136
Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155 JURNAL Perhotelan dan Pariwisata SUSUNAN PENGURUS JURNAL PERHOTELAN DAN PARIWISATA Penanggung jawab Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya Ketua Penyunting I Ketut Eli Sumerta Wakil Ketua Penyunting Herindyah Kartika Yuni Dewan Penyunting I Ketut Sutapa Wisnu Bawa Tarunajaya Nyoman Sudiarta Nengah Subadra Ni Luh Sayang Telagawati STIPAR Triatma Jaya STP Nusa Dua Bali STP Nusa Dua Bali Universitas Udayana STIPAR Triatma Jaya STIE Triatma Mulya Pemimpin Redaksi I Made Bayu Wisnawa Tata Usaha Putu Agus Prayogi Katerina Evi Tandirerung Sirkulasi & Distribusi I Wayan Arta Artana Design & Lay Out Ronald Hardi Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari Juni 2018, Vol.8 No.1

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

JURNAL

Perhotelan dan Pariwisata

SUSUNAN PENGURUS JURNAL PERHOTELAN DAN PARIWISATA

Penanggung jawab Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya

Ketua Penyunting I Ketut Eli Sumerta

Wakil Ketua Penyunting Herindyah Kartika Yuni

Dewan Penyunting I Ketut Sutapa Wisnu Bawa Tarunajaya Nyoman Sudiarta Nengah Subadra Ni Luh Sayang Telagawati

STIPAR Triatma Jaya

STP Nusa Dua Bali

STP Nusa Dua Bali

Universitas Udayana

STIPAR Triatma Jaya

STIE Triatma Mulya

Pemimpin Redaksi I Made Bayu Wisnawa

Tata Usaha Putu Agus Prayogi

Katerina Evi Tandirerung

Sirkulasi & Distribusi I Wayan Arta Artana

Design & Lay Out Ronald Hardi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari – Juni 2018, Vol.8 No.1

Page 2: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

JURNAL

Perhotelan dan Pariwisata

DAFTAR ISI STRATEGI PENGEMBANGAN SITUS BERSEJARAH SEBAGAI

BISNIS PARIWISATA WARISAN BUDAYA

NURUDDIN (01-15)

ANALISA PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP JAWA BARAT

SEBAGAI DESTINASI WISATA

NONO WIBISONO, I NENGAH SUBADRA (16-34)

VIHARA DHARMA GIRI SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ROHANI

DI KABUPATEN TABANAN

NI KADEK WIDYASTUTI (35-57)

POTENSI DESA GUMANTAR DI KABUPATEN LOMBOK UTARA

SEBAGAI DESA WISATA

I PUTU GEDE, SYECH IDRUS, I NENGAH SUBADRA (58-72)

PERBANDINGAN SWOT ANALISIS SEBELUM DAN SESUDAH PELIBATAN

MAHASISWA INDONESIA PADA PROGRAM EDUTOURISM DI

UNIVERSITAS DHYANA PURA

NI LUH CHRISTINE PRAWITA SARI SUYASA, PUTU CHRISMA DEWI (73-92)

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA DI DESA TANGKUP DENGAN KONSEP

PARIWISATA PEDESAAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PUTU AGUS PRAYOGI, I K. ELI SUMERTA, N.L.K. JULYANTI PARAMITA SARI

(93-110)

POTENSI WISATA BUDAYA PADA DAYA TARIK WISATA LEMBU PUTIH

DESA TARO GIANYAR BALI

L.K. HERINDIYAH K. YUNI, I MADE BAYU WISNAWA, I NENGAH ARISTANA

(111-122)

KONSERVASI BUDAYA SEBAGAI PEMERTAHANAN NILAI DAN KOMODITAS

NI WAYAN MEKARINI (123-134)

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari – Juni 2018, Vol.8 No.1

Copyright © STIPAR Triatma Jaya, Januari – Juni 2018

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya Badung

Page 3: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 1

STRATEGI PENGEMBANGAN SITUS BERSEJARAH

SEBAGAI BISNIS PARIWISATA WARISAN BUDAYA

Nuruddin

[email protected]

Dosen Universitas Airlangga

ABSTRACK

History of human life in the past, one of it, can be seen from the documents left

behind. The tourism business sector seems to be the most viable option to develop

it. The approach can be done is to manage the historic remains to be cultural

heritage tourism. Gresik is one of the old towns in the archipelago whose histories

can be known up to now, one of them is a relic of a site that tells about Lasem

village, as Desa Perdikan (independent village) of Majapahit Kingdom. The

historical remain in this case is Situs Ndalem.

The research approach used in this study is qualitative. The methods of

collecting data in this study are carried out by systematic observation technique,

semi-structured interviews with the determination of informants using purposive

technique and documentation technique. The technique and method of data

analysis in this study is started with data reduction, data presentation, and

drawing conclusion which will be described in this article.

The effective strategy to increase and make the historic site as a cultural

heritage tourism is with intensive strategy which consist of product development,

market penetration, and market development. This study aims to review the

historical site as a tourism destination, focusing on Situs Dalem. The reason is the

historical values which were very important in the past time, because it involved

the economic system of the great kingdom at that time. The hope, through this

study of tourism of historical sites can be known by the present generation as a

reflection, education, and the step to the future. Another goal is as solution for the

ancient buildings which can be maintained and found in modern life and modern

facilities and give productive value for economy of the surrounding community.

Keywords: Sites, Attraction, Strategy, Tourism of Cultural Heritage

LATAR BELAKANG

Sejarah kehidupan umat manusia

di masa lalu, salah satunya dapat

dilihat dari dokumen yang

ditinggalkannya. Hal itu jika dan

hanya bagi mereka yang sudah

mengenal atau mempunyai keahlian

dalam seni tulis. Namun jika hal itu

tidak memungkinkan, peristiwa dan

aktivitas masyarakat di masa lampau

Page 4: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 2

dapat dipahami dari hasil

kebudayaan yang ditinggalkannya,

baik yang berupa material maupun

immaterial. Hasil kebudayaan yang

berupa immaterial dapat berupa

upacara adat, seni tari, bahasa, dan

yang lainnya. Adapun peninggalan

masa lalu yang berupa material dapat

berwujud benda, struktur dan

bangunan. Peninggalan tersebut

kemudian seringkali disebut sebagai

Cagar Budaya.

Agar peninggalan sejarah umat di

masa lalu berdaya guna, perlu

dilakukan upaya-upaya sehingga

dapat bermanfaat bagi kehidupan

masyarakat. Menurut Undang-

undang Nomor 11 tahun 2010

tentang Cagar Budaya (pasal 85)

bahwa pemerintah, pemerintah

daerah dan setiap orang dapat

memanfaatkan cagar budaya untuk

kepentingan agama, sosial,

pendidikan, ilmu pengetahuan,

teknologi, kebudayaan dan

pariwisata (Anonim, 2014). Sektor

bisnis pariwisata nampaknya menjadi

opsi yang paling memungkinkan jika

dikaitkan dengan undang-undang di

atas. Adapun pendekatan yang dapat

dilakukan adalah menjadikan tinggalan

bersejarah tersebut menjadi wisata

warisan budaya.

Gresik merupakan salah satu kota

tua di nusantara yang kesejarahannya

dapat diketahui hingga sekarang.

Sejarah mencatat bahwa kota yang

terletak di pantai timur utara pulau

Jawa tersebut peranannya sudah

dapat dilihat sejak abad ke-11 M,

yakni ditemukannya makam Siti

Fathima Binti Maimun berangka

tahun 1082 M 9 (Tim Penyusun,

2003:11). Di era Kerajaan Majaphit

(abad 13 M – 15 M), dalam Prasasti

Changgu (1358) yang dikeluarkan

Raja Hayam Wuruk misalnya, salah

satu desa di Gresik yang bernama

Madanten menjadi salah satu Desa

Panambangan di seluruh mandala

Pulau Jawa (Nur Efendi, 2015:265),

yakni sebagai daerah tempat

penyeberangan yang kebetulan desa

tersebut berada di tepi Bengawan

Solo.

Pada era yang sama, tidak jauh

dari daerah yang disebut Madanten,

Kerajaan Majapahit juga menjadikan

salah satu daerah di Gresik sebagai

wilayah penting kerajaan, yakni Desa

Lasem, sekarang berada di

Kecamatan Sidayu Gresik. Desa

tersebut tersebut menjadi daerah

Page 5: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 3

perdikan karena ada seseorang yang

bertugas untuk mengurusi segala

pajak di daerah pantura. Berdasarkan

kajian keilmuan (arkeologi), agaknya

nama itu bukan hanya sekadar mitos,

sebab pada tahun 1970-an telah

ditemukan sebuah prasasti yang di

dalamnya memuat adanya aktivitas

pekerjaan di bidang perpajakan

(Khoiri, 2016). Adapun tinggalan

sejarah yang masih dapat dilihat yang

menceritakan aktivitas lampau adalah

Situs Ndalem.

Studi ini bertujuan untuk

mengkaji situs bersejarah di Gresik

sebagai daya tarik wisata, dengan

fokus pada Situs Ndalem sebagai

peninggalan sejarah di era Kerajaan

Majapahit. Situs yang berada dekat

dengan Jl. Raya Daendles tersebut

meliputi pagar ber-relief, masjid

kuno, dan komplek sumur tua. Alasan

pemilihannya adalah karena nilai-

nilai kesejarahannya sanagat penting

karena menyangkut sistem

perekenomiansebuah kerajaan

kesohor di nusantara selama berabad-

abad. Harapannya, melalui kajian

pariwisata nilai sejarah yang melekat

situs diketahui oleh generasi sekarang

sebagai bahan renungan, edukasi, dan

pijakan di masa mendatang.

Tujuan lain dari pemanfaatan situs

bersejarah menjadi bisnis pariwisata

adalah sebagai solusi agar bangunan

kuno dapat bertahan di tengah

kehidupan dan fasilitas yang serba

modern dan tetap bernilai produktif

bagi perekonomian masyarakat

sekitar. Secara spesifik, kajian ini

menguraikan pemanfaatan Situs

Ndalem di Gresik sebagai bisnis

wisata warisan budaya dengan jalan

menguraikan keberadaan situs,

potensi pariwisata, dan metentukan

strategi yang efektif untuk

menjadikannya sebagai wisata

warisan budaya di Kota Gresik.

KONSEP TEORI DAN METODE

Kajian ini menggunakan

beberapa konsep yang terkait

langsung dengan studi, yakni situs

bersejarah, daya tarik wisata, strategi

pengembangan dan wisata warisan

budaya. Situs menurut Undang-

undang cagar Budaya No 11 tahun

2010, pasal 1 ayat 5, dapat dimaknai

sebagai lokasi yang berada di darat

dan/atau di air yang mengandung

Benda Cagar Budaya, Bangunan

Cagar Budaya, dan/atau Struktur

Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan

Page 6: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 4

manusia atau bukti kejadian pada

masa lalu (Anonim, 2014).

Adapun Heritage Tourism

merupakan sebuah konsep pariwisata

yang memanfaatkan lingkungan

binaan sebuah kota yang memiliki

nilai historis dan berfungsi sebagai

sarana pendidikan serta rekreasi

masyarakat, aktivitas ini sekaligus

sebagai sarana pelestarian (Janus,

2009). Sementara menurut Undang-

undang, Heritage sendiri dimaknai

sebagai warisan budaya bersifat

kebendaan berupa benda cagar

budaya, bangunan cagar budaya,

struktur cagar budaya, situs cagar

budaya, dan kawasan cagar budaya

di darat dan atau di air yang perlu

dilestarikan keberadaannya karena

memiliki nilai penting bagi sejarah,

ilmu pengetahuan, pendidikan,

agama, dan atau kebudayaan melalui

proses penetapan (Anonim, 2014).

Menurut Stephanie K. Marrus

dalam Umar (Umar, 2001:31),

strategi dapat dimaknai sebagai suatu

proses penentuan rencana oleh para

pemimpin puncak dengan fokus pada

tujuan jangka panjang yang disertai

penyusunan suatu cara atau upaya

agar tujuan organisasi dapat

diwujudkan. Hamel dan Prahalad

(dalam Umar, 2001:31), menjelaskan

strategi sebagai tindakan yang

bersifat senantiasa meningkat dan

terus-menerus dan dilakukan

berdasarkan sudut pandang tentang

harapan para pelanggan di masa

depan.

Menurut Freddy Rangkuti

(Rangkuti, 2014:6), strategi dapat

dikelompokkan menjadi beberapa

tipe: 1) Strategi Manajemen, starategi

ini meliputi strategi yang dapat

dilakukan oleh manajemen dengan

orientasi pengembangan strategi

secara makro; 2) Strategi Investasi,

berorientasi pada investasi ; dan 3)

Strategi Bisnis, sering juga disebut

strategi bisnis secara fungsional

karena strategi ini berorientasi pada

fungsi-fungsi kegiatan manajemen,

misalnya strategi pemasaran, strategi

produksi atau operasional, strategi

distribusi, strategi organisasi dan

strategi-strategi yang berhubungan

dengan keuangan.

Pengembangan pariwisata dapat

dimaknai sebagai suatu rangkaian

upaya untuk mewujudkan

keterpaduan dalam penggunaan

berbagai sumber daya pariwisata

dengan aspek di luar pariwisata yang

berkaitan secara langsung maupun

Page 7: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 5

tidak langsung demi

pengembangan pariwisata

(Swarbrooke, 1996:99). Karena

itulah pengembangan pariwisata

dapat dilihat dari beberapa aspek,

yakni: 1) pengembangan keseleruhan

dengan tujuan baru; 2) membuat

atraksi baru meskipun semula sudah

ada; 3) pengembangan baru secara

keseluruhan dengan membuat atraksi

yang semakin global dengan pangsa

pasar baru; 4) membuat kegiatan

baru di sekitar lokasi destinasi utama.

Pendekatan yang digunakan

dalam kajian ini adalah kualitatif

yang fokus pada Situs Bersejarah di

Lasem Sidayu Gresik. Metode dan

teknik pengumpulan data dalam

kajian ini dilakukan dengan teknik

observasi sistematik, teknik

wawancara semi terstruktur dengan

penentuan informan menggunakan

teknik purposif dan teknik

dokumentasi. Informan tersebut

terdiri dari pemegang kekuasan di Desa

Lasem Sidayu Gresik, juru kunci situs,

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Gresik, Tim Cagar Budaya Gresik.

Teknik dan metode analisis data

dalam kajian diawali dengan reduksi

data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan yang kemudian

dipaparkan dalam artikel ini.

Lokasi Strategis dan Potensi

Perekonomian Kota Gresik

Secara umum lokasi Kota Gresik

sangat strategis, sehingga menjadi

daerah persinggahan bagi mereka

yang mau menuju ke pusat-pusat ibu

kota propinsi, baik Jawa Timur, Jawa

Tengah, Jawa Barat, dan DKI. Di

sektor maritim, posisi Kota Gresik

juga semakin strategis karena telah

dibangun pelabuhan internasional.

Beberapa tahun terakhir

perkembangan industri dan

perdagangan di Kota Gresik juga

sangat pesat dan jumlahnya

mencapai ratusan buah, baik itu

berskala nasional maupun

internasional. Perkembangan di

sektor industri tentunya juga

diimbangi dengan arus urbanisasi

masyarakat ke Gresik yang sangat

pesat, sehingga potensi peningkatan

pendapatan perekonomian warga

sekitar cukup terbuka, salah satunya

di bidang perumahan, industri

makanan dan hiburan.

Potensi yang demikian harus

dapat dimanfaatkan dengan

melakukan pembenahan di beberapa

sektor yang dapat mendukung dan

Page 8: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 6

menjaga eksistensi Kota Gresik di

tengah-tengah arus globalisasi yang

semakin pesat, sehingga dengan

posisinya yang strategis juga

berdampak positif bagi sektor

pariwisata yang mengedepankan

tinggalan budaya masyarakat. Upaya

itu juga diharapkan mampu

memelihara kultur budaya dan

meningkatkan taraf hidup masyarakat

lokal, yakni dengan melestarikan dan

memanfaatkan situs bersejarah

sebagai destinasi wisata.

Posisi Situs Ndalem yang berada

di Desa Lasem Kecamatan Sidayu

letaknya juga sangat strategis, yakni

berada di jalur pantura atau yang kita

kenal dengan Jalan Raya Daendels,

yang diapit oleh beberapa kota

penting antara lain Lamongan dan

Tuban di bagian barat, Kota Gresik,

Suarabaya, dan madura di bagian

timur. Infrastruktur atau jalan menuju

ke lokus juga sudah sangat dekat dan

cukup memadahi, sehingga potensi

untuk dikunjungi wisatwan manca

daerah juga sangat besar.

Situs Bersejarah sebagai Wisata

Warisan Budaya

Keberadaan Situs Ndalem yang

ada di Desa Lasem Sidayu Gresik

adalah salah bukti adanya kehidupan

di masa lalu yang cukup gemilang.

Betapa tidak, menurut cerita tutur

yang berkembang di masyarakat

bahwa era Keemasan Kerajaan

majaphit, daerah tersebut menjadi

salah satu wilayah dengan status

Desa Perdikan. Status tersebut

diberikan atas dasar keberadaan

seseorang yang tinggal di daerah

tersebut yang bertugas sebagai

pegawai urusan pajak. Masyarakat

sekitar kemudian menyebutnya

dengan nama Mbah Ajeg yang

makamnya tidak jauh dari Situs

Ndalem.

Tanah Perdikan atau Merdikan

pada awalnya merupakan penyebutan

istilah pembebasan tanah yang

digunakan pada masa feodal atas

tanah-tanah yang dimiliki oleh

kerajaan kemudian diberikan kepada

orang-orang yang menjaga tanah

tersebut. Selain itu istilah tersebut

juga digunakan sebagai tanah yang

dibebaskan dari pajak, karena ada

proses negosiasi tertentu, misalnya

penaklukan, perjanjian, hutang dan

lain sebagainya (Koentjaraningrat,

1994). Sumber lain menyebut, Desa

Lasem merupakan pusat kantor pajak

dari Kerajaan Majapahit untuk

wilayah pantai utara. Sebagai kepala

Page 9: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 7

kantornya bernama Mbah Ajeg, yang

secara khusus bertugas untuk

mengurus pajak di masyarakat, pada

masa pemerintahan Hayam Wuruk.

Untuk meningkatkan ekonomi Mbah

Ajeg juga dipercaya melakukan

transaksi perdagangan tidak hanya

antar wilayah bahkan sampai ke luar

negeri, yakni menjalin hubungan

dengan Tiongkok (Dukut, 2004).

Secara resmi pada tahun 1983

keberadaan situs tersebut sudah

terdaftar pada Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Pusat,

hal itu dapat dibuktikan dengan

munculnya surat Keputusan Direktur

Direktorat Perlindungan dan

Pembinaan Peninggalan Sejarah dan

Purbakala Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan tentang

Pengangkatan Juru Kunci dan

Pemeliharaan Peninggalan Sejarah

dan Purbakala Jawa Timur

(Tjakrasasmita, 1983). Berdasarkan

penelusuran ke lapangan, ada

beberpa temuan yang berada di Situs

Ndalem, yakni pagar ndalem, situs

struktur masjid kuno, dan komplek

sumur tua.

Situs Pagar Ndalem

Sebagai Desa Perdikan, di Desa

Lasem telah ditemukan sebuah situs

berupa pagar yang terbuat dari batu.

Masyarakat sekitar situs kemudian

menyebutnya sebagai Pagar Ndalem.

Pagar kuno tersebut tersusun dari

batu bata warna merah dengan

ketinggian yang beragam, antara 1

hingga 2 meter. Nampak dari sisi

depan, panjang pagar di sisi kiri

pintu masuk adalah 2 meter,

sedangkan pada sisi kananya panjang

pagar (yang tersisa) adalah 4 meter.

Pada sisi bagian dalam Pagar

Ndalem juga masih terlihat jelas

bahwa bangunan itu adalah menjadi

pembatas bagi adanya kehidupan di

dalam pagar dengan dunia di luar

pagar. Sangat mungkin bahwa di

dalam Pagar Ndalem terdapat

aktivitas kehidupan, sebab dalam

lokasi tersebut juga masih ada puing-

puing bangunan masjid, sisa dapur

kuno, dan komplek sumur kuno.

Dalam pagar kuno tersebut juga

terdapat penampakan yang beda,

sebab pada bagian yang berdekatan

dengan pintu masuk terdapat relief.

Penampakan dalam relief adalah

berupa gambar wayang, yang sangat

mungkin sebagai bagian pengaruh

dari budaya agama Hindu-Budha.

Gambaran itu dapat dimaknai

sebagai peralihan peradaban antara

Page 10: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 8

masa kerajaan Hindu-Budha ke era

Islam. Hal itu dikarenakan gambaran

dari relief tersebut tidak

menggambarkan secara kongkrit

seorang manusia atau binatang,

bahkan kepala dari gambar tersebut

menyerupai gambaran ikan. Di dalam

ajaran Islam penggunan gambaran

mahluk hidup juga tidak

dinampakkan, sehingga hubungan itu

mempunyai makna adanya akulturasi

budaya Islam dan Hindu-Budha.

Gambar 1

Pagar Ndalem dari

arah depan.

Gambar 2

Bagian dalam dari

Situs Pagar Ndalem.

Gambar 3

Relief yang berada pada bagian dalam

Pagar Ndalem.

Situs Masjid Kuno

Dalam Situs Ndalem juga

ditemukan peninggalan puing-puing

bangunan menyerupai masjid.

Temuan itu dapat dimaknai bahwa

sarana ibadah tersebut sangat

mungkin muncul di era setelah

Majapahit mulai mengalami

kemunduran. Sebab, masuk dan

berkembang-pesatnya islamisasi di

Jawa bersamaan dengan periode

akhir Kerajaan Majapahit. Bahkan

keberadaan makam-makam kuno di

sekitar situs juga menjadi bukti

bahwa hal itu atas pengaruh Islam.

Kubur panjang di sebelah utara Situs

Ndalem juga menjadi bukti bahwa

pengaruh Islam sudah cukup kuat,

sedangkan keberadaan Makam

Petilasan Joko Tingkir juga menjadi

bukti pahwa saat itu Kerajaan

Majaphit sudah semakin melemah.

Dalam situs yang menyerupai

masjid tersebut berupa puing-puing

bangunan semacam pondasi masjid.

Di bagian depan terdapat pintu

berukuran 60 cm. Panjang puing

bangunan bagian dalam adalah 7

meter, sedangkan lebar bangunan

bagian dalamnya adalah 5.80 meter.

Ketebalan tembok di semua bagian

sisinya adalah 60 cm, sedangkan

bangunan yang menyerupai ruang

mimbar adalah 60 cm. Di bagian

depan situs “Masjid” juga terdapat

Page 11: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 9

undag menuju pintu keluar. Undag

pertama lebarnya 110 cm, undag

kedua dan seterusnya masing-masing

70 cm. Di sisi luar puing bangunan

yang menyerupai masjid terdapat

pembatas bangunan (semacam pagar

bangunan), yang ukuran panjangnya

adalah 12.40 m, sedangkan lebarnya

adalah 11.40 m. Sementara itu

ukuran panjang undag tersebut

adalah yang pertama 320 cm, yang

kedua 240 cm, yang ketiga 220cm,

dan keempat adalah 180 cm.

Gambar 4

Nampak dari depan Situs Masjid

Kuno

Situs Sumur Tua

Sebagai bukti adanya kehidupan

di masa lalu sebagai pendukung

peradaban, di sekitar situs puing

masjid kuno juga terdapat beberapa

benda peninggalan. Diantaranya

adalah komplek sumur tua yang

berada di sisi utara situs masjid kuno.

Keberadaan sumur dapat dimaknai

sebagai sarana pendukung kegiatan

masyarakat di sekitar situs.

Mengingat letaknya yang

bersebelahan dengan puing masjid

kuno, dapat artikan bahwa sangat

mungkin jika sumur tersebut adalah

sarana pendukung untuk bersuci.

(Fadlil, 2016: Agustus). Analaisis itu

kemudian dapat berubah setelah ada

temuan lain di dekat sumur tua,

yakni terdapat situs lain yang

dimungkinkan sebagai sarana

pendukung kehidupan masyarakat,

misalnya temuan berupa tempat

membersihkan piring, beberapa batu

yang menyerupai tungku

pembakaran, dan batu berlubang

yang mungkin diperuntukkan

menumbuk sesuatu.

Gambar 5

Sumur Kuno yang

berada di Utara

situs masjid

Gambar 6

Bejana air untuk

mencuci yang

berada di tepi

sumur tua.

Page 12: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 10

Gambar 7

Tempat bejana ditemukan

Pariwisata adalah salah satu jalan

pelestarian pada Situs Ndalem yang

meliputi pagar ndalem, struktur

masjid kuno dan komplek sumur tua.

Upaya tersebut memerlukan usaha

dan kerjasama dari berbagai pihak.

Pengembangan daya tarik wisata

menuntutnya tidak hanya memiliki

keunikan, tetapi layak untuk

dikunjungi bagi wisatawan. Ketiga

situs peninggalan bersejarah tersebut

diharapkan dapat menjadi pelengkap

terhadap daya tarik wisata di Kota

Gresik yang sudah mapan, seperti

Wisata Religi Sunan Giri dan Sunan

Maulana Malik Ibrahim yang sudah

dilengkapi dengan berbagai

infrastruktur yang mendukungnya

sebagai destinasi wisata. Peninggalan

bersejarah yang berupa Pagar

ndalem, struktur masjid kuno dan

komplek sumur tua saat ini hanya

menjadi daya tarik wisata khusus bagi

beberapa kalangan yang memiliki

ketertarikan khusus kepada sejarah

dan kebudayaan. Mereka yang

datang umumnya yang mencintai

sejarah dan budaya yang bersifat

tradisonal.

Strategi Pengembangan Situs

Ndalem sebagai Wisata Warisan

Budaya

Sebelum menentukan strategi

dalam mengembangkan Situs

Ndalem di Desa Lasem Sidayu

Gresik sebagai daya tarik wisata

warisan budaya, terlebih dahulu

dijabarkan beberapa faktor yang

melingkupinya, meliputi faktor

attraction, accessibility, amenities,

available packages, activities,

ancillary service dan ditambah

dengan faktor promosi wisata.

1. Faktor Atraksi Wisata

Perkembangan daya tarik

wisata dapat diukur melalui

peningkatan jumlah wisatawan

serta didukung pula dengan

penataan daya tarik wisata yang

baik. Situs Ndalem di Desa

Lasem Sidayu Gresik sebagai

situs bersejarah kondisinya saat

ini terawat dengan baik,

lingkungan di sekitarnya juga

selalu bersih, sehingga

memungkinkan pengunjung atau

Page 13: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 11

wisatawan untuk berlama-lama

menghabiskan waktu di

lingkungan Situs Ndalem.

Meskipun tersedia tanah yang

lapang, namun atraksi wisata

buatan di sekitar situs belum

tersedia, seperti peragaan

permainan adat yang ada di

sekitar situs yang juga bisa

dipraktekan oleh wisatawan.

Selama ini bagi warga desa,

lokasi tersebut hanya sering

dijadikan sebagai tempat

berkumpul dan melaksanakan

beberapa kegiatan organisasi

pemuda. Pengembangan Situs

Ndalem di Desa Lasem Sidayu Gresik

sebagai wisata warisan budaya

telah dikunjungi oleh wisatawan

lokal maupun luar kabupaten

yang jumlahnya ratusan orang

dalam tiap bulannya. Namun

patut disayangkan bahwa hingga

kini belum ada bagian yang

secara khusus mencatat jumlah

pengunjung.

2. Faktor Aksesibilitas

Kawasan Situs Ndalem yang

terdiri dari pagar ndalem, struktur

masjid kuno, dan komplek sumur

tua berlokasi tidak jauh dari

masing-masing tinggalan. Akses

menuju kawasan tersebut dapat

menggunakan angkutan umum

seperti bus, lyn, taksi, dan becak.

Selain itu moda transportasi

untuk mencapai Kota Gresik

telah cukup lengkap dan terdapat

terminal nasional sebagai transit

angkutan umum menuju Kota

Lamongan, Tuban, Bojonegoro,

Lasem, rembang, Semarang

hingga Pulau Sumater. Selain

moda transportasi darat yang

sangat lengkap, di Kota Gresik

juga sudah tersedia pelabuhan

yang cukup representatif yang

menghubungkan pulau-pulau di

nusantara. Bahkan sejak tahun

2015 telah dibangun pelabuhan

bertaraf internasional dan dalam

waktu yang tidak lama akan

diresmikan.

3. Faktor Fasilitas Penunjang

Pariwisata

Pembangunan industri

pariwisata berawal dari adanya

permintaan konsumen, sehingga

hadir produsen untuk memenuhi

permintaan tersebut. Kebutuhan

wisatawan tidak hanya berupa

daya tarik wisata tetapi juga

kebutuhan jasa. Guna

mengantisipasi jumlah kunjungan

Page 14: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 12

wisatwan dari luar daerah, maka

diperlukan fasilitas penunjang

berupa tempat penginapan, bisa

berupa hotel, motel, atau home

stay. Selain itu fasilitas

penunjang lain yang juga harus

disediakan adalah sarana makan,

baik berupa restoran maupun

rumah makan yang terjangkau

dan berkualitas. Pramuwisata

juga menjadi salah satu kebutuhan

wisatawan, oleh karena itu di

lokasi sekitar situs harus ada

pramuwisata yang mempunyai

lisensi madya (menengah), serta

mampu berbahasa nasional dan

asing dengan baik dan benar.

4. Faktor Ketersediaan paket Wisata

Industri pariwisata tidak bisa

lepas dari adanya biro perjalanan

wisata sebagai salah satu pihak

yang mendatangkan wisatawan

ke daerah tujuan wisata. Oleh

karena itu diperlukan adanya

paket wisata yang dipasarkan

oleh pihak yang terkait atau dapat

bekerja sama dengan biro

perjalanan di Kota Gresik,

sehingga keberadaannya semakin

dikenal banyak kalangan dan hal

itu akan berdampak pada

peningkatan kunjungan wisatwan

ke lokasi situs.

5. Faktor Pelayanan Pendukung

Ancillary service merupakan

pelayanan pendukung yang

dibutuhkan wisatawan selama

berada di daerah tujuan wisata.

Pelayanan pendukung berupa

layanan telekomunikasi,

perbankan, pos, penukaran uang

dan kesehatan yang berstandar

nasional harus ada. Faktanya, di

sekitar situs tinggalan belum ada

fasilitas yang dimaksudkan di

atas. Guna mendukung

terbentuknya siata tinggalan

budaya yang bagus, fasilitas

tersebut harus segera dipenuhi

sebagai bagian dari pelayanan

terhadap pengunjung.

6. Faktor Promosi Wisata

Kawasan Situs Ndalem

sebagai wisata peninggalan

budaya saat ini tidak banyak

dipromosikan. Kegiatan promosi

hanya dilakukan oleh Dinas Pariwisata

dan Kebudayaan Kabupten Gresik

kepada para tamu kabupaten. Kegiatan

educational tour bagi siswa

sekolah juga belum banyak

dilakukan, hanya ada beberapa

sekolah di sekitar situs saja yang

Page 15: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 13

melakukan kunjungan, baik

secara rombongan maupun

individu. Selain itu belum ada

promosi yang dilakukan oleh

pihak-pihak yang terkait. Oleh

karena itu dalam waktu dekat,

promosi harus segera dilakukan

oleh masyarakat sekitar atau

pihak-pihak yang terkait.

Strategi yang Efektif

Strategi yang dimaksud dalam

artikel ini adalah gagasan-gagasan

yang diperuntukkan bagi masing-

masing bangunan bersejarah dalam

pemanfaatannya sebagai wisata

warisan budaya. Strategi yang

digunakan untuk penelitian ini adalah

strategi intensif yang terdiri dari

pengembangan produk, penetrasi

pasar dan pengembangan pasar.

Strategi intesif dipilih sebagai

strategi pengembangan karena ketiga

bangunan bersejarah tersebut

memiliki potensi sebagai produk

pariwisata sehingga memerlukan

usaha-usaha intensif untuk dapat

bersaing dengan daya tarik wisata

lainnya di berbagai daerah di

Indonesia.

Langkah - langkah dalam

implementasi strategi pengembangan

produk pada Situs Ndalem adalah

dengan cara pengembangan

kawasan di sekitar situs

disesuaikan dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Gresik

serta aturan zonasi oleh Balai

Pelestarian Cagar Budaya. Situs

Ndalem sebagai kawasan cagar

budaya belum disusun zonasi cagar

budaya oleh pihak yang berwenang

di Kabupaten Gresik, sehingga

pembangunan di sekitarnya dapat

disesuaikan dengan langkah-langkah

pelestarian bangunan. Upaya

pembatasan dengan menentukan

zonasi sangat memungkinkan, sebab

ruang dan lingkungan di sekitar situs

cukup luas dan dapat disinergikan

dengan pertumbuhan lingkungan

sekitarnya. Oleh karena itu

pengembangan Kabupaten Gresik

seharusnya dapat bersinergi dengan

keberadaan bangunan cagar budaya.

Adapun langkah - langkah

implementasi pada strategi

penetrasi dan pengembangan pasar

terhadap Situs Ndalem adalah:

perbaikan terhadap pelayanan

informasi website yang tersedia

dalam berbagai bahasa,

pengelompokan daya tarik wisata

sesuai dengan jenis, seperti wisata

warisan budaya, alam atau minat

Page 16: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 14

khusus sehingga dapat menarik pasar

wisatawan baru; menjalin kerjasama

dengan mitra kerja dari berbagai

travel fair yang telah dihadiri;

pembuatan newsletter yang

dikirimkan melalui email sehingga

kegiatan promosi yang terus-menerus

dapat dilakukan; menjalin kerjasama

dengan biro perjalanan wisata dan

organisasi pariwisata; dan

peningkatan standarisasi pelayanan

sumber daya manusia dan fasilitas

umum yang berstandar di sekitar

kompleks kawasan situs.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah diuraikan dapat disimpulkan

bahwa pemanfaatan beberapa situs

yang ada di Koplek Ndalem di

Lasem Sidayu Gresik dapat berfungsi

sebagai daya tarik wisata. Beberapa

bangunan bersejarah tersebut adalah

pagar ber-relief, situs masjid kuno,

dan komplek sumur tua, yang

dahulunya sebagai pusat

pemerintahan kuno di era kerajaan

Majapahit, sebagai lambang

kehidupan sosial pemerintahan

tradisonal. Pemanfaatan kawasan

Situs Ndalem pada awalnya

adalah sebagai pusat tontonan

warga sekitar desa yang

kebetulan mengunjungi sanak

saudaranya di desa tersebut.

Pemanfaatannya kemudian hanya

dijadikan sebagai saranan wisata

religi, karena di sekitar situs juga

terdapat makam kuno yang

dikeramatkan, yang dimungkinkan

pendukung peradaban di situ.

Perkembangan selanjutnya semakin

banyak wisatwan yang mulai tertarik

pada nilai-nilai sejarah dan budaya

atas tinggalan bersejarah tersebut.

Strategi yang efektif untuk

meningkatkan dan menjadikan situs

bersejarah tersebut sebagai wisata

warisan budaya adalah dengan

strategi intensif yang terdiri dari

strategi pengembangan produk,

penetrasi pasar dan pengembangan

pasar. Strategi tersebut dapat berupa:

kerja sama dengan sekolah-sekolah

di sekitar situs dan kepala dinas yang

terkait agar ada program kunjungan

bagi siswa sekolah tingkat dasar

maupun menengah di Gresik;

penetapan aturan tentang zonasi dan

peraturan pemerintah daerah;

peningkatan aktivitas antara budaya

lokal-wisatawan; peningkatan

sumber daya manusia yang terkait

dengan kualitas layanan; perbaikan

Page 17: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nuruddin

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 15

akses jalan menuju situs; dibuat

target pengembangan pasar;

pengadaan fasilitas galeri yang

memberikan penjelasan tetang

kesejarahan dan struktur yang

mendukung Situs Ndalem; struktur

pengelola situs juga harus diperjelas,

sehingga menjadi media komunikasi

antara konsumen yang mempunyai

kepentingan dengan situs

peninggalan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2010 Tentang

Cagar Budaya. Pemerintah

Republik Indonesia

Koentjaraningrat, 2000, Kebudayaan

Mentalitas dan Pembangunan,

Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Nur Efendi, Peran Bengawan Solo

Pada Perekonomian

majaphitAbad XIV-XVI,

AVATAR e-Journal Pendidikan

Sejarah, UNESA, Volume 2, No.

3, Oktober 2014.

Rangkuti, Freddy. 2014. Analisis

SWOT: Teknik Membedah

Kasus Bisnis. Jakarta: PT.

Gramedia

Swarbrooke, John. 1996.

Development and Management

of Visitor Attractions. Oxford:

Butterworth-Heinemann.

Satrio, Janus.2009.Pelestarian

Kawasan Purbakala Antara

Konsep Dan Realita. Buletin Tata

Ruang ISSN: 1978–1571 Edisi

November - Desember 2009.

Direktorat Peninggalan Purbakala

Departermen Kebudayaan Dan

Pariwisata.

Tim Penyusun, 2003. Gresik dalam

Perspektif Sejarah, Gresik:

Pemkab

Umar, Husein (2001). Strategic

Management in Action. PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Widodo, Dukut Imam (ed.), Grisse

Tempoe Doeloe, Gresik:

Pemerintah Kabupaten Gresik.

Wawancara:

Khoiri, kepala Desa Lasem Sidayu

Gresik, wawancara pada tanggal

14 Mei 2016

Muchammad Fadhil, sesepuh Desa

Lasem Sidayu Gresik,

wawancara pada 28 Februari

2016.

Page 18: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 16

ANALISA PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP JAWA BARAT

SEBAGAI DESTINASI WISATA

Nono Wibisono *1

[email protected]

Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Bandung

I Nengah Subadra *2

Program Studi Pariwisata, Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya

ABSTRACK

Perception is an important issue in this era as it influences the sustainability

of the tourism destination. Additionally, it also influences the tourists in decision

making process before visiting the destination. This research is aimed at exploring

the the tourist’s perception towards West Java as a tourism destination.

The research uses quantitative approach undertaken in some tourism sits in

West Java such as Bandung City, Bandung Regency and Bogor City. The data

were collected through survey of 200 respondents and analysed using descriptive

analysis to see the tourist’s perception. Menawhile, the mean of the gender on

perception of the tourism destination was using T test.

The research shows that the tourists perception towards tourism object is

sufficianly significant with a total mean of 5.28. Meanwhile, for each item,

weather reaches mean of 6.1, to follow with scenery (mean of 5.8) and atmosphere

(mean of 5.7). Further, there is not significant difference between perception of

male and female tourists towards perception of West Java as a tourism

dentination of 0.73 with a significance score of 0.393 (>0.05).

Keywords: competition, tourist perception, West Java

PENDAHULUAN

Di era persaingan yang semakin ketat

diantara destinasi wisata,

menyebabkan setiap destinasi wisata

harus dapat memberikan kesan yang

menyenangkan di hati wisatawan,

salah satunya dengan cara

menciptakan persepsi yang baik

terhadap wisatawan. Untuk itu

pemasar destinasi harus

mencurahkan waktu dan energi agar

dapat memperbaiki atau

mempertahankan persepsi destinasi.

Banyak literatur mengatakana bahwa

jika destinasi wisata ingin

mempunyai keunggulan komparatif,

destinasi harus menciptakan persepsi

Page 19: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 17

yang baik; yaitu dengan cara

meningkatkan produk atau layanan

pariwisata, maupun atribut destinasi

sehingga dapat memberikan kesan

yang baik, sehingga menimbulkan

persepsi yang positif di dalam

pikiran wisatawan (Echtner &

Ritchie, 2003; Beerli & Martin,

2004; Assaker et al, 2011, Qu, et al,

2011). Selain itu, diasumsikan juga

bahwa 'persepsi ' adalah salah satu

faktor penentu bagi wisatawan untuk

memilih destinasi dan juga sebagai

factor yang bisa menciptakan daya

saing destinasi (Govers & Go, 2003;

Dwyer & Kim, 2003). Dengan

demikian, secara umum, 'persepsi'

destinasi sangat mempengaruhi

wisatawan didalam menentukan

pilihan destinasi wisata sebelum

berkunjung (Fakeye & Crompton,

1991; Bigne, Sanchez & Sanchez,

2001: Jorgensen, 2004; Lee, Lee, &

Lee, 2005). Dengan demikian,

menciptakan 'persepsi yang positif‟

merupakan hal yang sangat penting

bagi keberlanjutan destinasi wisata.

Dalam konteks pemasaran

pariwisata menciptakan persepsi

yang positif merupakan salah satu

strategi pemasaran yang penting

dilakukan oleh destinasi wisata. Ford

& Heaton (2000), mengatakan bahwa

persepsi diciptakan untuk menjadi

satu pembeda produk pariwisata,

layanan maupun atribut dari

pesaingnya yang ditawarkan ke

wisatawan. Akibatnya, secara

konvensional pemahaman tentang

'persepsi ' penting dilakukan untuk

pengembangan pemasaran destinasi

yang sukses, dan juga bisa digunakan

untuk menentukan posisi tujuan

wisata. Hal ini sejalan dengan

penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Echtner & Ritchie

(1993) yang mengatakan bahwa

'menciptakan dan mengelola persepsi

yang positif sangat penting untuk

penentuan posisi dan strategi

pemasaran yang efektif'.

Banyak penelitian sebelumnya

tentang persepsi destinasi wisata

dilakukan, namun hal ini cenderung

didominasi oleh destinasi wisata

yang telah mapan (lihat Echtner &

Ritchie, 1993, 2003; Fakeye &

Crompton, 1991; Gartner, 1996;

Baloglu & Mc Cleary, 1999; Jenkins

1999; Gallarza, 2002; Tasci et al,

2007; Guthrie & Anderson, 2010;

Agapito et al, 2013). Di sisi lain,

untuk destinasi Jawa Barat,

penelitian ini masih relatif terbatas

Page 20: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 18

(Wibisono, 2015). Dengan demikian,

penelitian ini mencoba untuk

memberikan kontribusi terhadap

persepsi objek wisata ini, dan juga

sebagai bahan untuk memberikan

informasi dalam rangka membangun

program promosi Jawa Barat sebagai

tujuan wisata.

IDENTIFIKASI MASALAH

Persepsi destinasi wisata

biasanya dianggap sebagai faktor

penentu bagi keberhasilan destinasi

wisata manapun. Namun, sebagian

besar penelitian ini dilakukan dari

perspektif destinasi yang telah mapan

atau populer. Oleh karena itu,

pemahaman tentang persepsi

destinasi wisata semakin kompleks

karena persepsi setiap orang berbeda,

dan juga banyaknya sumber

informasi dan media yang

digunakan. Demikian pula, banyak

sumber informasi yang berkaitan

dengan pariwisata Jawa Barat

memiliki pandangan serta persepsi

yang berbeda dimata wisatawan

ketika mereka melihat Jawa Barat

sebagai tujuan wisata. Dengan

demikian, penelitian ini memiliki dua

tujuan sebagai berikut:

1. Menganalisa persepsi terhadap

Jawa Barat sebagai destinasi

wisata dari wisatawan yang

pernah berkunjung

2. Membandingkan persepsi Jawa

Barat sebagai destinasi wisata

berdasarkan jenis kelamin

pengunjung

LATAR BELAKANG TEORI

Konsep Citra Destinasi

Citra destinasi merupakan isu

yang sangat menarik bagi setiap

peneliti di bidang pariwisata, karena

dari hasil penelitian tersebut telah

menunjukkan bahwa citra destinasi

mempunyai dampak yang signifikan

terhadap proses pengambilan

keputusan turis untuk memilih dan

melakukan kunjungan ke tempat

wisata (Beerli & Martin, 2004;

Bigne, Sanchez & Sanchez, 2001;

Kim & Richardson, 2003; Pike 2007;

Qu et al, 2011). Jenkins (1999)

menambahkan bahwa dari perspektif

pemasaran pariwisata, citra destinasi

berkaitan dengan pengambilan

keputusan, penjualan produk dan

layanan wisata, dan juga dapat

digunakan untuk mengetahui target

pasar. Dengan demikian, citra akan

memainkan peran yang penting

Page 21: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 19

dalam pikiran pengunjung sebelum

mengunjungi tujuan wisata

(McCartney et al, 2008). Untuk itu

menciptakan citra yang berbeda dan

positif merupakan fundamental aspek

untuk keberlanjutan dan keberhasilan

destinasi wisata di era kompetisi

global.

Definisi Citra Destinasi

Istilah „citra destinasi' memiliki

sejumlah makna dan arti, dan tidak

mempunyai definisi yang tepat yang

bisa digunakan, dan setiap ahli

mempunyai konsep/arti yang berbeda

(Gallarza ddk, 2002). Literatur yang

terkait dengan istilah citra destinasi

secara tradisional dikaitkan dengan

keyakinan, gagasan, dan kesan yang

di miliki seseorang berdasarkan

pemrosesan informasi dari berbagai

sumber yang menghasilkan

konstruksi mental yang diterima

secara internal (Crompton, 1979;

Gartner, 1993; Baloglu & Brinberg,

1997). Selanjutnya Murphy dkk

(2000) mendefinisikan citra destinasi

sebagai 'sejumlah asosiasi dan

potongan informasi yang terhubung

pada destinasi yang didasarkan pada

persepsi tentang karakteristik nyata,

dan pada saat bersamaan dikaitkan

dengan dimensi psikologis yang

diwujudkan oleh perasaan dan sikap

terhadap destinasi. Kim &

Richardson (2003) menambahkan

bahwa citra destinasi adalah

keseluruhan kesan, kepercayaan,

gagasan, harapan, dan perasaan yang

terakumulasi pada ke suatu

tempat/objek dari waktu ke waktu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa citra merupakan kumpulan

dari sejumlah besar asosiasi dan

potongan informasi yang terhubung

terhadap suatu objek tertentu.

Kemudian citra destinasi bukan

hanya persepsi atau kesan individu

tapi juga merupakan kombinasi

antara entitas fisik dan entitas sosio

budaya, yang dipengaruhi secara

sengaja oleh upaya pemasaran seperti

melalui media/koran, brosur juga

dapat terbentuk melalui interpretasi

logis dan emosional pengunjung

melalui kunjungan yang sebenarnya

(Govers & Go, 2003).

Komponen Citra Destinasi

Kerangka teoritis mengenai citra

destinasi dikembangkan oleh Echtner

& Ritchie (1993), yang berfokus

pada karakteristik psikologis dan

fungsional dari citra destinasi.

Menurut mereka, model citra

destinasi dapat dibagi menjadi tiga

Page 22: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 20

elemen yang berhubungan. Pertama,

elemen yang berwujud (fungsional)

adalah karakteristik citra yang dapat

diamati atau diukur secara langsung,

seperti harga, infrastruktur

transportasi, dan jenis akomodasi

yang berkaitan dengan aspek yang

lebih nyata, Kedua, aspek tidak

berwujud (psikologis), meliputi,

kebaikan staf, keamanan, atmosfir

tempat, serta reputasi dan aspek ini

lebih sulit untuk diamati dan diukur.

Kemudian atribut umum yang

dimiliki oleh setiap destinasi wisata

seperti sarana tranportasi, tipe

akomodasi, dan harga, sedangkan

unik atribut menggambarkan sesuatu

yang yang unik/special yang dimiliki

oleh destinasi wisata, yang dapat

membedakan destinasi wisata yang

satu dengan destinasi wisata yang

lain (Stepchenkova, 2005).

Gambar 2.1.

Kombinasi komponen citra destinasi

Sumber: Echtner & Ritchie (2003).

Atribut Destinasi

Bagi peneliti di bidang pariwisata

menentukan atribut destinasi yang

pas sangatlah sulit, karena setiap

setiap destinasi mempunyai

karakteristik yang berbeda satu

dengan yang lain. Untuk itu

berdasarkan sejumlah literatur

pariwisata mengatakan bahwa tidak

ada elemen destinasi tunggal dan

pas; melainkan tergantung pada

konteksnya. Oleh karena itu, jika

peneliti ingin melakukan penelitian

tentang citra destinasi maka mereka

biasanya menggunakan destinasi

wisata yang sesuai dengan tujuannya.

Misalnya, Chi et al (2008)

menggunakan atribut seperti:

lingkungan perjalanan, daya tarik

alam, hiburan, daya tarik sejarah,

infrastruktur, aksesibilitas, relaksasi,

aktivitas di luar ruangan, harga, dan

nilai. Selanjutnya, Beerli & Martin

(2004) mengidentifikasi semua

elemen menjadi sembilan atribut

seperti rekreasi, sumber daya alam,

infrastruktur, budaya, sejarah dan

seni, lingkungan sosial, infrastruktur,

politik dan ekonomi, dan suasana

tempat. Tabel (2.1) menggambarkan

dimensi dan atribut destinasi.

Page 23: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 21

Tabel 2.1:

Dimensi dan atribut

destinasi wisata

Natural Resources

Weather

Temperature

Rainfall

Humidity

Hours of

sunshine

Beaches

Quality of sea

water

Sandy or rocky

beaches

Length of the

beaches

Overcrowding

of beaches

Richness of scenery

Protected nature

reverses

Lakes,

mountains,

deserts, etc.

Variety and

uniqueness of flora

and fauna

General infrastructure

Development and quality

of roads, airports and ports

Private and public transport

facilities

Development of health

services

Development of

telecommunications

Development of

commercial infrastructures

Extent of building

development

Tourist infrastructure

Hotel and self catering

accommodation

Number of beds

Categories

Quality

Restaurants

Numbers

Categories

Quality

Bars, discotheques and

clubs

Ease of access to

destination

Excursions at the

destination

Tourist centres

Network of tourist

information

Tourist leisure and

recreation

Theme parks

Entertainment ands

ports activities

Golf, fishing,

hunting, skiing,

scuba, etc.

Water parks

Zoos

Trekking

Adventure

activities

Casinos

Night life

Shopping

Culture, history and art

Museums, historical

buildings, monuments, etc.

Handicraft

Gastronomy

Folklore

Religions

Customs and ways of life

Political and economic

factors

Political stability

Political tendencies

Economic development

Safety

Crime rate

Terrorist attacks

Prices

Page 24: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 22

Natural environment

Beauty of the scenery

Beauty of the cities

and towns

Cleanliness

Overcrowding

Air and noise

pollution

Traffic congestions

Social environment

Hospitality and friendliness

of the local residents

Underprivileged and

poverty

Quality of life

Language barriers

Atmosphere of the places

Luxurious place

Fashionable place

Place with fame and

reputation

Place oriented toward

families

Exotic place

Mystic place

Relaxing place

Stressful place

Happy, enjoyable place

Pleasant place

Boring place

Attractive or interesting

place

Source adapted from Beerli & Martin (2004).

Persepsi Wisatawan

Persepsi, menurut Oxford

Genuine Dictionary (Ranjanthran &

Mohammed, 2010) berasal dari

istilah latin percepio yang berarti

menerima, mengumpulkan, dan

tindakan yang ada dalam pikiran

atau akal. Schiffman & Winsenblit

(2015) menyebutkan bahwa persepsi

adalah „the process by which people

select, organize, and interpret stimuli

into a meaningful and coherent

picture of the world’. Jobber (2004)

dan Solomon et al (2002)

menyimpulkan bahwa persepsi

adalah proses multifaset dimana

orang memilih, mengatur dan

menafsirkan inspirasi sensoris dan

rangsangan ke dalam gambaran

dunia yang komprehensif oleh

individu. Hawkins dkk, (2003),

menyebutkan ada tiga faktor utama

Page 25: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 23

dalam proses persepsi, yaitu;

persepsi selektif, terorganisir, dan

pribadi. Pertama, selektif mengacu

pada kebutuhan dan sikap individu.

Kedua, individu cenderung mengatur

rangsangan berdasarkan kriteria

psikologis, dan akhirnya, rangsangan

secara subjektif yang ditafsirkan oleh

individu. Dengan demikian, setiap

orang memiliki persepsi yang

berbeda tentang suatu objek

tergantung pada kebutuhan dan

minatnya. Misalnya, dua orang

dengan motivasi yang sama dan

dalam situasi yang sama memandang

sesuatu tentunya berbeda, misalnya

seorang wisatawan melihat tempat

wisata bagus dengan pemandangan

yang indah sementara wisatawan

lain mungkin memiliki pandangan

yang berbeda.

Dalam konteks pemasaran,

persepsi merupakan isu strategis

yang sangat penting yang harus

diperhatikan oleh suatu destinasi (Lin

et al, 2005; Marino, 2008). Tujuan

mengetahui persepsi adalah agar

destinasi dapat mengetahui posisinya

diantara destinasi wisata yang lain,

misalnya jika suatu destinasi

memiliki persepsi positif dari sudut

pandang wisatawan, wisatawan

tersebut akan membuat keputusan

untuk memilih mengunjungi

destinasi. Sebaliknya, jika mereka

memiliki persepsi negatif tentang

destinasi, mungkin mereka tidak

ingin mengunjungi tempat itu.

Dengan demikian setiap wisatawan

memiliki persepsi yang berbeda

berdasarkan pengalaman, informasi,

atau kualitas pelayanan yang

diberikan oleh pihak destinasi.

Selanjutnya, persepsi dalam

konteks pariwisata merupakan

cermin dan evaluasi berasarkan

pengalaman visual yang wisatawan

dapatkan dari destinasi yang mereka

kunjungi (Ranjanthran &

Mohammed, 2010). Oleh karenanya,

persepsi pengunjung dirasakan dan

dipengaruhi oleh persepsi subjektif,

serta perilaku setelah berkunjung

(Prebensen, 2007). Dengan

demikian, persepsi merupakan

elemen kunci yang tidak hanya dapat

meningkatkan daya saing destinasi,

tetapi juga dapat digunakan untuk

pembentukan citra destinasi (Echtner

& Ritchie, 2003; Galarza, et al, 2002;

Prebensen, 2007).

Page 26: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 24

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian

Metode penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif.

Alasan memilih metode ini, karena

metode kuantitatif mampu

menghasilkan temuan yang jauh

lebih tepat dan hasilnya objektif

(Barton, 2000; Johnson &

Onwuegbuzie, 2004). Untuk

mengukur keseluruhan persepsi

penelitian ini menggunakan analisa

deskriptif. Tujuan dari analisa

deskriptif untuk memperoleh

deskripsi atau gambaran tentang

karakteristik tertentu (variabel

tertentu) dari suatu subjek yang

sedang menjadi perhatian dalam

penelitian, sedangan untuk

menganalisa perbedaaan persepsi

berdasarkan jenis kelamin (gender)

digunakan analisa T test.

Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data

merupakan suatu prosedur yang

sistimatis untuk memperoleh data

yang diperlukan (Byman, 2012).

Dalam penelitian ini pengumpulan

data dilakukan dengan cara survey,

yaitu menyebarkan kuesioner secara

langsung kepada responden. Lokasi

penelitian dilakukan di beberapa

daerah objek wisata yang ada di Jawa

Barat seperti Kota Bandung, Kota

Bogor, dan kabupaten Pangandaran

Penelitian dilakukan mulai bulan

Agustus sampai dengan bulan

Oktober 2017, dengan jumlah

responden 200.

HASIL DAN DISKUSI

4.1 Karakteristik Responden

Karakteristik

demografi

Jumlah responden (N = 200)

N %

Gender

Male 110 55

Female 90 45

Usia

17-24 years 33 16,5

25-34 years 69 34,5

Page 27: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 25

35-44 years 52 26

45-59 years 43 21,5

60 years 3 1,5

Tingkat pendidikan

Secondary school 2 1

High school 32 16

College 13 6,5

University 152 76

Other 1 0,5

Pendapatan

Rp.24.000.000 76 38

Rp.25.000.000-

34.000.000

31 15,5

Rp.35.000.000-

44.000.000

34 17

Rp.45.000.000-

54.000.000

17 8,5

>Rp.55.000.000 42 21

Pekerjaan

Student 21 10,5

Government 45 22,5

Professional 92 46

Entrepreneur 21 10,5

Retired 5 2,5

Other 16 8

Satus perkawinan

Single 67 33,5

Married 131 65,5

Divorced 1 0,5

Separated 1 0,5

Sumber : Hasil analisa (2017)

Page 28: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 26

Dari total 200 responden yang

digunakan (lihat tabel 4.1) terlihat

bahwa mayoritas responden adalah

laki-laki (55%) dan diikuti oleh

perempuan (45%). Selanjutnya

berdasarkan tingkat usia responden

terlihat bahwa pengunjung ke objek

wisata di dominasi oleh usia remaja

dan dewasa diantara usia 25 – 34

tahun (34. 5%), dengan latar

belakang pendidikan universitas

(76%). Hal ini menunjukkan bahwa

daerah wisata tersebut sangat

digemari oleh wisatawan muda

dengan tingkat pendidikan yang

cukup tinggi, dengan status menikah

(65.5%). Kemudian bila dilihat dari

jenis pekerjaan, terlihat bahwa

mayoritas pengunjung bekerja

sebagai pegawai swasta/profesional

(46%), diikuti oleh pegawai

pemerintahan (22.5). Untuk tingkat

pendapatan sebagian besar

pengunjung memperoleh penghasilan

sebesar Rp. 24 juta pertahun (38%),

di ikuti oleh timgkat menengah Rp.

35.000.000 - 44.000.000 (17%). Dari

hasil analisa ini dapat disimpulkan

bahwa wisatawan yang berkunjung

ke destinasi wisata di Jawa Barat di

dominasi oleh wisatawan muda

dengan tingkat usia produktif, serta

dengan latar belakang pendidikan

yang cukup tinggi, sehingga dapat

dikatakan sebagai wisatawan yang

berkualitas di masa yang akan

datang.

Persepsi Keseluruhan

Untuk mendeskripsikan tentang

gambaran persepsi wisatawan

terhadap destinasi wisata Jawa Barat

penelitian ini menggunakan

pertanyaan. Pertanyaan

dikembangkan dengan menggunakan

7 poin skala Likert mulai dari 1

(sangat tidak setuju) sampai 7

(sangat setuju). Analisa deskriptif

dilakukan untuk mengidentifikasi

item yang paling penting dari

persepsi wisatawan. Adapun tujuan

dari analisa deskriptif adalah untuk

mendapatkan gambaran mengenai

persepsi wisatawan terhadap objek

penelitian. Selanjutnya, untuk

mengukur persepsi, penelitian ini

menggunakan 23 item tentang

persepsi. Tabel berikut (4.2)

menggambarkan hasil analisa tentang

persepsi wisatawan terhadap objek

wisata Jawa Barat, mulai dari

ranking tertinggi sampai yang

terendah.

Page 29: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 27

Tabel 4.2:

Keseluruhan persepsi objek wisata

Jawa Barat

Attributes N Mean Std.

Deviation

Climate 200 6,1350 ,82473

Scenery 200 5,9700 ,86187

Relaxing 200 5,9000 ,96679

Atmosphere 200 5,8600 ,78963

Values 200 5,6050 ,97660

Friendly 200 5,5400 1,06964

Recreation 200 5,3750 1,20066

Foods 200 5,3700 1,36470

Access 200 5,3700 1,10871

Accomqual 200 5,3200 1,22273

Prices 200 5,2900 1,22614

Safety 200 5,2850 1,11805

History 200 5,2100 1,50907

Adventure 200 5,2100 1,24646

Servqual 200 5,2050 1,13109

Shopping 200 5,1800 1,49290

Entertain 200 5,1300 1,34989

Publictransp 200 4,9300 1,36175

Infrastructure 200 4,9250 1,29529

Museums 200 4,8950 1,52499

TICs 200 4,6150 1,41662

Cultural 200 4,5400 1,52974

Cleanliness 200 4,4050 1,41100

Valid N

(listwise) 200

Average 5,2724 1,21735

Berdasarkan hasil analisa deskriptif

terhadap konstruk yang

dikembangkan dalam penelitian ini,

terlihat bahwa dari hasil analisa

terlihat secara keseluruhan persepsi

Jawa Barat sebagai objek wisata

mempunyai nilai yang positif yaitu

dengan nilai rata-rata (mean 5.28).

Dimensi yang kuat terdiri dari

„climate„, „scenery‟, „relaxing‟ and

‟atmosphere‟. Selanjutnya atibut

„value‟, „friendly people‟, „food‟ dan

„recreation‟ juga mempunyai nilai

yang cukup tinggi, yang dapat di

identifikasikan bahwa Jawa Barat

merupakan tempat wisata yang

menyenangkan. Selanjutnya, atribut

lainnya seperti accessibility,

accommodation, prices, safety,

history, adventure, shopping, dan

entertain menunjukkan kesan yang

cukup positif. Sebaliknya, atribut lain

seperti public transportation,

infrastructure, museums, tourism

information centre (TICs), dan

cultural, (mean antara 4.93 - 4.54)

menunjukkan sebagai kelemahan;

atribut lain dengan nilai mean yang

paling rendah adalah „cleanliness‟

(mean score 4.40). Dari hasil ini

terlihat bahwa persepsi wisatawan

terhadap Jawa Barat sebagai objek

Page 30: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 28

wisata cukup menyenangkan sebagai

tempat rekreasi, walaupun masih ada

kekurangannya. Kemudian hasil

analisa juga menggambarkan bahwa

cuaca, pemandangan alam, relaks,

dan atmospir merupakan atribut

kunci tempat wisata dan sebagai

bagian dari citra destinasi wisata

yang mempunyai dampak yang

significant serta memberikan

kontribusi yang positif terhadap

destinasi wisata. Hal ini sesuai

dengan pendapat peneliti sebelumnya

Lee et al (2005; Chi & Qu, 2011),

yang mengatakan bahwa destinasi

wisata yang menyenangkan akan

tercipta melalui kunjungan ke tempat

wisata, dan menghasilkan kesan

yang positif. Dengan kata lain

persepsi akan timbul melalui

kunjungan langsung ke tempat

wisata.

Selanjutnya, untuk memelihara

dan meningkatkan persepsi

wisatawan terhadap destinasi wisata

DMO harus mengetahui secara jelas

tentang objek wisatanya dari persepsi

dan harapan wisatawan, dengan

demikian akan berdampak terhadap

posisi destinasi wisata (Govers,

2005).

Jadi dengan mengetahui persepsi

wisatawan, DMO dapat menyiapkan

cara promosi yang tepat, maupun

memberikan pelayanan yang

menyenangan sehingga apa yang

diinginkan wisatawan dapat

terpenuhi.

Membandingkan Persepsi

Wisatawan Berdasarkan Jenis

Kelamin

Untuk membandingkan nilai

mean dari dua kelompok yang

berbeda digunakan uji independen T

tes. Dengan menggunakan uji

Levene merupakan salah satu

menganalisis perbedaan dari mean

kelompok dikurangi dari masing-

masing skor individu dalam

kelompok (Bryman and Cramer,

2011). Akibatnya perbedaan kedua

fungsi ini bisa berupa either one

tailed or two tailed. Selain itu, uji T

dilakukan untuk mengukur

perbedaan rata-rata antara jenis

kelamin wisatawan. Berdasarkan

hasil analisa menunjukkan bahwa

dari 200 responden; laki-laki dan

perempuan menunjukkan ada sedikit

perbedaan persepsi, dimana laki-laki

memiliki skor rata-rata 5,21, dan

perempuan memiliki skor rata-rata 5,

34 (lihat tabel 4.3).

Page 31: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 29

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality

of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig.

(2-

tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95%

Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Citra Equal

variances

assumed

,732 ,393 -

1,292

198 ,198 -,12574 ,09734 -

,31769

,06622

Equal

variances

not

assumed

-

1,312

197,659 ,191 -,12574 ,09580 -

,31465

,06318

Tabel di atas menunjukkan

bahwa secara statistik tidak terdapat

perbedaan skor varians yang

signifikan untuk kedua kelompok

responden, dapat dilihat bahwa F =

0,732 dengan signifikan 0,393 (>

Sig0.05). Selain itu, dengan

menggunakan asumsi untuk uji beda

dengan varians Equal yang

diasumsikan, dapat disimpulkan

bahwa t skor adalah -1,292 dengan

tingkat signifikansi 0,198 (di atas

nilai cut-off 0, 05), dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa dari 2

(dua) kelompok responden

menunjukkan bahwa kedua

kelompok jenis kelamin tersebut

mempunyai persepsi yang sama

terhadap persepsi destinasi.

Table. 4.3

Group Statistics

N Gender

N Mean

Std.

Deviation Std. Error Mean

Citra Male 110 5,2158 ,73136 ,06973

Female 90 5,3415 ,62316 ,06569

Page 32: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 30

KESIMPULAN

Destinasi wisata Jawa Barat

merupakan suatu fenomena baru, di

bandingkan dengan destinasi wisata

lain seperti Bali maupun Jogyakarta.

Namun telah berkembang sampai

pada titik dimana terus didukung dan

di dorong oleh pemerintah provinsi

maupun pemerintah daerah, karena

sektor ini memiliki pengaruh yang

sangat besar dalam memberikan

kontribusi ekonomi maupun sosial.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa

persepsi Jawa Barat sebagai destinasi

wisata secara keseluruhan

mempunyai kesan positif, dan bisa di

gambarkan sebagai destinasi yang

memiliki pemandangan alam yang

indah dan alami, yang di

kombinasikan dengan cuaca yang

nyaman, serta budaya lokal yang

menyenangkan termasuk

penduduknya ramah dan makanan

lokal yang beraneka ragam, namun

demikian agar objek wisata ini terus

berkembang maka perlu ditingkatkan

persepsinya dimata wisatawan.

Selanjutnya, untuk meningkatkan

dan keberlanjutan destinasi wisata di

pasar tertentu, aktivitas pemasaran

harus dilakukan secara

komprehensif, tidak saja tentang

kekuatan persepsi destinasi, tetapi

juga pengkombinasian antara

pengetahuan tentang persepsi dan

pengalaman. Hal ini sesuai dengan

pendapat Dioko dkk (2010), yang

mengatakan bahwa pemasar destinasi

wisata perlu menciptakan dan

mengembangkan persepsi destinasi

berdasarkan pengetahuan tentang apa

yang ada dalam pikiran wisatawan,

sehingga secara aktif dapat

mengarahkan pemahaman tentang

persepsi yang pada akhirnya dapat

digunakan sebagai positioning

destinasi. Oleh karena itu untuk

mendapatkan persepsi secara utuh

dan jelas, penelitian selanjutnya

harus menganalisa tentang

pengalaman serta ekspektasi

wisatawan.

DAFTAR PUSTAKA

Agapito, D., Oom do Valle, P and

Mendes, J da Costa (2013). The

Cognitive-Affective-Conative

Model of Destination. Journal of

Travel & Tourism Marketing. 30

(2), pp. 471-481

Assaker, G., Vinci, V.E and

O‟Connor, P. (2011). Examining

the effect of novelty seeking,

satisfaction, and destination

image on tourists‟ return pattern:

A two factor, non linier latent

Page 33: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 31

growth model. Tourism

Management. 32, pp. 890-901.

Baloglu, Seyhmus and Brinberg,

David (1997). Affective Images

of Tourism Destinations. Journal

of Travel Research, 35 ( 4), 11-

15.

Baloglu, S. and McCleary, K.W.

(1999). ``US international

pleasure travelers' images of four

Mediterranean destinations: a

comparison of visitors and

nonvisitors'', Journal of Travel

Research, 38 (2), pp. 144-152.

Barton, E. (2000). More

methodological matters: Againts

the negative argumentation. Col.

Comparison Commun, 1, 399-

416.

Beerli, A and Martin, C. (2004).

Factor in influencing destination

image. Annals of tourism image

research, 31, pp. 657- 681.

Bigné, Enrique J., Sánchez, Isabel M.

and Sánchez, Javier (2001)

Tourism Image, Evaluation

Variable and After Purchase

Behaviour: Inter-relationship.

Tourism Management, 22 (6), pp.

607-616.

Bigne, J. E., Sanchez, I., and

Andreau, L. (2009). The role of

variety seeking in short and long

run revisit intention in holiday

destinations. International

Journal of Culture, Tourism and

Hospitality Research, 3 (2) pp.

103-115.

Bryman, A (2012). Social research

methods 4edition. Oxford:

University Press Inc.

Bryman, A,. and Cramer, D. (2011).

Quantitative Data Analysis with

IBM SPSS 17, 18 & 19 A guide

for social scientists London :

Routledge.

Chi, C.G.Q and Qu, H. (2008).

Examining the structural

relationships of destination

image, tourist satisfaction, and

tourist loyalty. An integrated

approach. Tourism Management

Journal, 29 (4), pp. 624-636.

Dioko. L., Harill, R., and Cardon,

Peter, W. (2010). Brand China:

Tour Guide Perceptions and

Implications for Destination

Branding and Marketing.

Tourism Analysis, 15, 1-12.

Dwyer, L. and C Kim (2003).

„Destination Competitiveness:

Determinats and Indicators,

Current Issues in Tourism, 6 (5),

pp. 369-414.

Echtner C. M. and Ritchie J. R. Brent

(1993). The Measurement of

Destination Image: An empirical

Assessment, Journal of Travel

Research, 31, pp. 3-13.

Echtner, C. M. and Ritchie,

J.R.Brent. (2003). “The Meaning

and Measurment of destination

Page 34: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 32

Image”. The Journal of Tourism

Studies, 14 (1), pp. 37-48.

Fakeye, P.C. and Crompton, J.L.

(1991). Image differences

between prospective, first

time,and repeat visitors to the

Lower Rio Grande Valley.

Journal of Travel Research, 30

(10), pp. 10 – 16.

Ford, R.C., and Heaton, C.P. (2000).

Managing the guest experience in

hospitality. Albany, New York:

Delmar Thomson Learning.

Gallarza, M.G., Saura, I.G and

Garcia, H.C. (2002) Destination

Image: Towards Conceptual

Framework. Annals of Tourism

Research, 29 (1), pp. 56-72.

Gartner, W. C. (1996). Tourism

Development: Principles,

Processes and Policies. New

York: John Wiley & Sons Inc.

Govers, R. and Go, F. (2003).

Deconstruction destination image

in the trasformation age.

Information Technology and

Tourism, 6 (1), pp. 13-29.

Guthrie, C., and Anderson, A.

(2010). Visitor narratives:

researching and illuminating

actual destination experience.

Emerald, Qualitative Market

Research: An International

Journal, 13 (2), pp. 110-129.

Hawkins, D. I., Best, R.J., and

Coney, K.A. (2003). Consumer

Behaviour: Building marketing

strategy 9 th edition. Boston:

McGraw-Hill

Jenkins, O.H. (1999). Understanding

and measuring tourist destination

images. The international journal

of Tourism Research, 1, pp. 1-15

Jobber, D. (2004). Principles and

Practice of Marketing 4th

edn.London: Mac GrawHill

International, Ltd.

Johnson, B, and Christensen, L.

(2004). Educational research –

Quantitative and Qualitative and

Mixed approach (2nd edition)

London:Sage

Jorgensen, L.G. (2004). Unique

Singapore. An analysis of a

destination image and the

language of tourism. The Aarhus

Scholl of Business. Available

from:http://pure.au.dk/portal/files

/2156/000134297-134297.pdf

Kim, H and Richardson, S.L (2003)

Motion Picture Impacts on

Destination Images. Annals of

Tourism Research, 30 (1), pp.

216-237.

Lin, C.H., Sher, P.J., and Shih, H.Y.

(2005). Past progress and future

directions in conceptualizing

customer perceived value.

International Journal of Service

Industry Management, 16 (4).

Page 35: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 33

Lee, C., Lee, Y. and Lee, B. (2005).

Korea‟s destination image

formed by the 2002 world cup.

Annals of Tourism Research, 32

(4), pp. 839-858.

Marino, E. (2008). The Strategic

Dimension of Destination Image,

An Analysis of the French

Riviera Image from the Italian

Tourists Perceptions. Available

from:

http://www.esade.edu/cedit/pdfs/

papers/pdf10.pdf.

McCartney, Glenn, Butlter, Richard,

and Bennet, M. (2008). A

strategic use the communication

mix in the destination image.

Journal of Travel Research, 47

(2), pp. 183-198

Prebensen, Nina, K.( 2007).

Exploring tourists‟ images of

distant destination. Tourism

Management, 28 (3), 747-756.

Pike, Steven. (2002). Destination

image analysis. A review of 142

papers from 1973-2000 Tourism

Management, 23 (5), pp. 541-

549.

Pike, Steven.(2007) Destination

image literature 2001 – 2007,

Acta Turistica, 19 (2), pp. 107-

125.

Qu, H., Kim, L.S and Im, Holly, H.

(2011). A model destination

branding: Integrating the

concepts of the branding and

destination image. Tourism

Management, 32, 465-476.

Schiffman, L.G., and Wisenblit, J.L

(2015). Customer Behavior.

Global Editon. Eleventh Edition.

Boston: Pearson, Always

Learning.

Ranjanthran, M., and Mohammed, B.

(2010). Domestic Tourism:

Perception of domestic on

tourism product in Penang Island.

Asia Journal of Tourism

Research.

Available from:

http://www.ipublishing.co.in/ajm

rvol1no1/EIJMRS1061.pdf

Solomon, M., Bamossy, G., and

Askegaard, S. (2002). Consumer

Behaviour: A European

perspective. New Jersey:

Englewood Cliffs, Prentice Hall.

Sekaran, U (2013). Research

methods for business (edisi

bahasa Indonesia) Jakarta:

salemba empat

Stepchenkova, S. (2005). Russia‟s

Destination Image among

American Pleasure Travleers.

Master Thesis, Purdue

University. Available

from:http://plaza.ufl.edu/svetlana

.step/research/MSthesis.pdf.

Tasci, A. D. A., and W.C, Gartner.

(2007). “Destination image and

its functional relationships.”

Page 36: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Nono Wibisono, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 34

Journal of Travel Ressearch, 45

(4), pp. 413-425.

Wibisono, N (2015). Destination

image; perception, experience,

and behavioural intent in the

context of West Java, Indonesia

as a tourist destination. Thesis,

University of Lincoln, England.

Page 37: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 35

VIHARA DHARMA GIRI SEBAGAI DAYA TARIK WISATA ROHANI

DI KABUPATEN TABANAN

Ni Kadek Widyastuti

[email protected]

Program Studi D4. Manajemen Perhotelan Universitas Dhyana Pura

ABSTRACT

The uniqueness of Bali that characterizes itself making it as the major tourist

destination. Vihara Dharma Giri into a tourist attraction that is also a spiritual

tour is located in Pupuan Street, Pupuan Sub-District, Tabanan District, Bali

Province. Vihara Dharma Giri is famous for its uniqueness and other than as a

place of worship for Buddhists, there is also a large and very phenomenal

sleeping Buddha statue, supported by the natural atmosphere surrounding, it is

still natural and the cool weather around the Vihara Dharma Giri.

The study was conducted in Vihara Dharma Giri is located in Pupuan Street,

Pupuan Sub-District, Tabanan District, Bali Province.. As informants are some

the foundation of the Vihara Dharma Giri. The study is conducted by purposive

sampling technique. As the respondents, there were 30 foreign and domestic

travelers. Sampling is done by accidental sampling technique. The results

showed the potential of Vihara Dharma Giri as a spiritual tourist attraction are

the natural dan cultural attractions. Tourists visiting motivation are dominated

by attraction of art and culture because of its buildings and historical place

13.3% of respondents. Indicator of the perception in terms of tourist attractions

variables, that gaining excellent ratings is the architecture, with an average score

of 4.3. Art and culture 4.6, spiritual 4.3. Indicator of the accessibility variable

that gain the excellent assessment is the location of objects with an average score

of 4,6. Variables of the amenities/ fasilities indicator place of worship, toilet, and

parking area, gaining good assessment with an average score 3,8, but tourist

perception for the some hotels arround the Tabanan District still needs to be

improved. The last variable is tourism organizations/managers and indicator that

gain excellent perception is the cleanliness and safety with a score average of

4.5. Based on the research results, the existence of Vihara Dharma Giri as a

tourist attraction in Tabanan District overall got good perception assessment and

must be followed up indicators that is considered bad by the respondents, in order

to improve the assessment perception of visitors.

Keywords: Potential, Motivation, Perception.

PENDAHULUAN

Berkembangnya pariwisata di

Indonesia memberikan manfaat yang

cukup besar dalam perekonomian

suatu negara. Sejak tahun 1978

pemerintah terus berusaha untuk

mengembangkan kepariwisataan. Hal

ini dituangkan dalam TAPMPR

Page 38: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 36

No.IV/MPR/1978 bahwa pariwisata

perlu ditingkatkan dan diperluas

untuk meningkatkan devisa,

memperluas lapangan kerja dan

memperkenalkan kebudayaan.

Pengembangan pariwisata yang telah

dilakukan baik oleh pemerintah

maupun swasta telah meningkatkan

jumlah kedatangan wisatawan di

Indonesia. Kunjungan wisatawan

akan merangsang interaksi sosial

dengan penduduk di sekitar sesuai

dengan kemampuan mereka dalam

beradaptasi baik dibidang

perekonomian, kemasyarakatan

maupun kebudayaan (Soebagyo,2012

: 17 ). Dibandingkan dengan negara –

negara yang sekarang menjadikan

sektor pariwisata sebagai penghasil

devisa utamanya seperti Hawai dan

Thailand, Indonesia memiliki

beberapa kelebihan yang dapat

memberikan sumbangan yang cukup

bermakna pada pemasukan devisa

Indonesia. Dikatakan demikian,

karena Indonesia memiliki hampir

semua jenis wisata seperti cultural

tourism, recuperational tourism,

commercial tourism, sport tourism,

political tourism, social tourism, and

religion tourism (Yoeti, 1987:114-

115). Pemerintah Indonesia sendiri

telah melakukan berbagai usaha

untuk meningkatkan citra

pariwisatanya, berbagai sarana dan

prasarana baru pariwisata terus

dibangun, diperbaiki, dan

diperbaharui, promosi objek wisata

yang belum berkembang secara

teratur dilakukan, serta objek wisata

baru secara bertahap dikembangkan.

Salah satu diantaranya objek wisata

baru yang mulai dikembangkan

adalah pariwisata religi atau rohani.

Banyak daerah tujuan wisata di

Indonesia, salah satunya adalah pulau

Bali yang dikenal dengan keindahan

alam serta adat istiadatnya.

Perkembangan pariwisata di Bali

yang sangat pesat menjadikannya

sebagai tolok ukur untuk sebagian

kota wisata lain yang ada di

Indonesia. Walaupun terjadi

peningkatan jumlah wisatawan yang

berkunjung ke Bali, tapi Pemerintah

Provinsi Bali terus berupaya

memberikan perhatian kepada

pariwisata di Bali. Yang

menyebabkan Bali sebagai salah satu

tujuan wisata utama adalah, karena

Bali memiliki keunikan budaya yang

menjadi ciri khas daerah Bali itu

sendiri. Modal kepariwisataan

(tourism assets) sering juga disebut

Page 39: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 37

sumber daya kepariwisataan (tourism

resource).. Adapun modal atraksi

yang menarik kedatangan wisatawan

diantaranya adalah : alam,

kebudayaan, dan sumber daya

manusia itu sendiri. Bali sebagai

daerah tujuan wisata selama ini

diyakini telah mengalami beberapa

perkembangan dengan semakin

bervariasi dan bertambahnya daya

tarik dan atraksi wisata yang

ditawarkan dan diharapkan mampu

meningkatkan tingkat kunjungan

wisatawan (Putra, 2008 : 22). Suatu

daerah dapat menjadi tujuan wisata

apabila ada sesuatu yang dapat

dikembangkan menjadi atraksi

wisata. Potensi ini akan menjadikan

peluang pada pengembangan daya

tarik wisata yang ada di Bali. Modal

kepariwisataan itu mengandung

potensi untuk dikembangkan menjadi

atraksi wisata. Menentukan potensi

kepariwisataan disuatu daerah harus

berpedoman pada apa yang dicari

oleh wisatawan itu sendiri. Menurut

Ismayanti (2009 : 147) daya tarik

wisata merupakan fokus utama

penggerak pariwisata di sebuah

destinasi. Dengan kata lain daya tarik

wisata sebagai penggerak utama

yang memotivasi wisatawan untuk

mengunjungi suatu tempat. Daya

tarik wisata terdiri dari wisata

rekreasi, wisata agro, wisata belanja,

wisata budaya, wisata alam, wisata

kuliner dan wisata religi yang

merupakan indikator yang

berkontribusi paling kuat dalam

membentuk kepuasan konsumen. Hal

ini dapat dipahami bahwa atribut

daya tarik wisata sebagai pembentuk

kualitas layanan, mampu

memberikan kepuasan yang tinggi

pada wisatawan dan dapat

mengindikasikan bahwa indikator

daya tarik obyek wisata tersebut

merupakan atribut yang paling kuat

dalam pikiran wisatawan (Martaleni :

2011)

Saat ini tren wisata rohani atau

spiritual mendapat perhatian lebih

dari wisatawan, ini terbukti dengan

kunjungan wisata rohani atau

spiritual yang terus meningkat. Hal

ini disebabkan karena wisatawan

tidak hanya mencari kesenangan

semata tetapi mereka juga mencari

kesenangan batin. Wisata religi

sangat identik dengan wisata berbasis

keyakinan dan merupakan bagian

dari wisata budaya. Telah terjadi

pergeseran tren kepariwisataan dari

“sun, sand, and sea” menjadi

Page 40: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 38

“serenity, sustainability and

spirituality“. Terjadinya peningkatan

tren wisata religi saat ini karena

setiap orang ingin memenuhi

kebutuhan rohaniahnya dengan

mendatangi tempat – tempat yang

menurut mereka suci sehingga

mereka bisa melakukan doa, atau

meditasi dengan menenangkan diri.

Potensi daya tarik wisata di

Indonesia yang dapat menarik

wisatawan melalui konsep wisata

religi sangat terbuka.

Keanekaragaman agama dan

keyakinan yang dimiliki Indonesia

menjadi modal untuk menjadi wisata

religi atau rohani seperti tempat

ziarah atau prosesi peribadatan yang

memiliki keunikan tersendiri. Pada

saat ini, pengembangan wisata religi

di sejumlah daerah di Indonesia

sudah mulai dijalankan dan akan

terus berkembang.

Pulau Bali sebagai destinasi

wisata yang memiliki potensi yang

sangat besar untuk dikembangkan

sebagai tujuan wisata rohani, apalagi

dengan mayoritas hindu serta

memiliki situs cukup banyak yang

dapat ditawarkan kepada wisatawan

yang ingin belajar nilai – nilai luhur

yang universal. Budaya Bali

tampaknya juga menjadi daya tarik

yang paling dominan dalam

perkembangan kepariwisataan di

Bali. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa 61% wisatawan yang

berkunjung ke Bali karena ingin

menikmati keunikan budaya, 32%

disebabkan oleh keindahan alam atau

panorama yang mempesona, dan

sisanya mencari hal – hal lain (

Mantra 1992 :9 ).

Salah satu daya tarik wisata yang

juga menjadi wisata spiritual yang

ada di Bali yaitu Vihara Dharma Giri

yang berlokasi di Jl Raya Pupuan,

Tabanan, Bali. Vihara Dharma Giri

merupakan tempat suci

persembahyangan bagi umat Budha.

Seperti halnya bangunan suci wihara

pada umumnya yang memiliki ciri –

ciri khas dalam bentuk bangunan

yaitu berbentuk stupa, pagoda, altar,

lonceng dan patung budha. Bagitu

pula dengan Vihara Dharma Giri

selain memiliki patung sang Budha

yang duduk bersila, terdapat juga

patung budha tidur berwarna putih

yang dibangun begitu besar dan

megah serta sangat fenomenal dan

didukung dengan pemandangan alam

yang indah dikawasan ini, sehingga

patung Budha tidur ini menjadi salah

Page 41: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 39

satu daya tarik wisata baru di

kawasan Tabanan Bali. Suasana di

sekitar kawasan vihara ini sangat

sejuk dan damai, sehingga sangat

cocok sebagai tempat berdoa maupun

meditasi untuk menjernihkan pikiran

serta berwisata rohani. Bagi

wisatawan yang berkunjung, tidak

diperbolehkan untuk membuat

keributan agar umat budha yang

melakukan persembahyangan tidak

terganggu, begitu pula wisatawan

yang berkunjung tidak diperbolehkan

untuk mengenakan celana pendek

dan bagi wanita yang sedang

menstruasi atau sedang berhalangan

juga dilarang untuk masuk ke areal

wihara. Ada beberapa tempat dalam

vihara yang tidak diperkenankan

untuk mengenakan alas kaki seperti

sendal atau sepatu karena merupakan

tempat suci. Selain sebagai tempat

peribadahan umat budha, vihara ini

juga dapat dikunjungi sebagai

alternatif wisata di Kabupaten

Tabanan. Wisatawan yang

berkunjung tidak hanya umat Budha

saja yang datang dan ingin

melakukan persembahyangan tetapi

wisatawan domestik dan

mancanegara yang beragama selain

Budha juga banyak berkunjung ke

Vihara Dharma Giri karena ingin

mengetahui budaya dan seni yang

terdapat di dalam wihara apalagi

dengan adanya patung dalam ukuran

besar yang megah dengan warna

putih bersih dan posisinya

melukiskan Budha yang sedang tidur

dengan memangku kepala di satu

tangan dan jarang bisa ditemui di

wihara – wihara lain yang ada di Bali

selain di Vihara Dharma Giri,

sehingga hal ini juga yang menjadi

daya tarik tersendiri bagi wisatawan

yang ingin berkunjung ke Vihara

Dharma Giri ataupun banyak

wisatawan yang hanya ingin sekedar

mengabadikan atau berfoto di depan

patung sang Budha apalagi ditambah

dengan pemandangan di sekitar

patung Budha yang masih alami

sehingga mengundang wisatawan

yang ingin berkunjung ke Vihara

Dharma Giri. Banyak hal yang

menarik wisatawan untuk

berkunjung ke Vihara Dharma Giri

selain melakukan persembahyangan

dan doa untuk menenangkan pikiran

bagi yang beragama budha juga

adanya papan kayu yang diisi dengan

tulisan dan kata – kata bijak yang

dipasang di tiap – tiap pohon yang

merupakan cuplikan Dhammapada

Page 42: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 40

atau himpunan sabda – sabda sang

Budha dalam kitab suci umat Budha.

Tulisan – tulisan ini tidak saja

sebagai hiasan yang di pajang begitu

saja tetapi lebih mengarah ke

spiritual dan juga pengingat untu

golongan manusia terutama beberapa

umat yang datang bersembahyang ke

Vihara Dharma Giri. Sama seperti

wihara lainnya, Vihara Dharma Giri

juga sering digunakan untuk beragam

upacara keagamaan untuk umat

Budha seperti puja bhakti, waisak

serta upacara hari raya umat Budha

lainnya.

RUMUSAN MASALAH

Bertitik tolak dari latar belakang

yang telah dikemukakan di atas,

maka permasalahan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut.

1. Apa potensi wisata yang dimiliki

oleh Vihara Dharma Giri sebagai

daya tarik wisata di Kabupaten

Tabanan ?

2. Apa motivasi wisatawan untuk

berkunjung ke Vihara Dharma

Giri sebagai salah satu pilihan

daya tarik wisata di Kabupaten

Tabanan?

3. Bagaimana persepsi wisatawan

terhadap Vihara Dharma Giri

sebagai salah satu daya tarik

wisata di Kabupaten Tabanan ?

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis keberadaan Vihara

Dharma Giri sebagai salah satu daya

tarik wisata Kabupaten Tabanan dari

perspektif wisatawan yang

berkunjung.

LANDASAN TEORI

Dalam penelitian ini ada

beberapa teori yang digunakan yang

relevan dalam menganalisis persepsi

wisatawan terhadap Vihara Dharma

Giri sebagai usaha daya tarik wisata

di Kota Tabanan. Teori - teori yang

digunakan adalah teori motivasi,

teori persepsi, dan teori the tourist

qualities of a destination.

Teori Motivasi

Motivasi adalah hasil proses yang

bersifat internal atau ekternal bagi

seseorang individu yang

menimbulkan sikap entusias dan

persistensi untuk mengikuti arah

tindakan – tindakan tertentu

(Winardi, 2002 : 25).

Menurut Sharpley (1994) dan

Wahab (1975) (dalam Pitana Gayatri

2005 : 58) motivasi merupakan hal

Page 43: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 41

yang sangat mendasar dalam studi

tentang wisatawan dan pariwisata

karena motivasi merupakan trigger

dari proses perjalanan wisata,

walaupun motivasi ini acapkali tidak

disadari secara penuh oleh wisatawan

itu sendiri.

Menurut Abraham Maslow

(1943) pada intinya manusia

memiliki lima tingkat atau hierarki

kebutuhan di antaranya fisik

(fisiological need), rasa aman,

(security need), sosial (social need),

penghargaan atau pengakuan (esteem

need), dan mewujudkan jati diri (self

actualization need). Jika kebutuhan

yang paling dasar yaitu kebutuhan

fisik sudah terpenuhi maka manusia

akan mencari kebutuhan pada tingkat

berikutnya dan seterusnya.

Mengacu pada teori hirarki

kebutuhan Maslow, (Intosh,

1972:52) mengelompokkan motivasi

– motivasi dasar yang mendorong

wisatawan melakukan perjalanan

dapat dikelompokkan menjadi empat

kategori sebagai berikut :

Physical motivators (motivasi –

motivasi yang bersifat fisik),

meliputi yang berhubungan dengan

istirahat fisik (relaksasi),

kenyamanan, berpartisipasi dalam

kegiatan olah raga, bersantai dan

sebagainya, termasuk motivasi yang

berhubungan langsung dengan

kesehatan jasmani seseorang.

Keseluruhan motivasi – motivasi ini

memiliki satu kesamaan yaitu

pengurangan ketegangan melalui

aktivitas – aktivitas yang

berhubungan dengan faktor – faktor

fisik.

Cultural motivator (motivasi-

motivasi kebudayaan),

diidentifikasikan dengan keinginan

wisatawan untuk mengetahui musik,

seni, sejarah, tari-tarian, lukisan –

lukisan, agama dan aktivitas-

aktivitas budaya dari negara – negara

lain.

Interpersonal motivators

(motivasi –motivasi yang bersifat

pribadi) yang mencakup keinginan

untuk bertemu dengan orang –orang

baru, mengunjungi teman dan

keluarga, pelarian dari rutinitas hidup

yang membosankan, atau untuk

membangun pertemuan –pertemuan

baru dan seterusnya.

Status dan prestige motivators

(motivasi karena status atau prestise)

yaitu motivasi – motivasi yang

berkaitan dengan kebutuhan –

kebutuhan kepercayaan diri dan

Page 44: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 42

pengembangan pribadi. Dalam

kategori ini adalah perjalanan-

perjalanan yang berkaitan dengan

bisnis, menghadiri konvensi, belajar,

pemenuhan hobi dan pendidikan,

seringkali ketertarikan pekerjaan atau

profesi. Motivasi – motivasi seperti

keinginan untuk diakui, diketahui,

penghargaan dan reputasi yang baik

dapat diraih dengan melakukan

perjalanan.

Motivasi utama seseorang untuk

melakukan perjalanan wisata

didorong oleh, motivasi fisik,

budaya, motivasi antar orang,

pengembangan status dan pribadi

(McIntoch dan Goeldner, 1986 : 124-

125; Swarbrooke dan Horner, 1999 :

53-54). Pengertian dari masing-

masing motivasi tersebut adalah :

1. Motivasi fisik, motivasi yang

berhubungan dengan kebutuhan

untuk beristirahat, mengurangi

ketegangan dan penyegaran pada

tubuh dan pikiran melalui

aktifitas fisik seperti

berpartisipasi dengan olah raga,

bersantai atau dapat juga

berhubungan dengan kesehatan.

2. Motivasi budaya, yaitu adanya

keinginan utuk melihat dan

mempelajari mengenai kota lain

seperti musiknnya, makanan,

sejarah, agama, dan kesenian.

3. Adanya keinginan untuk bertemu

dengan orang baru, mencari

teman, melarikan diri dari

rutinitas disebut motivasi antar

pribadi.

4. Motivasi pengembangan status

dan pribadi adalah motivasi yang

lebih mementingkan kebutuhan

akan ego dan pengembangan

pribadi, seperti keinginan untuk

dikenal, dihormati, dan

diperhatikan. Teori motivasi ini

digunakan untuk menjawab

pokok permasalahan mengenai

motivasi wisatawan untuk

memilih mengunjungi Vihara

Dharma Giri sebagai daya tarik

wisata.

Teori Persepsi

Persepsi adalah suatu proses

pengenalan atau identifikasi sesuatu

dengan menggunakan panca indra.

Kesan yang diterima individu sangat

tergantung pada seluruh pengalaman

yang telah diperoleh melalui proses

berpikir, dan belajar, serta

dipengaruhi oleh faktor yang berasal

dari alam individu. (http:/teori

psikologi.blogpot.com./2008/05/ di

kutip pada tanggal 29-07-2013).

Page 45: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 43

Definisi persepsi menurut Assael,

1994 : 720 (dalam Suradnya dkk,

2002:2), diartikan sebagai “the

process by which people select,

organize, and interpret sensory

stimuli into a meaningful and

coherent picture” atau dengan kata

lain “the way consumers view an

object (e.g., their mental picture of a

brand or the traits they attribute to

the brand”. Dengan demikian

persepsi seseorang akan sangat

tergantung kepada masing – masing

individu menyeleksi,

mengorganisasikan dan

menginterpretasikan stimulus yang

mempengaruhi inderanya ke dalam

gambaran yang nyata. Atau dengan

kata lain persepsi bersifat subyektif,

dalam arti bahwa wisatawan yang

berbeda dihadapkan kepada stimulus

yang sama, besar kemungkinan

keputusan yang diambilnya akan

berbeda pula.

Pendapat ini serupa dengan

pendapat Robbins dan Judge (2008 :

175), yang mendefinisikan persepsi

sebagai proses di mana individu

mengatur dan menginterpretasikan

kesan – kesan sensoris mereka guna

memberikan arti bagi lingkungan

mereka. Namun apa yang diterima

seseorang pada dasarnya bisa

berbeda dari realitas objektif.

Walaupun seharusnya tidak perlu ada

perbedaan tersebut sering timbul.

Sejumlah faktor berperanan dalam

membentuk bahkan terkadang

mengubah persepsi antara lain adalah

; (a) faktor yang terletak dalam diri

pembentuk persepsi, (b) faktor dalam

diri objek atau target yang diartikan,

dan, (c) faktor situasi di mana

persepsi tersebut dibuat.

Persepsi diidentifikasikan sebagai

suatu proses di mana individu

memilih, mengorganisasikan,

mengartikan stimulus yang diterima

melalui alat indranya menjadi suatu

makna (Rangkuti, 2003 : 33).

Selanjutnya Rangkuti menjelaskan

bahwa persepsi berkaitan dengan

cara mendapatkan pengetahuan

khusus tentang kejadian pada waktu

tertentu. Persepsi dapat terjadi kapan

saja, yaitu saat stimulus

menggerakkan indra. Persepsi

mencakup penerimaan stimulus,

pengorganisasian stimulus, dan

penafsiran stimulus yang telah

diorganisasikan dengan cara

mempengaruhi prilaku dan

membentuk sikap.

Page 46: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 44

Schiffman - Kanuk (dalam

Widjaja, 2009: 32) mendefinisikan

persepsi sebagai suatu proses di

mana individu menyeleksi,

mengorganisasi, dan menerjemahkan

stimulasi menjadi sebuah arti.

Pernyataan ini ditegaskan lagi oleh

Rangkutti (2003 : 32) yang

mengemukakan bahwa persepsi

pelanggan didefinisikan sebagai

suatu proses dimana individu

memilih, mengorganisasikan serta

mengartikan stimulus yang diterima

melalui inderanya menjadi suatu

makna. Meskipun demikian makna

dari proses persepsi tersebut juga

dipengaruhi pengalaman masa lalu

individu yang bersangkutan.

Dengan demikian konsep

persepsi dapat diartikan dengan suatu

proses individu untuk

menginterpretasikan stimulus yang

diterima oleh indera untuk diberi

makna secara subyektif yang

dipengaruhi oleh faktor dari dalam

diri dan dari luar individu tersebut.

Teori The Tourist Qualities of a

Destination

Menurut Burkat dan Medlik

(1976 : 44) bahwa seberapa penting

unit geografis sebagai sebuah

destinasi wisatawan, atau seberapa

penting ia secara potensial yang

ditentukan oleh tiga faktor utama

yaitu atraksi, aksesibilities, dan

fasilitas yang diterminologikan

sebagai kualitas wisatawan terhadap

sebuah destinasi.

Atraksi wisata adalah suatu

perwujudan dari ciptaan manusia,

tata hidup seni budaya, serta sejarah

bangsa, dan tempat atau fenomena

alam yang mempunyai daya tarik.

Atraksi wisata dapat berupa sumber

daya alam, budaya, etnisitas, ataupun

hiburan (latupapua, 2011).

Atraksi di sini dapat dibedakan

menjadi dua yaitu obyek wisata (site

attraction) dan atraksi wisata (event

attraction). Obyek wisata bersifat

statis, terikat pada tempat, dapat

dijamah (tangible) seperti : pantai,

gunung, danau,pemandangan alam ,

taman nasional. Sedangkan Atraksi

wisata (event attraction) bersifat

dinamis, mencerminkan adanya

gerak, tidak terikat tempat dan tidak

dapat dijamah seperti : adat istiadat ,

pakaian tradisional, seni budaya yang

melekat pada kehidupan masyarakat,

upacara ritual keagamaan.

(http://caretourism.wordpress.com

diakses tanggal 29 Juli 2013).

Page 47: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 45

Menurut Kuncoro, 2001 (dalam

Nandi, 2008) bahwa atraksi wisata

dikelompokkan menjadi dua yaitu,

(1) atraksi sumber daya alam adalah

setiap ekosistem dan segala isinya.

Sumberdaya alam fisik dan hayati

merupakan atraksi wisata yang dapat

dikembangkan untuk objek wisata

alam. (2) Atraksi buatan manusia

meliputi atraksi budaya (agama,

budaya modern, museum, galeri,

seni, situs arekeologi, bangunan),

tradisi (kepercayaan, animisme

budaya, festival) dan peristiwa

olahraga (olimpiade, piala dunia,

turnamen).

Atraksi - atraksi dapat berbentuk

atraksi – atraksi situs (contohnya

kongres – kongres, pameran dan

acara – acara olah raga), yang

keduanya memiliki sebuah pengaruh

gravitasional pada orang – orang

bukan penduduk. Selanjutnya dapat

diartikan aksesibilitas adalah sebuah

fungsi dari jarak antar pusat – pusat

populasi, yang berbentuk pasar

wisatawan, dan dari transportasi

eksternal dan komunikasi –

komunikasi yang memungkinkan

sebuah destinasi untuk dijangkau.

Fasilitas – fasilitas di destinasi

mencakup akomodasi, cattering,

hiburan, dan juga transportasi

internal dan komunikasi –

komunikasi, yang memungkinkan

wisatawan untuk berkeliling selama

ia tinggal. Jelas bahwa fasilitas –

fasilitas menyumbang banyak pada

resor – resor yang terkenal sebagai

destinasi wisatawan, kebalikannya

pada area – area yang kurang dalam

penyediaan akomodasi – akomodasi

tertentu bagi pengunjung.

Sebuah destinasi wisatawan

harus juga memiliki sebuah

organisasi kepariwisataan, dengan

tujuan untuk menyediakan kerangka

kerja dimana pariwisata dapat

beroperasi untuk mengembangkan

produk wisata dan untuk

mempromosikannya dalam pasar –

pasar wisatawan yang sesuai, yang

dapat menentukan tingkat

kepentingan dan kesuksesan dari

sebuah destinasi.

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

beberapa konsep diantaranya :

potensi wisata, daya tarik wisata,

motivasi wisatawan, persepsi

wisatawan. Teori yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teori

motivasi yang merupakan hasil

Page 48: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 46

proses yang bersifat internal atau

eksternal bagi seorang individu yang

menimbulkan sikap entusias dan

persistensi untuk mengikuti arah

tindakan – tindakan tertentu

(Winardi, 2002:25).

Penelitian ini berlokasi di Jalan

Raya Pupuan, Tabanan, Bali. Metode

dan tehnik pengumpulan data melalui

observasi, wawancara, dokumentasi

dan penyebaran angket pada 30

responden dengan menggunakan

metode accidental sampling.

Responden yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wisatawan yang

mengunjungi Vihara Dharma Giri

untuk berwisata rohani baik

wisatawan asing maupun nusantara.

Jenis dan Teknik Pengumpulan

Data

Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data kuantitatif

dan kualitatif.

Data kuantitatif adalah data yang

dinyatakan dalam bentuk angka yang

berhubungan dengan penelitian ini.

Data kualitatif yaitu data yang

dinyatakan dalam bentuk keterangan

– keterangan dan uraian – uraian baik

dari pihak pengelola Vihara Dharma

Giri maupun wisatawan yang

digunakan sebagai responden dalam

penelitian ini seperti motivasi

wisatawan, persepsi wisatawan serta

data lainnya.

Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

Observasi merupakan teknik

yang dilakukan dengan cara

mengadakan pengamatan secara

langsung untuk melihat dari dekat

kejadian yang terjadi dilokasi

penelitian. Dalam melakukan

pengamatan, peneliti berbaur dengan

masyarakat untuk mengamati secara

langsung kegiatan sehari – hari yang

dijadikan objek penelitian.

Wawancara merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan

dengan melakukan tanya jawab atau

wawancara langsung dengan

beberapa narasumber seperti :

masyarakat lokal, wisatawan asing

atau domestik yang berkunjung ke

Vihara Dharma Giri. Melalui

informasi yang didapat akan dapat

digunakan menjawab permasalahan

yang ada dalam penelitian ini.

Penyebaran Angket adalah tehnik

pengumpulan data yang dilakukan

dengan menyiapkan daftar pertayaan

yang akan diberikan atau disebarkan

kepada responden wisatawan dengan

Page 49: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 47

tujuan mencari informasi yang

lengkap mengenai permasalahan

yang dihadapi oleh obyek penelitian.

Dokumentasi merupakan tehnik

pengumpulan data dengan

mempelajari dokumen – dokumen

yang berhubungan dengan ritual

maupun kegiatan yang dilakukan

wisatawan yang berkunjung ke

Vihara Dharma Giri juga peraturan –

peraturan pemerintah tentang

kepariwisataan, literature – literature

yang berkaitan dengan budaya suatu

daerah untuk dijadikan daya tarik

wisata.

Teknik Penentu Sampel

Dalam penelitian ini yang

menjadi bahan pertimbangan dalam

pengumpulan data adalah pemilihan

informan. Teknik sampling yang

digunakan adalah purposive sample.

Purposive sample adalah teknik

penentu sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono,

2009 : 85). Selanjutnya menurut

Arikunto (2010 : 183) pemilihan

sampel secara Purposive pada

penelitian ini akan berpedoman pada

ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik

tertentu, dimana responden yang

digunakan dalam penelitian ini

adalah wisatawan yang mengunjungi

Vihara Dharma Giri selama

penelitian. Karakteristik wisatawan

dipaparkan berdasarkan jenis

kelamin, tingkat usia, pekerjaan,

daerah asal, dan frekuensi

kunjungan wisatawan di Vihara

Dharma Giri

Tehnik Analisis Data

Deskriptif - kualitatif

Penelitian ini

mengidentifikasikan potensi serta

menganalisis persepsi dan motivasi

wisatawan terhadap Vihara Dharma

Giri sebagai daya tarik wisata di

Kabupaten Tabanan dengan

menggunakan teknik analisis

deskriptif kualitatif terhadap data

informasi kualitatif yang dikatagorik

dengan menggunakan skala likert.

Sugiono (1997 : 73)

mengemukakan bahwa skala likert

merupakan skala pengukuran yang

diberikan pembobotan secara gradasi

dari nilai yang positif hingga negatif.

Skala likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat dan

persepsi sekumpulan atau seseorang

tentang fenomena sosial yang

selanjutnya disebut sebagai variabel

penelitian.

Dengan menggunakan skala

likert, variabel yang akan diukur

Page 50: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 48

dijabarkan menjadi dimensi, dimensi

akan dijabarkan menjadi sub variabel

kemudian sub variabel dijabarkan

lagi menjadi indikator - indikator

yang dapat diukur. Indikator –

indikator yang terukur ini dapat

dijadikan titik tolak untuk membuat

item instrumen yang berupa

pertanyaan atau pernyataan yang

perlu dijawab oleh responden. Setiap

jawaban dihubungkan dalam bentuk

pertanyaan atau dukungan sikap yang

diungkapkan dengan kata – kata

sebagai berikut :

Pengukuran Persepsi dan Motivasi

Wisatawan Terhadap Daya Tarik

Wisata Rohani Vihara `Dharma

Giri Dengan Skala Likert

Skore Kisaran

Skore

Kriteria

1 1 - < 1,8 Sangat

Buruk

2 1,8 - < 2,6 Buruk

3 2,6 - < 3,4 Cukup

4 3,4 - < 4,2 Baik

5 4,2 – 5,0 Sangat Baik

Sumber : Modifikasi Skala Likert

HASIL DAN PEMBAHASAN

Vihara Dharma Giri merupakan

daya tarik wisata rohani yang

berlokasi di daerah Pupuan Tabanan

Bali dengan jarak tempuh kurang

lebih 2 jam dari kota Denpasar.

Vihara Dharma Giri berada di

ketinggian, sehingga vihara ini

memiliki nuansa religius yang cukup

terasa. Suasana yang sepi serta udara

yang dingin membuat pikiran

menjadi lebih segar dan tenang

sehingga baik digunakan oleh

wisatawan yang ingin berdoa dan

meditasi untuk menenangkan pikiran.

Potensi Vihara Dharma Giri

sebagai Daya Tarik Wisata Rohani

di Kabupaten Tabanan.

Potensi wisata adalah segala

sesuatu yang dimiliki oleh daerah

tujuan wisata, dan merupakan daya

tarik agar orang-orang mau datang

berkunjung ke tempat tersebut

(Mariotti dalam Yoeti 1996:160-

162). Sedangkan pengertian potensi

wisata menurut Sukardi (1998:67),

potensi wisata adalah segala sesuatu

yang dimiliki oleh suatu daerah

untuk daya tarik wisata dan berguna

untuk mengembangkan industri

pariwisata di daerah tersebut.

Page 51: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 49

Sementara Sujali dalam Amdani

(2008:21) menyebutkan bahwa

potensi wisata sebagai kemampuan

dalam suatu wilayah yang mungkin

dapat dimanfaatkan untuk

pembangunan, seperti alam, manusia

serta hasil karya manusia itu sendiri.

Potensi yang dimiliki Vihara

Dharma Giri sebagai daya tarik

wisata rohani di Kabupaten Tabanan

yaitu potensi wisata alam, dan

potensi wisata budaya. Potensi alam

adalah sesuatu hal yang dapat

dijadikan sebagai bahan atau sumber

yang akan dikelola baik melalui

usaha yang dilakukan manusia

maupun yang dilakukan melalui

tenaga mesin dimana dalam

pengerjaannya potensi dapat juga

diartikan sebagai sumber daya yang

ada disekitar kita (Kartasapoetra,

1987 : 56).

Sedangkan menurut Mariotti

dalam Yoeti (1996:161) yang

dimaksud wisata alam adalah

keadaan, jenis flora dan fauna suatu

daerah, bentang alam seperti pantai,

hutan, pegunungan dan lain- lain

(keadaan fisik suatu daerah). Potensi

alam yang dimiliki Vihara Dharma

Giri adalah pemandangan alam yang

indah dan asri disekitar kawasan

Vihara Dharma Giri serta suasana

yang nyaman , terdapat hamparan

hutan yang luas dan masih terjaga

kealamiannya.

Potensi wisata budaya menurut

Yoeti (1996 : 162) adalah semua

hasil cipta, rasa dan karsa manusia

baik berupa adat istiadat, kerajinan

tangan, kesenian, peninggalan

sejarah berupa bangunan.

Potensi wisata budaya yang

dimiliki oleh Vihara Dharma Giri

sebagai daya tarik wisata adalah

adanya hasil cipta berupa patung

Budha, baik yang duduk bersila

maupun patung Budha tidur dengan

ukuran besar berwarna putih yang

fenomenal, juga sepanjang jalan

menuju patung sang Budha terdapat

tulisan kata – kata bijak yang dikutip

dari ajaran sang Budha termasuk

ajaran tentang toleransi umat

beragama. Di kawasan ini selain

sebagai wisata rohani bagi wisatawan

yang ingin bersemedi untuk

mendapat ketenangan juga banyak

wisatawan nusantara maupun

mancanegara yang berfoto atau foto

selfie khususnya di kawasan patung

Budha tidur dengan latar belakang

alam pegunungan yang hijau dan

suasana alam.

Page 52: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 50

Motivasi Wisatawan untuk

Mengunjungi Vihara Dharma Giri

sebagai Daya Tarik Wisata Rohani

di Kabupaten Tabanan.

Pada dasarnya motivasi terbentuk

karena adanya kebutuhan (need) dari

diri manusia itu sendiri. Apabila

kebutuhan dasar yaitu kebutuhan

fisik sudah dapat terpenuhi, maka

manusia akan mencari kebutuhan

pada tingkat berikutnya begitu

seterusnya. Motivasi inilah yang

mendorong wisatawan untuk

memilih suatu daya tarik wisata

yang ingin dikunjungi, salah satunya

adalah Vihara Dharma Giri. Motivasi

wisatawan yang berkunjung ke

Vihara Dharma Giri bervariasi,

motivasi yang paling dominan

mendorong para wisatawan untuk

mengunjungi Vihara Dharma Giri

adalah motivasi karena faktor atraksi

seni dan budaya juga karena

bangunan dan tempat sejarah, yaitu

Sebanyak 13,3% responden.

Bangunan suci Vihara Dharma Giri

terkenal dengan keunikannya, sama

halnya dengan wihara pada

umumnya yang terdapat patung sang

budha yang duduk bersila juga

terdapat patung sang Budha tidur

dengan ukuran yang besar berwarna

putih yang terlihat megah dan

spektakuler dengan pemandangan

alam yang indah di kawasan ini.

Selain bangunan Vihara Dharma

Giri dan keunikannya yang

memotivasi wisatawan untuk

berkunjung adalah wisata spiritual

dengan memanjatkan doa untuk

mendapat ketenangan maupun

bersembahyang pada altar yang

merupakan tempat utama dari Vihara

Dharma Giri. Kawasan wisata Vihara

Dharma Giri merupakan kawasan

atau areal suci agama Budha,

sehingga wisatawan yang berkunjung

diharapkan menjaga sopan santun

termasuk dalam berpakaian tidak

disarankan bercelana pendek, jika

sudah terlanjur disediakan juga kain

untuk dikenakan oleh wisatawan

sehingga tetap sopan. Menurut teori

hierarki kebutuhan Maslow dalam

Mc. Intosh (1972 :52) yang

mengelompokkan motivasi menjadi

empat kategori yaitu motivasi fisik

(Physical Motivators) yang

merupakan segala motivasi yang

berhubungan dengan istirahat fisik,

kenyamanan, olah raga, bersantai,

juga termasuk motivasi yang

berhubungan langsung dengan

kesehatan jasmani selanjutnya

Page 53: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 51

motivasi Kebudayaan (Cultural

Motivators) merupakan keinginan

wisatawan asing maupun nusantara

yang menjadi responden dalam

penelitian ini untuk mengetahui

tentang keunikan dan sejarah , tari

tarian, adat istiadat dan aktivitas –

aktivitas budaya. Selanjutnya

motivasi Pribadi (Interpersonal

Motivators) motivasi yang bersifat

pribadi mencakup keinginan untuk

bertemu dengan orang – orang baru

maupun mengunjungi teman dan

keluarga, pelarian dari rutinitas hidup

yang membosankan, atau

membangun pertemanan baru.

Terakhir Motivasi Status atau

Prestise (Status and Prestige

Motivators) motivasi karena status

atau prestise merupakan motivasi –

motivasi yang berkaitan dengan

kebutuhan – kebutuhan kepercayaan

diri dan pengembangan pribadi.

Motivasi – motivasi seperti

keinginan untuk diakui, perhatian,

penghargaan dan reputasi yang baik

dapat diraih dengan melakukan

perjalanan.

Persepsi Wisatawan Terhadap

Vihara Dharma Giri Sebagai Daya

Tarik Wisata di Kabupaten

Tabanan.

Persepsi wisatawan terhadap

Vihara Dharma Giri sebagai daya

tarik wisata dihubungkan dengan

teory The Tourist Qualities of

Destination dari Burkart dan Medlik,

dikategorikan menjadi 4 variabel

yaitu atraksi, aksesibilities,

amenities/ fasilitas – fasilitas, dan

organisasi wisatawan/ pengelola.

Persepsi Wisatawan Terhadap

Atraksi di Vihara Dharma Giri.

Atraksi di Vihara Dharma Giri

meliputi beberapa variabel yang

menjadi penilaian terhadap persepsi

wisatawan yang berkunjung ke

Vihara Dharma Giri diantaranya

arsiteksur, pemandangan alam, seni

dan budaya, spiritual dan fotografi.

Sebagian besar wisatawan yang

berkunjung ke Vihara Dharma Giri

memiliki persepsi yang sangat baik

(skor 4,3) terhadap arsitektur

bangunan Vihara Dharma Giri yang

memiliki keunikan tersendiri.

Apalagi dengan adanya patung

Budha tidur ( sleeping Budha) yang

menjadi ikon pada Vihara Dharma

Giri sehingga wisatawan yang

Page 54: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 52

berkunjung merasa seperti berada di

Thailand yang juga memilki daya

tarik wisata patung Budha tidur,

selain itu di kawasan Vihara Dharma

Giri juga terdapat patung Budha

duduk diatas lingkaran badan ulardan

bunga teratai, berpayung 7 buah ular

kobra.

Persepsi Wisatawan Terhadap

Aksesibilitas Vihara Dharma Giri

Aksesibilitas yang dimaksudkan

disini adalah transportasi eksternal

yaitu jasa angkutan umum dan

komunikasi – komunikasi, yang

memungkinkan sebuah destinasi

untuk dijangkau. Adapun persepsi

para responden terhadap aksesibilitas

Vihara Dharma Giri sebagai daya

tarik wisata di Kabupaten Tabanan

terhadap lokasi Vihara dharma Giri

melalui kuesioner yang dibagikan

kepada wisatawan yang berkunjung

mendapat penilaian sangat baik

dengan skor 4,6 karena lokasinya

yang mudah dijangkau yaitu di jalan

Raya Pupuan, dengan jarak tempuh

kurang lebih 1 jam dari arah kota

Tabanan, apalagi jika melihat

karakteristik responden berdasarkan

daerah asal wisatawan yang banyak

berkunjung di Vihara Dharma Giri

adalah wisatawan nusantara.

Persepsi Wisatawan Terhadap

Amenitas/ Fasilitas – fasilitas

Vihara Dharma Giri.

Amenitas adalah fasilitas –

fasilitas yang ada di destinasi seperti

akomodasi, hiburan juga transportasi

internal yaitu fasilitas transportasi

yang disediakan yang dapat

memberikan kemudahan pada

wisatawan untuk berkeliling selama

ia tinggal di destinasi tersebut.

Fasilitas – fasilitas ini dapat

memberikan kontribusi bagi

perkembangan suatu daya tarik

wisata seperti restaurant, pasar oleh

– oleh dan hotel – hotel atau

penginapan – penginapan yang

dibangun disekitarnya, sedangkan

sebaliknya apabila suatu daya tarik

wisata tidak dilengkapi dengan

fasilitas – fasilitas yang dibutuhkan

oleh wisatawan maka destinasi

tersebut akan susah berkembang.

Persepsi wisatawan terhadap

fasilitas pendukung pariwisata yang

ada di Vihara Dharma Giri seperti

tempat beribadah, kamar

mandi/MCK, area parkir mendapat

penilaian baik dengan skor 3,8 tetapi

persepsi wisatawan terhadap hotel –

hotel yang berada di sekitar Kota

Tabanan mendapat penilaian cukup

Page 55: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 53

dengan skor 3,2 dikarenakan fasilitas

hotel tersebut masih perlu

ditingkatkan.

Persepsi Wisatawan Terhadap

Organisasi Kepariwisataan

/Pengelola Usaha Daya Tarik

Wisata Vihara Dharma Giri.

Menurut teori The Tourist

Qualities of A Destination dari

Burkart dan Medlik (1976 : 42)

organisasi kepariwisataan yang

dalam hal ini adalah pihak

pemerintah, Desa dan Kecamatan

Pupuan serta yayasan pengelola

Vihara sebagai pengelola Vihara

Dharma Giri. Sebuah destinasi

wisata harus memiliki sebuah

organisasi kepariwisataan, dengan

tujuan untuk menyediakan kerangka

kerja dimana pariwisata dapat

beroperasi untuk mengembangkan

produk wisata dan untuk

mempromosikannya dalam pasar –

pasar wisatawan yang sesuai, dan

dapat menentukan tingkat

kepentingan dan kesuksesan dari

sebuah destinasi.

Pihak Desa dan Kecamatan

Pupuan dan yayasan pengelola

Vihara memiliki peranan yang

sangat penting sebagai pelaku utama

dalam pengelolaan aktivitas seni

budaya dan atraksi – atraksi yang

ditawarkan sebagai daya tarik wisata

di Vihara Dharma Giri. Masyarakat

setempat juga berperanan sangat

penting dalam mengembangkan

Vihara Dharma Giri sebagai daya

tarik wisata. Pihak – pihak inilah

yang bersinergi dalam

mengembangkan Vihara Dharma

Giri sebagai daya tarik wisata sesuai

fungsi dan tugasnya masing –masing.

Persepsi wisatawan yang berkunjung

terhadap kebersihan dan keamanan di

Vihara Dharma Giri mendapat

penilaian sangat baik dengan skor 4,5

tetapi untuk indikator promosi dan

informasi untuk wisatawan mendapat

penilaian cukup dengan skor 3,2 dan

hal ini kiranya menjadi masukkan

bagi pengelola Vihara Dharma Giri

sendiri supaya menjadi perhatian

untuk lebih menekankan promosi

maupun dalam memberikan

informasi untuk wisatawan.

SIMPULAN DAN SARAN

Potensi yang dimiliki oleh Vihara

Dharma Giri sebagai daya tarik

wisata di Kabupaten Tabanan yaitu

potensi wisata alam, dan potensi

wisata budaya. Potensi wisata alam

antara lain pemandangan alam yang

Page 56: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 54

indah dan asri disekitar kawasan

Vihara Dharma Giri serta suasana

yang nyaman, serta terdapat

hamparan hutan yang luas dan masih

terjaga kealamiannya.

Potensi wisata budaya yang

dimiliki oleh Vihara Dharma Giri

sebagai daya tarik wisata adalah

adanya hasil cipta berupa patung

Budha, baik yang duduk bersila

maupun patung Budha tidur dengan

ukuran besar berwarna putih yang

fenomenal, juga sepanjang jalan

menuju patung sang Budha terdapat

tulisan kata – kata bijak yang dikutip

dari ajaran sang Budha termasuk

ajaran tentang toleransi umat

beragama.

Motivasi wisatawan berkunjung

ke Vihara Dharma Giri bervariasi

diantaranya meningkatkan

pengetahuan, mendapatkan

pengalaman terhadap budaya baru,

melihat – lihat, nostalgia, spiritual

fulfillment, suasana romantik,

suasana yang eksotik, cuaca,

bangunan dan tempat sejarah, atraksi

dan seni budaya. Motivasi yang

paling dominan mendorong

wisatawan mengunjungi Vihara

Dharma Giri adalah motivasi karena

faktor atraksi seni dan budaya juga

karena bangunan dan tempat sejarah

Persepsi wisatawan terhadap

Vihara Dharma Giri sebagai daya

tarik wisata di Kabupaten Tabanan

terhadap atraksi, aksesibilitas,

amenitas maupun organisasi

kepariwisataan / pengelola usaha

daya tarik wisata Vihara Dharma Giri

secara keseluruhan mendapat

penilaian baik, hanya ada beberapa

indikator yang mendapat penilaian

cukup yaitu pada variabel amenities/

fasilitas disekitar kawasan Vihara

Dharma Giri untuk indikator hotel

dan variabel organisasi

kepariwisataan / yayasan pengelola

Vihara Dharma Giri pada indikator

promosi dan informasi untuk

wisatawan yang masih perlu untuk

mendapat perhatian bagi pengelola

Vihara Dharma Giri.

Berdasarkan hasil penelitian yang

telah diuraikan sebelumnya, maka

dapat dikemukakan beberapa saran

yaitu Keberadaan Vihara Dharma

Giri sebagai daya tarik wisata rohani

di Kabupaten Tabanan hendaknya

dipertahankan dan dikembangkan

karena membawa misi konservasi

dan eksistensi budaya dan spiritual

perlu untuk tetap dipertahankan

Page 57: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 55

supaya tidak terpengaruh dengan

budaya luar sehingga tetap menjadi

daya tarik wisata yang tidak dapat di

temukan di tempat lain. Sehingga

Vihara Dharma Giri selain menjadi

tempat beribadah umat Budha juga

tetap bisa menjadi daya tarik wisata

khusunya wisata rohani bagi

wisatawan yang berkunjung.

Sehingga kunjungan wisatawan

yang melakukan wisata rohani

dengan memanjatkan doa dengan

menenangkan diri dan beribadah di

tempat suci Vihara Dharma Giri

semakin meningkat dan

mendatangkan pendapatan untuk

pemerintah kota Tabanan umumnya

dan Vihara Dharma Giri khususnya.

Hendaknya memperhatikan

pendapat maupun masukan –

masukan dari pengunjung yang

menilai beberapa indikator dengan

penilaian cukup dan perlu

mendapatkan perhatian seperti

fasilitas hotel di kawasan sekitar kota

Tabanan dan promosi yang perlu

digalakkan sehingga semakin banyak

wisatawan baik domestik maupun

mancanegara yang mengenal Vihara

Dharma Giri sebagai tempat wisata

rohani.

DAFTAR PUSTAKA

Amdani, S. 2008. Analisis Potensi

Obyek Wisata Alam Pantai Di

Kabupaten Gunung Kidul.

Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Burkart, A.J and Medlik, S. 1976.

Tourism Past, Present and

Future. London : Heinemann

Damanik, Janianton & Weber,

helmut F.2006. Perencanaan

Ekowisata, Yogyakarta : Andi

Damardjati, 2004. Dasar – dasar

Pariwisata. Yogyakarta : Andi

Offset.

Gunn,C.A.1994 Tourism Planning

Basic Concept Cases. Third

Edition.Washington D.C – USA :

Taylor & Francis

Mahadewi, Eka. 2004 Atraksi

Budaya dan Event Pariwisata (

Kasus Bali). Jurnal Pariwisata.

Vol 1: No 4. Aceh : Akademi

Pariwisata Muhammadiah Aceh.

Mantra, IB. 1992. Bali : Masalah

Sosial Budaya dan Modernisasi,

Denpasar, Upada Sastra.

Marpaung. 2002. Pengantar

Kepariwisataan. Bandung:

Alfabeta

Page 58: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 56

Martaleni. 2011. Pertumbuhan

Pariwisata Global: Tantangan

untuk pemasaran Daerah Tujuan

Wisata (DTW). Jurnal

Manajemen Teori dan Terapan.

Tahun 4, No 2. Malang :

Fakultas Ekonomi Universitas

Gajayana Malang.

McIntosh, W. Robert dan Charles R.

Goeldner, 1986. Tourism :

Principles, Practices,

Philosophies, John Wiley &

Sons.Inc.

Nurhana, Dini. 2013. Pengembangan

Wisata Bali Barat. (Diunduh 29

Juli 2013). Sumber : URL:

http://caretourism.wordpress.com

/Strategi Pengembangan. html.

Irianto. 2011. Dampak Pariwisata

Tehadap Kehidupan Sosial dan

Ekonomi Masyarakat di Gili

Trawangan Kecamatan

Pemenang Kabupaten Lombok

Utara. Jurnal Bisnis dan

Kewirausahaan. Vol 7: No 5.

Mataram : STIE Mataram.

Ismayanti. 2009. Pengantar

Pariwisata. Jakarta : PT.

Grasindo

Pendit, Nyoman S. 1999. Ilmu

Pariwisata Sebuah Pengantar

Perdana. Jakarta : PT Pradnya

Paramita.

Pitana I Gede dan Gayatri. 2005.

Sosiologi Pariwisata.

Yogyakarta: CV Andi Offset.

Pradnyani, Ayu, Ketut. 2012.

“Persepsi Wisatawan

Mancanegara Terhadap Fasilitas

dan Daya Tarik Wisata di

Kawasan Wisata Senggigi

Kabupaten Lombok Barat”

(tesis). Denpasar : Universitas

Udayana

Putra, Cahaya, D, Kadek. 2008.

Strategi Public Relations

Pariwisata Bali. Jurnal Ilmu

Komunikasi. Vol 5 : No 1. Bali :

Politeknik Negeri Bali.

Rahayu, Kania, Sofiantina. 2011.

“Persepsi Wisatawan Domestik

(Bogor) Terhadap The Island of

Paradise” (tesis). Denpasar :

Universitas Udayana.

Robbins, Stephen P. dan Judge,

Timothy A. 2008. Perilaku

Organisasi, Edisi 12. Jakarta:

Salemba Empat.

Spillane, James J. 1994. Pariwisata

Indonesia: Siasat Ekonomi &

Rekayasa Kebudayaan. Kanisius.

Yogyakarta.

Sugiyono, 1997. Statistika Untuk

Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sukardi, Nyoman. 1998. Pengantar

Pariwisata. STP Nusa Dua Bali.

Page 59: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Kadek Widyastuti

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 57

Winardi. 2002. Motivasi dan

Pemotivasian dalam Manajemen.

Jakarta: Raja

Yoeti, Oka A. 1983. Komersialisasi

Seni Budaya dalam Pariwisata,

Bandung: Angkasa.

Yoeti, Oka A. 2001. Strategi

Pemasarann Daerah Tujuan

Wisata Menyongsong Penerapan

Otonomi Daerah. Jurnal

Pariwisata Vol 1 : Nomor 2.

Januari Stiepari Yapari-Aktripa.

Bandung

Page 60: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 58

POTENSI DESA GUMANTAR DI KABUPATEN LOMBOK UTARA

SEBAGAI DESA WISATA

I Putu Gede 1*

[email protected]

Syech Idrus 2*

Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram

I Nengah Subadra 3*

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya

ABSTRACT

The problem that mostly faced by village tourisms in Lombok is the inability to

collaborate the use of natural, social and cultural potencies and local people’s

creativities which cause village tourisms in Lombok have no identity and

characteristic from one village tourism to another, thus there seems to be similarity

and sameness in their developments. This problem has caused village tourisms in

Lombok are not interested by tourists. It needs innovations and collaborations

between the uniqueness of the village and creativity of local people to formulate

typical identity/characteristic and able to increase the quality of village tourism

products.

His research is aimed at developing a creative economy-based village tourism

model by collaboration nature resource, uniqueness of social-cultural of the

community and creativity of the local people. The formulated model is expected to

be able to: (1) empower local people, (2) diversify village tourism product, (3)

create a village tourism model (4) producing qualified and highly marketable

village tourism product.

The specific research objectives include (1) identifying potency consisting

natural tourism potency, cultural tourism, local people creativity; (2) eliciting

internal environmental condition which identified from the strength and weakness,

and also external environmental condition which identified from opportunity and

threat of tourism potencies in Gumantar Village; (3) formulating creative economy-

basis village tourism development model; (4) empowering local people in village

tourism development.

Keywords: village tourism, village potency, creative economy.

Page 61: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 59

PENDAHULUAN

Penggelontoran dana desa oleh

pemerintah melalui Kementerian

Desa dan kolaborasi kementrian

Pariwisata menjadi berkah bagi desa

yang memiliki potensi pariwisata

untuk mengembangkan desanya.

Pariwisata saat ini sedang

gencar-gencarnya mengembangkan

desa wisata di seluruh Indonesia

melalui Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Mandiri Pariwisata. Tahun 2009

dalam rintisannya, PNPM Mandiri

Pariwisata diberikan kepada 104

desa di 17 propinsi yakni Sumut,

Sumbar, Riau, Banten, DKI Jakarta,

Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Lombok,

NTB, NTT, Kalsel, Kalteng, Sulut,

Sulsel, dan Sulawesi Tenggara. Dana

yang dianggarkan untuk 104 desa itu

jumlahnya hampir Rp10 miliar, di

mana masing-masing desa

mendapatkan Rp 50 juta hingga Rp

100 juta. Pada tahun 2010,

pemerintah membangun 200 desa

wisata di seluruh Indonesia,

sedangkan untuk tahun 2011

menargetkan pembangunan 450 desa

wisata di seluruh Indonesia melalui

dukungan dana Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Mandiri. Program pembangunan

desa wisata ini dipercaya oleh

pemerintah, karena sektor pariwisata

merupakan salah satu instrument

yang sangat efektif dalam upaya

mendorong pembangunan daerah,

pemberdayaan masyarakat serta

meningkatkan ekonomi masyarakat.

Program PNPM Mandiri pariwisata

ini berupaya membantu masyarakat

yang tinggal di sekitar wilayah

destinasi pariwisata. Desa-desa yang

ada di Indonesia yang menjadi

sasaran PNPM Mandiri Pariwisata

adalah desa-desa yang memiliki

potensi pengembangan kegiatan

kepariwisataan, dekat dengan Objek

Daerah Tujuan Wisata (ODTW),

maupun fasilitas pendukung

pariwisata (budpar, 2010).

Perkembangan pariwisata di

Daerah Lombok belum mampu

memberikan pemerataan yang

berkeadilan bagi seluruh

masyarakatnya, ini tercermin dari

ketidak seimbangan pengembangan

pariwisata di Lombok. Selama ini di

Lombok hanya terfokus

pengembangan pariwisata di

Lombok Barat sedangkan untuk

pengembangan pariwisata di

Lombok utara, timur, dan tengah

Page 62: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 60

masih belum maksimal

dikembangkan. Kabupaten Lombok

Utara dikenal sebagai salah satu icon

pengembangan pariwisata di Pulau

Lombok yang sedang naik daun.

Wilayah kabupaten tersebut

merupakan pusat kebudayaan islam

kuno watu telu dan beragam bentuk

kesenian lainnya. Selain itu melihat

potensi pariwisata alam dan budaya

di Kabupaten Lombok Utara juga

tidak kalah menarik dengan

kabupaten lainnya di Lombok.

Pengembangan pariwisata di

Kabupaten Lombok Utara cenderung

lebih menonjolkan suasana pedesaan

dan keaslian sosial budaya

masyarakat lokal. Selama ini,

pengembangan wisata sifatnya

menoton pada objek-objek wisata

yang sudah terkenal dan belum

adanya suatu inovasi dalam

mengkolaborasi antara potensi alam,

budaya maupun kreatifitas

masyarakat setempat, begitu juga

dibeberapa daya tarik wisata lainnya

yang ada di pulau Lombok sudah

ada kecenderungan mulai ditinggal

wisatawan. Salah satu terobosan

inovasi yang perlu dilakukan untuk

meningkatkan kualitas daya tarik

adalah mampu membuat inovasi

dengan mengkolaborasi potensi alam,

budaya dan kreatifitas masyarakat

setempat.

Penelitian yang dilakukan di

Desa Gumantar Kabupaten Lombok

Utara akan dijadikan satu bentuk

inovasi pengembangan pariwisata

yang mampu mengakomodir potensi

alam, budaya dan kreatifitas

masyarakat lokal, yaitu dengan

mengembangkan model desa wisata

berbasis ekonomi kreatif. Desa

Gumantar layak dikembangkan

sebagai desa wisata berbasis

ekonomi kreatif karena didasari : 1)

letaknya yang sangat Strategis

karena terletak dekat dengan

Kawasan Wisata Rinjani, 2)

memiliki modal tradisi local genius

dan religious yang dipelihara sangat

kuat, 3) masyarakat lokal memiliki

kreatifitas tinggi dalam bidang

kerajinan anyaman sebagai salah

satu produk lokal yang

dikembangkan sebagai cendramata

bagi wisatawan. Di sisi lain, Desa

Gumantar terkenal dengan desa adat

kuno selain desa Bayan. Tersedianya

tradisi kuno dan bbeberapa kerajinan

masyarakat merupakan modal yang

sangat kuat mengembankan Desa

Gumantar sebagai desa wisata

Page 63: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 61

berbasis ekonomi kreatif.

Melihat deskripsi di atas,

idealnya pengembangan Desa Wisata

di Desa Gumantar memiliki nilai jual

tinggi untuk dijadikan daya tarik

wisata unggulan, namun secara

realita berkata lain, belum mampu

dikembangkan dan dikelola sebagai

Desa wisata yang professional, baik

dari aspek manajemen, SDM,

maupun pemanfaatan potensi desa.

Untuk itulah, penelitian ini sangat

penting dilakukan, sehingga

pengembangan Desa Gumantar

sebagai desa wisata yang berbasis

ekonomi kreatif dapat dijadikan

model pengembangan desa wisata

lainnya di Lombok.

TEORI DAN METODE

Ekonomi Kreatif

Untuk membahas masalah dalam

penelitian ini terdapat teori yang

sesuai untuk membahas

permasalahan tersebut yaitu Konsep

teori ekonomi kreatif merupakan

sebuah konsep ekonomi di era

ekonomi baru yang mengintensifkan

informasi dan kreativitas dengan

mengandalkan ide dan stock of

knowledge dari Sumber Daya

Manusia (SDM) sebagai faktor

produksi utama dalam kegiatan

ekonominya. Struktur perekonomian

dunia mengalami transformasi

dengan cepat seiring dengan

pertumbuhan ekonomi, dari yang

tadinya berbasis Sumber Daya Alam

(SDA) sekarang menjadi berbasis

SDM, dari era pertanian ke era

industri dan informasi Departemen

Perdagangan Republik Indonesia

(2008) merumuskan ekonomi kreatif

sebagai upaya pembangunan

ekonomi secara berkelanjutan

melalui kreativitas dengan iklim

perekonomian yang berdaya saing

dan memiliki cadangan sumber daya

yang terbarukan, sedangkan menurut

UNDP (2008) yang merumuskan

bahwa ekonomi kreatif merupakan

bagian integratif dari pengetahuan

yang bersifat inovatif, pemanfaatan

teknologi secara kreatif, dan budaya.

seperti Gambar berikut.

Ruang Lingkup Ekonomi Kreatif

Sumber : UNDP, 2008

Page 64: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 62

Lingkup kegiatan dari ekonomi

kreatif dapat mencakup banyak

aspek. Departemen Perdagangan

(2008) mengidentifikasi setidaknya

14 sektor yang termasuk dalam

ekonomi kreatif, yaitu ,Periklanan,

Arsitektur, Pasar barang seni,

Kerajinan (handicraft), Desain,

Fashion, Film, video, dan fotografi,

Permainan interaktif, Musik, Seni

pertunjukan, Penerbitan dan

percetakan, Layanan komputer dan

piranti lunak, Radio dan televisi, dan

Riset dan pengembangan

Ekonomi Kreatif dan

Pengembangan Wisata

Ekonomi kreatif dan sektor

wisata merupakan dua hal yang

saling berpengaruh dan dapat saling

bersinergi jika dikelola dengan baik

(Ooi, 2006). Konsep kegiatan wisata

dapat didefinisikan dengan tiga

faktor, yaitu harus ada something to

see, something to do, dan something

to buy (Yoeti, 1985). Something to

see terkait dengan atraksi di daerah

tujuan wisata, something to do

terkait dengan aktivitas wisatawan di

daerah wisata, sementara something

to buy terkait dengan souvenir khas

yang dibeli di daerah wisata sebagai

memorabilia pribadi wisatawan.

Dalam tiga komponen tersebut,

ekonomi kreatif dapat masuk melalui

something to buy dengan

menciptakan produk-produk inovatif

khas daerah.

Pada era tradisional, souvenir

yang berupa memorabilia hanya

terbatas pada foto polaroid yang

menampilkan foto sang wisatawan di

suatu obyek wisata tertentu. Seiring

dengan kemajuan teknologi dan

perubahan paradigma wisata dari

sekedar “melihat” menjadi

“merasakan pengalaman baru”, maka

produk-produk kreatif melalui sektor

wisata mempunyai potensi yang

lebih besar untuk dikembangkan.

Ekonomi kreatif tidak hanya masuk

melalui something to buy tetapi juga

mulai merambah something to do

dan something to see melalui paket-

paket wisata yang menawarkan

pengalaman langsung dan interaksi

dengan kebudayaan lokal.

Dalam pengembangan ekonomi

kreatif melalui sektor wisata yang

dijelaskan lebih lanjut oleh Yozcu

dan İçöz (2010), kreativitas akan

merangsang daerah tujuan wisata

untuk menciptakan produk-produk

inovatif yang akan memberi nilai

tambah dan daya saing yang lebih

Page 65: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 63

tinggi dibanding dengan daerah

tujuan wisata lainnya. Dari sisi

wisatawan, mereka akan merasa

lebih tertarik untuk berkunjung ke

daerah wisata yang memiliki produk

khas untuk kemudian dibawa pulang

sebagai souvenir. Di sisi lain,

produk-produk kreatif tersebut

secara tidak langsung akan

melibatkan individual dan pengusaha

enterprise bersentuhan dengan sektor

budaya. Persentuhan tersebut akan

membawa dampak positif pada

upaya pelestarian budaya dan

sekaligus peningkatan ekonomi serta

estetika lokasi wisata.

Potensi wisata tersebut dapat

dikembangkan melalui ekonomi

kreatif. Ekonomi kreatif di sini tidak

hanya melibatkan masyarakat atau

komunitas sebagai sumber daya yang

berkualitas, tetapi juga melibatkan

unsur birokrasi dengan pola

entrepreneurship (kewirausahaan).

Konsep pelibatan birokrasi dalam

ekonomi kreatif adalah bahwa

birokrasi tidak hanya

membelanjakan tetapi juga

menghasilkan (income generating)

dalam arti positif (Barringer, 1994).

Model Pengembangan Ekonomi

Kreatif Sebagai Penggerak Sektor

Wisata

Pengembangan ekonomi kreatif

sebagai penggerak sektor wisata

memerlukan sinergi antar

stakeholder yang terlibat di

dalamnya, yaitu pemerintah,

cendekiawan, dan sektor swasta

(bisnis). Model pengembangan

ekonomi kreatif sebagai penggerak

sektor wisata dapat diadaptasi dari

model-model desa atau kota kreatif.

Desa atau kota kreatif bertumpu pada

kualitas sumber daya manusia untuk

membentuk (bisa dalam bentuk

design atau redesign) ruang-ruang

kreatif (UNDP, 2008). Pembentukan

ruang kreatif diperlukan untuk dapat

merangsang munculnya ide kreatif,

karena manusia yang ditempatkan

dalam lingkungan yang kondusif

akan mampu menghasilkan produk-

produk kreatif bernilai ekonomi.

Festival budaya, merupakan salah

satu bentuk penciptaan ruang kreatif

yang sukses mendatangkan

wisatawan. Penjelasan lebih lanjut

terdapat pada Bagan Model Sinegitas

Stakeholders Ekonomi Kreatif Sub-

Sektor Kerajinan dapat dilihat pada

Gambar 2.2 berikut.

Page 66: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 64

Dalam konteks kepariwisataan,

diperlukan ruang-ruang kreatif bagi

para pengrajin untuk dapat

menghasilkan produk khas daerah

wisata yang tidak dapat ditemui di

daerah lain. Salah satu tempat yang

paling penting bagi seorang

pengrajin untuk bisa menghasilkan

karya adalah bengkel kerja atau

studio. Bengkel kerja atau studio

sebagai ruang kreatif harus

dihubungkan dengan daerah wisata

sehingga tercipta linkage atau

konektivitas. Konektivitas tersebut

diperlukan untuk mempermudah

rantai produksi (Evans, 2009). Dari

segi ekonomi kreatif, produk

kerajinan dalam bentuk souvenir

dapat terjual sementara dari sektor

wisata, wisatawan memperoleh suatu

memorabilia mengenai daerah wisata

tersebut. Konektivitas atau linkage

antara ekonomi kreatif dan wisata

dapat berbentuk outlet penjualan

yang terletak di daerah wisata.

Dengan kata lain, wisata menjadi

venue bagi ekonomi kreatif untuk

proses produksi, distribusi, sekaligus

pemasaran. Seperti dijelaskan pada

gambar 2.3 bagan linkage antara

ekonomi kreatif dan sektor wisata

Gambar 2.2.

Bagan Model Sinergitas Stakeholders Ekonomi

Kreatif Sub-Sektor Kerajinan (sumber: Departemen

Perdagangan Rep. Indonesia, 2008)

Page 67: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 65

Hal lain yang perlu diperhatikan

dalam implementasi model linkage

tersebut adalah penetapan lokasi

outlet yang harus diusahakan berada

di tempat strategis dan dekat dengan

tempat wisata.

Pemberdayaan Masyarakat

Partisipasi masyarakat sangat

perlu dalam pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan pariwisata yang tidak

melibatkan masyarakat sering

menyebabkan adanya rasa

terpinggirkan di antara masyarakat

setempat. Akibat lebih jauh adalah

adanya konfrontasi antara

masyarakat lokal dengan kalangan

industri, yang pada akhirnya

mengancam keberlanjutan

pembangunan pariwisata itu sendiri.

Untuk bisa meningkatkan

partisipasi masyarakat, maka sangat

diperlukan agar program-program

pembangunan atau inovasi-inovasi

yang dikembangkan mengandung

unsur-unsur:

1). Memberikan keuntungan secara

relatif, terjangkau secara

ekonomi dan secara ekonomis

dianggap biaya yang dikeluarkan

lebih kecil dari hasil yang

diperoleh (relative advantage).

2). Unsur-unsur dari inovasi

dianggap tidak bertentangan

dengan nilai-nilai dan

kepercayaan setempat

(compatibility).

3). Gagasan dan praktek baru yang

dikomunikasikan dapat dengan

mudah dipahami dan

dipraktekkan (complexity and

practicability).

4). Unsur inovasi tersebut mudah

diobservasi hasilnya lewat

demontrasi atau praktek peragaan

(observability).

Partisipasi masyarakat

merupakan suatu keharusan di dalam

setiap pembangunan, agar

pembangunan tersebut dapat

berkelanjutan. Hal ini khususnya

benar pada pembangunan yang

Gambar 2.3

linkage antara ekonomi kreatif dan sektor wisata

Page 68: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 66

multidimensi. Woodly (dalam

Pitana, 2006) menyatakan bahwa

“Local people participation is a

prerequisite for sustainable

tourism”.

Dalam konsep pemberdayaan

terdapat tiga komponen yang harus

ada, yaitu:

1. Enabling setting, yaitu

memperkuat situasi kondisi

ditingkat lokal menjadi baik,

sehingga masyarakat lokal bisa

berkreativitas.

2. Empowering local community,

artinya setelah local setting

tersebut disiapkan, masyarakat

lokal harus ditingkatkan

pengetahuan dan ketrampilannya,

sehingga mampu memanfatkan

setting dengan baik. Hal ini

antara lain dilakukan dengan

melalui pendidikan, pelatihan,

dan berbagai bentuk

pengembangan SDM lainnya.

3. Socio-political support, yaitu

diperlukan adanya dukungan

sosial, dukungan politik,

networking, dan sebagainya.

Meskipun mengakui bahwa ada

banyak hal positif pada

pembangunan skala besar, dan ada

beberapa kelemahan pembangunan

skala kecil, banyak ahli yang

menyarankan agar pariwisata yang

dikembangkan adalah pariwisata

skala kecil. Karena hanya pada skala

kecil partisipasi masyarakat dapat

ditingkatkan.

Pengembangan Desa Wisata

Desa wisata adalah suatu wilayah

pedesaan yang menawarkan

keseluruhan suasana yang

mencerminkan keaslian pedesaan,

dilihat dari segi kehidupan sosial

budayanya, adat istiadat

kesehariannya, arsitektur bangunan

dan struktur tata ruang desa, serta

mempunyai potensi untuk

dikembangkan berbagai komponen

kepariwisataan, misalnya atraksi,

makanan minuman, cinderamata, dan

kebutuhan wisata lainnya.

Sedangkan Edward Inskeep

(1999:166) bahwa Village Tourism,

where small groups of tourist stay in

or near traditional, often remote

villages and learn about village life

and the local environmen (wisata

pedesaan dimana sekelompok kecil

wisatawan tinggal dalam atau dekat

dengan suasana tradisional, sering di

desa-desa yang terpencil dan belajar

tentang kehidupan pedesaan dan

lingkungan setempat).

Page 69: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 67

Pengembangan dari desa wisata

harus direncanakan secara hati-hati

agar dampak yang timbul dapat

dikontrol. Pada prinsipnya dalam

pengembangan desa wisata yang

dilakukan, hendaknya

memperhatikan aspek-aspek sebagai

berikut :

1. Pengembangan fasilitas-fasilitas

wisata dalam skala kecil beserta

pelayanan di dalam atau dekat

dengan desa.

2. Fasilitas-fasilitas dan pelayanan

tersebut dimiliki dan dikerjakan

oleh penduduk desa, salah satu

bisa bekerja sama atau individu

yang memiliki.

3. Pengembangan desa wisata

didasarkan pada salah satu

“Sifat” budaya tradisional yang

dekat dengan alam dengan

pengembangan desa sebagai

pusat pelayanan bagi wisatawan

yang mengunjungi atraksi

tersebut.

Potensi Desa Gumantar sebagai Desa Wisata

Tabel Matrik SWOT

Strategi Pengembangan Desa Wisata Gumantar di Kabupaten Lombok Utara

Faktor Internal

Kekuatan

(strength, S)

1. Potensi Wisata budaya

yang bersejarah

2. Objek dan daya Tarik

wisata alam yang

terlindungi dan

original

3. Akses jalan menuju

desa aspal lapen

4. Fasum Wisata

tersedia dengan

kondisi baik

5. Sumber daya Manusia

tersedia dengan

pendidikan

6. Dekat dengan daya

tarik lainnya

Kelemahan

(Weaknesses, W)

1. Potensi Wisata,

Belum dikelola

dengan baik serta

minimnya partisipasi

masyarakat,

2. Minim kesadran

masyarakat

mempertahankan

keaslian belum ada

kesadaran untuk

menggali potensi

lain.

3. Akses jalan yang

belum baik menuju

4. Aminities Wisata

masih sangat terbatas

5. Sumber daya

manusia pengelola

Page 70: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 68

Faktor Eksternal

masih terbatas

dengan pendidikan

yang rata-rata

rendah.

Peluang

(Opportunities, O)

1. Potensi ekonomi

masyarakat

menjanjikan dengan

sumber daya alam

yang kaya seperti,

Ada Kelompok Tani

terorganisir dengan

baik

2. Sosial Budaya

berupa Gotong

royong masih

dimiliki masyarakat,

Rasa kebersamaan

dan kekeluargaan

masih sangat kental,

Kelompok sadar

wisata masih eksis

3. Kebijakan

pemerintah daerah

dengan Penetapan

sebagai desa wisata

bukti keberpihakan

pemeritah, Bantuan

untuk dana desa,

Akses jalan, listrik

dan bantuan UMKM

4. Situasi keamanan

desa terpelihara

baik,Ada

siskambling

5. Belum ditemukan

partai politik masuk

desa

6. Teknologi pertanian

sudah masuk desa

terutama penggunaan

traktor,

Telekomunikasi

sudah masuk desa

Strategi SO

Strategi yang

menggunakan kekuatan

unruk dijadikan peluang

1. Pengembangan

Gumantar sebagai

desa wisata berbasis

ekonomi kreatif ( S

1,2 : O 2,3)

2. Pengembangan

Gumantar sebagai

jalur treking Rinjani

alternatif (S 1,2,2,3 :

O

3. Revitalisasi ODT

mesjid kuno dan desa

Beliq ( S 2, 5 : 3, 4 )

Stratgi WO

Strategi Meminimalkan

kelemahan untuk

memanfaatkan peluang

1. Meningkatkan

perencanaan dan

pemetaan potensi

wisata ( W 1 : O

1,2,3,4,6 )

2. Meningkatkan

amenities

pendukukung (W 3,4

: O 2, 3,4,6)

3. Meningkatkan

kreativitas dan

inovasi masyarakat

(W 2,5 :O 1, 2,3,6)

Page 71: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 69

Ancaman (Threats, T)

1. Penghijon bagi hasil

pertanian dan

perkembunan sudah

masuk, Rentenir

untuk jasa keangan

koperasi yang

2. Budaya hedonis

muncul seiring

dengan pengaruh

pengunjung ke Desa

Gumantar

3. Kebijakan

pemerintah yang

langsung menyentuh

kehidupan

masyarakat belum

banyak

4. Potensi gangguan

akan ada seiring desa

gumantar

berkembang,

Pencurian, ternak ,

hasil kebun

berpotensi

meningkat

5. Gejolak politik akan

berpotensi pada saat

pemilihan Kades dan

Kaling karena

memiliki fungsi

strategis di

masyarakat dalam

pengelolaan dana

desa yang besar

6. Masuknya sosial

media menjadi

peluang dalam

memecah rasa

persaudaraan

Srategi ST

Strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk mengatasi ancaman

1. Perencanaan

Gumantar berdasarkan

pendekatan budaya

lokal (S 1, : T 1)

2. Kemasan Fasilitas

Wisata standar

ODTW ( S 4 : T 2,4 )

3. Menjadikan Gumantar

sebagi role model

desa wisata ( S

3,4,5:T3,4,5,6)

4. Peningkatan daya

saing (S 2,4: T4,6)

Strategi WT

Strategi yang

meminimalkan

kelemahan untuk

menghindari ancaman

1. Meningkatkan

partisipasi masyarakat

(W 2: T1)

2. Memperluas akses

ruang kreatif dan

sarana prasarana desa

wisata (W 3, 4, 5 :

T4, 5 , 6)

Komponen Pengembangan Desa

Wisata

Komponen yang harus ada dalam

pengembangan Desa Wisata

Gumantar yang dapat dirumuskan

dalam forum Group Diskusi (FGD)

ada empat (4) meliputi

Pengembangan Destinasi Pariwisata,

Page 72: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 70

Kelembagaan, Pembangunan

Industri Pariwisata, dan Pemasaran

karena kondisi Desa Gumantar

masih pada Pembangunan desa

potensial dari tiga kondisi desa

lainnya seperti desa yang sudah

memulai dan desa wisata yang

sudah lepas landas dengan indikator

perencanaan seperti bagan dibawah

ini :

Pembangunan

Destinasi

Pariwisata

Kelembagaan

Pembangunan

Industri

Pariwisata

Pemasaran

1. Pembangunan

fisik daya tarik

wisata

2. Peningkatan

penyedian Fsum

dasar

3. Peningkatan

kemudahan dan

ketersediaan

informasi

4. Pembangunan

infrastruktur

pendukung

5. Perbaikan dan

peningkatan

akses dalam desa

6. Peningkatan

aksesibilitas ke

destinasi lain

dalam area yang

lebih luas

7. Peningkatan

peran serta

masyarakat

dalam

pembangunan

desa wisata

1. Mendorong

peran serta

kelembagaan

lokal (pemuda,

pokdarwis, dan

Dsa)

2. Mendorong

penguatan

kelembagaan

swadaya

masyarakat

3. Mendorong

terbentuknya

forum

komunikasi

pariwisata

4. Peningkatan

SDM pengelola

dan pelaku

usaha

masyarakat desa

5. Penetapan

peraturan terkait

insentif dan

disinsentif

6. Penyediaan

fasilitas

pariwisata

berbasis usaha

rakyat melalui

koperasi

1. Pembangunan

dan penguatan

usaha

pariwisata

melalui

koperasi

2. Peningkatan

kualitas

produk dan

daya saing

industri

pariwisata

3. Penetapan

Peraturan

daerah dalam

pengembangan

berbasis

ekonomi

pedesaan

4. Peningkatan

sumber daya

manusia

1. Promosi

Destinasi

wisata sebagai

daya tarik dan

produk wisata

2. Promosi

produk industri

pariwisata

berbasis lokal

3. Penyelenggara

an even

prommosi

4. Peningkatan

kerjasama

promosi

dengan pelaku

lainnya baik

dalam desa

maupun

dengan

destinasi desa

lainnya

Page 73: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 71

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analiss data

dapat disimpulkan Strategi

Pengemabangan Desa Wisata

Gumantar di Kabupaten Lombok

Utara diharapkan mampu menjadi

desa wisata model dalam

pengembangan ekonomi kreatif

dalam upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakal lokal

adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil inventarisasi

dan identifikasi potensi wisata

alam, wisata budaya dan

kreatifitas masyrakat lokal Desa

Gumantar masih diperlukan

adanya campur tangan

pemerintah , pengusaha jasa dan

stakeholder pariwisata dalam

pengembangan menjadikan

Gumantar sebagai Desa Wisata

dengan manajemen pengelolaan

yang profesional, efesien dan

efektif dan profesional yang

berada pada kwdran 5

2. Berdasarkan hasil identifikasi

dari kondisi lingkungan internal

dan eksternal Desa Gumantar

mmemiliki Potensi untut

dijadikan Desa Wisata dengan

walaupun dengan Jarak tempuh

yang cukup jauh dari objek dan

daya tarik wisata yang ada di

Kabupaten Lombok Utara

maupun pusat wisata ada di

Kabupaten Lombok Barat,

Lombok Tengah dan Kota

Mataram dengan partisipasi

masyarakat, tokoh agama dan

tokoh masyarakat Desa

Gumantara akan menjadi

berkembang, banyak dikunjungi

wisatawan baik nusantara

maupun mancanegara.

3 Berdasarkan potensi wisata

alam, wisata budaya dan

kreatifitas masyarakat dapat

dikembangkan atraksi wisata di

lokasi Air terjun Tio Mumbak

dan Tio purit sebagai ODTW

baru, Agrowisata Pertanian,

Ekowisata Tanah adat , Hutan

Rakyat seluas 7 ha yang terjaga

dengan baik, dan Joging Track.

Wisata Budaya yang berpotensi

menjadi objek dan atraksi wisata

adalah Mesjid Kuno, Desa Adat

Beleq, Awig-awig Desa Adat,

dan Atraksi perkawinan adat.

Serta Kreatifitas Masyarakat

Lokal yang sangat berpotensi

dalam meningkatkan

kesejahteraan dari tanaman

masyarakat berupa pisang

Page 74: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

I Putu Gede, Syech Idrus, I Nengah Subadra

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 72

dengan vegetasinya, jagung, dan

kelapa baik untuk bahan olahan

maupun cindramata

REFERENSI

Barringer, Richard, et.al., 1994. The

Creative Economy in Maine :

Meansurement & Analysis. The

Southern Maine Review,

University of Southern Maine.

Budpar. 2010. www.budpar.go.id.

Perkembangan Desa Wisata di

Indonesia. Departemen

Perdagangan Republik Indonesia.

2008. Pengembangan Ekonomi

Kreatif Indonesia 2025 : Rencana

Pengembangan Ekonomi Kreatif

Indonesia 2009-2025.

Evans, Graeme L. 2009. From

Cultural Quarters to Creative

Cluster-Creative Speces in The

New Economy.

Edward Inskeep. 1999. Tourism

Planning and Integrated and

Sustainable Development

Approach. New York: Van

Nostrand Reinhold.

Ooi, Can-Seng. 2006. Tourism and

the Creative Economy in

Singapore.

__________. 2006. “Kepariwisataan

Lombok Dalam Wacana Otonomi

Daerah”. Puslitbang

Kepariwisataan.

Rangkuti, Freddy.. 2002. Analisis

SWOT Teknik Membedah Kasus

Bisnis. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

Umar, Husein. 2002. Strategic

Management in Action. Jakarta :

PT. Gramedia Pustaka Utama.

UNDP. 2008. Creative Economy

Report 2008.

UNDP and WTO. 1981. Tourism

Development Plan for Nusa

Tenggara, Indonesia. Madrid:

World Tourism Organization.

Hal. 69.

Yoeti, Oka A. 1985. Pengantar Ilmu

Pariwisata . Bandung. Angkasa

Yozcu, Ozen Kirant dan Icoz, Orhan.

2010. A Model Proposal on the

Use of Creative Tourism

Experiences in Congress

Tourism and the Congress

Marketing Mix. PASOS. Vol. 8

Special Issue 2010.

Page 75: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 73

PERBANDINGAN SWOT ANALISIS SEBELUM DAN SESUDAH

PELIBATAN MAHASISWA INDONESIA PADA PROGRAM

EDUTOURISM DI UNIVERSITAS DHYANA PURA

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa*1

[email protected]

Hotel Management Study Program

Putu Chrisma Dewi *2

English Literature Study Program

Universitas Dhyana Pura, Bali, Indonesia

ABSTRACT

Education Tourism (Edutourism) is tourism with niche market that is

considered as an interest program for students that takes place in Bali.

Universitas Dhyana Pura is the only University located in Badung Regency have

offer such program since 2008 which aims to give education based on the study

background of each participants. Throughout the program, students will get

involved in various learning activities that include excursion, culture, and

Indonesion Language.

This article aims to analyse the SWOT comparison between the impact to the

program before and after the Indonesian students’ involvement. Data were

collected through interview and questionnaire. After the strength, weaknesses,

opportunities, and threats were identified, then analysis done by using descriptive

qualitative method. IFAS & EFAS (Rangkuti, 2002) matric determined through

scoring and rating by using Analytic Hierarchy Process. It was using theory of

marketing, culture acculturation, and SWOT.

The result shows that participation of Indonesian students has given benefit

not only for the Indonesian but also for foreign students. The positive impact not

only felt throughout off-campus activities but also learning activities on campus

site. Therefore, through participation of Indonesian students hopefully other

Indonesian will be attracted to get involved in the Edutourism program.

Keyword : Analysis SWOT, culture acculturation, marketing

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan pariwisata Provinsi

Bali yang sangat pesat, apalagi

dilihat dari kunjungannya

berdasarkan data Kanwil

Departemen Kehakiman dan HAM

Provinsi Bali (2015) menyatakan

rata-rata pertumbuhan kedatangan

wisatawan mancanegara ke

Page 76: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 74

Indonesia dari tahun 2007 sampai

2014 adalah 8.68% per tahun.

Dengan berbagai tujuan wisata,

belakangan ini dibutuhkan jenis

pariwisata alternatif bagi wisatawan,

termasuk dalam hal pendidikan dan

pembelajaran yang dikemas

sedemikian rupa untuk memberikan

pengalaman khusus yang memiliki

makna baik pendidikan maupun

hiburan (Suyasa, 2014). Salah satu

cara mempromosikan pariwisata Bali

terhadap masyarakat mancanegara

adalah melalui Educational Tourism

atau sering dikenal dengan

EduTourism.

Salah satu perguruan tinggi

berlokasi di Pulau Bali yang telah

melaksanakan program EduTourism

ini adalah Universitas Dhyana Pura

(Undhira). Program ini merupakan

program jangka pendek yang

berdurasi lima bulan (satu semester)

yang dikenal dengan program

Intrapreneurship in Another

Perspective (IAP). Program IAP ini

yang telah berjalan dari tahun 2008

merupakan program yang mendalami

kewirausahaan berwawasan sosial

(social entrepreneurship) yang

bertumpu pada kekuatan masing-

masing individu pelaku dan bukan

semata-mata melihat keuntungan,

tetapi apa yang mereka dapat

kontribusikan kepada masyarakat

sekitar sebagai bagian dari kehidupan

sosialnya serta berkesinambungan

(Speelman, 2008).

Penelitian ini merupakan lanjutan

penelitian Suyasa (2014) yang

berjudul “Strategi Pemasaran

Program EduTourism di Universitas

Dhyana Pura Bali”. Dalam penelitian

yang menggunakan: 1) Metode

analisis matriks IFAS dan EFAS

yang menghasilkan strategi umum

(general strategic); 2) Analsisis

SWOT menghasilkan strategi

alternatif; serta 3) analisis QSPM

yang menghasilkan urutan strategi

prioritas sampai yang kurang

prioritas sebagai formulasi program

pemasaran EduTourism di

Universitas Dhyana Pura Bali.

Penelitian tersebut menemukan

bahwa Program EduTourism

Universitas Dhyana Pura Bali ada

pada fase “Tumbuh & Bina”, seperti

terlihat pada matrik IFAS & EFAS,

sehingga banyak peluang yang dapat

diraih untuk memenangkan pasar

(Suyasa, 2014).

Salah satu strategi alternatif

pelaksanaan program EduTourism di

Page 77: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 75

Universitas Dhyana Pura Bali yang

direkomendasikan oleh penelitian

Suyasa (2014) adalah diperlukannya

pelibatan mahasiswa Universitas

Dhyana Pura (Undhira) dalam

program tersebut yang dilakukan

melalui penghitungan konversi angka

kredit semester sesuai dengan

program studi dan pemberian

dispensasi waktu untuk mengikuti

program international. Rekomendasi

hasil penelitian tersebut disampaikan

kepada manajemen Universitas

Dhyana Pura Bali dan disetujui,

sehingga dari tahun akademik

2014/2015 mulai adanya pelibatan

mahasiswa Undhira yang dapat

dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Jumlah Mahasiswa yang

Mengikuti Program EduTourism

di Universitas Dhyana Pura

Tahun

Asal Negara

2014/

2015

(Orang)

2015/

2016

(Orang)

2016/20

17

(Orang)

Belanda

(Van Hal

Larenstein

University)

1 - -

Jerman

(Heilbronn

University)

6 5 7

Swedia

(Dalarna

University)

- - -

Jepang (St.

Andrews

University)

- 10 -

Indonesia

(Universitas

Dhyana

Pura)

7 6 6

Total 14 21 13

Sumber: Biro Program Internasional

Undhira, 2016

Tabel diatas menunjukkan bahwa

dari tahun akademik 2015/2016

keterlibatan mahasiswa asing dari

Belanda, Swedia, dan beberapa

negara Eropa tidak ada dikarenakan

berakhirnya MoU dan beberapa

perubahan kebijakan pada negara

tersebut terutama berkaitan dengan

pajak pasca krisis ekonomi dunia

2008-2009. Walaupun berkurangnya

keterlibatan mahasiswa berasal dari

negara-negara tersebut, program ini

tetap diminati oleh mitra dari Jerman

(Heilbronn University) dan mulai

diminati oleh mahasiswa Indonesia

dan mahasiswa Jepang (St. Andrews

University). Mahasiswa Jepang

hanya dapat mengikuti program ini

pada semester ganjil dikarenakan

periode semester yang berbeda

dengan periode semester di

Indonesia.

Dari dimulainya pelibatan

mahasiswa Undhira, belum pernah

dilakukan analisis faktor-faktor

internal/eksternal dalam program

IAP sebagai Educational Tourism di

Page 78: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 76

Undhira. Oleh karena itu dianggap

perlu untuk melakukan analisis

perbandingan SWOT program

EduTourism di Undhira sebelum dan

sesudah keterlibatan mahasiswa lokal

dari Indonesia, sehingga program ini

dapat berkesinambungan dan dapat

memberikan pengaruh positip

terhadap pendidikan di Universitas

Dhyana Pura.

Rumusan Masalah

1. Apakah faktor-faktor internal dan

eksternal pelibatan mahasiswa

Undhira dalam analisis SWOT

program EduTourism di

Universitas Dhyana Pura?

2. Bagaimanakah perbandingan

analisis SWOT sebelum dan

setelah pelibatan mahasiswa

Undhira pada program

EduTourism di Universitas

Dhyana Pura?

METODE PENELITIAN

Dalam pelaksanaan penelitian ini

dilakukan beberapa tahapan

pelaksanaan, yang diawali dengan

wawancara mahasiswa Indonesia

maupun asing yang terlibat dalam

program Edutourism untuk

mendapatkan perspektif akan

pelibatan mahasiswa Indonesia.

Selanjutnya dilakukan penyusunan

kuisioner untuk mendapatkan

indikator SWOT terhadap mahasiswa

yang pernah terlibat. Dari hasil

tersebut dilakukan penyusunan

kuisioner SWOT yang disebarkan

kepada mahasiswa yang pernah dan

sedang terlibat dalam program

Edutourism dari tahun 2014.

Kuisioner disebar kepada 48

mahasiswa dan mendapatkan hasil

kembali sebanyak 70% respondent

yaitu 36 respondent. Untuk mencari

matriks EFAS & IFAS maka

digunakan Matriks perbandingan

berpasangan sesuai dengan bobot dan

rating yang telah dihitung. Sehingga

menghasilkan faktor pengukur IFA

& EFA untuk melilhat posisi matriks

SWOT. Setelah itu dilakukan

perbandingan analisis SWOT

sebelum dan sesudah untuk mencari

strategi alternative untuk memajukan

program Internasional di Universitas

Dhyana Pura.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor – faktor Internal Dan

Eksternal Pelibatan Mahasiswa

Indonesia

1. Faktor Internal Kekuatan

a. Program Intrapreneurship in

Another Perspective (IAP) Lebih

Page 79: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 77

Dikenal Oleh Mahasiswa

Indonesia (UNDHIRA)

Sebelum adanya pelibatan

mahasiswa Indonesia, program

Edutourism hanya diperuntukkan

mahasiswa asing yang ingin

menempuh pendidikan di

Undhira. Namun setelah

dilakukan riset dan adanya

temuan bahwa pelibatan

mahasiswa Indonesia sangat

diperlukan, maka Biro

Internasional mulai

mensosialisasikan program IAP

kepada mahasiswa Indonesia

untuk menarik minat guna ikut

terlibat dalam program.

Sosialisasi yang diadakan secara

periodik berhasil untuk menarik

minat mahasiswa Indonesia yang

memiliki kemampuan bahasa

inggris, sehingga kemudian

program menjadi lebih dikenal

oleh mahasiswa Indonesia di

Undhira.

b. Kemampuan Bahasa Inggris

Mahasiswa UNDHIRA

Meningkat Pesat

Mahasiswa yang memiliki

keinginan untuk berpartisipasi

dalam program IAP adalah

mahasiswa yang memiliki

kemampuan bahasa inggris bagus

terlihat dari nilai Kartu Hasil

Studi. Dalam program ini

mahasiswa dituntut untuk dapat

membaca buku, jurnal, dan

material lainnya sebagai bahan

diskusi dan presentasi di kelas.

Untuk membuat suasana

akademis dan membuat diskusi

tersebut menjadi menarik, setiap

mahasiswa harus mempersiapkan

diri. Persiapan diri tersebutlah

yang membuat mahasiswa

UNDHIRA berusaha keras dalam

mengasah kemampuannya

berbahasa inggris dan melalui

partisipasinya di program IAP

setiap individu melihat bahwa

keterlibatannya mampu

memberikan hasil sesuai usaha

yang dilakukan. Mahasiswa

dituntut pada akhir semester

membuat Individual Project atau

Group Project, sehingga hal ini

menjadi penyemangat setiap

mahasiswa untuk tidak hanya

pintar berbahasa inggris melalui

presentasi ataupun percakapan,

namun juga harus mampu

menulis dan membuat

implementasi atas project yang

dibuat. Semua kegiatan diataslah

Page 80: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 78

yang membuat setiap mahasiswa

mengalami peningkatan yang

luar biasa.

c. Pertukaran informasi antara

mahasiswa asing dengan

mahasiswa lokal

Melalui komunikasi aktif

baik di dalam maupun di luar

kelas, baik antar individu

maupun antar Negara

mengakibatkan pertukaran

informasi terjadi sangat cepat.

Pertukaran informasi mengenai

Negara dan adat istiadat yang

dilakukan dalam program

Intercultural hour yang

dilakukan setiap hari Rabu dua

minggu sekali mampu

memberikan pengetahuan kepada

mahasiswa antar Negara.

Informasi ini juga sangat

membantu bagi mahasiswa yang

berkeinginan untuk melakukan

program pertukaran pelajar.

d. Proses pembelajaran di kelas

yang lebih efektif dikarenakan

ada berbagai cara pandang

berdasarkan kebangsaan.

Adat istiadat setiap Negara

adalah hal yang unik yang tidak

dapat dibandingkan. Proses

pembelajaran lebih efektif

dikarenakan cara pandang setiap

mahasiswa berbeda sesuai

dengan negaranya. Contohnya,

mahasiswa Indonesia dan Jepang

tampak kurang aktif dalam

mengemukakan pendapat namun

ketika ditanya mereka mampu

untuk menjawab, sedangkan

mahasiswa Eropa akan berlomba-

lomba dalam menjawab

pertanyaan. Sudut pandang setiap

Negara juga Nampak berbeda,

dikarenakan mahasiswa dari

Negara Eropa lebih bersifat

individualistik sedangkan

mahasiswa Asia lebih bersifat

kolektif.

e. Duta promotor kampus dengan

pihak luar

Mahasiswa asing yang

terlibat dalam program IAP

merupakan duta UNDHIRA

terhadap pihak eksternal.

Keberadaan mereka di Bali

mampu membuat UNDHIRA

lebih dikenal di masyarakat luas.

Terutama saat melakukan

penelitian kemasyarakat yang

tidak selalu bertempat di

Kabupaten Badung, sehingga

masyarakat di pelosok pun

semakin mendengar nama

Page 81: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 79

UNDHIRA. Sejalan dengan

kegiatan yang dilaksanakan

mahasiswa sering memposting

gambar pada media sosial yang

membuat Undhira semakin

terkenal.

2. Faktor – faktor Internal

Kelemahan

a. Mahasiswa yang terlibat dalam

IAP mendapatkan lebih banyak

manfaat positive daripada

mahasiswa lainnya.

Mahasiswa UNDHIRA yang

terlibat dalam program IAP

adalah mahasiswa yang lebih

banyak mendapatkan manfaat

positif dari mahasiswa

UNDHIRA lainnya dalam hal

menguasai materi dengan bahasa

inggris, mampu berdiskusi

dengan berbagai studi kasus,

yang bertujun mengasah creative

thinking masing – masing

peserta, kegiatan excursio.

Program excursion memberikan

wawasan mahasiswa lokal

tentang destinasi yang dituju dan

secara langsung mereka bisa

belajar untuk memandu

wisatawan sekaligus mendapat

kesempatan menikmati

keindahan alam tanpa adanya

biaya tambahan yang harus

dibayar. Namun dikarenakan

partisipasi mahasiswa

UNDHIRA dari jumlah tergolong

sedikit, sehingga dirasa bahwa

mahasiswa tertentu saja yang

mendapatkan kesempatan dan

menerima manfaatnya

b. Perbedaan Budaya

Adakalanya perbedaan

budaya dapat meningkatkan

akulturasi budaya (Schmidt,

2007), namun pada penelitian ini

perbedaan budaya dirasa

merupakan suatu kelemahan

dikarenakan perbedaan budaya

kadang mengakibatkan terjadinya

miss komunikasi yang

berdampak terhadap komunikasi

antar mahasiswa. Mahasiswa

Eropa cenderung lebih

individualistis, spontan, tepat

waktu sedangkan mahasiswa

Asia cenderung kolektifitas,

kurang agresif, sering datang

terlambat sehingga hal tersebut

membuat terjadi pembicaraan

antar kelompok mahasiswa

berdasarkan warga Negara. Salah

satu contoh yang sangat

mencolok adalah cara

Page 82: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 80

berpakaian. Mahasiswa Undhira

berpakaian lebih formal daripada

mahasiswa asing, walaupun

sudah sering diingatkan. Namun

hal tersebut tetap harus

diingatkan kembali.

c. Kurangnya minat mahasiswa

untuk ikut dalam program IAP

karena proses pembelajaran yang

dianggap lebih sulit.

Persyaratan akademik untuk

terlibat dalam program IAP

adalah: 1) Memiliki GPA

kumulatif minimal 3.00; 2)

Mampu berbahasa inggris baik

tulis maupun lisan dengan baik.

Berdasarkan persyaratan

tersebut mengharuskan

mahasiswa yang memiliki

kemampuan berbahasa inggris

baik lisan maupun tulisan

sehingga dapat mengikuti

pelajaran di dalam maupun luar

kelas. Dikarenakan pembelajaran

setiap hari menggunakan bahasa

inggris, sehingga mahasiswa

mengatakan program ini menjadi

lebih susah dibandingkan dengan

program lainnya. Kegiatan

belajar mengajar mengharuskan

mahasiswa untuk melakukan

presentasi dan penulisan paper.

Salah satu penilaian program

adalah pembuatan proyek

individu serta proyek

implementasi yang dapat

diimplementasikan kepada

masyarakat sekitar. Hal – hal

diatas yang dirasa lebih sulit bagi

mahasiswa UNDHIRA untuk

turut berpartisipasi dalam

program.

d. Mahasiswa UNDHIRA harus

melaksanakan beban belajar lebih

berat dikarenakan tidak

sepenuhnya mata kuliah yang

dapat di transfer

Mahasiswa UNDHIRA yang

berpartisipasi dalam program

IAP tetap harus mengambil mata

kuliah di kelas regular apabila

modul pembelajaran yang

diberikan di program IAP tidak

relevan dengan mata kuliah yang

diberikan pada masing-masing

program studi. Kantor Biro

Program Internasional

UNDHIRA selalu berkoordinasi

dengan prodi masing-masing.

Sampai tahun ini mahasiswa

berasal dari Program studi sastra

inggris dan manajemen. Ada

beberapa mahasiswa Indonesia

yang harus mengambil program

Page 83: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 81

kelas malam dan regular

sehingga kegiatan belajar di

program Internasional dapat

berjalan dengan baik. Namun

proses tersebut dirasa berat

apabila banyak mata kuiah yang

tidak dapat ditransfer.

e. Kurang fokus pada mata kuliah

inti yang tidak dapat ditransfer.

Melaksanakan semua mata

kuliah pada program regular

dengan program IAP dalam satu

semester selain dirasakan lebih

berat, mahasiswa UNDHIRA

sering tidak fokus pada mata

kuliah regular. Beban presentasi

dan tugas bacaan pada program

IAP menyita waktu mahasiswa

itu sendiri dikarenakan semua

output harus dalam bahasa

inggris dimana dirasakan dua kali

lebih berat daripada hanya

mengikuti program regular.

3. Faktor – faktor Eksternal Peluang

a. Kesempatan mengikuti program

pertukaran.

Mahasiswa UNDHIRA yang

pernah berpartisipasi dalam

program Internasional

mendapatkan kesempatan yang

lebih besar mengikuti proses

perekrutan program pertukaran.

Hal tersebut dikarenakan bahwa

salah satu syaratnya memiliki

kemampuan berbahasa inggris

baik tulisan dan lisan yang baik.

Saat ini UNDHIRA memiliki

program exchange dengan

Momoyama Gakuin University

(MGU), dan pada setiap semester

ganjil beberapa mahasiswa MGU

terlibat dalam program IAP.

Aktivitas dan pertukaran

informasi mengenai adat istiadat,

proses belajar mengajar dan

bahasa di Jepang merupakan

informasi yang sering mereka

diskusikan bahkan mahasiswa

UNDHIRA bisa belajar bahasa

Jepang dari native speaker.

b. Kesempatan mengikuti program

overseas training.

Seperti yang telah diuraikan

diatas, selain adanya peningkatan

kemampuan berbahasa asing,

mahasiswa khususnya program

Manajemen diberikan

kesempatan untuk mengambil

training di luar negeri.

Kemampuan bahasa inggris dan

pertukaran informasi dan

motivasi pribadi mahasiswa

untuk memiliki pengalaman di

Page 84: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 82

luar negeri mendorong

mahasiswa untuk ikut dalam

program overseas training.

c. Internasionalisasi bahasa

Indonesia oleh mahasiswa asing

Pembelajaran Bahasa

Indonesia bagi mahasiswa asing

yang dilakukan setiap minggu

mendorong internasionalisasi

Bahasa Indonesia di kancah

dunia. Selama durasi lima bulan

beradaptasi di Indonesia,

mahasiswa asing mampu

melakukan percakapan sehari-

hari. Kemampuan berbahasa

inilah mereka bawa kembali ke

negaranya dan berdasarkan

interview dengan siswa asing,

mengatakan bahwa kemampuan

berbahasa tersebut memberikan

mereka nilai lebih dibandingkan

dengan mahasiswa lainnya yang

hanya mampu berbahasa Negara

asal. Dengan lebih dikenalnya

Bahasa Indonesia oleh

mahasiswa asing yang

diharapkan mampu untuk di

sebarkan di Negara asing,

sehingga Internasionalisasi

Bahasa Indonesia lebih mudah

tercapai.

d. Pengaturan Waktu.

Padatnya kegiatan belajar

setiap mahasiswa dalam kedua

program baik regular maupun

IAP, yang sebelumnya menjadi

kendala ternyata mampu

memberikan nilai lebih bagi

setiap mahasiswa dalam hal

pengaturan waktu. Waktu

Indonesia yang sering dijuluki

„Jam karet‟ oleh mahasiswa

asing, lambat laun tidak ada lagi.

Dengan ketepatan waktu yang

dilakukan oleh setiap individu

yang terlibat dalam program IAP

mampu mengubah cara pandang

mahasiswa UNDHIRA dalam

mengatur waktu dengan baik.

Terlebih lagi adalah mengatur

waktu untukd dapat

menyelesaikan tugas tugas pada

kedua program.

e. Meningkatkan daya saing dalam

menghadapi MEA

Kesempatan kesempatan

yang didapat melalui partisipasi

dalam program IAP memberikan

nilai tambah yang dapat

mendorong mahasiswa

UNDHIRA bersaing dengan

mahasiswa asing lainnya.

Persaingan yang terjadi bukan

Page 85: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 83

hanya dalam kegiatan belajar

mengajar di kelas namun juga

membuka kesempatan dalam

menghadapi Masyarakat

Ekonomi Asean.

4. Faktor – faktor Eksternal

Ancaman Pelibatan Mahasiswa

Indonesia

a. Pergeseran perilaku

Dengan adanya akulturasi

adaptasi yang dialami oleh

mahasiswa dari berbagai Negara,

maka sering kali dirasakan

adanya perubahan perilaku

terhadap mahasiswa yang

terlibat. Sebagai contoh:

Mahasiswa UNDHIRA menjadi

lebih tepat waktu untuk datang ke

kelas, peningkatan minat baca,

dan peningkatan kepedulian akan

alam sekitar. Selain itu

mahasiswa juga lebih tertarik

untuk menikmati keindahan alam

dengan cara bepergian bersama

pada waktu waktu tertentu untuk

lebih memperkenalkan Bali

kepada mahasiswa asing.

Begitupun sebaliknya adanya

pergeseran perilaku dari

mahasiswa asing terlihat dari cara

berpakaian. Cara berpakaian

untuk kuliah sangat berbeda

antara Indonesia dengan Negara

asing pada musim panas.

Indonesia merupakan Negara

khatulistiwa sehingga cuaca

selalu panas. Pihak yang terlibat

dalam program IAP di awal

semester harus selalu

mengingatkan untuk memakai

pakaian kuliah sesuai dengan

standar UNDHIRA, tidak

memakai yang sesuai dengan

aturan di Universitasnya, seperti:

sandal jepit, celana pendek, dan

baju kaos tanpa kerah. Dengan

cara mengingatkan setiap saat,

maka mahasiswa asing lambat

laun mengikuti tata tertib

berpakaian sesuai dengan

peraturan yang telah ditetapkan.

b. Keamanan dan kenyamanan

tinggal berkurang

Program IAP adalah paket

program yang dikemas termasuk

akomodasi. Pada tahun 2017,

akomodasi mahasiswa berlokasi

di luar areal kampus dimana

mahasiswa asing seharusnya

diberikan tempat tinggal. Namun

karena adanya pembangunan

gedung baru yang sehingga ini

menyebabkan keamanan dan

Page 86: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 84

kenyamanan mahasiswa asing

dirasakan kurang, disebabkan

oleh penempatan akomodasi

tercampur dengan tamu

komersial lainnya.

c. Permintaan akan persamaan

fasililtas dengan Universitas asal

Universitas Dhyana Pura

yang baru berumur enam (6)

tahun selalu berusaha

meningkatkan kualitas baik dari

segi pendidikan namun dari segi

sarana dan prasarana. Beberapa

fasilitas seperti internet dan

kebersihan merupakan hal – hal

yang sering diminta oleh

mahasiswa asing untuk dapat

ditingkatkan.

5. Matriks IFAS dan EFAS

Analisis didasarkan kepada

hasil wawancara dan pengisi

kuisioner dari kalangan pengajar,

fasilitator dan mahasiswa di

lingkungan Universitas Dhyana

Pura yang terlibat dalam program

Educational Tourism dari tahun

2014.

Dalam analisis berikut ini dapat

dilihat kondisi internal dan eksternal

program setelah pelibatan mahasiswa

Indonesia berdasarkan pendapat dari

responden baik untuk angka bobot

maupun rating seperti terlampir pada

Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1

Internal Factor Analysis Summary

(IFAS)

Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti,

2002

No Faktor Strategis Internal

Kekuatan

Skor

1 Program Intrapreneurship in

Another Perspective Lebih

Dikenal Oleh Mahasiswa

Indonesia (UNDHIRA)

0.20

2 Kemampuan Bahasa Inggris

Mahasiswa UNDHIRA

Meningkat Pesat

0.21

3 Pertukaran informasi antara

mahasiswa asing dengan

mahasiswa lokal

0.32

4 Proses pembelajaran di kelas

yang lebih efektif dikarenakan

ada berbagai cara pandang

berdasarkan kebangsaan

0.21

5 Duta promotor kampus dengan

pihak luar

0.15

Jumlah Skor 1.09

No Faktor Strategis Internal

Kelemahan

Skor

1 Mahasiswa yang terlibat dalam

IAP yang mendapatkan lebih

banyak manfaat positive

daripada mahasiswa lainnya

0.40

2 Perbedaan Budaya 0.33

3 Kurangnya minat mahasiswa

untuk ikut dalam program IAP

karena proses pembelajaran

yang dianggap lebih susah

0.30

4 Mahasiswa Undhira harus

melaksanakan beban belajar

lebih berat dikarenakan tidak

sepenuhnya mata kuliah yang

dapat di transfer

0.27

5 Kurang focus pada mata kuliah

inti yang tidak dapat ditransfer

0.36

Jumlah Skor 1.66

Jumlah Total Internal Skor 2.75

Page 87: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 85

Tabel 3.2

Eksternal Factor Analysis Summary

(IFAS)

Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti,

2002

Catatan: Pembobotan menggunakan

metode perbandingan berpasangan

Dari perhitungan total skor pada

masing-masing faktor, maka dapat

dilihat ringkasan pada tabel 3.3

Tabel 3.3

Hasil Pengukuran Faktor Internal dan

Eksternal

Faktor

Internal

Skor Faktor

Eksternal

Skor

Kekuatan 1.09 Peluang 2.8

Kelemahan 1.66 Ancaman 0.77

Total 2.75 3.57

Berdasarkan Tabel 3.3 hasil

pengukuran faktor internal dan

eksternal dapat digambarkan pada

matriks IE seperti ditunjukkan pada

Gambar 3.1

Gambar 3.1

Posisi Faktor Internal – Eksternal

Pelibatan Mahasiswa Indonesi Pada

Program Educational Tourism di

Unviersitas Dhyana Pura

Dari gambar 3.1 menunjukkan

bahwa posisi pelibatan mahasiswa

Indonesia pada program Educational

Tourism di Universitas Dhyana Pura

No Faktor Strategis

Eksternal Peluang

Skor

1 Kesempatan mengikuti

program exchange

0.72

2 Kesempatan mengikuti

program overseas

training

0.64

3 Internasionalisasi bahasa

Indonesia oleh

mahasiswa asing

0.30

4 Pengaturan Waktu 0.42

5 Meningkatkan daya

saing dalam menghadapi

MEA

0.72

Jumlah Skor 2.8

No Faktor Strategis

Eksternal Ancaman

Skor

1 Pergeseran perilaku 0.18

2 Keamanan dan

kenyamanan tinggal

berkurang

0.27

3 Permintaan akan

persamaan fasililtas

dengan Universitas asal

0.32

Jumlah Skor 0.77

Jumlah Total Eksternal

Skor 3.57

Page 88: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 86

berada pada posisi Tumbuh dan Bina

dengan konsentrasi via horizontal.

Konsentrasi melalui Integrasi

Horizontal adalah suatu kegiatan

untuk memperluas perusahaan

dengan cara membangun di lokasi

yang lain, dan meningkatkan jenis

produk serta jasa (Rangkuti,

2006:44).

Dikarenakan finansial, sumber

daya manusia, dan tempat yang

belum memadai untuk dilakukannya

program yang sama pada tempat

yang berbeda, maka strategi saat ini

yang dapat dilakukan adalah

meningkatkan produk serta jasa.

Peningkatan produk dan jasa dapat

dilakukan melalui lebih melakukan

pelibatan mahasiswa Indonesia. Hal

tersebut selain bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan

mahasiswa Indonesia dalam berpikir

kreatif terutama menggunakan

bahasa inggris, juga digunakan

sebagai ajang promosi kampus.

Sehingga strategi untuk

meningkatkan pelibatan mahasiswa

Indonesia pada program IAP dapat

dilakukan dengan mengajak serta dan

meminta bantuan (joint venture)

semua organisasi mahasiswa di

Universitas Dhyana Pura untuk turut

terlibat maupun melakukan promosi

program IAP untuk menarik minat

mahasiswa lainnya.

Perbandingan Analisis SWOT

Sebelum dan Sesudah Pelibatan

Mahasiswa Indonesia

Pada Tabel 3.4 dibawah ini dapat

faktor-faktor Internal dan Eksternal

pada SWOT Sebelum dan sesudah

dilakukan pelibatan mahasiswa

Indonesia

Tabel 3.4

Faktor-Faktor Internal dan Eksternal

pada SWOT Sebelum dan sesudah

dilakukan pelibatan mahasiswa

Indonesia

Sebelum Pelibatan

Internal Eksternal

Strength

Kekuatan

Opportunity

Kesempatan

- Lokasi

kampus

- Fasilitas

kampus dan

akomodasi

- Paket

program

yang

dikemas

dengan

penyediaan

akomodasi

- Fasilitator

dan staff

- Harga yang

terjangkau

khusus bagi

mahasiswa

Eropa

- Meningkatnya

kunjungan-

kunjungan dari

institusi

pendidikan dari

luar negeri

- Meningkatnya

jumlah partner

kerjasama dalam

bidang edukasi

- Semakin

digalakkannya

pariwisata minat

khusus oleh

Kementerian

Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif

- Meningkatnya

kesadaran

Page 89: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 87

- Proses

pembelajara

n

Bagi setiap

orang yang

terlibat

didalamnya

berwisata sambil

belajar

- Globalisasi

informasi yang

mendorong calon

wisatawan

berkunjung

- Pertumbuhan

ekonomi yang

menarik

wisatawan untuk

berkunjung

Weaknesses /

Kelemahan

Threat / Ancaman

- Promosi

yang kurang

maksimal

- Kurangny

saluran

distribusi

program

Educational

Tourism

-Hubungan

kerjasaama

- Harga

program

yang kurang

standar

untuk semua

negara

- Belum

terlibatnya

mahasiswa

Undhira

sendiri

dalam

program ini

- Tidak

memiliki

sarana

pembelajaran

kebudayaan

- Bertambahnya

kompetitor

sejenis

- Krisis ekonomi

di daerah Eropa

- Meningkatnya

biaya-biaya

pengurusan

administrasi

mahasiswa asing

- Kurangnya

keamanan

Indonesia

- Inkonsistensi

aturan dan

pelaksanaan

terhadap

mahasiswa asing

Sesudah Pelibatan

Eksternal Internal

Opportunity

Kesempatan

Strength

Kekuatan

- Kesempatan

mengikuti

program exchange

- Kesempatan

mengikuti

program overseas

training

- Internasionalisasi

bahasa Indonesia

oleh mahasiswa

asing

- Pengaturan Waktu

- Meningkatkan

daya saing dalam

menghadapi MEA

- Program

Intrapreneurs

hip in

Another

Perspective

`Lebih

Dikenal Oleh

Mahasiswa

Indonesia

(UNDHIRA)

- Kemampuan

Bahasa

Inggris

Mahasiswa t

Pesat

- Pertukaran

informasi

antara

mahasiswa

asing dengan

mahasiswa

lokal

- Proses

pembelajaran

di kelas yang

lebih efektif

dikarenakan

ada berbagai

cara pandang

berdasarkan

kebangsaan

- Duta

promotor

kampus

dengan pihak

luar

Threat / Ancaman

Weaknesses /

Kelemahan

- Pergeseran

perilaku

- Keamanan dan

kenyamanan

tinggal

- Mahasiswa

yang terlibat

dalam IAP

yang

mendapatkan

Page 90: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 88

berkurang

- Permintaan akan

persamaan

fasililtas dengan

Universitas asal

-

lebih banyak

manfaat

positive

daripada

mahasiswa

lainnya

- Perbedaan

Budaya

- Kurangnya

minat

mahasiswa

untuk ikut

dalam

program IAP

- karena proses

pembelajaran

yang dianggap

lebih susah

- Mahasiswa

Undhira harus

melaksanakan

beban belajar

lebih berat

dikarenakan

tidak

sepenuhnya

mata kuliah

yang dapat di

transfer

- Kurang focus

pada mata

- kuliah inti

yang tidak

dapat

ditransfer

Pada Tabel 3.4 dapat diuraikan

perbandingan sebelum dan sesudah

pelibatan mahasiswa Indonesia

sebagai berikut:

1. Faktor Internal – Kekuatan

Sebelum pelibatan mahasiswa

Indonesia yang menjadi kekuatan

adalah lokasi, fasilitas, paket

program yang dikemas dengan

akomodasi, harga yang sangat

terjangkau bagi mahasiswa,

sehingga penguatan yang

dilakukan lebih banyak pada

fasilitator, sarana prasarana dan

pengemasan program sehingga

menarik bagi mahasiswa asing.

Setelah pelibatan mahasiswa

Indonesia, program IAP lebih

dikenal di Undhira dan menarik

minat mahasiswa lokal sendiri

untuk terlibat dalam

meningkatkan kemampuan

terutama dalam berbahasa

Inggris. Dengan kemampuannya

berbahasa Inggris yang lebih

baik, mahasiswa memiliki

keberanian untuk berdiskusi dan

proses pertukaran informasi

terutama transfer knowledge

menjadi lebih menguntungkan.

Transfer informasi dan

pengetahuan lebih menarik ketika

berbeda individu memiliki

perbedaan cara pandang dapat

menghasilkan pembicaraan yang

dapat menempatkan mahasiswa

pada perspective yang berbeda.

Melalui hal tersebut mahasiswa

Undhira yang terlibat dalam

program IAP memiliki

Page 91: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 89

keberanian untuk mengikuti

ajang kompetisi baik yang

bersifat akademik maupun non-

akademik di tingkat lokal

maupun nasional. Dari tahun

2014, mahasiswa telah berhasil

meraih penghargaan seperti :

a. Young Entrepreneur pada

Undhira Innovation Award

2014

b. Peserta Pertukaran Pelajar ke

Momoyama Gakuin

University Jepang 2014

c. Juara I, Panahan Atlet Pra-

PON Bali 2014

d. Pencetus Ide Kompetisi Ide

Bisnis di Universitas Dhyana

Pura 2015

e. Seleksi Mahasiswa

Berprestasi Kopertis Wilayah

VIII 2015

f. Putri Kampus Universitas

Dhyana Pura tahun 2015

g. Peserta Program Internship

ke Jepang dalam bidang

Hospitality 2015

h. Pemenang Duta Bahasa

Provinsi Bali 2016

i. Pemenang Karya Ilmiah

Kopertis Wilayah VIII tahun

2017

2. Faktor Internal – Kelemahan

Sebelum pelibatan mahasiswa

Indonesia kelemahan program

adalah kurangnya promosi

sehingga program kurang dikenal

oleh partner Perguruan Tinggi di

dalam maupun di luar negeri.

Salah satu kelemahan yang

paling mendasar adalah belum

adanya pelibatan mahasiswa

Undhira dan Undhira belum

memiliki sarana pembelajaran

kebudayaan, sedangkan salah

satu aspek untuk belajar di luar

Negara asal adalah mengetahui

kebudayaan Negara yang dituju

lebih dalam.

Namun setelah pelibatan

mahasiswa Indonesia kesulitan

dalam belajar, transfer kredit, dan

kurang fokus pada perkuliahan

inti sesuai dengan program studi

sangat dirasakan. Sehingga

mahasiswa memiliki beban yang

lebih besar daripada sebelum

mengikuti program IAP. Secara

umum, mahasiswa Undhira

belum merasakan dampak positif

secara signifikan dengan adanya

program IAP di kampus. Hal

tersebut dikarenakan transfer

knowledge lebih banyak terjadi

Page 92: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 90

antar mahasiswa yang terlibat di

program IAP saja, walaupun

secara komunikasi sosial

mahasiswa lainnya juga terlibat.

3. Faktor Eskternal – Kesempatan

Sebelum pelibatan mahasiswa

Indonesia program IAP yang

bertempat di Pulau Bali, yang

memiliki kekuatan pada lokasi,

mampu menarik perhatian

perguruan tinggi partner untuk

berkunjung ke Universitas

Dhyana Pura Selain itu

Kementerian Pariwisatadan

Ekonomi Kreatif saat itu sedang

menggalakkan pariwisata minat

khusus dengan tujuan

meningkatkan kunjungan

wisatawan ke Indonesia pada

umumnya. Hal tersebut disambut

baik oleh wisatawan karena

banyak juga dari kunjungan

wisatawan ke Bali dengan minat

untuk belajar dan berwisata.

Setelah pelibatan mahasiswa

Indonesia, program IAP

digunakan sebagai kelas untuk

meningkatkan kemampuan diri

sehingga dapat terlibat dalam

proses seleksi program

pertukaran pelajar ke Luar Negeri

dan mengikuti program On The

Job Training di Luar Negeri.

Kesempatan dan pengalaman

yang didapatkan juga mampu

meningkatkan daya saing

mahasiswa di dalam masyarakat

ekonomi ASEAN. Bukan hanya

mahasiswa Indonesia saja yang

dapat menikmati kesempatan,

namun juga pembelajaran Bahasa

Indonesia yang dilakukan setiap

minggu juga mampu

memperkenalkan Bahasa

Indonesia ke kancah

Internasional.

4. Faktor Eksternal – Ancaman

Sebelum pelibatan mahasiswa

Indonesia, ancaman yang paling

mendasar adalah bertambahnya

kompetitor dari perguruan tinggi

yang menawarkan program

Edutourism ditambah lagi

perguruan tinggi partner yang

berada di Eropa saat itu namun

setelah pelibatan mahasiswa

Indonesia, ancaman terbesar

adalah terjadinya pergeseran

perilaku dari mahasiswa

Indonesia yang lebih cenderung

meninggalkan adat

ketimurannya. Dari komunikasi

sosial yang dilakukan antar

mahasiswa baik dilakukan di

Page 93: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 91

dalam maupun di luar kampus

terkadang mengakibatkan

kenyamanan tinggal mahasiswa

asing berkurang. Terkadang

sarana dan prasarana dianggap

belum selaras dengan Universitas

asal sehingga adanya permintaan

untuk penyediaan hal yang sama.

KESIMPULAN

Program Edutourism melalui

pelibatan mahasiswa Indonesia lebih

banyak memberikan dampak positif

kepada mahasiswa Indonesia sendiri

daripada mahasiswa asing. Hasil ini

dihitung dari Matriks memiliki posisi

IFE (2.75) dan EFE (3.57) pada

posisi Tumbuh dan Bina dengan

konsentrasi via horizontal melalui

meningkatkan jasa dari pelibatan

mahasiswa Indonesia. Peningkatan

jasa tersebut dapat dilakukan dengan

cara membuat program dimana

mahasiswa Indonesia dapat terlibat

dari penjemputan airport pada awal

ketibaan di Bali, pendampingan

selama belajar di Bali sehingga masa

“kangen rumah” terobati, sampai

pada kepulangan mahasiswa ke

Negara asal.

Keuntungan yang didapat oleh

mahasiswa Indonesia adalah

peningkatan kemampuan

berkomunikasi, berpikir dalam

bahasa Inggris. Selain itu mahasiswa

Indonesia mampu bersaing dalam

tingkat lokal maupun nasional serta

menggunakan kesempatan yang ada

untuk mengikuti ajang pertukaran

mahasiswa ke Luar Negeri ataupun

program Magang. Dampak positif

yang juga dirasakan oleh mahasiswa

asing adalah perasaan lebih diterima

di komunitas mahasiswa Indonesia

dikarenakan mereka dapat berteman

dengan berbagai kalangan

mahasiswa bukan hanya dengan

mahasiswa pada program

Internasional saja. Sesuai dengan

teori Akulturasi Budaya, mahasiswa

asing mengalami lebih sedikit

homesick daripada sebelum adanya

pelibatan mahasiswa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ankomah, P. K. and Larson, T.R.

1992. Education Tourism: A

Strategy to Strategy to

Sustainable Tourism

Development in Sub-Saharan

Africa. Available from:

unpan1.un.org/intradoc/groups/p

ublic/documents. Diakses pada 5

Mei 2017 pukul 09.00

Page 94: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Luh Christine Prawita Sari Suyasa, Putu Chrisma Dewi

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 92

Homans, George C. 2007. History,

Theory, and Method. USA:

Routledge

Kotler, Philip. 2002. Marketing

Management. 10th

ed. Jakarta:

PT. Penhallindo, Jakarta.

Kurtz, David L. 2008. Principles of

Contemporary Marketing. South-

western: Thomson

Ritchie, Brent W. 2003. Aspects of

Tourism. Managing Educational

Tourism. England: Channel View

Publications.

Schmidt, Wallace. V and team. 2007.

Communicating Globally.

Interculture Communication and

International Business.

California: Sage Publications,

Inc.

Suyasa, Ni Luh Christine. 2014.

Strategi Pemasaran Program

Educational Tourism di

Universitas Dhyana Pura Bali.

Tesis. Denpasar: Universitas

Udayana

Speelman, Nicholaas. 2008.

Intrapreneurship In Another

Perspective Brosur. Netherland

Teske, Raymond H.C, Jr, and

Nelson, Bardin. H. 1974.

Aculturation and Assimilation A

Clarification. American

Ethnologist Journal Vol. 1 (pp:

351-367)

Page 95: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 93

Ni Luh Komang Julyanti Paramita Sari *3

STIE Triatma Mulya

ABSTRACT

Tourism Development in an area is required to be developed in a sustainable

manner and can provide maximum benefits to the community. This kind of

development aims to make the community benefit directly from the development of

tourism in the region. The village of Tangkup located in Karangasem regency has

tourism potential which if developed will become the attraction for the tourists.

With an unspoiled natural landscape, cultural arts are still maintained and added

with the existence of the river flow that stretches across the village boundary,

making the Village Tangkup suitable to be developed into one tourist destination

in Karangasem regency. Tourism development in Tangkup Village is by using the

concept of rural tourism and community empowerment Tourism activities to be

developed in Tangkup Village are trekking tours, cultural tourism and

agricultural tourism where in its development will empower the local community.

Keywords: development, sustainable, community empowerment

PENDAHULUAN

Sebagai salah satu sektor dalam

pembangunan di Indonesia,

pariwisata merupakan sektor yang

paling dinamis didalam mengikuti

berbagai perubahan di dalam

perkembangan global. Hal ini dapat

dilihat dari terjadinya pergeseran

orientasi motivasi kunjungan

wisatawan dari mass tourism menjadi

suatu bentuk kunjungan

individual/kelompok kecil yang

memiliki minat pada hal-hal yang

bersifat khusus. Jika kita melihat

pola konsumsi wisatawaan terutama

wisatawan mancanegara maka

dewasa ini banyak bermunculan

wisatawan minat khusus yang

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA DI DESA TANGKUP DENGAN

KONSEP PARIWISATA PEDESAAN DAN PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT

I Ketut Eli Sumerta*2

STIPAR Triatma Jaya

Putu Agus Prayogi*1

[email protected]

Page 96: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 94

berorientasi tidak hanya tertarik pada

keindahan alam semata tetapi lebih

cenderung terhadap suatu interaksi

baik terhadap budaya, masyarakat

maupun alam setempat. Bentuk dari

interaksi yang maksimal dari unsur

tersebut dapat direalisasikan melalui

keunikan yang dimiliki oleh suatu

daerah. Keunikan tersebut dapat

dapat dilihat dari bentuk kebiasaan,

aktivitas sehari-hari, ritual serta pola

hidup masyarakat yang harmonis

dengan alam.

Pengembangan Pariwisata di

suatu daerah dituntut agar mampu

dikembangkan secara berkelanjutan

dan dapat memberikan manfaat yang

maksimal terhadap masyarakat.

Pengembangan semacam ini

bertujuan agar masyarakat

memperoleh manfaat secara langsung

dari pengembangan kepariwisataan

di daerahnya. Jika model

pengembangan pariwisata ini bisa

diterapkan maka perkembangan

pariwisata tidak lagi hanya

terkonsentrasi di suatu wilayah saja,

tetapi pengembangan pariwisata bisa

dilaksanakan secara merata.

Provinsi Bali sebagai salah satu

Daerah Tujuan Wisata di Indonesia

juga mengalami permasalahan yang

sama di dalam pengembangan

kepariwisataanya. Selama ini

pengembangan pariwisata di Provinsi

Bali masih terkonsentrasi di Wilayah

Bali Bagian Selatan, sedangan

Wilayah Bali lainnya hanya sebagai

pendukung dalam pengembangan

Kepariwisataan di Pulau Bali.

Pengembangan pariwisata semacam

ini tentunya akan memberikan

dampak yang tidak baik tidak hanya

di Wilayah Bali Selatan tetapi juga

memberikan dampak negatif di

Wilayah Bali lainnya. Salah satu

contoh dampak negatif di Wilayah

Bali Bagian Selatan adalah semakin

tingginya tingkat kepadatan

penduduk yang tentunya menjadi

salah satu penyebab masalah sosial.

Sedangkan di Wilayah Bali lainnya

akan menimbulkan dampak negatif

berupa semakin berkurangnya

sumber daya manusia yang produktif

sebagai akibat dari terkonsentrasinya

penduduk usia produktif di Wilayah

Bali Selatan.

Permasalahan semacam ini

tentunya harus segera dicari jalan

pemecahannya sehingga

pengembangan pariwisata di Provinsi

Bali betul-betul mampu memberikan

dampak secara langsung terhadap

Page 97: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 95

Masyarakat Bali secara umum. Salah

satu upaya didalam pengembangan

pariwisata yang bisa memberikan

manfaat secara langsung ke pada

masyarakat adalah pengembangan

Pariwisata Pedesaan. Bentuk

pengembangan pariwisata pedesaan

(rural tourism) dengan bentuk

produk yang unik serta ramah

lingkungan merupakan solusi yang

tepat bagi pengembangan

kepariwisataan di Provinsi Bali.

Pengembangan pariwisata pedesaan

juga bisa dijadikan sebagai alternatif

pilihan dari produk wisata

konvensional yang mulai

ditinggalkan oleh wisatawan.

Berlandaskan semangat didalam

pemerataan pengembangan

pariwisata serta menyikapi keinginan

wisatawan untuk mencari sesuatu hal

yang baru dan unik maka konsep

pengembangan pariwisata pedesaan

merupakan salah satu sarana untuk

menyatukan kedua elemen tersebut.

Dengan konsep pengembangan

pariwisata pedesaan di harapkan para

wisatawan yang berkunjung ke desa

tersebut dapat menikmati alam

pedesaan yang masih bersih dan

alami serta bisa merasakan

kehidupan dengan suasana pedesaan

beserta adat istiadat yang berlaku.

Pengalaman seperti ini tentunya akan

memberikan suatu hal yang unik bagi

para wisatawan. Selain itu konsep

pengembangan pariwisata pedesaan

akan memberikan dampak secara

langsung bagi masyarakat desa

dimana masyarakat akan dilibatkan

mulai dari perencanaan sampai

dengan pengelolaan kegiatan

pariwisata tersebut. Namun tentunya

konsep pengembangan pariwisata

pedesaan akan sulit diterapkan jika

tidak didukung oleh berbagai pihak,

baik itu oleh pemerintah, swasta

maupun masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut maka

pengembangan pariwisata pedesaan

dengan pemberdayaan masyarakat

merupakan solusi yang tepat dalam

pengembangan kepariwisataan di

Provinsi Bali.

Desa Tangkup yang terletak di

Kabupaten Karangasem memiliki

potensi wisata yang apabila

dikembangkan akan menjadi daya

tarik bagi para wisatawan. Dengan

bentangan alam yang masih alami,

seni budaya yang masih terjaga

kelestariaannya serta ditambah

dengan adanya aliran sungai yang

membentang di batas desa,

Page 98: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 96

menjadikan Desa Tangkup cocok

untuk dikembangkan menjadi

salahsatu daerah tujuan wisata di

Kabupaten Karangasem. Namun

didalam perkembangannya potensi

wisata di Desa Tangkup belum

dikembangkan secara optimal, yang

baru dikembangkan hanya aliran

Sungai Telaga Waja yang dijadikan

sebagai tempat rafting.

Pengembangan ini pun belum

memberikan manfaat yang optimal

bagi masyarakat di Desa Tangkup,

karena lebih cenderung memberikan

keuntungan ke pada pihak kapitalis

(investor). Seharusnya masyarakat

bisa menikmati hasil yang lebih dari

pengembangan potensi wisata yang

mereka miliki.

Tulisan ini memiliki tujuan untuk

mengkaji keterlibatan masyarakat

lokal dalam pengembangan

pariwisata pedesaan serta mengkaji

model pengembangan pariwisata

pedesaan dengan pemberdayaan

masyarakat. Pengembangan

pariwisata dengan pemberdayaan

masyarakat merupakan model

pengembangan yang memberikan

peluang kepada masyarakat pedesaan

untuk berpartisipasi dalam

pembangunan pariwisata. Model ini

merupakan sebuah kegiatan

pengembangan pariwisata yang

dilakukan sepenuhnya oleh

masyarakat. Ide kegiatan dan

pengelolaan dilakukan seluruhnya

oleh masyarakat secara partisipatif,

dan manfaatnya dirasakan langsung

oleh masyarakat itu sendiri.

TINJAUAN PUSTAKA

Pariwisata Pedesaan

Wisata Pedesaan atau village

tourism telah dikenal secara luas

sebagai salah satu bentu produk

wisata yang dikembangkan di

kawasan atau area pedesaan (country

side) di berbagai tempat di dunia,

sebagai bentuk kegiatan wisata yang

membawa wisatawan pada

pengalaman untuk melihat dan

mengapresiasi keunikan kehidupan

dan tradisi masyarakat di pedesaan

dengan segala potensinya (Dinas

Pariwisata Jogja, 2014).

“Village Tourism is accepted as a

sector with a high potential for

economic development and

employment generation”. Pariwisata

Pedesaan merupakan konsep

pengembangan dengan potensi yang

tinggi didalam pembangunan

ekonomi dan penciptaan lapangan

Page 99: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 97

pekerjaan. Pariwisata pedesaan

menawarkan sesuatu yang bersifat

tradisional yang tidak tersentuh

sesuatu yang modern (Smitha s,

2014).

Dalam pengembangan pariwisata

di Indonesia, kegiatan wisata

alternatif perlu menjadi perhatian

yang sangat penting, khususnya

terkait dengan keragaman budaya

dan keunikan alam yang dimilikinya.

Sejalan dengan pemikiran tersebut,

maka pengembangan pariwisata

pedesaan (village tourism) menjadi

alternatif yang dipandang sangat

strategis untuk menjawab sejumlah

permasalahan dalam pembangunan

kepariwisataan. Melalui

pengembangan pariwisata pedesaan,

maka suatu kawasan pariwisata akan

memiliki keragaman atau

diversifikasi produk yang akan

membuka peluang untuk menarik

minat kunjungan wisatawan.

Pengembangan pariwisata pedesaan

juga dianggap mampu

meminimalkan urbanisasi

masyarakat dari pedesaan ke

perkotaan dikarenakan mampu

menciptakan aktifitas ekonomi di

wilayah pedesaan yang berbasis pada

kegiatan pariwisata. Daya produktif

potensi lokal termasuk didalamnya

adalah potensi-potensi wilayah

pedesaan akan dapat didorong untuk

tumbuh dan berkembang dengan

memanfaatkan sumber daya yang

dimiliki oleh desa, sehingga akan

dapat menjadi instrumen yang efektif

dalam mendorong pengembangan

bidang sosial budaya dan ekonomi

masyarakat pedesaan. Lebih lanjut,

akan dapat didorong berbagai upaya

untuk melestarikan dan

memberdayakan potensi keunikan

berupa budaya lokal dan nilai-nilai

kearifan lokal (local wisdom) yang

ada di masyarakat yang cenderung

mengalami ancaman kepunahan

akibat arus globalisasi yang sangat

gencar dan telah memasuki wilayah

pedesaan. Sejalan dengan

mengemukanya agenda

pembangunan pariwisata

berkelanjutan (sustainable tourism

development) sebagai respon atas

kepedulian yang semakin tinggi akan

lingkungan, serta nilai manfaat

pariwisata bagi masyarakat, maka

pengembangan pariwisata pedesaan

merupakan salah satu bentuk konsep

wisata alternatif (alternative

tourism). Lebih darisatu dekade

terakhir, pengembangan pariwisata

Page 100: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 98

pedesaan yang di tuangkan dalam

bentuk desa wisata berjalan begitu

pesat dan menyebar di hampir

seluruh wilayah provinsi di

Indonesia, terlebih dengan adanya

dorongan program PNPM Mandiri

Pariwisata, banyak desa wisata baru

bermunculan diberbagai daerah yang

mencoba untuk menangkap peluang

perkembangan kepariwisataan serta

minat pasar untuk mencari destinasi

wisata alternatif diluar

destinasidestinasi populer yang

sudah banyak dikenal dalam konteks

wisata massal (mass tourism) dan

wisata konvensional (Dinas

Pariwisata Jogja, 2014).

Pengembangan pariwisata

pedesaan umumnya dilakukan di

daerah/kawasan desa yang masih

memegang teguh tradisi dan budaya

yang masih asli disamping memiliki

kondisi alam yang masih alami.

Secara umum desa-desa yang masih

memegang teguh tradisi dan budaya

asli biasanya lingkungan alam di

desa tersebut masih terjaga

kealamiannya. Seakan-akan antara

budaya asli dengan alam menjadi hal

yang tidak terpisahkan dengan

kondisi masyarakat di pedesaan.

Pengembangan pariwisata pedesaan

harus mampu mendorong tradisi dan

budaya lokal menjadi daya tarik

utama dengan didukung oleh kondisi

alam yang masih terjaga

kealamiannya. Untuk mempermudah

didalam pengawasan atau didalam

melakukan kontrol maka

pengembangan pariwisata pedesaan

harus dilakukan dengan

pengembangan yang terbatas (small

scale development) dengan

memperhatikan daya dukung yang

ada (crraying capacity) dan

keberlanjutan (sustainability) serta

mampu memberikan manfaat

ekonomi baik secara langsung

maupun tidak langsung kepada

masyarakat setempat. Hal ini

menyebabkan pengembangan

pariwisata pedesaan harus menitik

beratkan pada pemberdayaan

masyarakat (community based

tourism).

Partisipasi Masyarakat

Didalam pengembangan konsep

pariwisata pedesaan masyarakat lokal

memiliki peran yang sangat penting

mengingat sumber daya dan

keunikan tradisi dan budaya yang

melekat pada masyarakat tersebut

merupakan unsur penggerak utama di

dalam kegiatan pariwisata pedesaan.

Page 101: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 99

Masyarakat lokal memiliki peran

sebagai tuan rumah sekaligus

menjadi pelaku penting dalam

pengembangan konsep pariwisata

pedesaan mulai tahap perencanaan,

pengawasan, dan implementasi.

Ilustrasi yang dikemukakan Wearing

(2001) tersebut menegaskan bahwa

masyarakat lokal berkedudukan sama

penting dengan pemerintah dan

swasta sebagai salah satu pemangku

kepentingan dalam pengembangan

pariwisata. Di lain pihak, komunitas

lokal (masyarakat lokal) yang

tumbuh dan hidup berdampingan

dengan suatu objek wisata menjadi

bagian dari sistem ekologi yang

saling kait mengait. Dalam

perkembangannya partisipasi

masyarakat lokal tidak saja menjadi

kewajiban tetapi juga menjadi hak

bagi masyarakat tersebut.

Adiyoso (2009) menegaskan

bahwa partisipasi masyarakat

merupakan komponen terpenting

dalam upaya pertumbuhan

kemandirian dan proses

pemberdayaan. Menurut Timothy

(1999) ada dua perspektif dalam

melihat partisipasi masyarakat dalam

pariwisata. Kedua perspektif tersebut

adalah (1) partisipasi masyarakat

lokal dalam proses pengambilan

keputusan, dan (2) berkaitan dengan

manfaat yang diterima masyarakat

dari pembangunan pariwisata.

Timothy menekankan perlunya

melibatkan masyarakat dalam

pengambilan keputusan dengan

mengakomodasi keinginan dan

tujuan masyarakat lokal dalam

pembangunan serta kemampuannya

dalam menyerap manfaat pariwisata.

Masyarakat yang berada di wilayah

pengembangan harus didorong untuk

mengidentifikasi tujuannya sendiri

dan mengarahkan pembangunan

pariwisata untuk meningkatkan

pemenuhan kebutuhan masyarakat

lokal. Selain mengikutsertakan

masyarakat lokal dalam pengambilan

keputusan, Timothy memandang

pentingnya mengikutsertakan

pemangku kepentingan, yaitu

pemerintah, swasta, dan anggota

masyarakat lainnya untuk turut ambil

bagian dalam pengambilan keputusan

dan melihat pentingnya pendidikan

kepariwisataan bagi masyarakat lokal

untuk meningkatkan kapasitas

masyarakat, terutama dalam

menerima manfaat pariwisata.

Dengan demikian, perencanaan

pembangunan pariwisata harus

Page 102: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 100

mengakomodasi keinginan dan

kemampuan masyarakat lokal untuk

berpartisipasi serta memperoleh nilai

manfaat yang maksimal dari

pembangunan pariwisata. Partisipasi

masyarakat lokal sangat dibutuhkan

dalam pengembangan desa wisata

karena masyarakat lokal sebagai

pemilik sumber daya pariwisata yang

ditawarkan kepada wisatawan.

Secara umum partisipasi dapat

dimaknai sebagai hak warga

masyarakat untuk terlibat dalam

proses pengambilan keputusan pada

setiap tahapan pembangunan, mulai

dari perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, dan pelestarian.

Masyarakat bukanlah sekadar

penerima manfaat atau objek belaka,

melainkan sebagai subjek

pembangunan.

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat

merupakan suatu upaya agar

masyarakat bisa mandiri didalam

mengelola potensi yang dimiliki oleh

daerahnya. Kemandirian masyarakat

merupakan suatu kondisi yang

dialami oleh masyarakat yang

ditandai dengan kemampuan

memikirkan, memutuskan serta

melakukan sesuatu yang dipandang

tepat demi mencapai pemecahan

masalah-masalah yang dihadapi

dengan mempergunakan daya

kemampuan yang dimiliki

(Widjajanti, 2011). Masyarakat yang

mengikuti proses belajar yang baik,

secara bertahap akan memperoleh

daya, kekuatan atau kemampuan

yang bermanfaat dalam proses

pengambilan keputusan secara

mandiri. Berkaitan dengan hal ini,

Sumodiningrat (2000) menjelaskan

bahwa keberdayaan masyarakat yang

ditandai adanya kemandiriannya

dapat dicapai melalui proses

pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat dapat

diwujudkan melalui partisipasi aktif

masyarakat yang difasilitasi oleh

pemerintah ataupun pihak terkait

lainnya. Sasaran utama dari kegiatan

pemberdayaan masyarakat adalah

masyarakat usia produktif yang

belum memiliki mata pencaharian

tetap sehingga mereka mampu

meningkatkan kesejahteraannya dan

secara tidak langsung dapat

meningkatkan perputran roda

perekonomian masyarakat. Tujuan

akhir dari proses pemberdayaan

masyarakat adalah untuk

memandirikan warga masyarakat

Page 103: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 101

agar dapat meningkatkan taraf hidup

keluarga dan mengoptimalkan

sumberdaya yang dimilikinya.

Pemberdayaan dapat diartikan

sebagai suatu pelimpahan atau

pemberian kekuatan (power) yang

akan menghasilkan hierarki kekuatan

dan ketiadaan kekuatan, seperti yang

dikemukakan Simon (1993) bahwa

pemberdayaan merupakan suatu

aktvitas refleksi, suatu proses yang

mampu diinisiasikan dan

dipertahankan hanya oleh agen atau

subyek yang mencari kekuatan atau

penentuan diri sendiri (self-

determination) dalam Widjajanti,

2011.

Sumber Daya Pariwisata

Dalam pengembangan

kepariwisataan disuatu daerah

diperlukan sumber daya yang

memadai sebagai modal dasar

didalam pengembangan

kepariwisataan tersebut. Sumber

daya yang dimaksud adalah

sumberdaya pariwisata. Dalam

konteks pariwisata, sumber daya

diartikan sebagai segala sesuatu yang

mempunyai potensi untuk

dikembangkan guna mendukung

pariwisata, baik secara langsung

maupun tidak langsung (Pitana dan

Diarta, 2009:68). Menurut Wilkinson

(1994, dalam Pitana dan Diarta,

2009: 69) Sumber daya yang terkait

dengan pengembangan pariwisata

umumnya berupa sumber daya alam,

sumber daya budaya, sumber daya

minat khusus, di samping sumber

daya manusia.

Sumber Daya Alam

Menurut Darmanik dan Weber

(Pitana dan Diarta, 2009:70) sumber

daya alam yang dapat dikembangkan

menjadi atraksi wisata alam adalah :

a. Keajaiban dan keindahan alam

(topografi)

b. Keragaman Flora

c. Keragaman Fauna

d. Kehidupan satwa liar

e. Vegetasi alam

f. Ekosistem yang belum terjamah

manusia

g. Rekreasi Perairan (danau, sungai,

air terjun, pantai)

h. Lintas Alam (trekking, rafting dan

lain-lain)

i. Objek megalitik

j. Suhu dan kelembaban udara yang

nyaman

k. Curah Hujan yang normal, dan

lain sebagainnya.

Page 104: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 102

Sumber Daya Manusia

Dalam pengembangan

kepariwisataan disuatu daerah,

sumber daya manusia merupakan

sumber daya yang sangat penting

dalam pengembangan dan

pengelolaan kepariwisataan di daerah

tersebut. Keberadaan sumber daya

manusia yang memiliki kemampuan

di bidang pariwisata ataupun jasa

pelayanan akan menentukan

keberhasilan didalam pengembangan

kepariwisataan di suatu daerah,

Sumber daya manusia ini dapat

meliputi perseorangan ataupun

kelembagaan seperti misalnya

keberadaan lembaga pengelola

pariwisata.

Sumber Daya Budaya

Dalam konteks pengembangan

pariwisata budaya di Indonesia,

keberadaan sumber daya budaya di

suatu daerah memiliki peranan yang

sangat penting. Salah satu motivasi

perjalanan wisata didalam

mengunjungi derah tujuan wisata

adalah untuk melihat dan

mempelajari cara hidup dan budaya

yang dimiliki oleh masyarakat

setempat. Menurut Pitana dan Diarta

(2009:75-76) sumber daya budaya

yang dapat dikembangkan menjadi

daya tarik wisata adalah :

a. Bangunan bersejarah, situs,

monumen, museum, galeri seni,

situs budaya kuno dan

sebagainya.

b. Seni dan patung kontemporer,

arsitektur, tekstil, pusat kerajinan

tangan dan seni, pusat desain,

studio artis, industri film dan

penerbit, dan sebagainnya.

c. Seni pertunjukan, drama,

sendratari, lagu daerah, teater

jalanan, eksibisi foto, festival dan

event khusus lainnya.

d. Peninggalan keagamaan seperti

pura, candi, masjid, situs dan

sejenisnya.

e. Kegiatan dan cara hidup

masyarakat lokal, sistem

pendidikan, sanggar, teknologi

tradisional, cara kerja dan sistem

kehidupan setempat.

f. Perjalanan (trekking) ke tempat

bersejarah menggunakan alat

transportasi unik (berkuda, dokar,

cikar, dan sebagainya).

g. Mencoba kuliner (masakan)

setempat. Melihat persiapan, cara

membuat, menyajikan dan

menyantapnya merupakan atraksi

Page 105: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 103

budaya yang sangat menarik bagi

wisatawan.

PEMBAHASAN

Profile Desa Tangkup

Desa Tangkup mewilayahi 4

Banjar Dinas yang terdiri dari :

Br.Dinas Sangkungan, Br.Dinas

Tabu, Br. Dinas Tangkupanyar dan

Br.Dinas Tangkup Desa. Desa

Tangkup adalah salah satu Desa di

Kecamatan Sidemen yang memiliki

luas wilayah 2,667 Km2 yang terbagi

atas 4 Banjar Dinas yaitu :

1. Br. Dinas Sangkungan:75,617 Ha

2. Br. Dinas Tabu : 40,208 Ha

3. Br. Dinas Tangkupanyar :

119,680 Ha

4. Br. Dinas Tangkupdesa : 31,115

Ha

Dengan total luas 266,620 Ha.

Desa Tangkup terletak di

Wilayah Kecamatan

Sidemen,Kabupaten Karangasem

dengan luas 266,620 Ha, bila ditinjau

dari segi geografisnya Desa Tangkup

memiliki iklim tropis yang

dipengaruhi oleh angin musin

kemarau dan musin hujan, ketinggian

tempat berkisar kurang lebih 500-700

meter dari permukaan laut, Topografi

Desa Tangkup keseluruhan wilayah

merupakan dataran rendah

dengan kemiringan 0,5% curah

hujan rata – rata pertahun 2000 –

3000 mm,keadaan suhu rata-rata 36

C dengan batas-batas wilayah :

1. Sebeleh Utara : Desa Sangkan

Gunung

2. Sebelah Timur : Desa Wisma

Kerta.

3. Sebelah Selatan : Sungai Unda

4. Sebelah Barat : Sungai Telaga

Waja

Dilihat dari iklimnya dan kondisi

geografisnya Desa Tangkup memiliki

struktur perekonomian yang

mengarah ke bidang pertanian dan

perkebunan . Apabila memasuki usia

panen, masyarakat Desa Tangkup

akan menjual hasil kebun mereka ke

daerah Klungkung maupun dijadikan

konsumsi pribadi. Walaupun

masyarakat Desa Tangkup lebih

banyak bermata pencaharian sebagai

petani, namun kebanyakan dari

mereka hanya mengelola sawah yang

dimiliki orang lain yang tidak berasal

dari Desa Tangkup, sehingga

menurut kepala desa setempat, mata

pencaharian yang dominan di Desa

Tangkup adalah sebagai buruh tani.

Selain menjadi buruh tani, setiap

keluarga yang ada di Desa Tangkup

Page 106: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 104

juga membuat kerajinan tangan

berupa kain tenun, dimana pengerajin

tenun yang ada di Desa Tangkup

telah memiliki pengepul sendiri yang

bekerjasama dengan masing-masing

kepala keluarga yang ada di desa

tersebut. Harga tenun pun telah

dipatok oleh para pengepul, dan hasil

tenun tersebut dibawa ke daerah

Klungkung untuk dipasarkan.

Apabila kerajinan ini dikembangkan

lagi dan diberikan brand tersendiri

yang berasal dari Desa Tangkup,

tentu harga tenun akan menjadi lebih

tinggi dibandingkan apabila hasil

tenun tersebut diambil pengepul dan

dipasarkan di daerah Klungkung.

Sebelah Barat Desa tangkup di

batasi oleh aliran Sungai Telaga

Waja yang memiliki arus deras. Air

yang mengalir deras dengan

beberapa jeram yang curam serta

bebatuan di sepanjang sungai,

menjadikan Sungai Telaga Waja

sebagai spot rafting yang paling

menantang di Bali. Selain menguji

andrenalin, jalur rafting di Sungai

Telaga Waja juga menawarkan

pemandangan alam yang sangat

indah. Sepanjang jalur rafting

wisatawan akan disuguhkan

pemandangan sawah dan beberapa

spot air terjun yang menawan. Tidak

mengherankan Sungai Telaga Waja

menjadi primadona bagi wisatawan

yang gemar melakukan kegiatan

rafting. Pengembangan Pariwisata

Pedesaan di Desa Tangkup Sumber

Daya Pariwisata di Desa Tangkup

Sebagai salah satu desa yang

pemanfaatan lahanya di dominasi

oleh sektor pertanian, Desa Tangkup

memiliki beberapa sumber daya

pariwisata yang bisa dikembangkan

menjadi daya tarik wisata. Adapun

sumber daya pariwisata yang dimiliki

antara lain :

1. Sumber Daya Alam

a. Pertanian dan perkebunan

Sebagian besar lahan di Desa

Tangkup dimanfaatkan untuk

sektor pertanian dan

perkebunan. Untuk lebih

jelasnya mengenai pemanfaatan

lahan di Desa Tangkup dapat

dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1.

Pemanfaatan Lahan di Desa Tangkup

No Jenis Pemanfaatan Luas (Ha)

1 Sawah 131.00

2 Tegalan 4.00

3 Pekarangan 22.75

4 Perkebunan 106.75

5 Kuburan 1.50

6 Lainnya 14.00

Sumber: Profile Desa Tangkup, 2014

Page 107: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 105

Berdasarkan Tabel 1 diatas

dapat kita lihat bahwa

pemanfaatan lahan di Desa

Tangkup lebih banyak

digunakan untuk areal

pertanian dan perkebunan.

Perkebunan di dominasi oleh

tanaman sayur, cengkeh dan

kopi. Dengan lahan pertanian

dan perkebunan yang luas

menjadikan Desa Tangkup

memiliki sumber daya

pertanian dan perkebunan yang

cocok untuk dikembangkan

menjadikan daya tarik wisata.

Gambar 1.

Areal Pertanian di Desa Tangkup

Sumber : Penelitian 2015

b. Daerah Perbukitan

Desa Tangkup memiliki

bentangan daerah perbukitan

yang terdapat di bagian utara

desa yang banyak dimanfaatkan

untuk perkebunan oleh

masyarakat setempat. Tanaman

yang paling banyak di tanam di

daerah perbukitan ini adalah

Tanaman Kopi. Kondisi

perbukitan yang agak curam

dan dibatasi oleh lembah

menawarkan pemandangan

alam yang sangat mempesona.

Gambar 2.

Pemandangan terasering sawah

Dari atas perbukitan di Desa

Tangkup

Sumber : Penelitian, 2015

c. Aliran Sungai

Desa Tangkup memiliki aliran

sungai yang membentang

disebelah barat desa. Sungai

Telaga Waja yang membentang

di sebelah Barat Desa memiliki

daya tarik berupa aliran sungai

yang deras dan berbatu serta

pemandangan alam di

sepanjang aliran sungai yang

menawarkan keindahan

terasering sawah dan beberapa

air terjun yang merembes pada

tebing-tebing yang ada di

Page 108: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 106

sepanjang aliran sungai.

Dengan kondisi air yang sangat

jernih dimana selama ini sudah

dimanfaatkan menjadi aktifitas

wisata rafting. Bahkan aktifitas

rafting di Sungai Telaga Waja

merupakan jalur rafting

terpanjang dan paling deras di

Bali.

Gambar 3.

Aliran Sungai Telaga Waja

Sumber : Penelitian, 2015

2. Sumber daya budaya

Selain memiliki sumber daya

alam, Desa Tangkup juga

memiliki sumber daya budaya

yang apabila dikembangkan

dengan baik akan menjadi daya

tarik bagi para wisatawan. Salah

satu sumber daya budaya yang

dimiliki oleh Desa Tangkup

adalah Budaya Tenun yang sudah

diwarisi secara turun temurun oleh

masyarakat di Desa Tangkup

terutama oleh kaum wanita.

Hampir sebagian besar

masyarakat terutama kaum wanita

masih melakukan aktifitas tenun

disela-sela aktifitas mereka sehari-

hari. Walaupun tidak dijadikan

sebagai sumber pendapatan utama,

hasil tenun masyarakat mampu

menambah penghasilan bagi

masyarakat itu sendiri.

Gambar 4

Aktifitas tenun di Desa Tangkup

Sumber : dok Desa Tangkup, 2015

Bukti lain yang bisa kita lihat

dari masih terjaganya tradisi dan

budaya di Desa Tangkup adalah

sebagian besar bangunan suci

(Pura) masih terjaganya

arsitekturnya dari jaman dulu.

Pakem bangunan suci dari jaman

dahulu masih terjaga dengan baik,

perbaikan beberapa bangunan

pura yang mengalami kerusakan

Page 109: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 107

hanya sebatas melalui kegiatan

restorasi dengan mengikuti pola

yang sudah ada.

Gambar 5.

Pura Pesimpangan

Sumber : Penelitian 2015

Pengembangan Pariwisata

Pedesaan Dengan Pemberdayaan

Masyarakat di Desa Tangkup

Pengembangan pariwisata

pedesaan umumnya dilakukan di

daerah/kawasan desa yang masih

memegang teguh tradisi dan budaya

yang masih asli disamping memiliki

kondisi alam yang masih alami.

Secara umum desa-desa yang masih

memegang teguh tradisi dan budaya

asli biasanya lingkungan alam di

desa tersebut masih terjaga

kealamiannya. Seakan-akan antara

budaya asli dengan alam menjadi hal

yang tidak terpisahkan dengan

kondisi masyarakat di pedesaan.

Desa Tangkup merupakan salah satu

desa yang masih memegang teguh

tradisi dan budaya yang dimilikinya.

Masyarakat masih memegang teguh

hukum adat yang dan tetap

menjalankan awig-awig desa yang

telah mengatur kehidupan

masyarakat dari dulu. Masih kuatnya

hukum adat yang berlaku di

Masyarakat Desa Tangkup secara

tidak langsung berdampak pada

masih terjaganya tradisi dan budaya

yang telah diwariskan secara turun-

temurun. Beberapa kesenian

tradisional seperti kesenian Wayang

Wong, Drama Gong, seni ukir, Seni

tenun, Seni Gamelan dan seni tari

masih kita temui di Desa Tangkup.

Pengembangan pariwisata

pedesaan harus mampu mendorong

tradisi dan budaya lokal menjadi

daya tarik utama dengan didukung

oleh kondisi alam yang masih terjaga

kealamiannya. Untuk mempermudah

didalam pengawasan atau didalam

melakukan kontrol maka

pengembangan pariwisata pedesaan

harus dilakukan dengan

Page 110: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 108

pengembangan yang terbatas (small

scale development) dengan

memperhatikan daya dukung yang

ada (crraying capacity) dan

keberlanjutan (sustainability) serta

mampu memberikan manfaat

ekonomi baik secara langsung

maupun tidak langsung kepada

masyarakat setempat. Hal ini

menyebabkan pengembangan

pariwisata pedesaan harus menitik

beratkan pada pemberdayaan

masyarakat (community based

tourism).

Dengan berbagai sumber daya

yang dimiliki oleh Desa Tangkup,

maka aktifitas wisata yang bisa

dikembangkan dengan

pemberdayaan masyarakat di Desa

Tangkup adalah sebagai berikut :

1. Wisata trekking

Dengan sumber daya alam

yang dimiliki berupa daerah

perbukitan dan areal persawahan,

maka Desa Tangkup dapat

mengembangkan wisata trekking

dengan memanfaatkan daerah

perbukitan dan areal persawahan

tersebut. Berdasarkan kegiatan

penelitian yang telah dilakukan,

kegiatan trekking di areal

perbukitan memiliki dua

alternatif jalur yang dapat dilalui.

Yang pertama melalui areal

perbukitan sebelah barat desa

menuju areal perbukitan

disebelah utara desa serta yang

kedua melalui sisi utara desa.

Dilihat dari fasilitas yang tersedia

jalur trekking bisa dengan

memanfaatkan jalan setapak yang

telah tersedia. Dimana jalan

setapak ini biasa digunakan oleh

masyarakat setempat untuk

melintas di daerah perbukitan.

Jalur ini perlu ditambahkan

petunjuk jalan serta fasilitas

istirahat sementara yang bisa

dimanfaatkan nantinya oleh

wisatawan yang akan mengikuti

kegiatan ini.

Aktivitas trekking dengan

memanfaatkan areal sawah bisa

dilakukan melalui sisi timur desa,

tepatnya disekitaran areal

persawahan di depan areal Pura

Dalem Desa Tangkup.Untuk jalur

wisata treeking di areal

persawahan ini bisa

memanfaatkan jalan lintas ke

Pura Dalem yang telah selesai di

perbaiki, sehingga menambah

kenyamanan bagi para wisatawan

yang akan melakukan aktivitas

Page 111: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 109

trekking nantinya. Dalam

pengembangan wisata trekking di

Desa Tangkup nantinya akan

memberdayakan masyarakat

setempat khususnya generasi

muda sebagai lokal guide. Jika

kita lihat dari segi kemampuan

berkomunikasi, generasi muda ini

memiliki kemampuan

komunikasi yang baik mengingat

sebagaian besar generasi muda di

Desa Tangkup bekerja di sektor

pariwisata. Hal ini tentunya

memberikan keuntungan

tersendiri bagi pengembangan

aktivitas trekking tersebut.

2. Wisata Budaya

Salah satu wisata budaya

yang bisa dikembangkan di Desa

Tangkup adalah aktivitas tenun.

Wisatawan yang berkunjung akan

diajarkan bagaimana cara

membuat kain tenun secara

tradisional. Para wisatawan akan

dilibatkan dalam proses

pengerjaan kain tenun dengan

ditemani dan diarahkan oleh

masyarakat setempat (kaum

wanita). Sebelumnya kaum

wanita yang akan dipersiapkan

menemani wisatawan ini akan

diberikan pelatihan khusus

terutama kemampuan

berkomunikasi dengan bahasa

asing, sehingga secara tidak

langsung mereka mampu menjadi

mentor bagi para wisatawan yang

akan belajar membuat kain tenun.

Tahap awal kegiatan ini adalah

menyiapkan beberapa rumah

yang akan dijadikan tempat untuk

melakukan aktivitas tenun

tersebut.

Selain kegiatan tenun,

wisatawan akan diajak untuk

melihat beberapa hasil

kebudayaan masyarakat setempat

seperti menyaksikan tarian-tarian

tradisional (wayang wong) yang

akan dipentaskan di balai desa

setiap akhir kegiatan.

3. Wisata Pertanian

Dengan sumber daya

pertanian yang melimpah Desa

Tangkup cocok mengembangkan

wisata pertanian dengan

memanfaatkan areal pertanian

yang telah ada. Beberapa

aktivitas bisa ditawarkan ke pada

para wisatawan seperti kegiatan

bercocok tanam dan kegiatan

pengolahan sawah secara

tradisional. Tentunya kegiatan

semacam ini sangat menarik bagi

Page 112: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Putu Agus Prayogi, I Ketut Eli Sumerta, N.L. Komang Julyanti Paramita Sari

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 110

para wisatawan yang berkunjung.

Kegiatan ini bisa

memberdayakan masyarakat

petani sebagai pemandu

wisatawan didalam melakukan

aktivitas di areal pertanian. Para

petani sebelumnya akan

diberikan pelatihan mengenai

cara berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa asing yang

baik dan benar. Hal ini bertujuan

agar kegiatan wisata ini bisa

memberikan manfaat yang

langsung ke pada masyarakat

petani di Desa Tangkup.

DAFTAR PUSTAKA

Ismayanti, 2010. Pengantar

Pariwisata. Jakarta : Grasindo

Jurnal Ekonomi Pembangunan

Volume 12, Nomor 1, Juni 2011,

hlm.15-27 MODEL

PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT Kesi Widjajanti

Fakultas Ekonomi Universitas

Semarang Jalan Soekarno-Hatta

Semarang 50196 Indonesia

Telepon +62-024-670275

Kasuma, I Putu Agus Wira, 2012.

Karakteristik Ruang Tradisional

Pada Desa Adat Penglipuran,

Bali Characteristic of Traditional

Space in the Traditional Village

of Penglipuran,

Bali.http://puskim.pu.go.id/publik

asi/jurnal/jurnal-permukiman-

vol7-no1-april 2012

Mudana, I Wayan, 2015.

Pemberdayaan Masyarakat di

Daerah Tujuan Wisata Desa

Pemuteran dalam Rangka

Pengembangan Pariwisata

Berkelanjutan.Jurnal Ilmu Sosial

dan Humaniora ISSN :2303-2898

Vol.4,No.2 Oktober 2015.

Universitas Pendidikan Ganesha

Pujaastawa, dkk. 2005. Pariwisata

Terpadu (Alternatif Model

Pengembangan Pariwisata Baali

Tengah). Denpasar: Universitas

Udayana

Smitha S 2014. Village Tourism in

Kerala. International Journal of

Management and Commerce

Innovations ISSN 2348-7585

(Online) Vol. 2, Issue 2, pp: (15-

20), Month: October 2014 -

March 2015

Syafi, Muhammad, Djoko

Suwandono,2015. Hlm.51-60

Perencanaan Desa Wisata Dengan

Pendekatan Konsep Community

Based Tourism (CBT) di Desa

Bedono, Kecamatan Sayung,

Kabupaten Demak. Jurnal Ruang

ISSN: 1858-3881 Vol 1, No.2

2015.Semarang :Universitas

Diponegoro

Page 113: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 111

POTENSI WISATA BUDAYA PADA DAYA TARIK

WISATA LEMBU PUTIH DESA TARO GIANYAR BALI

L.K. Herindiyah K. Yuni *1

[email protected]

I Made Bayu Wisnawa *2

Dosen STIE STIPAR TRIATMA JAYA

I Nengah Aristana *3

Dosen STIE TRIATMA MULYA

ABSTRACT

This research was conducted in Banjar Taro, Taro village,Tegalalang

district,Gianyar regency, Bali. The residents of the village believe that there is an

area which is considered as sacred place for the Hindus of the village which is

believed as the dwelling place ofthe sacred animal which becomes the tourism

attraction namedLembuPutih (White Ox).

However, this tourism attraction is still less-known which can be seen from the

total visitation of 10 to 20 visitors per week. This research used a purposive

sampling technique by determining the informants based on the specific purposes,

certain considerations, and the researchers’ considerations. The information was

determined to suit the research and had criteria of; (1) they have a deep

knowledge on the research topic, (2) they had experienced or often experience or

having a certain experience toward the research object, (3) they are involved in

the activities related to the research object. In determining the tourist informants,

the accidental method was used by gathering information from the tourists who

incidentally were at the location at the time the research was being conducted at

LembuPutih tourism attraction. The techniques of gathering data were interview,

literature study, and documentation.

The results showed that there were cultural potentials owned by the Lembu

Putih tourism attraction at Taro village which covered: (1) Local carving.The

local carving in form ofman-made paras stone which is known as paras Taro

which is used to make many carvings such as statues,candibentar (Balinese

gate),and Hindus worshiping places. (2) Tradition. The local residents strongly

hold their cultural tradition which is full of religious values of Hindu which is the

major religion in Taro village. Another activity which is often done in this place is

yoga/meditation because of its peaceful environment and fresh air. (3)Taro

history.This village has a history which is tightly related to the coming of

RsiMerkandya who came from Java to see a holy light which came out of a tree,

therefore, the village was named as Taro which comes from the word Taru (tree).

There are white oxens which are unique and can only be found in this village.They

Page 114: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 112

are considered as a sacred animal and are used for ngasti ceremony, in which

they willencircle the Puri area as a means of a cleansing ceremony. Thus, villages

of the region have a tight and strong historical relation one to another. It made

those villages to be able to maintain their belief, their worshiping places, and

their sacred places as potentials which should be maintained. (4)Religion. From

the religious aspect, the whole residents are devout Hindu, strongly hold the

spiritual values and the customs which become the strength in maintaining the

cultural tourism which develop and support the LembuPutihas a tourism

attraction.

However, there are still many obstacles faced in developing the potentials such

as(1) human resources, (2) lack of promotion and publication, (3) inadequate

public facilities, (4) lack of the whole society involvement.

The efforts to solve the problems are: (1) cooperating with academicians and

practitioners in giving understanding and counselingrelated to tourism

awareness(2). Giving chances to the developers/investors especially the local

developers who are willing to develop the tourism potentials in Taro village, (3)

expanding the cooperation with travel agents by giving brochures to certain travel

agents.(4) Increasing the comfort of the visitors by building adequate public

facilities which are more representative such as fixing the road so that it can be

accessed easily by car, cleaning the toilet facilities, and providing shops or warung

which sell drinks and snacks.

Key word: tourism potential, culture, white oxen.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bali dengan segala keunggulan

alam dan budaya seperti tidak

pernah berhenti memberi manfaat

dari berbagai segi keidupan

masyarakatnya. Gianyar sebagai

salah satu kabupaten di Bali yang

terkenal sebagai kota seni yang

sangat kaya akan keragaman

potensi alam dan budaya. Tidak saja

Ubud dan Sukawati yang kaya dan

seni ukir seni lukis, dan seni

kerajinan lainya, Desa Taro

merupakan salah satu wilayah di

Kabupaten Gianyar yang tidak kalah

potensial menyimpan kekayaan

budaya. Masyarakatnya yang

memegang erat nilai – nilai

keagamaan dan adat isitiadat

menjadi salah satu daya tarik wisata

tersendiri bagi wisatawan.

Dibangunnya objek wisata Elephan

Safari Park, Taro Adventure

membuktikan bahwa Desa ini sudah

dilirik dan diperhitungkan di mata

pebisnis pariwisata. Potensi alam

berupa hutan wisata, kontur tanah

Page 115: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 113

yang dimanfaatkan untuk keranjinan

Paras Buatan yang dikenal dengan

Paras Taro telah dikenal di seluruh

Bali bahkan diluar Bali dijdikan

gapura, patung, serta sarana/tempat

pemujaan bagi umat Hindu. Namun

Kekayan alam dan potensi wisata

yang cukup banyak tersebut belum

membawa dampak ekonomi yang

maksimal bagi masyrakat lokal,

hal ini diketahui dari hasil

penelitian yang telah dilakukan

Kartikayuni (2014) yang

menunjukkan bahwa efek multiplier,

hanya 2% dari penduduk dari

pariwisata di Desa Taro masih

sangat rendah.

Dari Potensi budaya Desa taro

menyimpan keyakinin dan

kepercayaan akan adanya satu

kawasan y ang dianggap suci bagi

pemeluk agama Hindu di desa

tersebut yang diyakini sebagai hewan

suci yakni daya tarik wisata Lembu

Putih. Berlokasi di Banjar Taro, desa

Taro Kecamatan Tegalalang,

Kabupaten Gianyar.

Keberadannya yang tergolong

baru mempengaruhi tingkat

popularitas nya yang masih minim,

terbukti kunjungan per hari masih

berkisar 10 – 20 orang dikarenakan

tempat ini belum dikenal oleh

mayarakat luas . Namun keradaan

Lembu Putih ini bagi penduduk

setempat dan di kalangan masyarakat

diyakini sebaga kenadaraan Suci

Dewa Wisnu sehingga di kawasan ini

dilindungi dan dikelola sebagai

tempat persembahyangan bagi umat

Hindu yang berkunjung. Namun

demimkian tempat ini sangat terbuka

bagi masyarakat umum,

olehkarenanya fasilitas yang

didiukung dengan luas areal …… ha,

dilengkapi dengan berbgai tanaman

obat- obatan herbal memberi edukasi

dan manfaat sendiri bagi

pengunjung, tempta bersisitrahat

yang berupa “wantilan” toilet umum

dan loket tiket menunjukkan bahwa

pengelola mulai serius

memplublikasikan tempat ini untuk

kepentingan wisatawan/pengunjung.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas maka

ada rumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimanakah potensi budaya

yang dimiliki daya tarik wisata

Lembu Putih Desa Taro

Gianyar?

2. Kendala apa yang dihadapi

dalam pengembangan daya tarik

Page 116: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 114

wisata Lembu Putih sebagai

daya tarik wisata di Desa Taro,

Gianyar?

3. Upaya – upaya apa yang

dilakukan untuk mengatasi

kendala – kendala yang dihadapi

dalam pengembangannya?

KAJIAN PUSTAKA

Konsep budaya

Banyak peneliti mengemukakan

bahwa budaya merupakan hal yang

sulit dan kompleks untuk

didefiniskan (Williams, 1976;

Reisinger dan Turner, 2013; Subadra,

2015). Menurut Koentjaraningrat

(1996) menyatakan bahwa

kebudayaan adalah seluruh system

gagasan dan rasa, tindakan, serta

karya yang dihasilkan manusia dalam

kehidupan bermasyarakat yang

dijadikan miliknya dengan

belajar.Dalam hal ini kebudayaan

merupakan keseluruhan dari pikiran

manusia, pekerjaan dan hasil dari

pekerjaan yang disempurnakan

melalui proses pembelajaran. Ada

tujuh elemen kebudayaan yaitu : 1)

bahasa, 2) system pengetahuann, 3)

organisasi social, 4) system ekonomi,

5) system teknologi, 6) system

kepercayaan, 7) seni. Masing –

masing elemen tersebut memiliki

karakteristik yakni terus menerus

dipelajari dan dapat berubah.

Pendekatan Koentjaraningrat

terhadap konsep budaya dapat

diadopsi dalam konteks kekinian.

Sebagai contoh dahulu Pura di Bali

hanya berfungsi sebagai tempat

persembahyangan tapi saat ini

bertabah fungsinya menjadi daya

tarik wisata dimana wisatawan boleh

berkunjung ke Pura. Sementara

menurut Herbig dan Dunphy (1998)

lebih menekankan proses

pembelajaran budaya dalam

kehidupan social masyarakat. Hal ini

berkaitan dengan proses

komodifikasi budaya yang terjadi di

Bali saat ini akibat perkembangan

kepariwisataan. (Picard, 1996,

Cohen, 1996, Subadra, 2015).

Konsep yang ditawarkan

Hofstede (1991) memberikan

pendalaman terhadap konsep budaya

dari Koentjaraningrat, di mana dalam

konsep Hofstede menjelaskan

kebudayaan dalam empat dimensi

yakni 1) symbol, 2) hero, 3) ritual,

4) value. Symbol hero dan ritual

bersifat tangible sedangkan value

bersifat intangible. Symbol dapat

berupa kata – kata, gambar – gambar,

Page 117: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 115

gerak gerik dan objek visual lainnya

yang memiliki arti yang spesifik dan

dimengerti oleh komunitas lokal.

Hero merupakan model perilaku

budaya untuk keseluruhan yang

hidup atau mati nyata atau tidak

nyata yang memberikan karakteristik

dari budaya itu sendiri. Ritual

merujuk pada keseluruhan aktivitas

yang menyeluruh yang penting

dalam kehidupan sosial (misalnya

cara orang – orang bertegur sapa dan

menghormati satu dengan lainnya

dalam komunitas local). Value

adalah sesuatu yang paling bernilai

dari budaya yang merupakan inti

daripada budaya itu sendiri. Sebagai

contoh dalam hal ini adalah norma –

norma seperti etika – etika yang

dipraktekkan sebgai pedoman hidup

dalam komunita slokal

Pariwisata Budaya

Menurut Geria (1995:103 ) dalam

Wisnawa (2012) bahwa pariwisata

budaya dalah salah satu jenis

pariiwata yang mengandalkan

potensi kebudayaan sebagai daya

tarik yang paling dominan serta

sekaligus memebri identitas bagi

pengembangan pariwisata tersebut.

Dalam kegiatan pariwisata tersebut

sepuluh elemen budaya yang menjadi

daya tarik wisata yakni : 1)

kerajinan, 2) tradisi, 3) sejarah dari

daerah dari suatu tempat/daerah, 4)

arsitektur, 5) makanan tradisional, 6)

seni dan musik, 7) cara hidup suatu

masyarakat, 8) agama, 9) bahasa, 10)

pakaian local/tradisional (Sawn and

William,1997) dalam Wisnawa

(2012). Perda No 2 tahun 2012

menyatakan bahwa kepariwisataan

budaya Bali pasal 1 menyatakan

bahwa kebudayaan adalah

keseluruhan gagasan, perilaku, dan

hasil karya manusia dan atau

kelompok manusia baik bersifat

dimaupun non fisik yang diperoleh

melalui proses belajar dan adaptasi

terhadap lingkungannya (Perda no 2

tahun 2012 pasal 1 ayat 12).

Potensi wisata

Damardjati,(2016:86) dalam

Salestinus Johan (2016), potensi

pariwisata adalah segala hal dan

keadaan baik yang nyata dan dapat

diraba, maupun yang tidak dapat

diraba yang digarap, diatur,

disediakan sedemikian sebagai

kemampuan, factor dan unsur yang

diperlukan atau menentukan bagi

usaha pengembangan kepariwisatan

baik berupa suasana, kejadian, benda

maupun layanan atau jasa. Spilanne

Page 118: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 116

dalam dalam Ismayanti (2011:55-56)

potensi adalah kemampuan yang

mempunyai kemungkinan untuk

dikembangkan, kekuatan,

kemampuan, dan kesanggupan daya.

Menurut Sujali (1989) potensi wisata

adalah kemampuan dalam suatu

wilayah yang mungkin dapat

dimanfaatkan untuk pembangunan,

mencakup alam dan manusia serta

hasil karya manusia itu sendiri.

Potensi dibagai menjadi potensi

internal dan ekternal. Potensi internal

objek wisata yakni adalah potensi

wista yang dimiliki objek itu sendiri

yang meliputi komponen kondisi

fisik objek, kualitas objek dan

dukungan bagi pengembangan.

Potensi Eksternal Objek wisata

adalah potensi wisata yang

mendukung pengembangan suatu

objek wisata yang terdiri dari

aksesibilitas, fasilitas penunjang dan

fasilitas pelengkap.

Daya Tarik Wisata

Menurut perda no 2 tahun 2012,

Daya Tarik Wisata adalah segala

sesuatu yang memiliki keunikan,

keindahan, dan nilai yang berupa

keanekaragaman kekayaan alam,

budaya, dan hasil buatan manusia

yang menjadi sasaran atau tujuan

kunjungan wisatawan. Pendit (1994)

mendefinisikan daya tarik wisata

sebagai segala sesuatu yang menarik

dan bernilai untuk dikunjungi dan

dilihat. Menurut undang – undang

parwisata no 10 tahun 2009 daya

tarik wisata dijelaskan sebagai

segala sesuatu yang memiliki

keunikan, keindahan, dan nilai yang

berupa kenekaragaman kekayaan

alam, budaya dan hasil buatan

manusia yang menjadi sasaran atau

kunjungan wisatawan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

tehnik purposive sampling yaitu cara

penentuan infroman berdasarkan

tujuan tertentu dan pertimbangan

tertentu dan atas pertimbangan

peneliti. Informasi yang ditetapkan

sesuai dengan penelitiannya dan

memiliki kriteria antara lain: (1)

mereka yang mengetahui kedalaman

informasi sehubungan dengan

masalah yang diteliti, (2) mereka

yang pernah dan sering menikmati

dan memiliki pengalaman tersendiri

terhadap objek yang diteliti (3)

mereka yang turut terlibat dalam

kegiatan pada objek yang diteliti.

,Dalam menentukan informan

Page 119: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 117

wisatawan menggunakan metode

accidental yaitu cara penentuan

informan dengan mengambil

wisatawan yang kebetulan berada di

lokasi penelitian pada saat penelitian

dilaksanakan pada daya tarik wisata

Lembu Putih. Tehnik pengumpulan

data dalam penelitian ini dilakukan

dengan wawancara, studi

kepustakaan, dan dokumentasi.

HASIL DANPEMBAHASAN

Gambaran umum

Desa Taro adalah sebuah Desa

yang berada dibawah Kecamatan

Tegalalang, Kabupaten Gianyar,

Bali. Dengan lokasi yang sangat

strategis yakni berada di antara

Kintamani dan Ubud yang

merupakan jalur emas wisata di Bali,

maka Desa Taro selalu dilalui oleh

wisatawan yang melakukan

perjalanan wisata ke Bali Tengah.

Desa adat Taro berjarak kurang

lebih 40 Kilometer dari Denpasar.

Desa Taro yang dahulu kala disebut

Desa Sarwada terletak di tengah

Pulau Bali, sangat erat kaitannya

denga Rsi Markandya, yang melihat

dalam wilayah desa terdapat sinar

sehingga membuat Rsi Markandya

ingin tinggal di Desa Taro. Secara

Geografis Desa Taro merupakan

bagian dari Munduk Gunung Lebah

yakni dataran tinggi yang

membujur dari Utara (berbatasan

dengan Desa Apuan, Kintamani)

ke Selatan (berbatasan dengan Desa

Kelusa, Tegallalang) yang di apit

dua aliran sungai. Tukad Oos Ulu

Luh merupakan batas Barat dengan

Desa Puhu, Payangan dan Tukad

Oos Ulu Muani di batas Timur

dengan Desa Sebatu, Tegallalang.

Berikut ini adalah lokasi Desa

Taro yang berada di tengah Pulu

Bali, seperti gambar 1.1.

Gambar 1.1

Letak Desa Taro di Tengah Pulau

Bali

Page 120: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 118

Gambar 1.2

Obyek Wisata Lembu Putih

Desa Taro, Tegallalang, Gianyar,

Bali

Potensi wisata Lembu Putih

Daya tarik wisata Lembu Putih

ini didukung oleh potensi alam yang

menunjang bagi pengembangannya.

1) Potensi Flora merupakan habitat

lembu yang kulitnya berwarna putih

adalah spesies yang sangat langka

bahkan satu satunya di Bali.

Keberadaan lembu yang berwarna

putih ini diyakini oleh umat Hindu

adalah perwujudan dari kendaraan

Dewa Siwa (LEm Nandini).

Mengingat penduuk adalah penganut

agama dan pendukung adata isitiadat

yang taat maka keberaadan lembu

putih ini sangat dihargai, dipelihara

dan tempat ini disucikan sehingga

menjadi tempat persembahyangan

yang disakralkan. 2) Potensi Fauna,

areal yang sangat luas dilengkapi

dengan berbagai tanaman tradisional

antara lain kunyit putih, kumis

kucing, pohon adas, pohon kayu

putih, dan tanaman herbal lainnya

yang diyakini bisa menjadi obat –

obatan bagi penyembauhan berbagai

penyakit. Pengunjung yang datang

kesana sampai saat ini lebih banyak

untuk melukat, bersembahyang dan

berobat yang dengan menggunakan

sarana air kencing dan air susu dari

Lembu Putih tersebut. Banyaknya

pengunjung yang mengalami

kesembuhan juga membantu

menjadikan tempat ini semakin lama

semakin dikenal. 3) Potensi Budaya

yang dimiliki Objek wisata lembu

putih meliputi

1. Kerajinan Lokal berupa paras

buatan yang dikenal dengan paras

Taro telah diproduksi menjadi

berbagai kerajinan seperti patung,

candi bentar, tempat

persembahyangan umat

Hindu.Pengelolaan dan produksi

dikelola secara langsung oleh

penduduk local dengan

memanfaatkan sumber daya alam

berupat tanah merah yang

dimanfaatkan dan diproduksi

menjadi bahan baku dan barang

kerajinan local.produksi yang

Page 121: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 119

cukup tinggi oleh hampir semua

penduduk local.

2. Tradisi. Penduduk local

menjunjung tinggi tradisi budaya

yang sarat akan nilai – nilai

kegamaan yakni agama Hindu

yang mayoritas dipeluk oleh

masyarakat di Desa Taro.

Aktivitas lain yang sering

dilakukan di tempat ini adalah

yoga/semedi karena didukung

atmosfir yang tenang dan udara

yang sejuk.

3. Sejarah daerah Taro. Desa ini

memiliki perjalanan historis

yang erat kaitannya dengan

kedatangan Rsi Merkandya yang

datang dari Jawa melihat sinar

suci di sebuah pohon, maka desa

itu diberi nama Taro berasal dari

kata Taru (pohon).Di Desa ini

juga terdapat sapi putih yang

unik dan tidak ditemukan di

tempt lain, oleh masyarakat

dikeramatkan dan digunakans

sebagai sarana upacara ngasti

dan digunakan untuk

mengeleilingi are puri sebgaai

penyusian dalam upacara

tersebut.Desa Taro menjadi Desa

bagi umat Hindu karean

keberadaan Pura Gunung Raung

sebagai salah satu pura terbesar

di Bali dan diyakini sebagai

tempat bersemedi Rsi Mekandya

setelah perjalanannya dan

membangun pemujaan di Pura

Gunung Raung Jawa Timur dan

kemudian Pura Besakih. Pura ini

terletak di perbatasan dua desa

yakni Taro dan Puakan. Itulah

sebabnya desa- desa di kawasan

tersbut memiliki hubungan

historis yang sangat erat dan kuat

satu dengan lainnya. Hal ini

yang menjadikan semua desa

tersebut mampu menjaga

keyakinan, tempat ibadah dan

tempat – tempat yang

dikeramatkan tersebut sebagai

potensi yang harus dilestarikan.

4. Agama, dari sisi agama,

keseluruhan penduduk adalah

penganut agama Hindu yang taat.

Menjunjung tinggi nilai – nilai

spiritual dan adat isitiadat

menjadi kekuatan (strength)

dalam melestarikan wisata

budaya yang berkembang dan

mendukung keberadaan wisata

lembu putih tersebut.upacara

yang dilakukan oleh penduduk

setempat antara lain; setiap enam

bulan sekali tepatnya pada hari

Page 122: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 120

tumpek kandang dilaksnakan

upacara namun tidak

diperbolehkan menngunakan

gamelan/music dan inilah

keunikan dari kehiatan ritual

tersebut. Kepercayaan dan

teguhnya keyakinan umat

penyungsung pura di objek ini

menjadi factor penyokong yang

kuta bagi pelestarian wisata di

Desa Taro sebagai daya tarik

wisata budaya.

Kendala – kendala yang Dihadapi

Dalam Pengembangannya

Dalam menjadiakan wisata

lembu putih sebagai daya tarik

wisata budaya yang ada beberapa

kendala yang dihadapi pengelola

antara lain:

1. Sumber daya manusia (SDM).

Sumber daya manusia

merupakan pelaku utama dalam

pengembangan sya tarik wisata.

Pengelolaannya terkesan apa

adanya disebabkan karena

kurangnya SDM di bidang

pariwisata yang dipekerjakan

dalam mengelola daya tarik

wisata tersebut. Dikelola oleh

hanya enam orang yang bertugas

sebagai petugas kebersihan

sekaligus sebagai guide jika ada

tamu yang mengunjungi tempat

tersebut.

2. Kurangnya promosi dan

publikasi. Tidak memiliki

website cukup memp engaruhi

minimnya tingkat popularitas

tempat ini hal ini sangat

berhubungan dengan

ketersediaan dana karena

pengunjung tidak dikenakan tarif

kunjungan dan hanya bersifat

sukarela/punia. Hal ini sangat

berpengaruh terhadap sumber

pendapatan dan alokasi dana

untuk pembuatan media promosi

seperti brosur, website serta

baliho di sepanjang ruas jalan

umum.

3. Fasilitas Umum belum memadai.

Kondisi jalan menuju lokasi

masih rusak, toilet umum belum

yang kotor dan sangat tidak

nyaman untuk pengunjung. Tidak

tersedia warung atau kios

menjual makanan dan minuman

ringan untuk pengunjung.Hal ini

menjadi kelemahan dan

kekurangan dalam menarik minat

pengunjung.

4. Kurangnya keterlibatan seluruh

masyarakat. Benyak kegiatan

pendukung yang sebenaranya

Page 123: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 121

bisa dilakukan oleh penduduk

setempat misalnya menjadi

pemandu local, penjual barang

kerajinan local dan penjual

makanan dan minuman, namun

hal ini belum terlihat di objek

tersebut sehingga terkesan

masyarakat hanya menjadi

penonton dan tidak turut

berperan dalam pengembangan

daya tarik wisata ini.

Upaya Dalam Mengatasi Kendala

Dalam Pengembangannya

Melihat potensi yang dimiliki

Desa Taro ini pihak pemerintah

dalam hal ini kepala Desa mulai

mendorong pembangunan dan

pengembangan potensi wista yang

dimiliki. Berbagai upaya mulai

dilakukan antara lain: 1) bekerjasama

dengan pihak akademisi dan praktisi

dalam memberi pemahaman dan

penyuluhan – penyuluhan tentang

sadar wisata sering dilakukan untuk

memberi pemahaman pada warga

untuk berperan aktif dalam

pengembangan potensi wisatanya

terutama dari segi sapta pesona.2).

Membuka kesempatan bagi para

pengembang/investor terutama

pengembang lokal yang ingin

membangun dan mengembangkan

potensi wista di Desa Taro hal ini

bisa dilihat dari berkembangnya

sarana penunjang sebagai

pemenuhan kebutuhan wisatawan

antara lain usaha ATV, trekking, dan

cycling yang melintasi kawasan Desa

Taro dan telah dikeola oleh

maysrakat sendiri. Hal ini

merupakan salah satu upaya untuk

mempublikasikan potensi wisata ini

di kalangan umum.3) Membuka

kerjasama yang lebih luas dengan

tavel agent dengan menempatkan

brosur – brosur di travel agent

tertentu. 4) Meningkatkan

kenyamanan pengunjung dengan

cara membangun fasilitas umum

yang lebih memadai dan

representatif antara lain memperbaiki

jalan masuk sehingga nyaman

dilewati mobil, membersihkan

fasilitas toilet, menyediakan warung

- warung yang menjual minuman dan

makanan ringan.

DAFTAR PUSTAKA

Cohen, E.1996. Phenomenology of

Tourist

experience.In:Apostolopoulos,Y;

Geriya W, 1995 Pola partisipasi dan

pemberdayaan desa adat dalam

perkembanagan pariwisata

Denpasar.

Page 124: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

L.K. Herindiyah K. Yuni, I Made Bayu Wisnawa, I Nengah Aristana

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 122

Hofstede, G. 1991 Cultures and

Organization:Sofware of Mind.,

New York:Mc Graw Hill.

Herbig,P.dan Dunphy,S,

1998.Culture and

Innovation.Journal of

Crossculture Management.

Volume 5 no 4 PP. 13 – 21.

Koentjaraningrat, 1996.Pengantar

Antroplogi 1, Jakarta. Rineka

Cipta

Perda No 2 tahun 2012, tentang

kepariwisataan budaya Bali.

Picard.N.1996.Bali:Cultural Tourism

and Touristic Culture .Singapore;

Archipelago Press.

Reisinger, Y and LW. Turner (2013).

Cross Culture and Behavior

Tourism:concept and analysis.

Great Britain:Butter Worth

Heinemann

Subadra, I Nengah . 2015. Preserving

the Sanctity of Templesites in

Bali: Challenge from

Tourism.Desertation.UK:Univers

ity of Lincoln.

Wisnawa, Bayu, 2012 Pariwisata

Bali dan global,

http://madebayu.blogspot.co.id/2

012/02/pariwisata-budaya.html

Page 125: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 123

KONSERVASI BUDAYA SEBAGAI PEMERTAHANAN

NILAI DAN KOMODITAS

Ni Wayan Mekarini

[email protected]

Dosen dpk STIPAR Triatma Jaya

ABSTRACT

Cultural conservation are aimed not only for to preserving norms or values but

also as commodity. These issue would be the central topic since Bali categorized

as international tourist destination, specifically cultural-based tourism. The

problems covers cultural conservation for (a) preserving values and local wisdom

and also (b) commodity which is bring additional income for local people. Data

was taken by interviewing informants who familiar with the fenomena. The

research found out that in term of values conservation, it is a strong

consciousness to follow the previous tradition which is done by the ancestors. It is

a habit to copy it as the local identity to be proud of. So visitor are lucky to meet

them all. The conservation showed tourists that Balinese people still adopting the

similar norms and tradition as those who live before them. In the other hand,

tradition is conserved as commodity for getting financial support. This

performance attracts visitor and make them wonders how life so unique in modern

world. Tradition assigned to give experiences for visitor who taking part in. In

brief, cultural conservation is held for both sides for keeping values as well as

financial aspect. This regulation would run smoothly with Balinese after

accommodating some considerations, including personal choise to be or take part

in gobal style since the pride and responsibility is on the people shoulders.

Key words: conservation, values, commodity, cultural-based, pride.

PENDAHULUAN

Indonesia sedang memupuk-

suburkan budaya dan tradisi daerah

sebagai mata rantai bagi keluhuran

kebudayaan Nasional. Setiap wilayah

dianjurkan menjaga dan melestarikan

budaya daerah bahkan

menghidupkan kembali tradisi yang

pernah ada agar tetap terwariskan

kepada generasi mendatang.

Konservasi budaya berkaitan dengan

upaya memelihara dan mengawetkan

tradisi sebagai asset. Tampaknya

terdapat niat yang kuat untuk

mendampingkan budaya daerah dan

nilai Nasionalis kebangsaan berdiri

sama tinggi mempersatukan

masyarakat Indonesia berdasarkan

Page 126: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 124

jiwa dan semangat bersatu dalam

kebhinekaan.

Semua pihak menyadari bahwa

perkembangan jaman selalu

membawa dampak dualisme yang

harus disadari dengan seksama. Hal

serupa juga terjadi pada dunia

pariwisata yang demikian pesat

khususnya di Badung selatan dan

barat. Dari sisi positif,

perkembangan pariwisata terbukti

menyumbang bagi kemajuan sektor

ekonomi melalui penyerapan tenaga

kerja dan efektifitas fungsi lahan

tidur. Eksistensi pariwisata Bali

bahkan diakui menjadi generator

penggerak dalam pembangunan

ekonomi dan perubahan sosial

budaya (Pitana, 2005). Hal itu dapat

dilihat pada kebertahanan sektor

pariwisata manakala dunia sedang

diguncang tragedi WTC atau perang

dingin. Pada desa-desa yang

bersinggungan dengan pariwisata

tampak hampir setiap sektor ikut

bergulir ditarik oleh pariwisata itu

sendiri. Semua sektor bergerak

sejalan dengan tingkat kunjungan

wisatawan dari berbagai belahan

dunia yang datang dengan beraneka

harapan dan dukungan. Masyarakat

menjawab harapan wisatawan

sebagai kesempatan usaha.

Kesempatan membuka kios bagi

anggota masyarakat yang memiliki

akses di jalan raya; menyediakan

kamar-kamar sewaan bagi mereka

yang memiliki tempat berlebih;

menyediakan ruko sederhana bagi

mereka yang bermodal menengah;

membuka home stay yang dilengkapi

sarapan sederhana bagi mereka yang

memiliki lahan cukup luas tentu

sangat diminati wisatawan. Bagi

masyarakat buruh kasar terbuka luas

kesempatan bekerja dalam

pembangunan hotel atau villa yang

tiada habisnya untuk digarap dari

waktu ke waktu. Mengambil bagian

sebagai karyawan kontrak atau

satuan pengaman juga terbuka bagi

penduduk setempat. Dengan

demikian, tentu tidak ada alasan

untuk menjadi pengangguran atau

menjadi miskin di tengah kemajuan

ekonomi yang menggiurkan.

Hamparan lahan tidur yang

sebelumnya tidak mendatangkan

uang sepeserpun, kini dapat

sedemikian menyumbang pendapatan

keluarga baik dengan dikontrakkan

atau sistem patungan (join venture).

Hal itu terjadi hanya karena geliat

Page 127: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 125

pariwisata yang kian merapati

kehidupan masyarakat desa.

Sesungguhnya keputusan

berwisata mencerminkan kebutuhan

untuk keluar dari rutinitas sekaligus

keberanian menghabiskan sejumlah

uang untuk memperoleh penyegaran

(refreshing). Setelah berbulan-bulan

melakukan pekerjaan dengan

berbagai kondisi yang harus

dihadapi, seseorang dapat saja

merasa tertekan dan membutuhkan

penyegaran. Berwisata menjadi

pilihan sejalan dengan harapan

menikmati suasana baru akan

memberi kesenangan dan semangat

baru agar pekerjaan yang

dilaksanakan menghasilkan produk

yang lebih kreatif, inspiratif, artistik,

berwawasan luas dan futuristik.

Dengan kata lain, wisatawan

membawa harapan yang harus

terpenuhi sepanjang melaksanakan

perjalanan wisata yang diminati.

Demi pemenuhan harapan itulah,

biasanya masyarakat berupaya

menyediakan seluruh kebutuhan

pelanggan sekalipun harus

mengubah pandangan yang

sebelumnya dianggap tabu.

Peran pariwisata yang

membukakan pintu bagi berbagai

kesempatan kerja dan berwirausaha

demi penghasilan layak tentu tidak

dapat ditangkis oleh pihak manapun.

Oleh karena itu, pariwisata kerap

dimetaforakan sebagai bread (roti)

and breath (nafas). Itu bisa berlaku

di seluruh wilayah hingga sudut

dunia yang diinisiasi oleh pariwisata.

Kondisi itu menyemarakkan

kesempatan kerja di bidang-bidang

terkait pariwisata bagi penduduk asli

Bali maupun pendatang yang

memilih menetap di pulau Bali.

Dengan demikian, bersentuhan

dengan wisatawan merupakan

pemandangan keseharian. Lebih

jauh, dengan berkutat menyediakan

kebutuhan para wisatawan itulah

sebagian besar penduduk

memperoleh penghidupannya. Jika

dilihat dari sisi sebaliknya tentu

tergambar jelas suatu kehidupan

borjuis yang menjauhkan diri dari

pekerjaan bermandi keringat dan

matahari di pesawahan sebagaimana

dilakukan oleh generasi-generasi

sebelumnya. Permasalahan yang

dirumuskan terkait dengan (a)

konservasi budaya sebagai

pemertahanan nilai dan (b)

konservasi budaya sebagai

komoditas pariwisata yang

Page 128: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 126

dilestarikan sebagai sesuatu yang

laku dijual.

KAJIAN PUSTAKA DAN

KONSEP

Pariwisata tidak dapat dilepaskan

dari masyarakat dimana destinasi

wisata itu berada. Oleh sebab itu

pendekatan sosiologis menjadi

alternatif yang kerap

diarusutamakan. Pendekatan

sosiologis melihat fenomena sosial

secara prosesual, komparatif, dan

bersifat emik. Sudut pandang

demikian ditujukan agar analisis

menjadi lebih komprehensif dan

bermakna (Cohen, 1979). Kajian

prosesual merupakan kajian yang

memperhatikan aspek waktu dan

rangkaian proses. Kajian komparatif

mempertimbangkan perbandingan

dari satu situasi dengan situasi yang

berbeda, sementara perspektif emik

mengakomodir pandangan dari

berbagai aktor yang terlibat,

termasuk aspek hubungan wisatawan

dengan masyarakat lokal.

Ciri pendekatan Sosiologis

melihat bahwa berwisata

mengindikasikan adanya pergerakan

manusia dalam dimensi ruang dan

waktu. Pergerakan itu umumnya

dilakukan sebagai kegiatan di luar

waktu kerja sebagai kegiatan di luar

rutinitas sehari-hari. Kegiatan

berwisata bersifat temporary untuk

menikmati tempat atau atraksi tanpa

keinginan memperoleh kehidupan di

tempat tersebut. Pergerakan massal

dapat menjadi wahana sosialisasi

baru bertemunya manusia di tempat

tertentu berdasarkan khayalan,

fantasi atau image (Urry, 1990). Jika

hendak mencermati dampak sosial

budaya pariwisata maka pernyataan

Turner dan Ash (1976) menjadi

penting untuk diperhatikan.

Dinyatakan bahwa Tourism is

everywhere, the enemy of

authenticity and cultural identity

‘Pariwisata ada dimana saja dan

mengikis autentisitas dan identitas

budaya’. Apalagi Bali yang berstatus

destinasi internasional dengan

sebagian besar masyarakatnya

memperoleh kehidupan dari

pariwisata tentu menahan kikisan

yang terjadi tidaklah menjadi hal

mudah.

METODE PENELITIAN

Penelitian Konservasi Budaya

sebagai Pemertahanan Nilai dan

Komoditas ini bersifat penelitian

Page 129: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 127

lapangan yang mencermati

perubahan sosiologis masyarakat di

lokasi penelitian. Penelitian

dilaksanakan pada latar alamiah dan

bersifat etnosinkronis, dalam arti

deskripsi bersifat tentatif dan berlaku

pada masyarakat tertentu. Ciri

sinkronik merujuk pada penelitian

yang bertujuan untuk

menggambarkan suatu fenomena

pada waktu tertentu dan bagaimana

fenomena tersebut diungkapkan

(Bungin, 2008: 181). Penelitian ini

difokuskan pada perubahan dalam

dimensi ruang dan waktu yang

terjadi di kabupaten Badung

khususnya masyarakat Badung

bagian barat yang mulai dimasuki

arus wisatawan sebagai luapan dari

daerah Seminyak, Peti Tenget dan

Batu Belig. Data dikumpulkan dari

berbagai desa transisional yang

dimasuki kemajuan pariwisata,

seperti daerah Berawa Canggu,

Padang Linjong Pererenan maupun

Seseh dan Mengening Cemagi. Data

dikumpulkan dengan teknik

observasi, simak dan wawancara

dengan informan, diantaranya

pemuka adat/ agama dan warga desa.

Keterangan informan dijadikan data

utama selanjutnya dikaji untuk

mengidentifikasi persoalan yang

dihadapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selain sebagai lokomotif

perubahan, pariwisata membentuk

bentangan kepentingan yang dari dua

kutub yang bersebrangan. Perbedaan

tampak dari ekspektasi setiap

penggiat dan warga di destinasi

wisata itu sendiri. Di satu sisi ada

kepentingan yang menuntut

pemertahanan budaya lokal berikut

pelestariannya, sedangkan di sisi

lainnya terdapat tuntutan menjadi

anggota masyarakat modern yang

tanpa batas kenegaraan. Tarikan

menjadi modern dikehendaki oleh

jaman yang tengah dimotori

kemajuan teknologi, informasi dan

kebutuhan menjadi eksis di dunia

global. Dengan menyediakan layanan

kepada wisatawan tentu pengaruh

dan harapan wisatawan mesti

diperhatikan demi pembentukan

image positif. Tarik ulur dan saling

menekan garis masing-masing

kepentingan terjadi antara kehendak

menjaga kelokalan dikontraskan

dengan kesiapan memasuki zona

global didengungkan ke setiap sudut

wilayah dunia. Setiap pihak tidak

Page 130: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 128

ingin disebut ketinggalan jaman

maupun gagap teknologi.

1. Budaya sebagai pemertahanan

nilai

Kuatnya magnit pariwisata

tidak mampu menahan

perubahan perilaku dan gaya

hidup masyarakat. Bila wilayah

Kabupaten Badung selatan

seperti Nusa Dua, Kuta, Legian,

dan Seminyak telah dikenal

sebagai destinasi wisata sejak

lama, kini daerah wisatawan

merembes ke Badung barat

dengan daya tarik yang tak kalah

kuatnya dari destinasi yang telah

terkenal sebelumnya. Daya tarik

ombak pantai yang besar kerap

diburu oleh peselancar pemula.

Wisatawan menggemari posisi

lokasi strategis diapit oleh Tanah

Lot di bagian barat dan Seminyak

di bagian timur. Dari sisi

keamanan, pemerintah desa

setempat menyediakan layanan

keamanan bagi wisatawan

dengan titik pengamanan di

lengkapi CCTV di setiap sudut

desa. Penelitian Wirateja dan

Kartika Yuni (2016) tentang

tantangan Bali dalam

mempertahankan pariwisata

budaya di era globalisasi

menyebutkan bahwa kebudayaan

Bali sangat toleran dengan

berbagai aktivitas wisatawan.

Salah satu bentuk toleransi yang

peneliti temukan di lokasi

penelitian adalah kebebasan

bergerak dan menikmati

kebudayaan. Wisatawan leluasa

pergi ke tempat-tempat yang

dikehendaki tanpa gangguan.

Wisatawan memiliki kebebasan

menikmati dan mengagumi

kebudayaan exotic yang belum

pernah dilihat sebelumnya. Pantai

berpasir hitam yang dinilai

bernuansa gelap bahkan

memberikan wadah berekreasi

terbebas dari keramaian. Tidak

jarang para wisatawan diijinkan

bersentuhan dengan penduduk

setempat untuk mengenal

kebiasaan etnis Bali dalam

kegiatan keseharian. Bermula

dari kedekatan dengan karyawan

hotel, wisatawan bahkan

diundang menghadiri acara

tertentu di desa maupun

keluarganya. Tentu itu menjadi

pengalaman langka yang sulit

diperoleh secara cuma-cuma.

Akses jalan yang memadai

Page 131: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 129

ditambah suasana tenang

pedesaan digemari wisatawan. Di

sisi lain, pergerakan besar

pembangunan hotel dan villa

megah membuat masyarakat

terpukau, termasuk daya

keindahan landscape taman,

gemerlap lampu dan transaksi

uang asing. Banyak warga

memimpikan kehidupan mewah

yang selama ini belum pernah

dialami. Disinilah awal identitas

lokal mulai terkaburkan. Anggota

masyarakat tergiur penghasilan

tinggi dengan membuka villa

yang dibangun dengan menjual

sebagian tanah warisannya.

Sayangnya, tidak banyak yang

sigap melengkapi diri dengan

ilmu manajemen yang memadai

sehingga aspek keuangan

menjadi tidak terkontrol.

Parahnya lagi, banyak yang

mengadaptasi kebiasaan

wisatawan, seperti bepergian atau

plesiran yang menguras dana

sekaligus mengabaikan

kepentingan keluarga.

Bersama dengan perubahan

akibat masuknya arus wisatawan,

berbagai fasilitas umum dipugar

dan diperbaharui. Tempat suci

diperluas dihiasi dengan berbagai

pelinggih yang sebelumnya tidak

ada. Balai banjar dibangun

bertingkat, gang-gang dipasang

paving hingga jauh ke dalam.

Singkatnya, dana pemerintah dan

atau dana masyarakat ditanam ke

dalam infrastuktur yang mudah

terlihat.

Berdasarkan de Villiers

(dalam Pitana, 2005) tourism

activities that harm the

environment or have a negative

impact on society, will destroy

the very product they are selling.

Secara bebas dapat

diterjemahkan bahwa kegiatan

pariwisata yang merendahkan

masyarakat atau berdampak

negatif terhadap lingkungan

akan merusak nilai setiap produk

yang dijualnya. Artinya,

pertumbuhan pariwisata sudah

selayaknya bertumbuh bersama-

sama dengan masyarakat sekitar

atau mendapat dukungan

masyarakat. Pariwisata yang

mengekspos keterbelakangan

masyarakat akan ditolak oleh

setiap orang. Pada kenyataannya,

terjadi hal yang sedikit berbeda.

Masyarakat tidak melakukan

Page 132: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 130

penolakan tetapi beradaptasi

dengan lingkungan baru.

Masyarakat terbukti mampu

mengakomodir perkembangan

pariwisata yang merapati desa

kelahirannya. Wajah desa ditata

sebagai langkah awal, satuan

pengaman dibentuk dan

kebersihan mulai diperhatikan.

Hal itu menjadi nilai plus yang

patut dihargai tinggi. Akan tetapi,

pelestarian budaya religius dan

kemasyarakatan itu juga

berdampak terhadap

pemeliharaan, dalam arti luas.

Sesuatu yang dibangun besar dan

megah membutuhkan dana tidak

sedikit bagi upacara dan

pemeliharaan. Lalu perlu ditilik

motivasi pelestariannya.

Berdasarkan hasil wawancara,

pelestarian dilatarbelakangi oleh

iming-iming dana besar yang

dikembalikan pemerintah kepada

masyarakat. Dana pajak

dibagikan kepada masyarakat

sekaligus berpesan agar budaya

setempat dipertahankan. Dari

sisi lain, tampak masyarakat

dimanjakan dengan dana

perolehan dari pemerintah

sehingga pembangunan yang

dirancang disusun sedemikian

lengkap dan megah.

Sesungguhnya perlu dikaji

latar belakang atas pendanaan

yang bernuansa konservasi

budaya. Jika dilihat sebagai

subsidi pembangunan semata

tentu permasalahan menjadi tidak

rumit. Kerumitan mulai

terungkap manakala konservasi

budaya disandingkan dengan

komoditas. Terdapat partisipasi

pemerintah yang terancang dalam

sistem besar agar keberlanjutan

dapat diwariskan hingga nanti.

Kehilangan suatu bentuk budaya

menjadi kelalaian kita bersama.

Dalam sudut pandang itu, tampak

keinginan membiarkan

masyarakat stagnan di posisi

semula, baik pemikiran maupun

pandangan. Jika tidak boleh

disebut gemar hidup dalam

nuansa kenangan, tampak

masyarakat tidak keberatan

mengulang masa lalu menjadi

kebanggaan masa kini.

Dibaurkan kebanggaan egoistik

karena ditonton oleh wisatawan,

masyarakat bermain dalam suka

cita semu. Setiap keberatan

disembunyikan jauh di sudut

Page 133: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 131

digantikan kegembiraan bersama

yang memesona.

Sebagai ilustrasi kesemuan

terlihat pada keceriaan manakala

melaksanakan kegiatan

bergotong royong atau kegiatan

sosial lainnya. Banyak anggota

masyarakat yang terpaksa

membuat ijin palsu demi

memenuhi kewajiban

kemasyarakatan. Tampilan yang

gembira mampu

menyembunyikan kegalauan

karena tentu akan ditegur atasan.

Kegiatan serupa juga menutup

kemungkinan untuk menerima

promosi jabatan. Penolakan kerap

disebabkan oleh kesulitan

memohon ijin meninggalkan

pekerjaan untuk kegiatan sosial

yang frekuensinya cukup banyak.

Lebih parah lagi, banyak yang

terpaksa berhenti bekerja demi

kehadiran di kegiatan sosial.

Tradisi membuka bazar juga

menunjukkan kesemuan yang

mencengangkan. Atas nama

pelipatan keuntungan, gadis

penghibur didatangkan dari café

atau hiburan malam dibimbing

masuk ke banjar sebagai

peneman minum minuman

beralkohol. Ijin operasi lewat

tengah malam mengindikasikan

kehidupan malam mulai diterima.

Sebagai hasilnya, tidak sedikit

pemuda usia sekolah

menghabiskan waktu malamnya

di luar rumah. Tentu itu baru

awal dari perjalanan panjang

yang berdampak pada mogok

belajar, anti sosial, kehilangan

fokus, malas, dan gemar

menghibur diri. Tidak lama

kemudian, penampilan diubah

sejajar dengan figur yang

dikhayalkan. Dalam proses ini,

ruang pikir sudah bergulir

mendekati dunia individual yang

dihiasi lukisan tattoo, pearching,

clings dan sejenisnya. Perbedaan

yang mencolok menjadi pusat

perhatian dan dicontoh kaum

muda.

Atas nama konservasi,

kebiasaan nenek moyang ratusan

tahun yang silam harus dialami

pula oleh generasi masa kini. Jika

tidak boleh disebut stagnan,

dipilih istilah pelestarian bahkan

penghidupan kembali tradisi

yang mulai redup. Bagi

pemegang kendali kebijakan

tentu hal itu menjadi penopang

Page 134: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 132

keunggulan wisata budaya. Akan

tetapi, mesti dipikirkan kesemuan

yang diderita oleh masyarakat

pelaksana kebijakan. Mendobrak

kebijakan pasti tidak etis. Oleh

sebab itu, nilai heritage harus

dikembalikan pada kondisi dan

kehendak anggota masyarakat

yang memiliki hak personal.

2. Budaya sebagai komoditas

Menurut Lanfant (1995)

kondisi destinasi pariwisata

cenderung terjepit dan

termarginalkan. Pemeliharaan

tradisi dianjurkan mengingat itu

dapat dijadikan komoditas yang

laku djual. Tradisi yang dimiliki

sutu daerah ternyata mampu

mendatangkan tambahan

pendapatan. Oleh karenya, tradisi

itu harus dilestarikan sebagai

salah satu komoditas yang laku

keras. Dengan dasar finansial,

istilah konservasi hingga invensi

tradisi yang mulai kehilangan

popularitas dihidupkan kembali.

Pada pandangan yang sama pula,

pariwisata membuka ruang yang

dapat memposisikan masyarakat

terhanyut dalam gelombang

budaya global. Tarik menarik

kepentingan dapat menimbulkan

erosi identitas dan menerima

budaya baru. Masyarakat

termarginalkan dan membuka

kesenjangan lebar, mewarisi nilai

leluhur atau mengadopsi pola-

pola baru. Akulturasi tidak dapat

dihindari dan dikhawatirkan

merongrong nilai yang dijunjung

hingga dapat tercerai berai.

Penelitian menunjukkan

pendanaan berbagai

pembangunan desa secara

terselubung ditujukan sebagai

komoditas. Tingkat kunjungan

wisatawan dapat ditunjang jika

budaya yang adiluhung warisan

nenek moyang tetap eksis. Jika

setiap pengunjung terpukau

menikmati tradisi dan budaya

lokal tentu pengeluarannnya kian

besar di daerah wisata. Oleh

sebab itu, masyarakat dimotivasi

memunculkan keberagaman

komoditas yang dapat dijual dan

mendatangkan devisa negara.

Tradisi unik disemarakkan

sebagai daya tarik yang memberi

pengalaman tersendiri bagi

wisatawan. Tidak jarang

wisatawan diundang

berpartisipasi untuk memperoleh

feel yang tidak dapat ditemukan

Page 135: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 133

di lain tempat. Tingginya

kunjungan wisatawan juga

membuka peluang bagi berbagai

pajak penghasilan dan pajak

operasional hotel, restaurant,

transportasi dan lain-lain.

Sebagian darinya dikembalikan

kepada masyarakat pendukung

budaya. Tentu itu regulasi yang

baik sepanjang dilakukan tanpa

pembodohan masyarakat bawah

maupun tidak menghambat

kemajuan anggota masyarakat.

Dinamisitas masyarakat harus

dibiarkan bertumbuh agar

pemertahanan nilai kelokalan dan

langkah lurus menggapai

kehidupan global dapat tercapai

secara bersamaan.

SIMPUAN DAN SARAN

Konservasi budaya sebagai

pemertahanan nilai dan komoditas

menjadi issu sentral mengingat Bali

mengusung pariwisata berbasis

budaya. Pada sisi pemertahanan nilai

terdapat keinginan melestarikan

tradisi dan kebiasaan lama yang

dilakukan generasi terdahulu. Hal itu

menghasilakn kisah hidup dalam

kenangan seperti museum hidup

yang tentu saja membuat wisatawan

terpukau. Mereka hampir tidak

percaya ada masyarakat di belahan

dunia yang melakukan tradisi unik

warisan jaman dulu. Pada aspek

komoditas, tradisi budaya dianjurkan

untuk dibina dan dilestarikan sebagai

item barang komoditas yang laku

dijual. Konservasi budaya sebagai

pemertahanan nilai dan komoditas

diyakini dapat berjalan

berdampingan apabila disertai

pertimbangan matang terhadap

berbagai faktor, di antaranya hak

personal untuk memilih pola hidup

yang lebih baik sejalan

perkembangan dunia. Jika

dimungkinkan, disarankan agar

pilihan menjadi pewaris tradisi atau

beradaptasi sesuai kemajuan jaman

dirancang dinamis sebagai

penghargaan hak setiap anggota

masyarakat. Hal itu penting karena

seluruh kegiatan konservasi menjadi

kebanggaan dan beban yang harus

dipikul oleh masyarakat pendukung

tradisi bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Cohen, E. 1988. Authencity and

Commoditization in Tourism.

Annals of Tourism Research 15

(3) : 371-386.

Page 136: Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya ISSN : 2088-8155

Sekolah Tinggi Pariwisata Triatma Jaya;

Ni Wayan Mekarini

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Januari - Juni 2018, Vol. 8, No. 1 hal. | 134

Fairclough, N. 1995. Critical

Discourse Analysis: The Critical

Study of Language. New York:

Longman Publishing.

Halliday, M.A.K. 1985. Language as

Social Semiotic. London: Edward

Arnold.

Halliday, M.A.K. 1973. Exploration

in the Functions of Language.

London: Edward Arnold.

Kress, G. 1985. Ideological Structure

in Discourse. Dalam Dijk, T,. ed.

Dimension of Discourse.

Volume 2. Amsterdam:

Academic Press.

Lanfant, et al. 1995. (eds).

International Tourism: Identity

and Change. London, New Delhi:

International Sociology.

Pitana, G. dan Gayatri, PG. 2005.

Sosiologi Pariwisata.

Yogyakarta: ANDI.

Tony Barners. 1998. Kaizen

Strategies for Successful

Leadership.(Penj. Widjokongko).

Batam: Interaksara.

Turner, L. and John Ash. 1976. The

Golden Hordes: Internasional

Tourism and Pleasures Periphery.

New York: St. Martin’s Press.

Urry. J. 1990. The Tourist Gaze:

Leisure and Travel an

Contemporary Societies. London:

Newbury Park.

Wirateja dan Kartika Yuni. 2016.

Tantangan Bali dalam

Mempertahankan Pariwisata

Budaya di Era Globalisasi. Jurnal

Perhotelan dan Pariwisata Vol. 6

Nomor 2 Tahun 2016. Badung:

STIPAR Triatma Jaya.