleh siswa.
3) Pengajaran yang bermotivasi membentuk aktivitas dan imaginitas pada guru untuk
berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang sesuai dan serasi guna
membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Guru senantiasa berusaha
agar siswa-siswa pada akhirnya memiliki (self motivation) yang baik.
4) Berhasil atau tidak berhasilnya dalam membangkitkan penggunaan motivasi
dalam pengajaran sangat erat hubungan dengan aturan disiplin dalam kelas.
Ketidakberhasilan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin dalam
kelas.
5) Azas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral dari asas-asas mengajar.
Penggunaan motivasi dalam mengajar bukan saja melengkapi prosedur mengajar,
tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran yang efektif. Demikian
pengajaran yang berasaskan motivasi adalah sangat penting dalam proses belajar
dan mengajar.
Siswa dalam belajar hendaknya merasakan adanya kebutuhan psikologis yang
normatif. Siswa yang termotivasi dalam belajarnya dapat dilihat dari karakteristik tingkah
laku yang menyangkut minat, ketajaman, perhatian, konsentrasi, dan ketekunan. Siswa
yang memiliki motivasi rendah dalam belajarnya menampakkan keengganan, cepat
bosan, dan berusaha menghindar dari kegiatan belajar. Disimpulkan bahwa motivasi
menentukan tingkat berrhasil tidaknya kegiatan belajar siswa. Motivasi menjadi salah
satu faktor yang menentukan belajar yang efektif.
4. Faktor-Faktor Yang Memhubungani Motivasi Belajar
Tugas guru (Ishak, 2008 : 6) adalah membangkitkan motivasi anak didik sehingga
ia mau melakukan belajar. Dapat timbul dari dalam diri individu dan dapat pula timbul
akibat hubungan dari luar dirinya. Hal ini akan diuraikan sebagai berikut :
1. Motivasi Instrinsik .
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada
paksaan dan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri, misalnya siswa
belajar karena ingin mengetahui seluk beluk suatu masalah selengkap-lengkapnya,
ingin menjadi orang yang terdidik, semua keinginan itu berpangkal pada penghayatan
kebutuhan dari siswa berdaya upaya, melalui kegiatan belajar untuk memenuhi
kebutuhan itu. Namun sekarang kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi dengan belajar
giat, tidak ada cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli, lain belajar. Biasanya
kegiatan belajar disertai dengan minat dan perasaan senang.
2. Motivasi Ekstrinsik .
Jenis motivasi ini timbul akibat hubungan dari luar individu, apakah karena ajakan,
suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian
akhirnya ia mau belajar. Motivasi belajar selalu berpangkal pada suatu kebutuhan
yang dihayati oleh orangnya sendiri, walaupun orang lain memegang peran dalam
menimbulkan motivasi itu, yang khas dalam motivasi ekstrisik bukanlah ada atau
tidak adanya hubungan dari luar, melainkan apakah kebutuhan yang ingin dipenuhi
pada dasarnya hanya dapat dipenuhi dengan cara lain. Dalam upaya meningkatkan
motivasi siswa, guru mempunyai peran penting dalam keberhasilan belajar siswa,
beberapa peran itu antara lain :
1) Mengenal setiap siswa yang diajarkan secara pribadi.
2) Mampu memperlihatkan interaksi yang menyenangkan, interaksi yang
menyenangkan ini akan menimbulkan suasana aman dalam kelas.
3) Menguasai berbagai methode dan teknik mengajar dan menggunakan secara
tepat.
4) Menjaga suasana kelas supaya para siswa terhindari konflik dan frustasi.
5) Memperlakukan siswa sesuai dengan keadaan dan kemampuan.
5. Indikator Motivasi Belajar Siswa
Motivasi yang terdapat pada masing-masing individu, beragam kekuatannya.
Kekuatan tersebut dapat berubah-ubah sepanjang waktu, kadang menguat, kadang
melemah. Ada motif yang begitu kuat sehingga menguasai motif-motif lainnya. Motif
yang paling kuat merupakan motif yang menjadi sebab utama tingah laku individu pada
waktu tertentu. Motif yang lemah hampir tidak mempunyai hubungan pada tingkah laku
individu. Motif yang kuat pada suatu saat akan menjadi sangat lemah karena ada motif
lain yang lebih kuat pada saat itu. Indikator motivasi Menurut Syamsuddin Makmun
(2004:40) antara lain: (1) durasinya kegiatan (berapa lama kemampuan penggunaan
waktunya untuk melakukan kegiatan), (2) frekuensinya kegiatan (berapa sering kegiatan
dilakukan dalam periode waktu tertentu), (3) presistensinya (ketepatannya dan
kelekaannya) pada tujuan kegiatan, (4) ketabahan, keuletan, dan kemampuannya dalam
menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan, (5) devosi (pengabdian)
dan pengorbanan (uang, tenaga pikiran, bahkan jiwanya atau nyawanya) untuk
mencapai tujuan, (6) tingkatan aspirasinya (maksud, rencana, cita-cita, sasaran atau
target dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan, (7) tingkatan
kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai dari kegiatannya (berapa
banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak), (8) arah sikapnya dengan sasaran
kegiatan (like orr dislike, positif atau negatif).
3. KOMPETENSI GURU
Menurut kamus umum bahasa Indonesia (WJS. Purwadarminta) kompetensi berarti
kewenangan kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar
kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan. Kata professional berasal
dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang
mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain
pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh
mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh
mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Sudjana,1988).
Berdasarkan PP 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen, yang termuat dalam bab II
disebutkan Pasal 2 Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat
Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan
oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi menurut Mulyasa
(2009:26) diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan
eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan serta memberikan perhatian
dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai
tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Kompetensi Guru tersebut meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi. Pengembangan keempat standar kompetensi
tersebut dalam Mulyasa (2009:28) perlu didasarkan pada (1) landasan konseptual,
landasan teoritik, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) landasan empirik
dan fenomena pendidikan yang ada, kondisi, strategi, dan hasil dilapangan, serta
kebutuhan stakeholders; (3) jabaran tugas dan fungsi guru: merancang, melaksanakan,
dan menilai pembelajaran serta mengembangkan pribadi peserta didik; (4) jabaran
indicator standar kompetensi, rumpun kompetensi, butir kompetensi, dan indicator
kompetensi; dan (5) pengalaman belajar dan asesmen sebagai tagihan konkret yang dapat
diukur dan diamati untuk setiap indicator kompetensi (Depdiknas, 2004).
1. Guru Sebagai Agen Pembelajaran
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 28, dikemukakan bahwa: pendidik
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Dalam penjelasan dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pendidik sebagai
agen pembelajaran (learning agent) adalah peran pendidik antara lain sebagai fasilitator,
motivator, pemacu maupun pemberi inspirasi.
1.1 Guru sebagai fasilitator
Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi
harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate
of learning) kepada seluruh peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam
suasana yang menyenagkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani
mengemukakan pendapat secara terbuka. Dalam Mulyasa (2009:54) sebagai
fasilitator, tugas guru yang paling utama adalah to facilitate of learning
(memberi kemudahan belajar), bukan hanya menceramahi, atau mengajar,
apalagi menghajar peserta didik, kita perlu guru yang demokratis, jujur dan
terbuka, serta siap dikritik oleh peserta didiknya. Selain itu sangat penting
pembelajaran terpadu, accelerated learning, moving class, konstruktivisme,
konstextual learning, quantum learning digunakan sebagai model pembelajaran
yang dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
Guru sebagai fasilitator sedikitnya harus memiliki 7 (tujuh) sikap seperti yang
diidentifikasikan Rogers (dalam Knowles, 1984) yang tercantum dalam Mulyasa
(2009:55) berikut ini
1.1.1 tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan
keyakinannya, atau kurang terbuka
1.1.2 dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang
aspirasi dan perasaannya
1.1.3 mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif
dan kreatif bahkan yang sulit sekalipun
1.1.4 lebih meningkatkan perhatiannya dengan hubungan dengan
peserta didik seperti halnya dengan bahan pembelajaran
1.1.5 dapat menerima balikan (feedback), baik yang sifatnya
positif maupun negative dan menerimanyaa sebagai
pandangan yang konstruktif dengan diri dan perilakunya.
1.1.6 Toleransi dengan kesalahan yang diperbuat peserta didik
selama proses pembelajaran
1.1.7 Menghargai prestasi peserta didik meskipun biasanya
mereka sudah tau prestasi yang dicapainya
1.2 Guru sebagai motivator
Menurut Mulyasa (2009:58) motivasi merupakan salah satu factor yang dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar dengan
sungguh-sungguh pabilaa memiliki mitivasi yang tinggi, oleh karena itu untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan
motivasi belajar peserta didik sehingga dapa mencapai tujuan pembelajaran.
guru Sebagai motivator Mulyasa (2009:59) mengatakan guru harus mampu
membangkitkan motivasi belajar, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut
1.2.1 peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki minat dan
perrhatian dengan pekerjaannya
1.2.2 memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti
1.2.3 memberikan penghargaan dengan hasil kerja dan prestasi
peserta didik
1.2.4 menggunakan hadiah dan hukuman secara efektif dan tepat
guna
1.2.5 memberikan penilaian dengan adil dan transparan
1.3 Guru sebagai pemacu
Guru sebagai pemacu belajar diharapkan dapat melipat gandakan kemampuan
daan potensi peserta didik dan membantunya untuk mengembangkannnya sesuai
dengan harapan dan cita-citanya di masa depan. Dalam Mulyasa (2009:65) guru
juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan
belajar bagi seluruh peserta didik agar dapat mengembangkan potensinya secara
optimal, dalam hal ini guru harus kreatif, profesionaldan menyenangkan dengan
memposisikan diri sebagai berikut
1.3.1 orang ua yang penuh kasih saying pada peserta didik
1.3.2 teman, tempat mengadu dan mengutarakan perasaan bagi
peserta didik
1.3.3 fasilitator selalu siap memberikan kemudahan dan melayani
peserta didik sesuai minat kemampuan dan bakatnya
1.3.4 memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk
dapt mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan
memberikan saran pemecahannya
1.3.5 memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggungjawab
1.3.6 membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan
dengan orang lain secara wajar
1.3.7 mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta
didik orang lain dan lingkungannya
1.3.8 mengembangkan kreatifitas
1.3.9 menjadi pembantu ketikadibutuhkan
1.4 Guru sebagai pemberi inspirasi
Guru sebagai pemberi inspirasi belajar harus mampu memerankan diri dan
memberikan inspirasi bagi peserta didik, dapat membangkitkan dan
mengembangkan berbagai gagasan, ide dan pemikiran baru, dengan berusaha
menciptakan lingkungan sekolah yang aman,nyaman, tertib, optimism dan
menjadai harapan dari seluruh warga sekolah sehingga tercipta kondisi beajar
yang menyenangkan tanpa menimbulkan kejenuhan dan kebosanan.
2. Kompetensi Paedagogik
Standar Nasional Pendidikan menjelaskan dalam pasal 28 ayat 3 dikemukakan bahwa
kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman dengan peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya. Matinis Yamin & Maisah (2010:9) Kompetensi
paedagogik meliputi pemahaman dengan peserta didik, perencanaan dan pelaksaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik
merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang
sekurang-kurangnya meliputi:
a. pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b. pemahaman dengan peserta didik;
c. pengembangan kurikulum atau silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f. pemanfaatan teknologi pembelajaran;
g. evaluasi hasil belajar; dan
h. pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
3. Kompetensi professional
Matinis Yamin & Maisah (2010:11) Kompetensi professional merupakan penguasaan
meteri pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan matteri
kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya,
serta penguasaan dengan struktur dan metodologi keilmuan. Kompetensi profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam menguasai
pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau seni dan budaya yang
diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a. materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi
program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampu;
b. konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan,
yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan atau kelompok mata pelajaran yang akan
diampu.
4. Kompetensi social
Matinis Yamin & Maisah (2010:12) Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi
sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian
dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: (a) berkomunikasi
lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan
informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta
didik; (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma
serta system nilai yang berlaku; dan (e) menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan
semangat kebersamaan.
5. Kompetensi kepribadian
Matinis Yamin & Maisah (2010:8) Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadaian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
berwibawa, menjadi teladan bagi perserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi
kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup
kepribadian yang beriman dan bertakwa; berakhlak mulia; arif dan bijaksana; demokratis;
mantap; berwibawa; stabil; dewasa; jujur; sportif; menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat; secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan mengembangkan diri
secara mandiri dan berkelanjutan.
6. PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan tidak ada yang persis sama dengan judul
penelitian ini, hanya yang menyangkut beberapa variabel, seperti misalnya waktu belajar
penelitian oleh Meranga (2004) menyatakan alokasi belajar mahasiswa Pendidikan
Ekonomi rendah, yang ditunjukkan dengan sebagian besar mahasiswa mengalokasikan
waktu belajarnya dibawah 100%, hasil ini senada dengan penelitian oleh Nurkhasanah
(2005) yang juga mengatakan efektifitas penggunaan waktu belajar mahasiswa
Pendidikan Ekonomi adalah rendah.
7. KERANGKA BERFIKIR
Kerangka berfikir menurut Purwanto (2007:81) adalah argumentasi dalam
merumuskan hipotesis yang merupakan jawaban yang bersifat sementara dengan
masalah yang diajukan. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat mengenai variabel –
variabel penelitian
7.1 Waktu belajar
waktu belajar merupakan jumlah jam/menit yang digunakan mahasiswa untuk belajar
baik secara mandiri atau belajar sendiri, membaca, mempelajari buku catatan atau
literatur, dan belajar secara terstruktur dengan ke perpustakaan atau browsing internet
mencari bahan pelajaran yang relevan serta belajar kelompok bersama teman-teman
dan mengerjakan tugas. Karena kompleksnya materi dan tugas yang sangat menyita
perhatian dibutuhkan waktu yang banyak pula untuk mengerjakan dan mengerti
materi. Idialnya, menurut sistem kredit semester yang dianut UKSW 1 sks berarti, 50
menit digunakan untuk perkuliahan, 60 menit diperlukan untuk belajar terstruktur dan
mandiri. Berarti untuk satu matakuliah tertentu dengan nilai 3 sks, mahasiswa harus
menghadiri kuliah selama 3 x 50 menit dan tidak cukup hanya menghadiri kuliah saja
diperlukan belajar mandiri 3 x 60 menit dan terstruktur 3 x 60 menit untuk dapat
benar-benar menguasai materi dan mengerjakan semua tugas yang diberikan.
7.2 Motivasi belajar
Motivasi kuliah merupakan dorongan semangat yang muncul dari dalam dan dari luar
individu untuk menghadiri kuliah dan belajar. Lebih dari sekedar menjalankan
kewajiban, tetapi menghadiri kuliah harus dapat dihayati secara mendalam dan
berdasarkan kesadaran mahasiswa menyadari pentingnya pendidikan. Maslow
menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia yang bersifat hierarkis, dan
dikelompokkan menjadi lima tingkat, yaitu: physiological needs, safety needs,
belongingness and love needs, esteem needs, and need for self-actualiztion (Maslow,
1970) dalam Mulyasa (2009:59). Untuk dapat memenuhi kebutuhan seperti halnya
yang dikatan oleh teori Maslow mahasiswa pada dasarnya memiliki tekad yang kuat,
motivasi yang tinggi untuk melaksanakan segala sesuatu khususnya belajar sehingga
dapat mencapai tujuan.
7.3 Kompetensi guru
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, yang kemudian
didukung oleh Permen nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik
dan kompetensi guru serta PPRI nomor 74 tahun 2008 tentang guru. Undang Undang
nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan bahwa seorang guru yang
profesional harus memenuhi berbagai kriteria, salah satunya mengharuskan
penguasaan empat kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian mencakup kepribadian
yang berimandan bertakwa, arif dan bijaksana, berakhlak mulia, jujur, berwibawa,
dan lain-lain, kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat, kompetensi paedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran peserta didik dan kompetensi profesional merupakan kemampuan guru
dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan teknologi dan senidan
budaya yang diampunya.
7.4 Hubungan penggunaan waktu belajar dan motivasi kuliah dengan penguasaan
kompetensi guru
Mahasiswa FKIP – UKSW untuk dapat menjadi guru professional seperti yang
saat ini sedang digalakkan perlu mempersiapkan diri sejak dini pada saat menempuh
pendidikan sehingga benar-benar siap menjadi guru. Menjadi guru bukan perkara
mudah setumpuk kompetensi harus dikuasai, untuk dapat menguasai kompetensi
tersebut pertama perlu adanya kesadaran dan tekad yang kuat untuk menjadi guru
atau profesi yang berhubungan dengan jurusan pendidikan saat ini. Kedua lebih dari
sekedar tekad, pada tahap merencanakan dan melaksanakan belajar agar dapat
menguasai materi dan aplikasinya dalam kehidupan dan dunia kerja, yang terlihat
melalui jumlah dan alokasi waktu yang digunakan untuk belajar.
Hubungan antar variabel pada penelitian ini diduga positif, yaitu jika waktu yang
digunakan untuk belajar tinggi, maka penguasaan kompetensi guru juga tinggi. Jika
motivasi kuliah tinggi maka penguasaan kompetensi guru juga tinggi pula. Diagram
kerangka berfikir penelitian ini dengan (X1) penggunaan waktu belajar, (X2) motivasi
belajar dan (Y) penguasaan kompetensi guru dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar 2.1
Kerangka pemikiran Hubungan penggunaan waktu belajar dan Motivasi Belajar dengan
Penguasaan Kompetensi Guru di Kalangan Mahasiswa FKIP UKSW Salatiga
Keterangan :
X1 = penggunaan waktu belajar
X2 = Motivasi Belajar
Y = Kompetensi Guru
8. HIPOTESIS PENELITIAN
Menurut Sugiyono (2010 : 96), hipotesis merupakan jawaban sementara dengan
rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Menurut Nyoman Kutha (2010:120) hipotesis adalah pernyataan
yang menunjukkan adanya kemungkinan hubungan tertentu antara dua atau lebih fakta
atau variabel. Dengan mengacu pada rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang
telah dibuat, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut :
Y
X2
X1
Hipotesis empirik
1. Ha = terdapat hubungan positif dan signifikan antara penggunaan waktu belajar
dengan penguasaan kompetensi guru di kalangan mahasiswa FKIP UKSW
Salatiga
2. H0 = tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara penggunaan waktu
belajar dengan penguasaan kompetensi guru di kalangan mahasiswa FKIP UKSW
Salatiga
3. Ha = terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi belajar dengan
penguasaan kompetensi guru di kalangan mahasiswa FKIP UKSW Salatiga
4. H0 = tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara motivasi belajar
dengan penguasaan kompetensi guru di kalangan mahasiswa FKIP UKSW
Salatiga
5. Ha = terdapat hubungan positif dan signifikan antara penggunaan waktu belajar
dan motivasi belajar dengan penguasaan kompetensi guru di kalangan mahasiswa
FKIP UKSW Salatiga
6. H0 = tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara penggunaan waktu
belajar dan motivasi belajar dengan penguasaan kompetensi guru di kalangan
mahasiswa FKIP UKSW Salatiga
Hipotesis statistik
1. H0 = r ρ X1Y117 = 0 α 0,05
2. Ha = r ρ X1Y117 > 0 α 0,05
3. H0 = r ρ X2Y117 = 0 α 0,05
4. Ha = r ρ X2Y117 > 0 α 0,05
5. H0 = r ρ X1X2Y117 = 0 α 0,05
6. Ha = r ρ X1X2Y117 > 0 α 0,05