ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
المال والبنون زينت الحيوة الد نيا
والبقيت الصلحت خير عندرب ك ثوابا
(٦٤وخيراملا )
Artinya :
“ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia
tetapi amal kebajikan yang terus menerus adalah lebih baik
pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan “ (Q.S Al-Kahf:46).1
1 Departeman Agama, Al-Quran dan Terjemahan,( Jakarta: Penerbit Almahira Mewarnai
Dunia Dengan Ilmu,2015), hlm.2.
vii
PERSEMBAHAN
بسم الله الر حمن الر حيم
Sembah sujud serta syukur kepada allah SWT. Taburancinta
dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan,
membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan
cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan
akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan.
Sholawat dan salam selalu terlimpahkaan kehadiran
Rasullah MuhammadSAW.
Skripsi ini penulis persembahkan khusus untuk kedua
orangtua tercinta( Ayahanda Hariaji dan Ibunda Sriyani )
yang senantiasa memberikan do’a dan dukungan,
memberikan support untuk selalu bersemangat dan menjadi
obat dikala kejenuhan datang agar dapat terus melangkah
hingga akhir terselesaikan nya tugas akhir ini. Semoga Allah
SWT selalu meridhoi setiap langkah yang beliau kerjakan
dan pengorbanan beliau akan dibalas berlipat ganda oleh
Allah SWT.
Untuk saudaraku abang-abangku dan adikku tersayang.
(Habib Munawar, Nirwan Khafsah, Irzam
Hardiansyah,Widodo, dan adikku Marga Yogi Pangestu).
Terimakasih atas doa dan support nya selama ini, semoga
kita semua menjadi keluarga yang rukun dan tetap utuh dan
semoga perjuangan abang-abang sekalian untuk ku dibalas
oleh Allah SWT.
viii
KATA PENGANTAR
بسم الله الر حمن الر حيم
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat
dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul :
“Perubahan Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku Melayu di
Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau”.
Selanjutnya sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan umat pengikutnya sampai
hari kiamat.
Setelah melewati proses yang begitu panjang dan akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi
untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Strata Satu pada Program Studi
Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi.
Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan kontribusi demi
kesempurnaan penulisan skripsi ini, terima kasih saya ucapkan kepada :
1. Kedua orang tua saya yaitu (Ayahanda Hariaji dan Ibunda Sriyani),
saudaraku yakni (Khabib Munawar, Nirwan Khafsoh, Irzam Hardiansyah,
Widodo dan Marga Yogi Pangestu) yang selalu mendo’akan dan
memberikan semangat kepada saya sehingga syukur Alhamdulillah karya
kecil ini dapat terselesaikan.
2. Yth Ibu Mailinar S.Sos, M.Ud dan Bapak Hendra Gunawan,
S.Hum.,M.Hum selaku pembimbing I dan II.
3. Yth Bapak Prof.Dr.H.Su’aidi,MA.,Ph.D. Selaku Rektor UIN Negeri
Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi.
4. Yth Ibu Dr. Halimah Dja’far,S,Ag.,M.Fil.I selaku Dekan Fakultas Adab
dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi.
5. Yth Bapak Agus Fiadi,M.Si selaku Ketua Jurusan Sejarah Peradaban
Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN STS Jambi.
6. Yth Bapak dan Ibu seluruh Dosen Fakultas Adab dan Humaniora
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi.
7. Romo Kyai Much Muzakki,M.T selaku Pimpinan Pondok Pesantren Darul
Ulum yang selalu kami ta’zimi dan kami harapkan barokahnya.
8. Keluarga besar Pondok Pesantren Darul Ulum Ula wa Tsani yang selalu
menjadi penyemangat penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
ix
9. Teman-teman seperjuangan yang ikut berpartisipasi dalam proses
penulisan skripsi ini dan khususnya untuk teman-teman Sejarah Peradaban
Islam angkatan 2016 yang telah memberikan support dan semangat
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Semoga Allah SWT, membalas jasa baik dan pengorbanan mereka
semua mendapat sebagian serta kesejahteraan di dunia dan akhirat.
Semoga kehadiran skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita dengan
harapan akan menjadi amal ibadah bagi penulisan. Amiin...
Jambi, 14 April 2020
Penulis
FAHRIA INTAN SAFITRI
NIM: AS160945
x
ABSTRAK
Safitri, Fahria Intan.2020. Perubahan Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku
Melayu di Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir
Riau. Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi. Pembimbing I :
Mailinar,S.Sos.,M.Ud dan Pembimbing II : Hendra Gunawan,S.Hum.,M.Hum.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan dalam sistem mata pencaharian
masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang. Bedasakan pengamatan dan
fenomena di lapangan bahwa masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
banyak yang bekerja menjadi nelayan. Saat ini mereka telah banyak
meninggalkan profesinya sebagai nelayan.Akan tetapi sekarang mereka
mengalami pergeseran dan perubahan dan memilih pekerjaan-pekerjaan yang lain
sebagai sumber mata pencahariannya.
Tujuan penelitian ini ialah mendeskripsikan tentang perubahan sistem mata
pencaharian pada masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan
Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang dan untuk mengetahui mengapa terjadi perubahan pada
sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang dan
digunakan untuk melihat bagaimana dampak perubahan pada sistem mata
pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang. Penelitian ini
menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil
penelitian berupa pengamatan tak berperan serta (observation non partisipan),
artinya peneliti hanya melakukan satu fungsi saja yaitu hanya mengelola dan tidak
ikut aktif, di dalam kegiatan ini hanya mengamati dari jauh menggunakan
wawancara tak terstuktur agar peneliti dan informan dapat menggunakan
pendapatnya yang lebih bebas, serta menggunakan dokumentasi agar data lebih
akurat dalam peneletian.
Hasil temuan dan pembahasan nya adalah masyarakat suku melayu di Kelurahan
Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau mengalami
perubahan dalam sistem mata pencaharian. Setelah mereka mengalami perubahan
dalam segi ekonomi, kehidupan mereka sudah normal dan membaik dengan
bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, pedagang dan lain-lain. Yang
menyebabkan masyarakat suku melayu mengalami perubahan ialah adanya faktor
lingkungan dan alam seperti (musim gelombang dan cuaca buruk), kebutuhan
ekonomi semakin meningkat, informasi yang terbatas dan upah yang minim,
dampak dari adanya perubahan sistem mata pencaharian ialah pendapatan
masyarakat suku melayu meningkat dan adanya pembinaan dan bantuan dari
daerah.
Kata Kunci:Perubahan dan pergeseran, Sistem Mata Pencaharian, Suku
Melayu.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN NOTA DINAS......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................iii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS.......................iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
ABSTRAK .................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Rumusan masalah ............................................................................ 7
C. Tujuan penelitian ............................................................................. 7
D. Manfaat penelitian............................................................................ 8
E. Tinjauan Pustaka…………………………………………………...9
BAB II KERANGKA TEORI ................................................................... 11
A. Kebudayaan ...................................................................................... 11
B. Sistem Mata Pencaharian Dan Jenis-Jenis Mata Pencaharian ......... 12
1. Pengertian Sistem Mata Pencaharian ......................................... 12
2. Jenis-Jenis Mata Pencaharian..................................................... 13
C. Perubahan Sosial Budaya ................................................................. 15
D. Faktor Terjadinya Sistem Perubahan ............................................... 16
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 18
1. Pendekatan dan jenis penelitian ....................................................... 18
2. Ruang lingkup .................................................................................. 18
3. Penentuan Informan ......................................................................... 19
4. Jenis data dan sumber data ............................................................... 19
a. Data primer ................................................................................ 19
xii
b. Data sekunder ............................................................................. 20
c. Sumber data ............................................................................... 21
5. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 21
a. Observasi .................................................................................... 21
b. Wawancara ................................................................................. 22
c. Dokumentasi .............................................................................. 23
d. Penentuan Sampel dan Informan ............................................... 24
6. Teknik Analisis Data ........................................................................ 24
a. Analisis Domain ......................................................................... 25
b. Analisis Taksonomi ................................................................... 25
c. Analisis Kompensial .................................................................. 26
d. Analisis Tema Budaya ............................................................... 26
7. Triangulasi Data ............................................................................... 27
8. Tahap-Tahap Penelitian ................................................................... 28
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN.......................... 30
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................ 30
1. Sejarah Masyarakat Suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang..30
2. Kondisi Geografi Suku Melayu ................................................. 32
a. Letak Desa / Kelurahan……………………………………32
b. Batas Desa………………………………………………....34
3. Kondisi Sosial Budaya Suku Bangsa………………………….35
a. Demografis .......................................................................... 35
b. Agama .................................................................................. 37
a. Sistem Budaya ..................................................................... 41
1. Sistem Perkawinan ......................................................... 41
2. Sistem Kekerabatan........................................................ 43
3. Sistem Pendidikan .......................................................... 44
B. Hasil Pembahasan .......................................................................... 46
1. Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Melayu di Kelurahan
Pulau Kijang. .............................................................................. 46
2. Faktor Perubahan Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku
Melayu di Kelurahan Pulau Kijang............................................56
a. Faktor Lingkungan dan Alam .............................................. 56
b. Kebutuhan Ekonomi Semakin Meningkat...........................58
c. Informasi yang Terbatas....................................................... 58
d. Upah yang Minim ................................................................ 60
3. Dampak Perubahan Sistem Mata Pencaharian Masyarakat
Suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang...................................63
a. Pendapatan Meningkat ......................................................... 63
xiii
b. Pembinaan dan Bantuan Pemerintah Desa........................... 64
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 67
A. Kesimpulan ...................................................................................... 67
B. Saran ................................................................................................ 68
C. Rekomendasi .................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN I
LAMPIRAN II
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari bermacam-macam
suku bangsa dan budaya yang tersebar diseluruh wilayah di Indonesia.2
Suku bangsa di Indonesia mempunyai mata pencaharian yang berbeda-
beda, mata pencaharian ini merupakan unsur dari kebudayaan yang tidak
bisa lepas dari suku bangsa.3
Kebudayaan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin atau akal budi manusia seperti pola perilaku,
kepercayaan, kesenian dan adat istiadat.4 Pengertian lain yang berkaitan
dengan kebudayaan ialah bahwa kebudayaan merupakan sistem, dimana
sistem itu berbentuk perilaku. Perilaku merupakan bentuk dari wujud
kebudayaan yang di dalamnya terdapat pola-pola yang dilakukan oleh
suatu masyarakat berdasarkan pikiran masyarakat. Dalam hal ini berkaitan
erat dengan gerak masyarakat yang dinamis dalam kurun waktu tertentu
untuk memperoleh tatanan hidup dalam sistem masyarakat.5
Mata pencaharian merupakan perwujudan dari unsur kebudayaan,
sehingga manusia atau suku bangsa dengan mata pencaharian itu tidak
bisa dipisahkan, karena mata pencaharian merupakan strategi adaptasi
manusia dalam mempertahankan hidupnya. Dimana antara suku bangsa
dan manusia diibaratkan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Manusia membutuhkan mata pencaharian untuk bertahan hidup dan mata
2 Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990), hlm.
263. 3 Aina Mulyana, Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia. Jurnal Muqoddimah,
No. (9) Tahun 2013, (Jakarta: Koperts,2013), hlm.43. 4 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,
(Jakarta:Balai Pustaka, 2011), hlm.1087. 5 Rooger M. Keesing, Antropologi Budaya, (Jakarta: Erlangga,1998), hlm. 68.
2
pencaharian juga akan semakin berkembang dan berinovasi karena ada
manusia yang memikirkan serta melakukannya.6
Sistem mata pencaharian menjadi unsur terpenting dalam
kehidupan manusia. Jika digunakan dalam waktu yang lama akan menjadi
kebiasaan dan kebiasaan tersebut nantinya akan menjadi kebudayaan.
Kebutuhan hidup manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan primer yakni
sandang, pangan dan papan, kebutuhan primer tersebut adalah kebutuhan
yang paling utama dan harus dipenuhi untuk melangsungkan hidupnya.
Dalam memenuhi kebutuhan hidup maka diperlukan adanya sistem mata
pencaharian, yang mana mata pencaharian disesuaikan dengan budaya
masyarakat dan kondisi geografis tempat bermukim.
Berbicara tentang sistem mata pencaharian suku bangsa ada
bermacam-macam jenisnya, jenis mata pencaharian diklasifikasikan
menjadi masyarakat berburu, masyarakat peladangan, masyarakat
perkebunan, masyarakat pertanian, masyarakat peternak, masyarakat
pedagang, masyarakat nelayan, masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan.7 Ada beberapa bentuk atau model sistem mata pencaharian atau
sistem ekonomi masyarakat di dunia yaitu; berburu dan meramu,
menangkap ikan, bercocok tanam ladang berpindah, bercocok tanam
ladang menetap, irigasi dan kerajinan.8 Dengan demikian, Indonesia
memiliki jenis-jenis mata pencaharian yang sangat beragam dan
disesuaikan dengan kondisi geografis yang ada di setiap daerah.
Terdapat beberapa jenis mata pencaharian yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup antara lain; berburu, meramu, mengumpulkan
makanan dan bercocok tanam. Berburu dan meramu pada zaman sekarang
hanya seperempat juta orang atau 0,003 persen dari seluruh penduduk di
6 Bonefasius Kemong, Sistem Mata Pencaharian Tipuka Kecamatan Mapuruajaya
Kabupaten Mimika Prov.Papua, (Universitas Sam Ratulangi, 2015), hlm.5.
https://ejournal.unsrat.ac.id 7 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 83.
8 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I, hlm. 358.
3
dunia.9 Sejalan dengan kehidupan orang rimba dengan karakteristik yang
menonjol bahwa mereka masih menjaga tradisi nenek moyangnya yakni
berburu, meramu dan mengumpulkan makanan. Realita di lapangan ada
kelompok orang rimba yang melakukan perubahan sistem mata
pencaharian dengan cara memanfaatkan lahan dan pengambilan sumber
daya alam.10
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi
perubahan sistem mata pencaharian dimana orang rimba melakukan mata
pencaharian baru yang ditandai dengan dilakukannya cocok tanam
menetap.
Setiap suku bangsa memiliki jenis mata pencaharian yang berbeda-
beda seperti, suku Jawa dengan jenis mata pencaharian sebagai pertanian
dan perikanan, suku Toraja dengan jenis mata pencaharian sebagai
pertanian dan perikanan, suku pedalaman Kalimantan (dayak) bermata
pencaharian berkebun, suku anak dalam di Jambi bermata pencaharian
bercocok tanam, suku Bonai bermata pencaharian berburu, meramu hasil
hutan, berladang dan menangkap ikan, suku Bugis bermata pencaharian
sebagai pedagang, suku Batin bermata pencaharian bercocok tanam di
ladang, suku Melayu bermata pencaharian pertanian dan menangkap ikan.
Berdasarkan keterangan tabel di bawah ini:
Tabel .1
Daftar Mata Pencaharian Masyarakat di Berbagai Daerah11
No Suku Bangsa Jenis Sistem Mata Pencaharian Suku
Bangsa
1 Jawa Pertanian, perikanan
2 Toraja Bercocok tanam(pertanian) perikanan
9 Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi I, hlm.214.
10 Ningsih Susanti dkk, Peralihan Sistem Mata Pencaharian Hidup Orang Rimba (Studi
Kasus Di Desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun, Jurnal Sosio Ekonomi
Bisnis. hlm. 61.
11
Zulyani Hidayah, Eksiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,2015), hlm.65-83.
4
3 Pedalaman
Kalimantan, Dayak
Berkebun
4 SAD, Jambi Bercocok tanam, peramu dan pemburu
5 Suku Bonai Berburu, Meramu hasil hutan, berladang,
menangkap ikan
6 Suku Batin Bercocok tanam di lading
7 Suku Bugis Pedagang
8 Suku Melayu Pertanian dan menangkap ikan
Dari tabel diatas penulis menyimpulkan bahwa masyarakat atau suku
bangsa di Indonesia memiliki keanekaragaman dalam sistem mata pencaharian
dan setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai profesi masing-masing, hampir
rata-rata masyarakat suku bangsa di Indonesia bermata pencaharian sebagai petani
terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan.
Menurut pendapat R.Redfield dalam skripsi Eva Puspita Febrianti yang
menjelaskan bahwa petani atau peasant sebagai rakyat pedesaan yang hidup dari
pertanian dan teknologi tradisional.12
Masyarakat desa lebih banyak bermata
pencaharian sebagai petani. Dalam konteks ini, mata pencaharian bertani bisa
terdapat pada masyarakat pedesaan dan mencakup beberapa bentuk seperti buruh
tani dan nelayan, peasant (subsistence farmers) adalah petani yang memiliki
lahan sempit dan memanfaatkan sebagian besar dari hasil pertanian yang
diperoleh untuk kepentingan mereka sendiri. Farmers adalah orang-orang yang
hidup dari pertanian dan memanfaatkan sebagian besar hasil pertanian yang
diperoleh untuk dijual, peasant pada umumnya adalah petani namun juga bisa
buruh tani maupun nelayan.13
Suku melayu merupakan salah satu suku bangsa. Dalam konteks ini
mayoritas suku melayu menjalankan aktivitas pertanian dan menangkap ikan.
12
Eva Puspita Febrianti, Perubahan Mata Pencaharian Generasi Muda Di Desa Girirejo
Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, (UIN Semarang: 2017), Skripsi, hlm.3. 13
Eric R. Wolf, Petani Suatu Tinjuan Antropolgis, (Jakarta: CV. Rajawali,1983), hlm.117.
5
Suku melayu merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia dari aspek mata
pencaharian memiliki keanekaragaman dalam melakukan suatu pekerjaan,
misalnya masyarakat suku melayu yang tinggal di perkotaan kebanyakan bekerja
di perusahaan, sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan dan lain-lain.
Sedangkan masyarakat suku melayu yang tinggal di pedesaan bekerja dalam
bidang pertanian, perkebunan dan nelayan (pencari ikan). Jenis-jenis mata
pencaharian di atas merupakan jenis mata pencaharian yang telah ada sejak awal
keberadaan manusia di muka bumi.14
Suku melayu tersebar di seluruh penjuru nusantara, salah satunya mereka
berdomisili di daerah Riau. Menurut Hamidy masyarakat suku melayu di Riau
dibedakan atas dua kategori yaitu melayu tua (Proto Melayu) dan Melayu muda
(Deutro Melayu) yang termasuk melayu tua yaitu orang talang mamak, orang
sakai dan suku laut. Cara hidup keturunan melayu tua ini tergolong tradisional dan
masih memegang teguh adat dan tradisinya, sedangkan melayu muda
masyarakatnya lebih banyak yang tinggal di daerah pantai yang ramai disinggahi
para perantau dan bersifat lebih terbuka.15
Suku melayu muda lebih banyak tinggal di daerah pantai salah satunya
berada di Kelurahan Pulau Kijang. Suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
tergolong ke dalam melayu muda. Masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang adalah suku melayu yang terpusat di Ibukota Kecamatan Reteh.16
Suku
melayu di Kelurahan Pulau Kijang dalam kehidupannya memiliki ciri khas, dalam
konteks ini ciri khas yang berkaitan dengan sistem mata pencaharian, karena
secara geografis mereka yang berdomisili di Kelurahan Pulau Kijang ini berada di
daerah laut atau pesisir pantai. Meskipun ada diantara mereka yang bermata
pencaharian selain nelayan.
14 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi:Pokok-Pokok Etnografi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002 ), hlm.49. 15 Sri Sabakti, Hakikat Hidup Masyarakat Riau Berdasarkan Legenda Pulau Kijang,
Jurnal Sawergading, Vol.2, No. 2 Desember 2017, hlm 276. 16
Reteh, merupakan daerah suku melayu yang ada di Pulau Kijang yang terpusat di
ibukota kecamatan, dimana reteh merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten
Indragiri Hilir Provinsi dan wilayah tersebut juga memiliki daerah yang sangat sangat luas.
6
Menurut Clarke dan Pigot dalam (Prehistoric Societies) mengatakan
bahwa sistem mata pencaharian suku melayu yang masih sederhana secara umum
mereka memakan umbi-umbian, dimana umbi-umbian dikumpulkan oleh para
perempuan, umbi-umbian tersebut diperoleh dari hasil perburuan binatang dan
menangkap ikan. Sistem mata pencaharian berburu terus-menerus dilakukan oleh
suku melayu yang masih sederhana guna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.17
Berdasarkan data yang penulis dapatkan, sistem mata pencaharian
masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang mayoritas bekerja sebagai
nelayan, buruh gudang kelapa-pinang, bertani, berkebun, berdagang, pengusaha
dan pegawai. Namun, dari sekian banyak jenis mata pencaharian, masyarakat suku
melayu mendominasi pekerjaan sebagai nelayan, dimana pusat atau konsentrasi
bekerja sebagai nelayan berada di Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh. Hal
ini disebabkan karena Kecamatan Reteh berada di tepian pantai atau daerah laut
yang terletak di Kabupaten Indragiri Hilir yang luas wilayahnya mencapai 407,75
Km2 atau 40,775 Ha, dan mengalami pemekaran.
18 Pada perkembangannya di
Kecamatan Reteh Kelurahan Pulau Kijang mengalami pemekaran menjadi
Kelurahan Pulau Kijang, Kelurahan Metro dan Kelurahan Madani.19
Nelayan merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat suku melayu
di Kelurahan Pulau Kijang berdasarkan pengamatan penulis mengalami
perubahan atau pergeseran. Pola pikir masyarakat suku melayu di Kelurahan
Pulau Kijang awalnya masih mempertahankan mata pencaharian nelayan sebagai
sumber penghasilan utamanya. Namun, seiring dengan perubahan dan pergeseran
waktu, mata pencaharian nelayan telah banyak ditinggalkan oleh masyarakat suku
melayu karena kebutuhan mereka semakin meningkat, disamping itu pekerjaan-
pekerjaan lain telah banyak diminati oleh masyarakat suku melayu di Kelurahan
Pulau Kijang Kecamatan Reteh. Sistem mata pencaharian dapat berubah karena
17
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Proyek Penelitian Dan Pencatatan
Kebudayaan Daerah, (Adat Istiadat Daerah :Riau, 1978), hlm. 21-22. 18
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011. 19
Berdasarkan data Statistik Kecamatan Reteh Tahun 2013.
7
adanya Akulturasi,20
karena di daerah tersebut bukan hanya ada satu pekerjaan,
namun juga ada pekerjaan lain yang mendukung aktivitas ekonomi masyarakat.
Hal itu menyebabkan mereka kehilangan rasa kebersamaan, gotong royong dan
sikap saling membantu satu sama lain, karena nelayan memiliki rasa solidaritas
yang tinggi sehingga ketika terjadi perubahan mata pencaharian mereka lebih
fokus pada pekerjaannya masing-masing.
Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti dan
mendeskripsikan perubahan sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu,
dimana masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang dihadapkan pada
lapangan pekerjaan untuk menunjang perekonomian masyarakat suku melayu di
daerah tersebut. Fenomena di Kelurahan Pulau Kijang tersebut membuat penulis
tertarik untuk mengkaji melalui penelitian yang berjudul: Perubahan Sistem
Mata Pencaharian Masyarakat Suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat suku Melayu di Kelurahan
Pulau Kijang?
2. Mengapa terjadi perubahan pada sistem mata pencaharian masyarakat suku
Melayu di Kelurahan Pulau Kijang ?
3. Bagaimana dampak perubahan sistem mata pencaharian pada masyarakat
suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat suku
Melayu di Kelurahan Pulau Kijang.
2. Mendeskripsikan mengapa terjadi perubahan sistem mata pencaharian
masyarakat suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang.
20
Akulturasi, terjadi apabila kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu, dihadapkan
unsur-unsur kebudayaan asing yang berbeda, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat
laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan masyarakat kebudayan itu sendiri. Baca
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 202.
8
3. Mendeskripsikan bagaimana dampak perubahan sistem mata pencaharian
pada masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang.
D. Manfaat Penelitian
Sebagaimana tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, maka manfaat
yang penulis harapkan adalah :
1. Manfaat Teoritis: dengan adanya penelitian skripsi mengenai
perubahan sistem mata pencaharian pada masyarakat suku melayu
yang bermata pencaharian nelayan, maka masyarakat suku melayu
mengalami pergeseran dan perubahan dalam sistem mata pencaharian,
mata pencaharian sebagai nelayan merupakan mata pencaharian tertua,
sehingga sampai hari ini masih dipertahankan dan mengalami
perubahan.
2. Manfaat Praktis: dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap dapat
memberikan informasi tentang adanya perubahan sistem mata
pencaharian pada masyarakat suku melayu yang saat ini mulai
mengalami perubahan-perubahan dalam sistem mata pencaharian,
sehingga informasi tersebut dapat digunakan sebagai penambahan
wawasan bagi para pembaca penelitian ini. Selain itu, inventarisasi dan
dokumentasi perubahan sistem mata pencaharian masyarakat suku
melayu di Kelurahan Pulau Kijang Kabupaten Indragiri Hilitr belum
pernah dilakukan sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
sumbangan desa untuk menambah referensi tentang perubahan sistem
mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
3. Untuk melengkapi persyaratan akademik dalam rangka memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan
Sejarah Peradaban Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Syaifuddin Jambi.
9
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini membutuhkan berbagai kajian sumber tertulis yang berasal
dari buku, hasil penelitian seperti artikel-artikel, jurnal dan lain sebagainya
sehingga dapat menunjang dan memahami serta menunjukkan kemurnian kajian
penelitian. Tinjauan pustaka dalam sebuah penelitian sangat penting dilakukan,
dengan tujuan untuk menguji permasalahan secara teoritis. Penelitian tentang
sistem mata pencaharian memang bukan hal baru bahkan telah banyak dilakukan
oleh beberapa kalangan seperti buku, skripsi dan penelitian-penelitian lain,
berdasarkan literatur yang penulis telusuri tentang sistem mata pencaharian suku
bangsa diantaranya:
1. Penelitian Nuraini (2010);”Tentang Sistem Mata Pencaharian Suku Duanu di
Kelurahan Solok Tanjung Jabung Timur”, Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dan memfokuskan pada perubahan sistem mata pencaharian masyarakat suku
melayu yang berprofesi sebagai nelayan, nelayan saat ini telah banyak
ditingalkan oleh masyarakat suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang.
2. Penelitian Tri Widiyati (2017); ”Perubahan Sistem Mata Pencaharian Suku
Anak Dalam (SAD) di Desa Trenggalung Kabupaten Muaro Jambi”, Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi. Penelitian ini
memfokuskan pada proses perubahan sistem mata pencaharian masyarakat
suku Melayu dari nelayan ke pekerjaaan lainnya, sesuai dengan faktor – faktor
yang menyebabkan adanya perubahan dengan melakukan penelitian lebih
mendalam terkait dengan perubahan sistem mata pencaharian masyarakat suku
Melayu di Kelurahan Pulau Kijang.
3. Buku Zulyani Hidayah (2015);”Ensiklopedi Suku-suku Bangsa di Indonesia”,
penelitian ini memfokuskan pada suku bangsa dengan jenis mata pencaharian
sebagai nelayan, dimana nelayan menjadi salah satu mata pencaharian yang
menjadi profesi sejumlah masyarakat suku melayu sampai saat ini. Sistem mata
pencaharian sebagai nelayan awalnya menjadi mata pencaharian pokok bagi
masyarakat suku melayu.
10
Dalam konteks ini penulis berbicara tentang masyarakat suku melayu.
Adapun fokus penelitian yang penulis lakukan adalah adanya perubahan maupun
pergeseran sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
11
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Kebudayaan
Manusia dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat erat,
manusia dan kebudayaan diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang tidak
bisa dipisahkan satu sama lain. Setiap manusia pasti memiliki kebudayaan
masing-masing, hanya saja setiap kebudayaan yang dimiliki masyarakat
berbeda satu sama lain, dalam konteks ini kebudayaan tidak bisa dipisahkan
dari suku-suku bangsa.
Kebudayaan ialah segala keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka memenuhi kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia yang diperoleh dengan belajar, kebudayaan
termasuk kreativitas maupun ciptaan manusia.21
Menurut C. Kluckohn yang dikutip oleh Koentjaraningrat
menjelaskan tentang unsur-unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada
semua bangsa di dunia, yang meliputi 7 unsur yaitu: 22
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan peralatan teknologi
5. Sistem ekonomi dan Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian
Ketujuh unsur kebudayaan yang dikatakan oleh C. Kluckohn diatas,
sistem peralatan hidup dan peralatan teknologi saling berkaitan dengan sistem
ekonomi dan sistem mata pencaharian hidup. Peralatan dan perlengkapan
21
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm.144. 22
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1, hlm.80.
hidup manusia seperti rumah, alat pertanian, alat transportasi, alat pembuat
api, alat produksi dan lain-lain, sedangkan dalam sistem perekonomian dan
sistem mata pencaharian dilakukan masyarakat dengan cara berburu dan
meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, bercocok tanam menetap
dengan irigasi dan sebagainya.23
Unsur-unsur kebudayaan diatas mempunyai fungsi dalam kehidupan
manusia yaitu untuk memenuhi kebutuhan naluri makhluk hidup manusia
yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.24
Oleh karena itu, unsur
”kesenian” misalnya, berfungsi untuk memuaskan hasrat naluri manusia akan
keindahan. Unsur ”sistem pengetahuan” berfungsi untuk memuaskan hasrat
rasa ingin tahu.25
Begitu juga dengan unsur sistem mata pencaharian hidup
berfungsi untuk memuaskan hasrat naluri manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Dalam konteks ini, sistem mata pencaharian hidup sebagai
salah satu unsur kebudayaan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia.
Dari definisi diatas tentang kebudayaan, maka letak kebudayaan yang
penulis lakukan adalah merupakan bagian dari unsur kebudayaan salah
satunya ialah sistem mata pencaharian.
B. Sistem Mata Pencaharian dan Jenis-jenis Mata Pencaharian
1. Pengertian sistem mata pencaharian
Mata pencaharian merupakan bagian penting dalam kehidupan
manusia, karena manusia dan sistem mata pencaharian tidak bisa
dipisahkan dan mata pencaharian merupakan aktivitas dari sistem
produksi, distribusi dan konsumsi barang. Aktivitas ini dilakukan dalam
rangka untuk mempertahankan keberlangsungan hidup manusia. Produksi
adalah kegiatan yang menciptakan, mengolah, mengupayakan pelayanan
menghasilkan barang dan jasa atau usaha untuk meningkatkan suatu benda
agar menajdi lebih berguna bagi kebutuhan manusia, distribusi adalah
kegiatan menyalurkan barang hasil produksi dari tempat penghasil barang
23
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1, hlm. 284. 24
Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, (Jakarta: Nusa Media, 2014), hlm. 23. 25
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi 1 , hlm.88.
(produsen) ke tempat pemakai barang (konsumen), sedangkan konsumsi
adalah kegiatan menggunakan, memakai dan menghabiskan barang guna
untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Sistem mata pencaharian hidup selanjutnya adalah pekerjaan pokok
bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup
(sumber pokok) yang dikerjakan untuk memperoleh kehidupan yang layak,
seperti mata pencaharian nelayan, maka dalam antropologi sistem mata
pencaharian hidup disebut pula ”ekonomi pengumpulan pangan” kegiatan
mencari ikan dilaut menjadi prioritas masyarakat nelayan untuk mendapat
penghidupan26
.
2. Jenis-jenis mata pencaharian
Sistem mata pencaharian menangkap ikan merupakan salah satu
sistem mata pencaharian tertua di Indonesia, dimana sampai saat ini
profesi sebagai nelayan masih dipertahankan dan tidak terpisah dari
kehidupan manusia baik menggunakan sistem modern maupun tradisional,
dengan dibantu peralatan teknologi yang semakin canggih, karena isi
lautan memang menjadi sumber makanan bagi manusia yang hingga kini
belum dimanfaatkan secara optimal.27
Ada jenis-jenis sistem mata pencaharian diantaranya:
1. Berburu adalah kegiataan mencari binatang buruan yang
dilakukan secara bersama-sama atau seorang diri. Alat yang
digunakan adalah kujur, teruk, serampang.
2. Meramu adalah aktifitas Orang Rimba dalam mencari berbagai
jenis tanaman, baik bentuk obat-obatan, untuk dikonsumsi,
maupun dijual ke desa sekitar hutan. Meramu juga dilakukan
dengan cara mengambil atau mencari madau dalam kurun waktu
antara satu sampai dua tahun.
26
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II: Pokok-Pokok Etnografi, hlm. 32. 27 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi II:Pokok-Pokok Etnografi, hlm. 52.
3. Bercocok tanam bagi masyarakat primitif adalah berkebun
dengan menanam singkong atau ubi-ubian sebagai makanan
pokok mereka.
Dari ketiga penjelasan tentang sistem mata pencaharian tersebut
para ahli antropologi hanya memperlihatkan sistem produksi lokalnya
termasuk sumber alam, cara mengumpulkan modal, cara pengerahan dan
pengaturan tenaga kerja, teknologi produksi serta sistem distribusi di
pasar-pasar yang terdekat saja dan proses konsumsinya.28
Penulis meyimpulkan bahwa sistem mata pencaharian dengan
bertani dan bercocok tanam merupakan sekumpulan komponen yang
disatukan, kemudian saling berinteraksi dan saling ketergantungan bagi
pihak-pihak yang terlibat. Sistem mata pencaharian ini telah lama
dilakukan oleh sejumlah masyarakat, dengan menggunakan teknik dan tata
cara tradisional sampai dengan modern seperti saat ini, dan akan terus
menerus berkembang dan maju. Begitu pula penulis melihat penjelasan
diatas, hasil pekerjaan yang dihasilkan oleh masyarakat dapat dijual
maupun dikonsumi sendiri, hal ini yang terjadi pada masyarakat suku
Melayu di Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri
Hilir Riau.
C. Perubahan Sosial Budaya
Perubahan kebudayaan (Culture change) dalam Kamus Istilah
Antropologi ialah proses pergeseran, pengurangan, penambahan dan
perkembangan unsur-unsur dalam suatu kebudayaan yang terjadi melalui
interaksi antara warga pendukung kebudayaan lain dengan penciptaan unsur-
unsur kebudayaan baru dan melalui usaha penyesuaian antara unsur-unsur
kebudayaan tadi. Berbagai perubahan sosial dan kebudayaan, akan berakibat
menguntungkan atau merugikan.29
28
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm.357. 29
Koentjaranigrat dkk, Kamus Istilah Antropologi, (Jakarta: Pusat Pembina Pegembangan
Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984), hlm. 85.
Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan.
Perubahan bagi orang yang bersangkutan maupun bagi orang lain yang
menelaahnya, dapat berupa perubahan-perubahan yang menarik maupun tidak.
Adapula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun sangat luas
dan perubahannya cepat sekali dan adapula perubahan-perubahan yang
berjalan lambat. Namun suatu perubahan yang terjadi akan memodifikasi pola
tingkah laku dalam menghadapi lingkungan.30
Kaitannya dengan penelitian ini, penulis ingin melihat fenomena
kemiripan atau kesamaan unsur-unsur budaya sekaligus perbedaan dari setiap
daerah. Penulis menggunakan teori perubahan sosial budaya untuk melihat
perkembangan dan perubahan yang terjadi pada sistem mata pencaharian
masyarakat suku melayu yang disebabkan oleh berbagai faktor sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan, dan teori tersebut dipelopori oleh Gillin
dan Gillin yang menyatakan bahwa: ”Perubahan-perubahan sosial sebagai
suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-
perubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,
ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru
dalam masyarakat”.31
Dari teori diatas penulis berkesimpulan bahwa teori tersebut digunakan
untuk melihat perubahan-perubahan sosial budaya pada sistem mata
pencaharian yang terjadi pada masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
D. Faktor terjadinya suatu perubahan
Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat disebabkan karena
adanya perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi
penduduk, ideologi maupun penemuan-penemuan baru yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat tersebut.32
30 Hari Purwanto, Kebudayaan dan Lingkungan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),
hlm.139.
31 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,
1990), hlm.261. 32 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm.261.
Perubahan sosial masyarakat terjadi karena beberapa faktor, perlu
diketahui apa saja sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya perubahan
tersebut, apabila dikaji lebih lanjut sebab terjadinya suatu perubahan dalam
masyarakat adalah suatu hal yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan atau
karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti
faktor yang pernah ada atau masyarakat mengadakan perubahan karena
terpaksa demi untuk menyesuaikan dengan faktor yang lain yang sudah
mengalami. Faktor- faktor tersebut diantaranya faktor intern dan faktor
ekstern,33
yaitu :
1. Faktor Intern
Merupakan faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri yang
menyebabkan adanya perubahan budaya :
a. Bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk
Berkurangnya penduduk disebabkan karena adanya perpindahan
penduduk dari desa ke kota atau dari suatu daerah ke daerah yang lain,
misalnya transmigrasi.
b. Adanya penemuan-penemuan baru
Adanya penemuan-penemuan baru yang disebabkan oleh berbagai
proses seperti inovasi penemuan kebudayaan baru, proses pembauran,
konflik dalam masyarakat dan sebagainya.
2. Faktor Ekstern
Merupakan faktor yang berasal dari luar masyarakat melalui interaksi
sosial yang mendorong terjadinya suatu perubahan budaya, diantaranya:
a. Faktor alam yang ada di sekitar masyarakat yang berubah
b. Pengaruh kebudayaan lain dengan melalui adanya kontak kebudayaan
antara dua masyarakat atau lebih yang memiliki kebudayaan yang
berbeda.
Dapat disimpulkan bahwa faktor terjadinya suatu perubahan adalah
adanya perubahan kebudayaan yang berada di lingkungan masyarakat dan
33
Okki Kurnia Sari, Perubahan Mata Pencaharian Suku Akit Di Desa Kembung Baru
Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis. JOM FISIP, Vol. (4), No.(2), Oktober 2017, hlm.4.
perubahan tersebut akan memberikan dampak kepada masyarakatnya. Faktor
perubahan tersebut semakin lama semakin berkembang, karena kehidupan
manusia akan terus mengalami perubahan. Hal itu sejalan dengan faktor
perubahan yang terjadi pada masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir.
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif,34
dalam penulisan
ini peneliti menggunakan model emik.35
Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.36
Metode alamiah yang
dimaksud adalah metode-metode yang dimanfaatkan oleh penelitian
kualitatif seperti observasi, wawancara dan pemanfaatan dokumen.
B. Ruang Lingkup
Penelitian ini penulis memfokuskan pada lingkup perubahan sistem
mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Aktivitas ekonomi mata
pencaharian masyarakat di Kelurahan ini terdapat berbagai macam antara
lain: nelayan, pertanian, perkebunan, buruh, pedagang dan pegawai.
Mengenai letak wilayah, pemukiman masyarakat suku melayu di Kelurahan
Pulau Kijang berhadapan langsung dengan sungai gangsal yang mengarah
pada perbatasan Provinsi Jambi. Meski demikian, daerah ini juga dikelilingi
34
Deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu
keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Lihat di Sanafiah
Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.20. 35
Emik adalah pengkategorian fenomena budaya menurut warga setempat (pemilik
budaya). Baca Suwardi Endraswara, Metode,Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,
Epistimologi, dan Aplikasi, (Yogyakarta:Pustaka Widyatama,2006), hlm.55. 36
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,
2004), hlm. 6.
oleh perkebunan kelapa dan juga hutan Bakau (Manggrove) yang semakin
menguatkan posisi ini sebagai daerah kawasan maritim.
C. Penentuan Informan
Informan adalah sekelompok orang yang memiliki informasi
pokok pada budaya tertentu.37
Dalam penelitian ini, informan ditentukan
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling
adalah sampel yang ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, penyampelan
disesuaikan dengan gagasan, asumsi, sasaran, tujuan, dan manfaat yang
hendak dicapai oleh peneliti.38
Dalam hubungan ini, lazimnya didasarkan
atas kriteria atau pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya
orang atau informan tersebut dianggap paling tahu apa yang akan kita
harapkan atau mungkin dia sebagai obyek atau situasi sosial yang akan
diteliti.39
Adapun informan yang akan dijadikan sebagai sasaran dalam
penelitian ini yakni sebagai berikut :
1. Tokoh Suku Melayu
Tokoh suku melayu yang akan dijadikan sebagai informan adalah
tokoh suku melayu yang mengetahui tentang asal usul masyarakat suku
melayu di Kelurahan Pulau Kijang, karena dianggap memliki pengetahuan
yang banyak tentang perkembangan masyarakat suku melayu. Dalam hal ini
adalah tokoh masyarat suku melayu yang sudah memiliki usia yang cukup
tua. Tokoh masyarakat suku melayu yang berusia tua cenderung lebih
berpengalaman. Selain itu, ia juga sedikit banyaknya mengetahui tentang
data yang penulis perlukan dengan memberikan informasi yang akurat
terkait dengan masalah penelitian ini.
37
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,
Epistimologi dan Aplikasi, hlm.121. 38
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,
Epistimologi dan Aplikasi, hlm. 115. 39
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007), hlm. 67.
2. Nelayan suku melayu
Nelayan suku melayu yang akan dijadikan sebagai informan terdiri dari
masyarakat suku melayu yang dahulunya bermata pencaharian nelayan dan
saat ini mulai merubah pola mata pencahariannya dengan bertani, berkebun,
berdagang dan buruh serta mayoritas suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang.
D. Jenis Data dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan
oleh peneliti dari sumber pertama/utama. Sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-katadan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain.40
Kata- kata dan tindakan yang
dimaksud adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai yang dicatat melalui catatan tertulis atau perekaman
video/audio tapes pengamatan foto atau film.41
Data utama atau data
primer yang penulis dapatkan ialah dari hasil observasi, hasil wawancara
dan hasil dokumentasi yang berhubungan dengan perubahan sistem mata
pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan
oleh pihak lain yang biasanya dalam bentuk publikasi atau jurnal, data
yang dikumpulkan ini sebaiknya disebutkan secara rinci baik jenis,
sumber, jangka waktunya jika memungkinkan.42
Sumber sekunder
merupakan data yang diperoleh dari literatur-literatur, tesis, skripsi, jurnal
ilmiah, hasil penelitian lapangan dan lain sebagainya yang bisa diperoleh
dari perpustakaan UIN STS Jambi, data komunitas, data kelurahan, buku,
40
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Proposal & Skripsi
Fakultas Adab & Humaniora, (Jambi:UIN STS Jambi, 2018), hlm. 45. 41
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm.157. 42
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Proposal & Skripsi
Fakultas Adab & Humaniora, hlm. 45.
artikel, jurnal, maupun dokumentasi yang berhubungan dengan masalah
dengan catatan-catatan data dokumen yang berkaitan dengan penelitian
maupun instansi yang terkait lainnya.
Kemudian, data sekunder lainnya seperti foto, juga digunakan
untuk keperluan penelitian ini. Ada dua kategori yang dimanfaatkan
dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto
yang dihasilkan oleh peneliti sendiri.43
Kedua kategori foto tersebut juga
akan dijadikan sebagai data tambahan.
c. Sumber Data
Sumber data adalah sumber dimana data dapat diperoleh,
sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dimana data
yang bersangkutan dengan penelitian itu didapatkan, diantaranya;44
a) Buku-buku yang bersangkutan dengan penelitian ini. Seperti
jurnal, skripsi-skripsi, dan sumber-sumber yang berkaitan
dengan skripsi ini.
b) Informan, seperti: masyarakat melayu, kepala desa/kelurahan
dan tokoh melayu.
c) Dokumentasi, diambil dari dokumentasi yang terdapat di
lokasi penelitian.
Dalam konteks ini sumber data menjadi sumber pendukung penulis
dalam mencari data dalam penelitian yang berhubungan dengan perubahan
sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan naturalistic
observation (observasi natural) dan indepth interview (wawancara mendalam),
melalui observasi alamiah dan wawancara mendalam data yang terkumpul
akan semakin lengkap. Data yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara
43
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm.160. 44
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Proposal & Skripsi
Fakultas Adab & Humaniora, hlm. 47.
secara natural akan lebih bermakna ditambah dengan dokumentasi foto dan
video.45
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian
ini yaitu teknik observasi atau pengamatan, wawancara, dokumentasi dan
penentuan sampel dan informan, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
a. Observasi
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal, maka dalam
penelitian ini secara peranannya digunakan teknik participant non
observation (pengamatan tak berperan serta) . Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam
kenyataan. Dengan observasi dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas
tentang kehidupan sosial yang sulit diperoleh dengan metode lain.
Teknik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati
sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang
terjadi pada keadaan yang sebenarnya.46
Pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti ialah pengamatan tidak berperan serta, karena peneliti berada
diluar aktivitas budaya.47
Dengan melakukan pengamatan, peneliti bisa melihat sebagaimana
oleh subjek penelitian dan bagaimana fenomena di lapanagan tersebut.
adapun langkah-langkah dalam melakukan proses pengamatan dalam
penelitian ini adalah dengan cara tidak terstruktur. Maksudnya peneliti
bisa kapan saja turun ke lapangan untuk melakukan pengamatan, peneliti
juga melakukan proses wawanncara, namun hal ini dilakukan jika kondisi
memungkinkan. Jadi antara pengamatan dan wawancara bisa dilakukan
bersamaan.
b. Wawancara
Agar dalam proses wawancara dapat berjalan dengan lancar, nyaman
dan informasi yang didapatkan akurat serta tidak ada yang merasa tertekan
antara pewawancara dengan terwawancara maka digunakanlah teknik
45
Suwardi Edraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press, 2006), hlm. 209. 46
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm.174. 47
Suwardi Edraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, hlm.209.
indepth interview (wawancara mendalam) atau wawancara tidak
berstruktur.
Teknik pengumpulan data melalui wawancara yaitu teknik bagaimana
peneliti memperoleh informasi secara langsung dari informan berupa
keterangan-keterangan yang sesuai dengan tujuan wawancara. Wawancara
adalah a conversation with purpose, wawancara sebagai wahana strategis
pengambilan data, dalam pengambilan data memerlukan kejelian dan
teknik-teknik tertentu.48
Cara yang digunakan adalah mengajukan
pertanyaan yang telah disiapkan kepada responden. Wawancara juga
digunakan dengan maksud tertentu, wawancara itu dilakukan oleh 2 pihak,
yaitu pewawancara (Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara (Interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu.49
Dalam hal ini peneliti akan mewawancarai langsung pihak-pihak yang
terkait dengan masalah ini sebagaimana yang telah dijelaskan pada sub
bab sebelumnya yaitu tokoh masyarakat suku melayu dan nelayan suku
melayu yang secara umum merupakan masyarakat suku melayu yang
tinggal di Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri
Hilir. Adapun langkah – langkah dalam melakukan proses wawancara ini
adalah sebagai berikut :
1) Peneliti akan menentukan siapa orang pertama (informan kunci)
yang akan diwawancarai terlebih dahulu.
2) Kemudian barulah peneliti menjajaki informan-informan lainnya
untuk di wawancarai sampai dengan seterusnya hingga
mendapatkan informasi yang utuh dan jelas.
3) Proses wawancara berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
(pewawancara dengan yang akan diwawancarai).
4) Pertanyaan wawancara tidak dibuat terstruktur, namun hanya
dalam gambaran umum saja.
48
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,
Epistimologi dan Aplikasi, hlm.151. 49
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , hlm.186.
5) Suasana dalam proses wawancara pun akan dibuat senyaman-
nyaman mungkin.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik akhir yang digunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian ini. Didalam pendokumentasian
sering dikenal dengan istilah dokumen, record,50
foto dan video/film.
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu bisa
berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari
seseorang yang menjadi bukti bahwa hasil penelitian dari
observasi/pengamatan dan wawancara mengandung nilai yang
kredibel, yaitu mengumpulkan literatur-literatur dan data-data yang
berhubungan dengan masalah dengan melihat dokumen-dokumen yang
ada pada suatu lembaga. Dokumentasi ini penulis gunakan untuk
memperoleh data yang berhubungan denga perubahan mata
pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
d. Penentuan Sampel dan Informan
Sampel adalah sumber informasi data itu sendiri, sampel dapat
berupa peristiwa, manusia, situasi, dan sebagainya. Penentuan sampel
dilakukan dengan cara purposive sampling, artinya sampel yang
bertujuan. Jumlah sampel tidak ada batas minimal atau maksimal yang
penting telah memadai dan mencapai data jenuh sehingga tidak
ditemukan informasi baru lagi dari subjek penelitian.51 Sedangkan
penentuan Informan dilakukan dengan menggunakan jaringan, yakni
berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepala Desa, Ketua RT,
Tokoh masyarakat suku melayu dan nelayan suku melayu yang ada di
50
Menurut Guba dan Lincoln record adalah setiap pertanyaan tertulis yang disusun oleh
seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting,
sedangkan dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Lihat di Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.216.
51
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Tanggerang: Pustaka
Widyatama, 2006), hlm. 206.
Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir
Riau.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan menggambarkan data yang
diperoleh secara kualitatif untuk memberikan makna pada data dan
menjelaskan pola atau kategori yang dibuat berdasarkan temuan lapangan,
yang selanjutnya dicari hubungan antar kata kunci atas temuan lapangan
untuk kemudian dianalisis berdasarkan teori-teori yang relevan dalam
penelitian ini.
Analisis dalam penelitian budaya berupa proses pengkajian hasil
wawancara, pengamatan dan dokumen yang telah terkumpul. Data tersebut
begitu banyak jumlahnya, sehingga yang kurang relevan patut direduksi.
Reduksi data dilakukan dengan membuat kelompok-kelompok dan
abstraksi. Model analisis dapat menggunakan model interaktif yaitu tiga
proses; data reduction (reduksi data), data display (pemaparan data) dan
simpulan melalui pelukisan dan verifikasi. Proses analisis dilakukan
seperti model penelitian Ethnografy Spradley sebagai berikut:52
a. Analisis Domain (Kategorisasi)
Analisis domain biasanya dilakukan untuk memperoleh gambaran
atau pengertian yang bersifat umum dan relative menyeluruh tentang apa
yang tercakup disuatu focus atau pokok permasalahan yang akan diteliti,
biasanya dilakukan terhadap data yang diperoleh dari pengamatan
deskriptif yang terdapat dalam catatan lapangan.53
Analisis domain ini
digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh dari tempat penelitian
secara gars besarnya yaitu mengenai perubahan sistem mata pencaharian
masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang Kabupaten Indragiri
Hilir Riau. Sehingga penulis dapat mengetahui data-data yang didapat
tersebut masuk ke ranah mana saja untuk menjawab dari fokus penelitian
penulis.
52
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, hlm.215. 53
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm.305.
b. Analisis Taksonomi (Menjabarkan Kategori)
Analisis taksonomi baru dilakukan setelah analisis domain, dengan
menggunakan pertanyaan struktural dapat membuktikan domain-domain
dan memperoleh data yang akan diteliti yang termasuk kedalam domain-
domain itu. Dengan analisis taksonomi akan mengarahkan perhatian pada
struktur internal dari domain-domain tersebut.54
Hasil terpilih untuk
memperdalam data yang telah ditemukan melalui sejumlah pertanyaan
kontras.55
Yang bersumber langsung dari tempat penelitian secara garis
besar yaitu perubahan sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
c. Analisis Komponensial (Mencari Perbedaan Spesifik)
Analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematis sebagai
komponen makna yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya.56
Hal
ini bertujuan untuk mencari perbedaan dan pertentangan di antara simbol
dalam taksonomis, serta mencari makna yang berbeda didalamnya. Dalam
analisis taksonomi yang diuraikan adalah domain yang telah ditetapkan
menjadi fokus. Melalui analisis taksonomi, setiap domain dicari elemen
yang serupa dan serumpun, hal itu diperoleh melalui data observasi,
wawancara, dan dokumentasi yang terfokus. Dalam analisis kompensional
yang dicari untuk diorganisasikan dalam domain bukanlah keserupaan
dalam domain tetapi justru yang memiliki perbedaan atau kontras, jelas
dan penelitian ini yang dicari adalah pertentangan dan perbedaan.
Pada tahap ini penulis tidak lagi mencari persamaan dari data-data
yang diperoleh seperti dalam tahap analisis taksonomi tetapi dalam tahap
ini penulis mencari perbedaan dan pertentangan yang terjadi pada analisis
taksonomi sehigga pada akhirnya dapat menemukan pengertian-pengertian
yang menyeluruh.
54
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm.305. 55
James P.Spradley, Metode Etnografi, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997), hlm.
185. 56
James P. Spradley, Metode Etnografi, hlm. 330.
d. Analisis Tema Budaya (Mencari Hubungan atau Benang Merah)
Pada tahap ini aktivitasnya adalah mencari benang merah diantara
domain, dan bagaimana hubungannya dengan keseluruhan. Analisis ini
sesungguhnya merupakan upaya untuk mencari benang merah yang
mengintegrasikan lintas domain yang ada.
Jadi, penelitian kualitatif analisisnya bergerak dari analisis domain
hingga ke analisis tema budaya. Pada analisis domain ruang lingkupnya
melebar sebab peneliti berkepentingan untuk mengenali segenap domain
(kategori-kategori simbolis) yang menjadi cakupan dari fokus yang diteliti,
guna memperoleh gambaran umum dan menyeluruh. Setelah itu dengan
analisis taksonomi dan komponensial peneliti memfokuskan penelitiannya
pada beberapa domain saja guna melacaknya secara lebih rinci dan
mendalam dari analisis sebelumnya yang bersifat melebar. Pada akhirnya
atau puncaknya dengan analisis tema. Prosesnya melebar lagi guna
menemukan tema-tema yang keberadaannya termanifestasi atau menjelma
secara luas dalam kawasan keseluruhan atau sejumlah domain.
Analisis tema budaya sesunguhnya merupakan upaya untuk
mencari benang merah yang mengintegrasikan lintas domain yang ada.
Dengan ditemukannya benang merah dari hasil analisis domain,
taksonomi, maka selanjutnya akan dapat tersusun suatu konstruksi
bangunan situasi sosial atau objek penelitian yang sebelumnya masih
gelap atau remang-remang dan setelah dilakukan penelitian, maka menjadi
lebih terang dan jelas.57
H. Triangulasi Data
Dalam proses pemeriksaan keabsahan data, peneliti menggunakan
metode triangulasi data. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan data
yang memanfaatkan suatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai data perbandingan terhadap data itu.58
Triangulasi data bertujuan untuk memeriksa kembali kebenaran dan
57
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 158. 58
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, hlm. 330.
keabsahan data yang diperoleh di lapangan tentang perubahan sistem mata
pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
I. Jadwal Penelitian atau Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan mulai dari pembuatan
proposal skripsi, pengajuan proposal skripsi dan penunjukan Dosen
pembimbing. Setelah itu, konsultasi Dosen pembimbing dan Seminar.
Kemudian, dilanjutkan dengan perbaikan hasil seminar, pengesahan judul
dan permohonan izin riset. Setelah itu, baru pengumpulan data, penyusun
data, analisis data, penulisan draf skripsi, penyusunan dan penggandaan,
terakhir ujian skripsi. Lihat jadwal penelitian halaman 29.
NO
TAHAP PENELITIAN
BULAN DAN TAHUN
Juli
2019
Agus
2019
Okt
2019
Des
2019
Jan
2020
Feb
2020
Mar
2020
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan Proposal
Skripsi
x x x x x x
2 Pengajuan Proposal
Skripsi
x x
3 Penunjukan Dosen
Pembimbing
x x
4 Konsultasi Dosen
Pembimbing
x x x x
5 Seminar Proposal x x
x
x
6 Perbaikan Hasil Seminar x x
7 Pengesahan Judul
x
8 Permohonan Izin Riset x
9 Pengumpulan Data x x x x
10 Penyusunan Data X x x x
11 Analisis Data X x x x
12 Penulisan Draf Skripsi x
13 Penyusunan dan
Penggandaan
x x
14 Ujian Skripsi
(munaqasah)
x x X
29
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
1. Sejarah Masyarakat Suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang
Suku melayu yang ada di Kelurahan Pulau Kijang merupakan suku
Melayu yang menempati daerah Kepulauan Riau dan Riau daratan59
,
berdasarkan informasi yang penulis dapatkan mereka berasal dari melayu
Reteh, yang dari leluhurnya mereka telah menempati daerah pantai.
Menurut Hamidy yang dikutip oleh Sri Sabakti dijelaskan bahwa melayu
dikategorikan menjadi melayu tua dan melayu muda. Melayu tua yaitu
orang talang mamak, orang sakai dan suku laut, cara keturunan melayu
tua ini tergolong tradisional dan masih memegang teguh adat dan
tradisinya. Melayu muda masyarakatnya lebih banyak tinggal di daerah
pantai dan bersifat lebih terbuka.60
Masyarakat suku melayu yang ada di Kelurahan Pulau Kijang
termasuk golongan melayu muda. Seperti informasi yang disampaikan
oleh tokoh masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang, sebagai
berikut:
”Asal-usul suku melayu di Pulau Kijang ni awalnye dari Reteh,
masyarakat nye banyak yang tinggal di pesisir pantai. beda
dengan melayu yang tingal di daratan atau yang tinggal dalam
hutan tu. Mereka tersebarnya di daerah Indragiri Hulu, Waktu itu
Reteh kan masih dikuasai Kerajaan Lingga. Sekitar tahun 1833 lah
orang melayu ni mulai mencari tempat yang aman, dan mereka
melewati sungai gangsal. Sungai gangsal itu masih perbatasan
59
Sri Sabakti, Hakikat Hidup Masyarakat Riau Berdasarkan Legenda Pulau
Kijang,hlm.276. 60
Sri Sabakti, Hakikat Hidup Masyarakat Riau Berdasarkan Legenda Pulau Kijang,
hlm.276.
dengan kotabaru dan sanglar. Sudah tu mereka menemukan
daerah baru ya Pulau Kijang ni. yang hampir rata-rata
masyarakat sini sukunya melayu. Tempat –tempat yang jadi tempat
tinggal orang melayu ni mulai dari Pulau Kijang, Madani, Metro,
Sungai Terap, Pulau Ruku, Sungai Undan. Yang jelas tiap desa tu
ada, cuman banyak ngumpul di Pulau Kijang ni lah.61
Transliterasi :
Asal-usul suku melayu di Pulau Kijang ini pada mulanya dari
Reteh, masyarakatnya banyak yang tinggal di pesisir pantai.
Berbeda dengan melayu yang tinggal di daratan atau yang tinggal
di dalam hutan. Mereka tersebar di daerah Indragiri Hulu, pada saat
itu Reteh masih dikuasai Kerajaan Lingga. Sekitar tahun 1833
masyarakat melayu ini mencari tempat yang aman, dan melewati
sungai gangsal. Sungai gangsal itu masih perbatasan dengan
kotabaru dan sanglar. Kemudian mereka menemukan daerah yang
baru yaitu Pulau Kijang ini. Yang hampir rata-rata masyarakat
disini sukunya melayu.Tempat-tempat yang menjadi tempat tinggal
orang melayu yakni Pulau Kijang, Madani, Metro, Sungai Terap,
Pulau Ruku, Sungai Undan, lebih jelasnya setiap desa itu ada,
hanya saja lebih banyak yang tinggalnya di Pulau Kijang.
Senada dengan informasi yang disampaikan oleh tokoh masyarakat
suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang, sebagai berikut :
”Reteh tu dulunya nama sungai, sungai tu punya dua muara. Dan
kedua-duanya tu bermuara di sungai gangsal. Muara sungai reteh
yang pertama tu di perbatasan Desa sanglar same Desa Pulau
Kecil yang dikenal dengan parit 20 atau reteh lama. Muara yang
satunya di perbatasan kota baru same kota baru seberida. Tu
makanye jarak pindah nya orang melayu dari tempat-tempat yang
61
Hasil Wawancara dengan Nenek Awi. Salah satu tokoh masyarakat suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang. Kamis, 30 April 2020, 10.30 WIB s/d 11.30 WIB di Rumah kediaman
nya
disebut tadi tak jauh dari Pulau Kijang. Itungan masih satu muara
lah dengan Pulau Kijang.62
Transliterasi:
Reteh itu awalnya nama sungai, sungau tersebut mempunyai dua
muara. Dan kedua-duanya itu bermuara di sungai gangsal. Muara
sungai reteh yang pertama itu perbatasan desa sanglar dan desa
pulau kecil yang dikenal dengan parit 20 atau reteh lama. Muara
yang selanjutnya di perbatasan kota baru dan kota baru seberida.
Itu sebabnya jarak perpindahan orang-orang melayu dari tempat-
tempat tersebut diatas tidak jauh dari Pulau Kijang. Hitungannya
masih satu muara dengan Pulau Kijang
Data diatas menunjukkan bahwa suku Melayu yang berada di
Kelurahan Pulau Kijang akibat daerah Reteh dikuasai oleh Kerajaan
Lingga, sekitar tahun 1833 sehingga masyarakatnya mengungsi
melalui sungai gangsal untuk mencari tempat yang aman dan
menemukan daerah-daerah tersebut yang saat ini menjadi cakupan
wilayah Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir.
Dari informasi diatas penulis menjelaskan bahwa asal-usul Suku
Melayu di Kelurahan Pulau Kijang berasal dari Indragiri Hilir Reteh.
Dari beberapa daerah tersebut Pulau Kijang menjadi daerah dominan
yang di duduki masyarakat suku melayu, kemudian Sungai Undan,
Metro, Sungai Mahang, Tanjung Labuh dan Pulau Ruku.
2. Kondisi Geografis Suku Melayu
1. Letak Desa/Kelurahan
Kelurahan Pulau Kijang merupakan salah satu Ibukota dari
Kecamatan Reteh, dimana secara geografis Kelurahan Pulau Kijang
merupakan salah satu lokasi dimana masyarakat melayu itu tinggal.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan bahwa suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang berdistribusi di beberapa tempat, namun
62
Hasil wawancara dengan Bapak Jamil, salah seorang tokoh melayu di Kelurahan Pulau
Kijang. Kamis, 30 Januari 2020 pukul 09.30 WIB s/d 10.30 WIB dirumah kediamannya.
banyak yang berdomisili di Kelurahan Pulau Kijang dan wilayah
persebarannya ada di Pulau Kijang, Madani, Metro, Sungai Undan,
Sungai Mahang, Pulau Ruku dan lain-lain.
Lokasi yang digunakan sebagai penelitian ialah Kelurahan Pulau
Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir dimana tempat
masyarakat suku melayu itu tinggal. Kelurahan Pulau Kijang tempat
pemukiman suku melayu termasuk dataran rendah, di pinggiran pantai
atau pesisir, kawasan rawa dan tanah gambut, daerahnya di kelilingi
oleh laut dan dibatasi oleh parit. Dalam satu kelurahan memiliki
beberapa Rukun Tetangga (RT) dan jarak antara RT satu dengan yang
lainnya berdekatan, sedangkan jarak desa ke kota jaraknya cukup jauh
sehingga pemukiman masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang termasuk daerah pedesaan. Jarak desa ke kota dijelaskan pada
tabel dibawah ini.
Tabel.I
Jarak dari Desa/Kelurahan ke Kota
NO Keterangan Jarak Waktu tempuh
1. Dari Desa ke Kecamatan 2½ KM 1½ Jam
2. Dari Desa ke Kabupaten 100 KM 4 Jam
3. Dari Desa ke Provinsi 360 KM 8 Jam
Sumber: profil Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh, tahun 2014
Dari tabel diatas menjelaskan bahwa jarak pemukiman masyarakat
suku melayu menuju Kecamatan menempuh waktu cukup dekat dan tidak
memakan waktu yang cukup lama, hanya saja jika akan menuju ke Provinsi
lumayan jauh ditambah lagi dengan kondisi jalan yang tidak
memungkinkan.
2. Batas Desa
Kelurahan Pulau Kijang adalah salah satu dari 3 Kelurahan yang ada
di Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau dengan luas wilayah
8,78 Km (data sementara). Kelurahan Pulau Kijang juga berbatasan
langsung dengan :
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Metro
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Madani
3. Sebelah Utara berbatasan dengan sungai Gangsal
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Jabung Barat Provinsi
Jambi.63
Akses menuju ke lokasi permukiman masyarakat suku Melayu di
Kelurahan Pulau Kijang dapat ditempuh dengan menggunakan 2 akses
yakni laut dan darat. Kelurahan Pulau Kijang sendiri di kelilingi oleh
sungai-sungai yang bermuara pada laut menuju perbatasan Provinsi
Jambi. Seperti keterangan yang disampaikan oleh Lurah Kelurahan
Pulau Kijang sebagai berikut:
”Jika dimulai dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi
dapat ditempuh menggunakan transportasi laut atau Speedbot
ongkos yang dikeluarkan sekiatar 50 ribu. Jalur kedua jika dimulai
dari Ibukota Kabupaten Indragiri Hilir Riau dapat ditempuh
melalui dua jalur yakni jalur darat dan jalur laut, jalur laut dengan
menggunakan speedbot harus mengeluarkan ongkos sebesar 50
ribu, jalur darat biasanya dapat ditempuh sekitar 3 jam
menggunakan mobil dan sepeda motor karena akses jalan yang
kurang bagus dan ongkos yang dikeluarkan sekitar 100-150 ribu.64
Tinggi pusat pemerintahan wilayah Kelurahan Pulau Kijang dari
permukaan laut adalah 1 sampai dengan 4 meter. Ditepi-tepi sungai dan
63
Sumber: profil Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh, tahun 2014.
64 Hasil Wawancara dengan Lurah Kelurahan Pulau Kijang Bapak Surya Indra. Kamis 30
Januari 2020 Pukul 10.20 WIB s/d 11.40 WIB.
muara parit-parit banyak terdapat tumbuhan seperti pohon nipah, kayu
putat, rengas, pedada, bakau dan pada bagian pinggirnya sungai
ditumbuhi oleh pohon-pohon sagu dan sebagian area lagi ditanami
tanaman padi serta perkebunan kelapa hybrida. Keadaan tanahnya yang
terdapat di sepanjang sungai terletak antara 100-150 meter dan sebagian
lagi terdiri dari tanah gambut dan endapan lumpur serta dijadikan tanah
pertanian dengan klasifikasi sedang.65
Terdapat tiga jenis alat transportasi yang bisa digunakan untuk
bepergian. Pertama, alat transportasi cepat, biasa disebut speedbot atau
pancung. Pancung ini (istilah yang dikenal masyarakat setempat)
merupakan satu-satunya alat transportasi umum yang dapat
mengantarkan penumpangnya yang biasa digunakan untuk bepergian ke
Ibukota Kabupaten yakni Tembilahan, dan juga ke daerah lain seperti
Jambi dan Batam. Kedua, alat transportasi lambat yang biasa disebut
dengan pompong, menggunakan mesin diesel yang berukuran kecil atau
besar dan memakan waktu cukup lama sekitar 5 jam perjalanan,
sedangkan menggunakan speedboat hanya memakan waktu sekitar 2
jam. Ketiga, alat transportasi lambat yang biasa disebut dengan sampan,
biasanya sampan digunakan sebagai sarana penyeberangan dari
Kelurahan Pulau Kijang menuju desa Benteng seberang parit Jawa,
sarana pemasangan bubu di rawa-rawa atau untuk mengambil daun
nipah disungai terdekat untuk dibuat atap rumah.
3. Kondisi Sosial Budaya Suku Bangsa
a) Demografis
Kelurahan Pulau Kijang merupakan kawasan pesisir yang
banyak dihuni oleh para nelayan, petani dan pedagang. Catatan
yang diperoleh dari monografi desa menjelaskan bahwa jumlah
penduduk di Kelurahan Pulau Kijang ini berjumlah 14.718 jiwa
65
Hasil Wawancara dengan Bapak Surya Indra. Kamis 30 Januari 2020 Pukul 10.20 WIB
s/d 11.40 WIB.
dengan rincian jenis kelamin laki-laki 7.379 jiwa dan jenis
kelamin perempuan 7.339 jiwa. Dengan jumlah suku bangsa yang
tersebar di Kecamatan Reteh berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel. 2
Jumlah Penduduk di Kelurahan Pulau Kijang
Berdasarkan Suku Bangsa
No Suku Bangsa Jumlah Persentase
1 Suku Bugis 5.301 35%
2 Suku Melayu 3.534 20%
3 Suku Banjar 3.004 17%
4 Suku Jawa 2.650 15%
5 Suku Minang 1.413 8%
6 Suku Batak 5.30 3%
7 Cina 3.53 2%
Sumber: profil Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh, tahun 2014
Berdasarkan data suku bangsa dalam tabel tersebut, jumlah
masyarakat suku melayu yang berdomisili di Kelurahan Pulau Kijang
kurang lebih berjumlah 15 % mencakup jumlah laki-laki dan perempuan,
seperti keterangan yang disampaikan oleh Lurah Kelurahan Pulau Kijang
berikut ini:
”Kalo soal suku di Kelurahan Pulau Kijang itu bervariasi, suku
melayu jumlahnye banyak tapi suku pendatang lebih banyak lagi
sekarang tu. Kalo di Pulau Kijang ni suku Bugis mulai
mendominasi, malah jumlah nya lebih banyak dibanding suku-suku
pendatang lainnye”.66
Transliterasi:
66 Hasil Wawancara dengan Bapak Surya Indra. Kamis 30 Januari 2020 Pukul 10.20 WIB
s/d 11.40 WIB.
Kalau soal suku di Kelurahan Pulau Kijang itu bervariasi, suku
melayu jumlahnya banyak tetapi suku pendatang lebih banyak lagi
sekarang itu. Kalau di Pulau Kijang ini suku Bugis mulai
mendominasi, justru jumlahnya lebih banyak dibanding suku-suku
pendatang lainnya.
Berdasarkan data diatas, bahwa suku-suku yang ada di Kelurahan
Pulau Kijang jumlahnya bervariasi dan berdomisili di beberapa tempat.
Penduduk Kelurahan Pulau Kijang jika dibandingkan dengan Kelurahan
lainnya tingkat keberagamaannya paling tinggi. Ada sekitar 7 suku
bangsa yang berdomisili ditempat ini diantaranya adalah Melayu, Bugis,
Jawa, Banjar, Minang, Batak Mandailing dan Cina. Namun secara
kuantitas beberapa etnis Jawa, Banjar, Melayu dan Bugis jumlah nya
lebih besar. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin sebagaimana
dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
Tabel .2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis kelamin Jumlah
1 Laki-laki 7.379
2 Perempuan 7.339
Jumlah 14.718
Sumber: profil Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh, tahun 2014
Data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jumlah
suku bangsa di Kelurahan Pulau Kijang terdapat suku Melayu, Jawa,
Bugis, Batak dan beberapa etnis Cina.
b) Agama
Masyarakat suku melayu adalah masyarakat yang pada umumnya
beragama Islam. Dalam sejarah masyarakat suku melayu di Kelurahan
Pulau Kijang sebelum masuk Islam masih menganut kepercayaan.
Kepercayaan masyarakat suku melayu ialah mempercayai adanya dewa,
setan dan jin berada. Kepercayaan tentang suatu kekuatan di luar mereka
atau yang disebut dengan animisme67
dan dinamisme68
, Bagi mereka
pohon atau bukit tempat dewa-dewa sangat mempengaruhi kehidupan
mereka karena memiliki kepercayaan terhadap makhluk dan kekuataan
supernatural yang menaruh perhatian pada kehidupan manusia sebagai
tempat mereka memohon.69
Menurut informasi yang disampaikan oleh salah satu tokoh
masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang, berikut ini:
”Dulunye dari zaman nenek moyang. masyarakat suku melayu
sebelum masuk Islam masih menganut agama nenek moyang,
khususnya melayu yang tergolong melayu tua yang masih
tradisional, kalu untuk melayu muda rata-rata dah masuk Islam lah.
Karena kan Islam tu dah jadi ciri khasnya orang melayu”70
Transliterasi:
Dahulunya dari zaman nenek moyang. Masyarakat suku melayu
sebelum masuk Islam masih menganut agama nenek moyang,
khususnya melayu yang tergolong melayu tua yang masih
tradisional, kalau untuk melayu muda rata-rata sudah masuk Islam.
Karena Islam itu sudah menjadi ciri khasnya orang melayu.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa awalnya masyarakat suku
melayu masih menganut kepercayaan yakni animisme dan dinamisme.
Akan tetapi, lambat laun mengalami perubahan dalam segi agama,
sehingga di Kelurahan Pulau Kijang secara mayoritas masyarakatnya telah
67
Animisme, kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon,batu, sungai,
gunung dan sebagainya), Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, hlm.3. 68
Dinamisme, kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga yang dapat
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima, hlm.8 69
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama,
(Jakarta: Rajawali Persada, 2007), hlm.153. 70 Hasil Wawancara dengan Nenek Awi. Salah satu tokoh masyarakat suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang. Kamis, 30 April 2020, 10.30 WIB s/d 11.30 WIB di Rumah kediaman
nya
memeluk agama Islam dan setelah kehadiran Islam golongan melayu ini
memeluk agama Islam, kemudian Islam dijadikan sebagai identitas orang
melayu. Seperti dikatakan oleh ”Ghalib” bahwa identitas orang melayu
adalah berbahasa melayu, beradat-istiadat melayu dan beragama Islam71
.
Penduduk Pulau Kijang yang menganut agama Islam jumlahnya
lebih besar dibanding dengan penduduk non-Islam. Untuk penduduk yang
memeluk Islam diantaranya orang-orang melayu yang merupakan
penduduk asli dan juga ada beberapa suku pendatang seperti Bugis, Jawa,
Banjar dan Minang.72
Jumlah penduduk menurut agama masyarakat
Kelurahan Pulau Kijang dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel.3
Jumlah penduduk Kelurahan Pulau Kijang Menurut Agama
No Agama Jumlah
1 Islam 13.902 Jiwa
2 Kristen 530 Jiwa
3 Cina 353 Jiwa
Jumlah 14.785 Jiwa
Sumber: Profil Kantor Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh,
tahun 2014.
Berdasarkan data tersebut penulis berkesimpulan bahwa,
masyarakat Kelurahan Pulau Kijang mayoritas memeluk agama Islam dan
mereka taat dalam menjalankan ibadah, ketaatan masyarakat dalam
menjalankan ibadah didukung dengan banyaknya sarana tempat beribadah
sebagai penunjang dalam menjalankan ibadahnya disertai dengan
kegiatan-kegiatan keberagamaan yang lain, berdasarkan informasi yang
disampaikan oleh Pak Baharudin, sebagai berikut:
71
Sri Sabakti, Hakikat Hidup Masyarakat Riau Berdasarkan Legenda Pulau Kijang, hlm
276. 72
Hasil wawancara dengan Bapak Udin, salah seorang staf kantor di Kelurahan Pulau
Kijang. Selasa, 28Januari 2020 pukul 10.40 WIB s/d 11.20 WIB.
”kegiatan kami dari segi keagamaan sangat bervariasi, seperti
acara istighosah yang dilaksanakan setiap sebulan sekali, terus
kegiatan hari-hari besar Islam kami rayakan juga kerjasama juge
dengan BKMT nye, terus kegiatan pengajian-pengajian lain yang
dilaksanakan di masjid pada malam jumat”73
Transliterasi:
Kegiatan kita dari segi keagamaan sangat bervariasi. Seperti acara
istighosah yang dilaksanakan setiap sebulan sekali, kemudian
kegiatan hari-hari besar Islam kita rayakan juga kerjasama dengan
BKMT nya. Kemudiam kegiatan pengajian-pengajian lain yang
dilaksanakan di masjid pada malam jumat.
Nuansa keberagamaan yang berbasis Islam masyarakat suku melayu
di Kelurahan Pulau Kijang ini sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial
masyarakat, hal ini tampak dalam sikap menjalankan kehidupan
bermasyarakat. Sejalan dengan pandangan Roland Robertson bahwa
kehidupan kelompok atau bermasyarakat tentang tradisi keagamaan yang
dimiliki oleh sekelompok orang atau golongan menciptakan suatu hal
yang kohesif yang menyatukan keanekaragaman budaya Islam dan sistem
keyakinan keagamaan yang lain.74
Sementara jumlah rumah ibadah di
Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau
seperti tabel berikut:
73
Hasil wawancara dengan Bapak Baharuddin. Selasa 05 Februari 2020 pukul 09.30 WIB
s/d 10.20 WIB di Kantor 74
Roland Roberston. Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1993), hlm.IX.
Tabel. 4
Sarana Peribadatan Masyarakat Kelurahan Pulau Kijang
No Sarana Jumlah
1 Masjid 10
2 Langgar atau surau 15
3 Gereja 1
Total 36
Sumber: Profil Kantor Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh, tahun 2014.
Dari data berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat
keberagamaan masyarakat di Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh sangat
tinggi. Hal itu karena mayoritas masyarakat di Kelurahan Pulau Kijang khususnya
masyarakat melayu beragama Islam.
c) Sistem Budaya
Masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang menjalankan aktivitas
kehidupan mereka dengan berpedoman dengan adat istiadat mereka. Adat istiadat
merupakan pedoman bagi masyarakat suku melayu dalam menjalankan kehidupan
sehari-hari maupun kehidupan sosial-budaya lainnya. Karena adat istiadat
merupakan warisan dari nenek moyang masyarakat suku melayu itu sendiri,
seperti: sistem perkawinan dan sistem kekerabatan
1. Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan bagi masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang, dimana untuk memutuskan pasangan hidup dari dua calon mempelai harus
besepakat dan berunding terlebih dahulu, seperti apakah lamaran diterima atau
tidak diterima, dan menentukan tanggal pernikahan dan seperti apa pernikahan
tersebut, dimana posisi menetap setelah menikah dan masalah-masalah lainnya,
itulah adat istiadat masyarakat suku melayu sebelum melakukan pernikahan
tersebut, maka harus dilakukan proses berunding dengan kedua mempelai.
Biasanya Setelah berunding antara kedua pihak, bahwa mempelai lelaki
menyerahkan bahan seserahan sebelum hari pernikahan diserahkan kepada pihak
mempelai wanita. Seserahan berupa uang, sirih, pinang dan bahan pokok
makanan lainnya dan uang, mas bagi yang memiliki uang yang cukup, jika tidak
ada uang, mereka cukup menyerahkan sirih pinang dan bahan pokok kepada
mempelai wanita.
Menurut informasi Ibu Umi selaku masyarakat suku melayu di Kelurahan
Pulau Kijang berikut ini:
”Suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang sebelum nak nikah kami adekan
rundingan dulu lah antara kedua belah pihak, diterima idaknya tu urusan
belakang lah. Yang jelasnye sesuai dengan adat kami lah. Kalo suku
melayu Pulau Kijang kalo menikah dak diwajibkan harus menikah
sesamo, karno ado juga orang melayu yang nikah same jawa atau banjar,
tapi kalu melayu nikah dengan bugis itu jarang kite jumpai. Kalo
seserahan yang dibawa tu same je lah. Macam bawa uang,pinang, sirih
dan bahan pokok lainnye”75
Transliterasi:
Suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang sebelum akan menikah kita
mengadakan rundingan terlebih dahulu antara kedua belah pihak diterima
tidaknya itu urusan terakhir. Lebih jelasnya sesuai dengan adat kami.
Kalau suku melayu Pulau Kijang kalau menikah tidak diwajibkan harus
dengan sesama, karena ada juga orang melayu yang menikah dengan Jawa
atau Banjar, tetapi kalau melayu menikah dengan Bugis itu jarang kita
jumpai. Kalau seserahan yang dibawa itu sama sajalah. Seperti membawa
uang, pinang, sirih dan bahan pokok lainnya.
75
Hasil wawancara dengan Nenek Awi. Salah satu tokoh masyarakat suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang. Kamis, 30 April 2020, 10.30 WIB s/d 11.30 WIB di Rumah kediaman
nya
Senada dengan informasi yang disampaikan oleh salah seorang tokoh
melayu di Kelurahan Pulau Kijang, beliau menyatakan bahwa:
”sebenarnye kalu ditanye tentang adat pernikahan kite same aja dengan
orang – orang yang lain, yaitu harus berunding dan bersepakat menerima
dan menghantar. Kalo sudah diterima kami juga adakan pesta”.76
Transliterasi:
Sebenarnya kalau ditanya tentang adat pernikahan kita sama saja dengan
orang-orang yang lain, yaitu harus berunding dan bersepakat menerima
dan menghantar. Kalau sudah diterima kami juga mengadakan pesta.
Dari pernyataan diatas penulis melihat bahwa masyarakat suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang dalam sistem pernikahan masih sesuai dengan adat
mereka, bahwa masyarakat suku melayu sebelum melakukan pernikahan mereka
harus berunding antara kedua belah pihak mempelai, setelah lamaran diterima
maereka melakukan pernikahan dan mengadakan pesta.
2. Sistem Kekerabatan
Masyarakat suku melayu menganut sistem kekerabatan berdasarkan
prinsip Matrilineal.77
Yang sama dengan Minangkabau, mereka tidak
diperbolehkan memanggil istri atau suami dengan sebutan nama. Demikian pula
antara adik dan kakak dengan orangtua, mereka tidak diperbolehkan
mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan tidak sopan, karena mereka harus
menghormati hubungan dengan sesamanya dan hubungan manusia dengan alam
sekitarnya.
76
Hasil wawancara kepada Ibu Umi. Sabtu 1 Februari 2020, pukul 13.30 WIB s/d 14.00
WIB, di Rumah kediamannya. 77
Istilah dan konsep matriachaat yang berarti sistem kekeluargaan dengan mater atau ibu
yang berkuasa. Para ahli sudah tahu bahwasistem serupa itu tak ada. Yang ada hanyalah
kelompok-kelompok keluarga yang terikat prinsip-keturunan yang diperhitungkan melalui garis
ibu. Baca Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta:PT Dian Rakyat,1992),
hlm. 84.
3. Sistem Pendidikan
Masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang sudah hampir rata-
rata dapat bersekolah, program pendidikan 9 tahun dari pemerintah secara garis
besar telah dilaksanakan, akan tetapi masih ada beberapa yang hanya
menamatkan sekolahnya sampai jenjang sekolah menengah pertama. Karena
faktor mereka yang tidak mau bersekolah dan adapula kurangnya dana dan
kurangnya ilmu pengetahuan orangtua terhadap pentingnya pendidikan.
Sesuai dengan informasi guru sekolah di Kelurahan Pulau Kijang, berikut
ini:
”Kalau dulu memang banyak mereka ni yang tak sekolah. Kadang sudah
tamat Sekolah Dasar dak nyambung lagi, kadang ade juga lah yang tamat
SMA atau SMK. Tapi sekarang dah banyak lah yang sekolah, bahkan
banyak juga yang sudah kuliah ke kota. Perubahan tu dapat dirasakan
kurang lebih 20 tahun terakhir ”78
Transliterasi:
Kalau dahulu memang banyak mereka yang tidak bersekolah. Terkadang
setelah lulus Sekolah Dasar tidak meneruskan lagi, terkadang ada juga
yang lulus SMA dan SMK. Tetapi saat ini sudah banyak yangbersekokah,
bahkan banyak juga yang sudah kuliah ke kota. Perubahan tersebut dapat
dirasakan kurang lebih 20 tahun terakhir.
Berdasarkan data di atas, penulis berkesimpulan bahwa masyarakat suku
melayu di Kelurahan Pulau Kijang sekitar 20 tahun terakhir sudah banyak yang
bersekolah. Akan tetapi ada juga beberapa orang tua yang menyekolahkan
anaknya sampai ke jenjang SMA, dikarenakan cukup memiliki dana yang besar.
Membiayai anaknya sekolah sampai ke jenjang yang lebih tinggi dengan harapan
78
Hasil wawancara dengan Bapak Azwir. Sabtu, 1 Februari 2020 Pukul 09.00 s/d 10.00. Di
Rumah Kediamannya.
dapat membantu orang tuanya. Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk
berdasarkan tingkat pendidikan:
Tabel.6
Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang
bersekolah
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Tidak Bersekolah 10 %
2. Sekolah Dasar 30 %
3. Sekolah Menengah Pertama 20 %
4. Sekolah Menengah Atas 40 %
Sumber: Profil Kantor Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh, tahun
2014
Berdasarkan data di atas penulis menyimpulkan bahwa di Kelurahan
Pulau Kijang dilihat dari sistem pendidikan, masih ada beberapa dari mereka yang
tidak bersekolah. Tidak bersekolah dengan alasan tidak memiliki dana disisi lain
mereka juga sudah tidak ada keinginan untuk bersekolah, karena sudah merasa
bisa bekerja dan menghasilkan uang sendiri, sehingga mereka tidak berkeinginan
untuk bersekolah ataupun melanjutkan sekolah kembali.
B. HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
1. Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Melayu di Kelurahan
Pulau Kijang
Sistem mata pencaharian merupakan sistem yang tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan masyarakat, karena mata pencaharian dan kehidupan manusia
saling memiliki keterkaitan. Sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang berdasarkan pengamatan penulis pada awalnya sebagai
nelayan atau mencari ikan di laut. Seperti informasi yang disampaikan oleh salah
seorang ketua RT di Kelurahan Pulau Kijang, berikut ini :
”Kerje jadi nelayan ni udah lama dilakukan same kami, sekitar tahun
1900an ini, kegiatan masyarakat melayu kalo cari ikan di laut masih besar
potensi nya, karne sumber daya alamnye masih dukung tambah lagi
dengan modal dan perlengkapan yang digunakan dak terlalu besar” 79
Transliterasi:
Kerja menjadi nelayan ini sudah lama dilakukan dengan kita, sekitar tahun
1900an kegiatan masyarakat dalam mencari ikan di laut masih besar
potensinya, karena sumber daya alamnya masih mendukung ditambah lagi
dengan modal dan perlengkapan yang digunkaan tidak terlalu besar.
Keuntungan yang mereka peroleh pada saat bekerja mencari ikan di laut
dimanfaatkan oleh masyarakat suku melayu untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Pada awalnya mata pencaharian sebagai nelayan menjadi unsur terpenting
dalam kehidupan masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang, hal ini
sebagaimana yang dikatakan salah seorang tokoh melayu di Kelurahan Pulau
Kijang, sebagai berikut:
”Sistem mata pencaharian orang-orang melayu Pulau Kijang ni dari
nenek moyangnye dulu dah kerje jadi nelayan. Teknologi yang
digunakan masih sederhane seperti belat, sondong, rawai, dan hasilnya
di jual ke tengkulak, dan sisanye digunakan untuk kebutuhan sehari-
hari. Banyak yang milih kerje jadi nelayan daripada buka lahan.
Padahal dulunye Pulau Kijang ni banyak lahan kosong, tapi orang
melayu malah suke kerja nelayan. Karne dulu orang melayu Pulau
Kijang ni banyak yang tak pandai bekebun”80
Transliterasi:
79
Hasil wawancara dengan Bapak Aji, salah seorang nelayan suku melayu di Kelurahan
Pulau Kijang. Kamis, 30 Januari 2020 pukul 15.40 WIB s/d 16.20 WIB dirumah kediamannya. 80
Hasil wawancara dengan Bapak Jamil, salah seorang tokoh melayu di Kelurahan Pulau
Kijang. Kamis, 30 Januari 2020 pukul 09.30 WIB s/d 10.30 WIB dirumah kediamannya.
Sistem mata pencaharian orang-orang melayu Pulau Kijang ini dari
zaman nenek moyang dahulu mereka sudah bekerja sebagai nelayan.
Teknologi yang digunakan masih sederhana seperti belat, sondong81
,
rawai82
, dan hasilnya di jual ke tengkulak dan sisanya digunakan untuk
kebutuhan sehari-hari. Banyak yang memilih bekerja sebagai nelayan
dari pada membuka lahan kosong. Padahal dahulunya di Pulau Kijang
ini banyak lahan kosong, tetapi masyarakat melayu memilih mencari
ikan saja. Karena dahulu orang melayu Pulau Kijang ini banyak yang
tidak pandai berkebun.
Senada dengan yang disampaikan oleh salah seorang nelayan suku
melayu di Kelurahan Pulau Kijang, sebagai berikut:
”Dulunye kerje kami fokus nye mencari ikan di laut, karne penghasilan
nye lah pasti ade. Tiap pegi melaut sekali berangkat tu dapat lah 20-30
kiloan. Tapi berhari-hari kami di laut tu. Sekitar 3-4 hari. Siang dak tau
siang, malam dak tau malam. Tapi hasilnye sesuai lah dengan usaha
kami. Pokoknye harus bawak persediaan makanan. Karne kalo dak gitu
susah.”83
Transliterasi:
Dahulu pekerjaan saya fokus mencari ikan di laut. Karena penghasilanya
sudah pasti ada. Setiap pergi ke laut satu kali berangkat itu mendapatkan
20-30 kilo. Tetapi berhari-hari saya di laut itu. Sekitar 3-4 hari. Siang
tidak tau siang, malam tidak tau malam. Tetapi hasilnya sesuai dengan
usaha saya. Pokoknya harus membawa persediaan makanan. Karena
kalau tidak seperti itu susah.
81 Sondong adalah alat tangkap ikan dalam bentuk jaring tetapi dalam beroprasi, jaring
ini biasanya di sisi kanan dan kirinya di beri penahan kayu dan di dorong menggunakan
perahu atau pompong. 82 Rawai adalah salah satu jenis alat tangkap ikan yang terdiri dari sederetan tali
utama dan pada ujung tali di pasang kail pancing. 83
Hasil wawancara dengan Bapak Asmail, salah seorang nelayan suku melayu di
Kelurahan Pulu Kijang. Sabtu, 01 Februari 2020 pukul 10.40 WIB s/d 11.20 WIB di rumah
kediamannya.
Dari penjelasan tersebut sistem mata pencaharian masyarakat suku
melayu di Kelurahan Pulau Kijang awalnya masih memfokuskan pekerjaannya
sebagai nelayan, karena pendapatan nelayan masih sangat banyak. Bahkan mereka
dapat mendapatkan penghasilan lebih ketika mereka melaut. Sebagaimana
penjelasan yang disampaikan oleh salah seorang penampung ikan (tengkulak) di
Kelurahan Pulau Kijang, ia mengatakan bahwa:
”Iyee... dulu aku ni di banyak nerime hasil pendapatan ikan dari
nelayan, banyak keuntungan yang aku hasilkan dari hasil nampung
ikan. dulu setiap petang subuh para nelayan tu udah banyak
ngumpulan di pelabuhan dermaga pasar tu. Orang nye masih rame.
Sekarang ni dah tak sebanyak dulu lagi orangnye.”84
Transliterasi:
Iyaa... dahulu saya ini banyak menerima hasil pendapatan ikan dari
nelayan, banyak keuntungan yang saya peroleh dari hasil menampung
ikan. Dahulu setiap sebelum subuh para nelayan itu sudah banyak yang
berkumpul di pelabuhan dermaga pasar itu. Orangnya masih ramai.
Sekarang ini sudah tak seramai dahulu lagi orangnya.
Berdasarkan informasi tersebut penulis dapat menjelaskan bahwa mata
pencaharian nelayan menjadi faktor utama disamping adanya mata pencaharian
yang lain. Mengenai mata pencaharian suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
terdapat beberapa jenis mata pencaharian yang mereka lakukan seperti melaut,
membuat kerajinan (atap, tungku dapur, ikan kering, tikar pandan) buruh kelapa-
pinang, jual ikan keliling sehingga kehidupan mereka sangat terpingirkan. Dengan
alasan demikian membuat masyarakat suku melayu untuk merubah pola hidupnya
dengan melakukan perubahan dalam sistem mata pencahariannya.
84
Hasil wawancara dengan Bapak Dion, salah seorang tengkulak (penampung ikan) di
Kelurahan Pulau Kijang. Selasa 04 Januari 2020 pukul 15.40 WIB s/d 16.20 WIB di pelabuhan
DAM Pulau Kijang.
Berdasarkan informasi yang disampaikan salah seorang ketua RT
masyarakat melayu Pulau Kijang yang bermata pencaharian nelayan ia
mengatakan bahwa :
”Masyarakat sekitar sini awalnya selain nyari ikan banyak juge yang
kerje nye serabutan. Kalo tak melaut mereke ni bikin atap dari daun
nipah yang di ambeknye pas balek dari laut, perempuan nye bikin
kerupuk, bikin ikan kering, tungku dapur. yang jelasnye kerje yang
dapat hasilkan duet lah.”85
Transliterasi :
Masyarakat daerah ini awal mulanya selain mencari ikan banyak juga
yang kerjanya masih serabutan. Ketika tidak melaut mereka ini
membuat atap dari daun nipah yang diambilnya ketika pulang dari laut,
perempuan nya membuat kerupuk, membuat ikan asin, tungku dapur.
Yang jelas pekerjaan yang dapat menghasilkan uang.
Informasi diatas penulis menyimpulkan bahwa sistem mata pencaharian
masyarakat melayu di Kelurahan Pulau Kijang ini awalnya masih sangat
sederhana, sedangkan masyarakat suku melayu sendiri menginginkan ekonomi
yang cukup membaik, tidak hanya mendapatkan penghasilan hari ini dan habis
untuk hari ini, tetapi penghasilan yang dapat digunakan sebagai modal untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat suku melayu dimasa mendatang.
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang tokoh melayu di
Kelurahan Pulau Kijang, sebagai berikut :
”Sekarang tu posisi nye udah berbeda sama dulu . Kami kate lah orang
melayu tu memang terkenal pemalas. Tapi mereka juge pengen hidup
enak. Kerje di laut penghasilan ade tapi resiko besar. Akhirnya orang
nelayan dah mulai bepikir pegi beladang, ada yang sudah buka lahan,
85
Hasil wawancara dengan Bapak Junaidi, salah seorang ketua RT di Kelurahan Pulau
Kijang. Sabtu 01 Januari 2020 pukul 12..40 WIB s/d 13.20 WIB di Rumah Kediamannya.
punya kebun sendiri meskipun tak banyak. Yang jelasnye hasilnya juge
lumayan, apalagi kalu harga kelape sama pinang naek. Yang masih
cari ikan masih ade juge tapi tak seberapa banyak. Yaa itu tadi mereka
ni mikirkan resiko itu lah kalo tetep bertahan jadi nelayan aje.86
Transliterasi :
Sekarang itu posisinya sudah berbeda dengan dahulu. Saya katakan lah
orang melayu itu memang terkenal pemalas. Tetapi mereka juga ingin
hidup enak. Kerja di laut penghasilan ada tapi resiko besar. Akhirnya
orang nelayan sudah mulai berfikir pergi berladang, ada yang sudah
membuka lahan, mempunyai kebun sendiri meskipun tidak banyak.
Yang jelas hasilnya juga lumayan, apalagi kalau harga kelapa dan pinang
naik. Yang masih mencarik ikan masih ada juga tetapi tidak sangat
banyak. Yaa itu tadi mereka ini memikirkan resiko itu kalau tetap
bertahan jadi nelayan saja.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis berkesimpulan bahwa sistem
mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang sudah
berbeda dengan dahulu, pada saat itu ketika pekerjaan mereka hanya menjadi
nelayan, mereka tidak mempunyai hasil yang tetap, tetapi saat ini mereka sudah
mulai maju. Penghasilan sudah besar, ekonomi mereka sudah mulai stabil, untuk
tanaman pinang yang memiliki nilai ekonomis harga jual tinggi terkadang
harganya bisa mencapai 8.000-10.000. sedangkan kelapa bisa dijual dengan
kelapa butiran, kelapa jambul, dan kopra.87
Berdasarkan jenis-jenis sistem mata pencaharian masyarakat suku
melayu di Kelurahan Pulau Kijang diantaranya:
86 Hasil wawancara dengan Bapak Jamil, salah seorang tokoh melayu di Kelurahan Pulau
Kijang. Kamis, 30 Januari 2020 pukul 09.30 WIB s/d 10.30 WIB dirumah kediamannya. 87
Hasil wawancara dengan Bapak Darwis. Kamis, 28 Januari 2020 pukul 09.30 WIB s/d
10.30 WIB dirumah kediamannya.
a. Pertanian
Sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang lebih dominan bekerja dalam bidang pertanian. Daerah Kelurahan Pulau
Kijang mempunyai potensi yang cukup baik jika dilihat dari pengelolaan tanah,
dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman.
Seperti keterangan yang disampaikan oleh warga masyarakat di
Kelurahan Pulau Kijang, sebagai berikut:
”Sudah banyak juga masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang yang bekerja jadi petani. Umumnye di Kelurahan Pulau Kijang
masyarakat nye punya tanaman padi, jagung, umbi-umbian, ada juge
yang tanam semangka dan belewah. Tapi mulai nanam nye pas nak
dekati puase ramadhan gitu kan. Ade juga lah yang nanam sayur-
sayuran.”88
Transliterasi:
Sudah banyak juga masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang
yang bekerja menjadi petani. Pada umumnya di Kelurahan Pulau Kijang
masyarakat nya mempuyai tanaman padi, jagung, umbi-umbian, ada juga
yang menanam semangkan dan belewah. Tetapi memulai menanamnya
ketika mendekati puasa ramadhan seperti itu. Ada juga yang menanam
sayur-sayuran.
Berdasarkan informasi tersebut menunjukkan bahwa saat ini bidang
pertanian telah menjadi salah satu pekerjaan yang banyak diminati oleh
masyarakat suku melayu, meskipun belum tersedianya peralatan yang memadai
dalam melakukan penanaman di Kelurahan Pulau Kijang Kecamtan Reteh.
88
Hasil wawancara dengan Ibu Sriyatin. Selasa, 4 Februari 2010 Pukul 13.40 s/d 14.20,
di rumah kediamannya
Gambar 1. Proses penanaman padi di Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh.
Sumber : Hasil Observasi
Gambar 1
Proses penanaman padi di Kelurahan Pulau Kijang.
b. Perkebunan
Sistem mata pencaharian dalam bidang perkebunan sangat mendominasi
di Kelurahan Pulau Kijang, karena Kelurahan Pulau Kijang merupakan daerah
yang banyak menghasilkan tanaman kelapa hybrida dan pinang. Untuk 10 tahun
terakhir ini telah banyak ditanami sawit pula. Mayoritas masyarakat yang
memiliki tanah perkebunan luas mereka memanfaatkan hasil perkebunan dan
mengelolanya dengan baik. Untuk perkebunan di Pulau Kijang banyak dikuasai
oleh suku Bugis dan Jawa.89
Lihat Gambar 2 Perkebunan kelaoa hybrida, pinang
dan kelapa sawit.
89
Hasil wawancara dengan Bapak Darwis. Selasa, 4 Februari 2020 Pukul 09.20 s/d 10.40,
di Rumah kediaman penulis.
Sumber : Hasil Observasi
Gambar 2
Perkebunan Kelapa Hybrida, Pinang dan Sawit.
c. Buruh
Pekerjaan sebagai buruh menjadi pekerjaan minoritas masyarakat suku
Melayu di Kelurahan Pulau Kijang. Seperti keterangan yang disampaikan salah
seorang buruh angkut barang di Kelurahan Pulau Kijang, sebagai berikut:
”Buruh disini tu cuma buruh angkut barang je. Barang penumpang tu
dari bot kami angkut sampai ke atas.apalagi kalau pas air nya surut
kan, dermaga tu posisinya agak turun kebawah. Ade juga buruh angkut
barang yang ngantar sampe ke toko-toko pake gerobak. Biasenye kami
orang buruh ni nunggu datangnye speedboat dari Batam, Kuala
Tungkal, Sungai Guntung , Pengalihan Keritang, Kotabaru ataupun
Tembilahan. 90
Transliterasi:
Buruh disini itu hanya buruh angkut barang saja. Barang penumpang
speedboat kami angkat sampai ke atas. Ditambah lagi jika air surut,
dermaga tersebut posisinya menurun keb bawah. Ada juga buruh angkut
barang yang menghantar sampai ke toko-toko menggunakan gerobak.
Biasanya kita orang buruh ini menunggu datangnya speedboat dari
Batam, Kuala Tungkal, Sungai Guntung, Pengalihan Keritang, Kotabaru
ataupun Tembilahan.
Berdasarkan data tersebut diatas bahwa bahwa sistem mata pencaharian
suku melayu yang menjadi buruh itu hanya sebagai kerja sampingan yang
dilakukan oleh sebagian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang,
pekerjaan ini dilakukan pada sekitar jam 11.30 sampai sore hingga menjelang
maghrib. Lihat Gambar 3 Pekerjaan sebagai buruh angkut barang.
90
Hasil wawancara dengan Bapak Darwis, Selasa 4 Februari 2020 Pukul 09.20 s/d 10.40,
di Rumah kediaman penulis.
Sumber : Hasil Observasi
Gambar 3
Pekerjaan Sebagai Buruh Angkut Barang.
d. Perdagangan
Sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu lainnya yakni
berdagang. Akan tetapi untuk pekerjaan sebagai pedagang jarang dilakukan.
Karena para pedagang dilakukan oleh suku Minang Dan Bugis, seperti informasi
yang di sampaikan oleh Ibu Sriyatin sebagai berikut:
”kalu orang melayu tak banyak yang jualan, baik di toko ataupun di
pasar mingguan. Kalo toko, biasanya yang punya orang bugis sama
minang. Baik jualan pakaian maupun sembako. Kalo pasar mingguan
biase tu pendatang dari Padang same Jambi. Cuma tu je lah.91
Transliterasi:
Kalau orang melayu tidak banyak yang jualan, baik di toko ataupun di
pasar mingguan. Kalau toko, biasanya yang punya orang Bugis dan
Minang. Baik menjual pakaian maupun sembako. Kalau pasar mingguan
biasanya itu pendatang dari Padang dan Jambi. Hanya itu saja lah.
Masyarakat suku melayu sendiri ada juga yang berdagang tetapi jumlah
nya tidak banyak. Karena Kelurahan Pulau Kijang termasuk daerah yang jauh dari
toko-toko pemasok yang besar, sehingga kebutuhan pokok seperti sembako,
91
Hasil wawancara dengan Ibu Umi. Sabtu 01 Februari 2020 pukul 13..00 WIB s/d 14.00
WIB di Rumah Kediamannya.
pakaian, yang jumlahnya besar para pedagang tersebut memasok dari Kuala
Tungkal.
Begitu pentingnya perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
suku melayu untuk merubah pola hidup mata pencahariannya, agar taraf
kehidupan ekonomi mereka menjadi lebih baik. Mata pencaharian dengan bertani,
berkebun dengan bercocok tanam, yang memiliki lahan pertanian kering yang
umumnya ditanami secara permanen ada juga tanaman campuran seperti sawit.
Hal demikian maka terjadilah perubahan dalam sistem mata pencaharian pada
Suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri
Hilir.
2. Faktor Perubahan Sistem Mata Pencaharian
Dari hasil temuan wawancara, penulis melihat bahwa terdapat beberapa
faktor yang terjadi akibat dari adanya perubahan dalam sistem mata pencaharian
masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang sebagai berikut:
1. Faktor Lingkungan dan Alam
Sistem mata pencaharian menjadi acuan pokok untuk menunjang
perekonomian hidup masyarakat. Masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang tergolong masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi sedang. Faktor alam
dan lingkungan yang membuat mereka mengalami perubahan dalam sistem mata
pencaharian, seperti :
a. Musim Gelombang
Dalam proses mencari ikan, udang, dan yang lainnya di laut, masyarakat
suku melayu mengalami kesulitan ketika datang pergantian musim. Berdasarkan
informasi yang diungkapkan oleh salah seorang masyarakat nelayan Melayu di
Kelurahan Pulau Kijang ia mengatakan bahwa :
”Selame kami kerja nelayan kadang sering dak dapat hasil, karena
hidup nelayan tu kadang kendala nya sama alam, kadang bulan 1
sampai bulan 3 kami dak ke laut karena cuaca tak bagus, gelombang
tinggi.takut terjadi resiko yang dak kami mau. jadi kami milih kerja
kebun je, kerja kelapa kopra sama pinang, bedagang juge”92
Transliterasi :
Selama kami kerja nelayan sering tidak mendapatkan hasil, karena hidup
nelayan tergantung sama alam. Terkadang bulan 1 sampai bulan 3 kami
tidak ke laut karena cuaca yang tidak mendukung, gelombang tinggi.
takut terjadi resiko yang tidak kami inginkan. kami memilih kerja di
kebun saja, gudang kopra sama pinang, berdagang juga.
Berdasarkan informasi tersebut, penulis berkesimpulan bahwa berubah-
ubahnya musim menjadi faktor penyebab terjadinya perubahan sistem mata
pencaharian masyarakat suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang.
b. Cuaca Buruk
Cuaca buruk dan tidak stabil terkadang menjadi penghambat para
nelayan ketika melaut. Sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Bapak
Asmail, sebagai berikut:
“ Ujan same angin biasanya jadi sebab hasilnye ikan dikit. Lainnyo tu
karne alat tangkap yang juga masih kurang. Dan perahu same keteknya
juga ukurannya kecil, jadi pas tiba hujan ataupun gelombang tinggi
beresiko betul lah.93
92 Hasil wawancara dengan Bapak Junaidi. Sabtu 01 Januari 2020 pukul 15.40 WIB s/d
16.20 WIB di Rumah kediamannya. 93 Hasil wawancara dengan Abang Jon, salah seorang masyarakat nelayan suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang. Sabtu 01 Januari 2020 pukul 15.40 WIB s/d 16.20 WIB di Rumah
kediamannya.
Transliterasi:
Hujan dan angin kencang menjadi penyebab penghasilan ikan sedikit.
Disisi lain alat tangkap ikan yang digunakan masih kurang. Dan perahu
dengan ketek untuk melaut juga ukuran nya kecil, jadi ketika hujan
maupun gelombang tinggi sangat beresiko sekali.
Berdasarkan informasi tersebut diatas penulis berkesimpulan bahwa,
adanya perubahan tersebut disebabkan oleh faktor diluar dugaan manusia. Alam
yang tidak bersahabat menjadi penyebab masyarakat tidak bisa lagi bekerja di
laut, hal itu berhubungan dengan keselamatan masyarakat itu sendiri. Dalam
praktiknya masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang yang bekerja
sebagai nelayan senantiasa menghadapi sifat dan kondisi lingkungan yang
senantiasa berubah sesuai sifat alam dan musim. Kondisi ini menyebabkan usaha
menangkap ikan sangat terbatas, di nilai sangat berbahaya dan beresiko tinggi.
Sehingga masyarakat lebih memilih pekerjaan lain yang resiko nya lebih kecil
daripada bekerja di laut.
2. Kebutuhan Ekonomi Semakin Meningkat
Kebutuhan ekonomi yang terus-menerus meningkat membuat
masyarakat suku melayu harus bekerja keras demi mendapatkan hasil yang lebih
besar demi memenuhi kebutuhan sandang, pangan serta keadaan yang mereka
alami. Sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh salah satu nelayan suku
melayu, berikut ini:
”Ekonomi masyarakat melayu yang kerje jadi nelayan tu biase- biase je.
Tak ade peningkatan dak. Karne penghasilan kecil kebutuhan besar.
Jadi macam mana mau nyimpan duit untuk kebutuhan kedepannye. Kalo
masyarakat yang berladang, berkebun dan yang punya usaha tak
masalah lah. Nah kalau yang kerje nya cuman dapat hasil sehari dan
habis sehari tu yang agak susah. 94
Transliterasi:
Ekonomi masyarakat melayu yang bekerja sebagai nelayan itu biasa-
biasa saja. Tidak ada peningkatan tidak. Karena penghasilan kecil
kebutuhan besar. Jadi bagaimana mau menyimpan uang untuk kebutuhan
kedepannya. Jika masyarakat yang berladang, berkebun dan yang
mempunyai usaha tidak masalah. Jadi kalau yang bekerja nya hanya
mendapat hasil satu hari dan habis satu hari itu yang terlihat sulit.
Berdasarkan informasi tersebut penulis berkesimpulan bahwa sistem
mata pencaharian sebagai petani, pekebun, pedagang, serta pengusaha sedikit
banyaknya menggeser hidup dari garis kemiskinan serta kesulitan ekonomi dan
meningkatkan ekonomi dengan berpenghasilan tetap, karena gaya hidup
masyarakat nelayan melayu itu cenderung boros apalagi pada saat tingkat
penghasilan besar dan sebaliknya ketika musim paceklik bahkan tidak jarang
barang-barang yang dimilikinya akan di jual guna untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari.
3. Informasi yang Terbatas
Kehidupan masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang terkesan
biasa-biasa saja, teknologi hanya sebatas telekomunikasi. Oleh karena itu,
informasi yang diperoleh masyarakat juga tidak semudah kehidupan masyarakat
di tempat lain.
Menurut informasi dari salah seorang Lurah Kelurahan Pulau Kijang
Kecamatan Reteh, sebagai berikut :
94 Hasil wawancara dengan Abang Jon, salah seorang masyarakat nelayan suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang. Sabtu 01 Januari 2020 pukul 15.40 WIB s/d 16.20 WIB di Rumah
kediamannya.
“Kendala kite di Pulau Kijang ni berhubungan dengan kindisi jalan,
akses jalan dari kotabaru ke Pulau Kijang ni susah apalagi pas musim
hujan pake motor aja susah apalagi mobil, makanye akses jalan nya
lewat jalur laut. jadi ekonomi kite orang sini dihidupkan dengan
bedagang, bertani, berkebun, sisanya jadi tenaga pendidik tu je lah”95
Transliterasi :
Kendala kita di Pulau Kijang ini berhubungan dengan kondisi jalan,
akses jalan dari Kotabaru ke Pulau Kijang ini susah, apalagi ketika
musim hujan, menggunakan motor aja sulit apalagi menggunakan mobil,
oleh karena nya akses jalan nya menggunakan jalur laut. Jadi ekonomi
kita orang disini dihidupkan dengan berdagang, bertani, berkebun,
selebihnya menjadi tenaga pendidik itu saja.
Berdasarakan informasi tersebut penulis menyimpulkan bahwa, kondisi
informasi yang sulit diperoleh disebabkan oleh akses jalan menuju Kelurahan
Pulau Kijang khsusnya pemukiman masyarakat suku melayu yang sedikit sulit.
Sehingga masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang harus menggunakan
jalur laut, untuk mengangkut barang-barang seperti kelapa kopra, pinang, sawit
dan lain sebagainya.
4. Upah yang Minim
Sistem mata pencaharian sebagai nelayan dengan menggantungkan hasil
laut dirasa sangat sulit bagi mereka, maka hal itu menjadi sebuah alasan untuk
mereka itu mengubah mata pencaharian. Masyarakat suku melayu yang tinggal di
Pulau Kijang memiliki persoalan-persoalan dalam segi permodalan. Pada saat
bekerja sebagai nelayan mereka harus mengeluarkan modal besar ketika ingin
melaut. Hal ini cukup beralasan, dikarenakan akses yang ditempuh begitu
jauh dan memerlukan dana operasional yang besar pula.
95
Hasil wawancara dengan Bapak Surya Indra. 7 Februari 2020, Pukul 10.20 s/d 11.30, di
Kantor Kelurahan Pulau Kijang.
Secara komprehensif persoalan masyarakat suku melayu yang bekerja
sebagai nelayan merupakan akibat kebijakan penguasa yang menempatkan
sektor maritim, termasuk di dalamnya dunia nelayan, sebagai kegiatan ekonomi
yang kurang diprioritaskan. Muaranya adalah masyarakat nelayan di pandang
sebelah mata. Penguasa memandang remeh potensi-potensi yang ada di sektor
maritim, terutama masyarakat nelayan karena tidak terlalu memiliki pengaruh
besar.
Bagi masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang yang
berprofesi sebagai nelayan, problem seperti ini memang sudah menjadi bagian
dari kehidupan mereka. Terkadang mereka merasa kesal dengan sikap
pemerintah Kabupaten atau Desa yang tidak sigap dalam melayani masalah
seperti ini, seperti yang di sampaikan oleh salah satu warga melayu yang bekerja
sebagai nelayan ia mengatakan bahwa :
”Mata pencaharian nelayan ni sudah tidak bisa lagi diandalkan,
cuman jadi kerja sampingan. Kami harus pake modal sendiri,
sebenarnye modal yang kami gunakan cuman minyak aje, tapi jumlah
minyak yang dibutuhkan tu banyak juge. kadang sekali berangkat
butuh 5 liter minyak untuk bawa pompong tu, sedangkan hasil yang
kami bawak balek tak seberape kadang bawa tangan kosong karna
dak dapat ikan.96
Transliterasi:
Mata pencaharian nelayan ini sudah tidak bisa lagi menjadi andalan.
Hanya menjadi kerja sampingan. Kami harus menggunkan modal
sendiri, sebenarnya modal yang kami gunakan hanya minyak saja.
Tetapi jumlah minyak yang dibutuhkan itu banyak juga. Terkadang
satu kali pergi membutuhkan 5 liter minyak untuk membawa pompong
96
Hasil wawancara dengan Bapak Junaidi. Sabtu 01 Januari 2020 pukul 15.40 WIB s/d
16.20 WIB di Rumah kediamannya.
itu, sedangkan hasil yang kami bawa pulanh tidak terlalu banyak
terkadang pulang membawa tangan kosong karena tidak mendapat
ikan.
Senada dengan informasi yang disampaikan oleh Bapak Asmail selaku
nelayan suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang, sebagai berikut:
”Kami pun kadang nyodong udang juge, tapi kalo nyodong butuh
modal besar dan hasil nyodong pun kadang cuma dapat 4 sampai 10
kilo sekali berangkat”.97
Transliterasi :
Kami juga terkadang nyodong udang juga, tetapi kalau nyodong
membutuhkan modal besar dan hasil nyodong pun terkadang hanya
mendapat 4 sampai 10 kilo satu kali berangkat.
Senada dengan informasi yang disampaikan oleh salah seorang warga
melayu di Kelurahan Pulau Kijang, sebagai berikut:
”Macem mana lagi lah ye, selain kami kerje di laut , kami juge kerje
ngupah di kebun orang bugis atau jawa, ikut kocek kelape, pinang dll.
Karena kite ni dak semue punya modal, kalo ke laut modal kite cuma
pompong je, pompong itu juge bantuan dari pemerintah. Sedangkan
modal beli minyak dll kami pinjam dulu, Upah yang diterima pun tak
banyak, cukup untuk makan hari-hari aje dah syukur.”98
Transliterasi :
97 Hasil wawancara dengan Bapak Asmail . Sabtu 01 Januari 2020 pukul 09.30 WIB s/d
10.20 WIB di Rumah kediamannya. 98 Hasil wawancara dengan Abang Jon, salah seorang masyarakat nelayan suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang. Sabtu 01 Januari 2020 pukul 15.40 WIB s/d 16.20 WIB di Rumah
kediamannya.
Bagaimana lagi lah ya, selain kita kerja di laut, kita juga bekerja di kebun
orang bugis dan jawa, ikut mengkocek kelapa, pinang dan lain-lain.
karena kita ini tidak semua mempunyai modal, kalau ke laut modal kita
hanya pompong saja, pompong itu juga bantuan dari pemerintah.
Sedangkan modal beli minyak dan lainnya kami meminjam dulu, upah
yang diterima pun tidak banyak, cukup untuk makan sehari-hari saja
sudah bersyukur.
Berdasarkan informasi di atas penulis menyimpulkan bahwa faktor
lingkungan dan alam, kebutuhan ekonomi yang meningkat dan upah yang
minim menjadi faktor penyebab terjadinya perubahan mata pencaharian. Dan
salah satu indikasi ekonomi masyarakat bisa dikatakan mapan jika masyarakat
tersebut bisa menguasai dan memiliki modal. Jika modal dapat dikuasai maka
kesejahteraan akan terjamin.
C. Dampak Perubahan Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Melayu
Terdapat bentuk dampak dari perubahan sistem mata pencaharian
pada masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang yakni dampak
positif dan dampak negatif antara lain sebagai berikut:
1. Dampak Positif
a. Pendapatan Masyarakat Suku Melayu Meningkat
Tingkat produktivitas pekerjaan semakin tinggi, secara orientasi
kebutuhan ekonomi semakin besar, apabila hanya berpangku tangan
pada satu pekerjaan sedangkan masih banyak potensi sumber daya alam
yang lain masih bisa dimanfaatkan, maka masyarakat suku melayu
Pulau Kijang ingin merubah sistem mata pencahariannya, meskipun
nelayan merupakan mata pencaharian yang telah ada sejak zaman nenek
moyang nya dahulu, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang
anggota PKH Pulau Kijang ia mengatakan bahwa :
”Untuk sekarang sistem mata pencaharian orang melayu sudah
tidak banyak lagi yang jadi nelayan, tapi seiring berubahnya
waktu mereka sudah banyak yang pindah ke petani, pekebun,
pedagang dan yang lain nya, kalu di lihat dari kegiatan sehari-
hari masyarakat sudah lebih baik lah. keliatan juge dari
pendidikan anak-anak mereka yang sudah tinggi. tidak seperti dulu
yang kebanyakan hanya tamatan SD dan banyak juga yang putus
sekolah”99
Transliterasi :
Untuk saat ini sistem mata pencaharian orang melayu sudah tidak
banyak lagi yang menjadi nelayan, tetapi seiring berubahya wkatu
mereka sudah banyak yang berali ke petani, pedagang, dan yang
lain nya, terlihat dari pendidikan anak-anak mereka yang sekolah
nya sudah tinggi, tidak seperti dahulu yang kebanyakan dari
mereka hanya tamatan SD dan putus sekolah.
Dari informasi tersebut penulis berkesimpulan bahwa setiap
kehidupan pasti membutuhkan adanya perubahan kearah yang lebih baik,
berkehidupan yang cukup, serta dapat dijadikan modal kehidupan di masa
mendatang. Seperti halnya yang disampaikan oleh Ibu Sukmayani yang
merupakan Staf UPTP Kecamatan Reteh ” Orang melayu di Pulau
Kijang sekarang sudah banyak yang kerja di perkebunan dan pertanian.
Hal itu menjadi sumber penghasilan yang pasti bagi masyarakat, mungkin
ada kendala dalam harga pasar, kalau untuk kelapa punya kurun waktu 4
bulan sekali baru siap panen. Terkadang harga kelapa naik, hasil kelapa
itu turun begitu juga sebaliknya”.100
99 Hasil wawancara dengan Bapak Yusrei. Senin 27 Januari 2020 pukul 09.30 WIB s/d
10.20 WIB di Kantor. 100
Hasil wawancara dengan Bapak Yusrei. Senin 27 Januari 2020 pukul 09.30 WIB s/d
10.20 WIB di Kantor.
Informasi tersebut cukup jelas, bagaimana sistem mata pencaharian
masyarakat suku melayu yang saat ini sudah menuju arah yang lebih baik,
tidak hanya dari bidang ekonomi, namun juga bidang pendidikan.
Pendidikan menjadi alat penunjang ekonomi suatu masyarakat
b. Pembinaan dan Bantuan dari Pemda
Pembinaan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat,
khususnya bagi para petani untuk mengelola hasil pertanian dengan baik,
perubahan sistem mata pencaharian telah menggeser konsep-konsep ke
kehidupan baru bagi masyarakat. Begitupula dengan mata pencaharian
selain daripada petani.
Pembinaan dan pemberdayaan masyarakat suku melayu tidak dapat
dipisahkan dengan pembinaan dan pemberdayaan dalam setiap segi-segi
kehidupan lain dengan berjalannya waktu, sebagaimana yang dialami oleh
manusia normal pada umumnya. Pemberdayaan dalam bidang pendidikan
harus berjalan sejalan dengan pemberdayaan pada bidang-bidang yang
lain. Seperti bidang agama, ekonomi, politik dan sosial budaya, bagaimana
ia bisa mendapat suatu pengetahuan apabila mereka tidak merasakan
indahnya pendidikan, bagaimana ia bisa mendapat kebutuhan yang layak
apabila kehidupan ekonomi mereka pas-pas an.
Dari hasil lapangan menunjukkan bahwa banyak sekali perubahan-
perubahan yang terjadi pada komunitas masyarakat suku melayu di
Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hiir Riau,
setelah mendapat pembinaan dalam bidang pertanian oleh pemerintah
desa, sebagai berikut:
1. Sudah banyak masyarakat suku melayu yang bekerja
dalam sektor pertanian dan bercocok tanam.
2. Sudah banyak masyarakat suku melayu yang mau
bekerja di kebun kelapa hybrida, pinang dan kelapa
sawit.
3. Sudah banyak masyarakat suku melayu yang bersekolah
sampai ke perguruan tinggi.101
Kegiatan pembinaan dan bantuan dari pemerintah ke masyarakat
melayu setempat telah lama dilakukan. Hal ini untuk menunjang
pendapatan ekonomi setiap warga masyarakat. Awalnya pemerintah desa
mengadakan sosialisasi untuk para petani, sosialisasi tersebut diadakan di
UPTP Kecamatan Reteh yang terletak di Kelurahan Pulau Kijang. Selain
mengadakan sosialisasi, pemerintah desa juga memberikan bantuan berupa
pupuk dan racun ke kelompok tani tersebut.
Sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh ibu Sukmayani,
ia mengatakan bahwa :
”Untuk kegiatan bantuan dan pembinaan dari desa sudah lama
dilakukan. Hanya saja untuk daerah kecamatan reteh ada
pembentukan kelompok tani. Kelompok tani itu nanti dibina
kemudian diadakan semacam sosialisasi, sosialisasi tersebut
langsung dari pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir, kemudian ada
bantuan dari pemerintah Kabupaten seperti racun, pupuk dan lain-
lain”102
Senada dengan informasi yang disampaikan oleh salah seorang sekretaris
kelurahan Pulau Kijang, sebagai berikut :
Dana desa tu tetap ada setiap tahun bagi masyarakat, kami aparat
desa juga berupaya untuk membangun kesejahteraan masyarakat,
untu masyarakat petani saat ini sudah disediakan tempat
101 Hasil wawancara dengan Bapak Baharuddin. Selasa 05 Februari 2020 pukul 09.30
WIB s/d 10.20 WIB di Kantor 102
Hasil wawancara dengan Ibu Sukmayani. Selasa 05 Februari 2020 pukul 09.30 WIB
s/d 10.20 WIB di Kantor UPTP Pulau Kijang.
penggilingan padi yang dikelola langsung oleh masyarakat, hal itu
sebagai penunjang faktor ekonomi kedepannya.103
Dilihat dari pengamatan penulis bahwa aparatur desa atau Kelurahan
Pulau Kijang sudah mengupayakan untuk menunjang tingkat keberhasilan
masyarakat dalam pertanian, perkebunan dan yang lainnya, dan dengan adanya
pembinaan dari kantor UPTP Kecamatan Reteh. Dalam pembinaan tersebut tidak
semua masyarakat mengikutinya karena tidak semua masyarakat melayu bekerja
sebagai petani sawah, karena ada juga dari mereka ada memilih pekerjaan yang
lain.
c. Perkawinan campuran antara suku Melayu dengan suku Jawa
Masyarakat yang telah melakukan perkawinan campuran tersebut akan
mengalami proses sosial dan melakukan interaksi secara terus-menerus. Suku
melayu banyak melakukan asosiatif terhadap suku jawa, suku jawa juga
melakukan asosiasi terhadap suku melayu. Bentuk asimilasi dari perkawinan
campuran tersebut akan melahirkan adat istiadat baru, perilaku dan kesenian
budaya.
Sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Ibu Umi sebagai
berikut:
“Orang Bugis dan Jawa relative sama dalam hal semangat bekerjanya,
tapi kalau orang melayu memang rata-rata pemalas. Dalam hal usaha
orang melayu memang suka mengambil hasilnya saja tanpa mau
merawatnya. Maunya cepat dan gak mau susah”.104
Informasi diatas telah menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat
suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang ini terkesan sulit berkembang, perilaku
dan kebiasaan mereka yang hanya berpangku tangan membuat mereka hidup
dengan keadaan yang biasa-biasa saja, namun setelah adanya proses asimilasi
103 Hasil wawancara dengan Bapak Baharuddin. Selasa 05 Februari 2020 pukul 09.30
WIB s/d 10.20 WIB di Kantor 104
Hasil wawancara kepada Ibu Umi. Sabtu 1 Februari 2020, pukul 13.30 WIB s/d 14.00
WIB, di Rumah kediamannya
antara suku melayu dengan suku jawa mulai ada perubahan dan peningkatan.
Karena telah diketahui bahwa suku jawa mempunyai semangat dan etos kerja
yang tinggi, sehingga ketika suku melayu melakukan asimilasi terhadap suku jawa
akan terjadi sebuah penyesuaian yang menghasilkan kerjasama yang baik.
2. Dampak Negatif
a. Model sistem yang berlaku bernuansa kapitalis
Salah satu indikasi ekonomi suatu masyarakat bisa dikatakan
mapan, jika masyarakat tersebut menguasai modal. Semakin banyak modal
dikuasai, maka tingkat kesejahteraan akan semakin terjamin untuk
mendapatkan modal yang besar tentunya diperlukan kecerdasan dan kerja
keras, gigih,ulet yang semua itu kembali kepada etos kerja seseorang,
maka semakin mudah baginya untuk mendapatkan modal.
Salah satu indikasi orang yang mempunyai modal besar adalah
orang yang memiliki investasi dimana-mana. Berkaitan dengan persoalan
modal, dalam hal ini berhubungan dengna komunitas Bugis . komunitas
Bugis biasanya lebih dikenal sebagai penguasa sektor-sektor ekonomi
mereka mempunyai jiwa berdagang dan berbisnis yang handal.
Hal itu sejalan dengan informasi yang disampaikan oleh Bapak
Darwis sebagai berikut :
”Memang betul dalam sejarah, bahwa komunitas Bugis
mempunyai semangat bahari yang tinggi karena mereka berasal
dari nenek moyangnya yang biasa melaut”.105
Untuk saat ini kawasan Indragiri Hilir adalah daerah yang
mempunyai banyak sumber daya alam terbesar pada sektor perkebunan
kelapa sawit dan kelapa hybrida terpopuler di Provinsi Riau. Dalam
membaca peluang ini komunitas Bugis berusaha semaksimal mungkin
untuk menguasai modal baik jasa maupun biaya. Contohnya seperti modal
105
Hasil wawancara dengan Bapak Darwis. Kamis, 28 Januari 2020 pukul 09.30 WIB s/d
10.30 WIB dirumah kediamannya.
jasa yang ditawarkan seperti menjadi tauke (tengkulak) yang menampung
hasil kegiatan ekonomi pribumi, sedangkan modal biaya biasanya
komunitas Bugis memberikan pinjaman kepada komunitas setempat jika
mereka membutuhkannya.
Kesuksesan komunitas Bugis dalam menjalankan semua usahanya,
tidak terlepas dari semua kemampuannya dalam membangun jaringan
komunikasi baik ke pemerintahan maupun pihak swasta. Sedangkan
masyarakat nelayan suku melayu tidak mempunyai jaringan untuk
mendistribusikan hasil tangkapan mereka dan mereka hanya bisa menjual
ke agen penampungan setempat atau kepada orang-orang Bugis yang
menjadi tauke.
b. Komunitas melayu dipandang sebelah mata
Dunia nelayan sebagai kegiatan ekonomi yang kurang di
prioritaskan. Penguasa memandang remeh potensi-potensi yang ada di
sektor maritim terutama pada komunitas masyarakat suku melayu yang
berprofesi sebagai nelayan. Penguasa memandang remeh bahwa
masyarakat nelayan suku melayu tidak dapat berpengaruh, sehingga
mereka tidak terlalu diperhatikan. Model pembangunan yang digalakkan
hanya pada aspek agraris semata.
Bagi masyarakat suku melayu yang bekerja sebagai nelayan di
Kelurahan Pulau Kijang, masalah seperti ini memang sudah menjadi
bagian dari kehidupan mereka. Terkadang sebagian dari mereka
mempunyai rasa kesal melihat sikap pemerintah, terutama para pejabat
baik dari Kabupaten maupun Desa yang memang tidak mempuyai
keseriusan dalam menangani masalah seperti ini.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membahas dan menguraikan permasalahan mengenai
”Perubahan Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku Melayu di
Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir
Riau”. Maka penulis mencoba menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Sistem mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau
Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir peneliti melihat
bahwa terdapat dua bagian yaitu : Pertama, masyarakat suku melayu
sebelum mengalami perubahan dalam sistem mata pencaharian masih
terfokus pada nelayan dan pekerjaan sampingan lain seperti kerajinan
(membuat atap, tungku dapur, ikan kering dan lainnya). Kedua, setelah
mengalami masa perubahan masyarakat suku melayu di Kelurahan
Pulau Kijang mulai meninggalkan aktivitas nya sebagai nelayan,
karena mereka memulai dengan bertani, berkebun, berdagang dan
usaha-usaha yang lain.
2. Terjadinya perubahan dalam sistem mata pencaharian masyarakat suku
melayu dikelurahan pulau kijang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu
: a. Faktor lingkungan dan alam ( gelombang tinggi dan cuaca buruk),
b. Kebutuhan ekonomi semakin meningkat, c. Informasi yang terbatas
d. Upah yang minim.
3. Dalam kehidupan sosial dampak dari adanya perubahan dalam sistem
mata pencaharian masyarakat suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang,
terdapat 2 dampak yakni dampak positif dan dampak negatif. Dampak
positif antara lain: a. Pendapatan meningkat, b. Bantuan dan pembinaan
dari pemerintah daerah, c. Perkawinan campuran antara suku melayu
dengan suku jawa. Dampak negatif antara lain: a. Model sistem yang
berlaku bernuansa kapitalis, b. masyarakat suku melayu dipandang
sebelah mata.
B. Rekomendasi
Dari permasalahan yang dikemukakan di atas, maka ada beberapa
rekomendasi yang disarankan antara lain :
1. Untuk pemerintah setempat khususnya Kabupaten Indragiri Hilir agar
dapat memberikan perhatian lebih kepada masyarakat Kecamatan
Reteh khususnya Kelurahan Pulau Kijang. Yang terpenting adalah
akses jalan, agar dapat mempermudah aktivitas masyarakat, dan
sebagai penunjang tingkat perekenomian masyarakat Kelurahan Pulau
Kijang.
2. Untuk masyarakat Kelurahan Pulau Kijang khususnya penduduk asli
melayu, bersama-sama dengan masyarakat suku lainnya untuk bekerja
sama, bersatu, menegakkan keadilan demi memajukan daerah.
Dengan memanfaatkan potensi-potensi sumber daya alam yang
dimiliki oleh daerah tersebut.
C. Kata Penutup
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Yang telah
memberikan limpahan rahmat dan karunia Nya serta hidayah Nya berupa
kesehatan, kekuatan dan kenikmatan kepada penulis akhirnya karya tulis
ini dapat terselesaikan. Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak
sekali terdapat kekurangan dan kesalahan serta jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan adanya
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi.
Akhirnya, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
petunjuk dan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin ya rabbal’alamin.
Jambi, 15 April 2020
Penulis,
Fahria Intan Safitri
71
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Bustanuddin. 2007. Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi
Agama, Jakarta: Rajawali Persada
Badan Pusat Statistik, 2013. Kecamatan Reteh dalam angka tahun 2013, BPS
Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
Departeman Agama, 2015. Al-Quran dan Terjemahan, Jakarta: Penerbit Almahira
Mewarnai Dunia Dengan Ilmu.
Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Endraswara, Suwardi. 2006. Metode,Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan,
Tanggerang: Pustaka Widyatama.
Hidayah, Zulyani. 2000. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia.Yogyakarta:
Pustaka Remaja
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi I. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Koentjaraningrat.2002. Pengantar Antropologi:Pokok-Pokok Etnografi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Liliweri, Alo. 2014. Pengantar Studi Kebudayaan, Jakarta: Nusa Media.
Martadani, Sebagai. 2011, Teori Kebudayaan, Universitas Widya
Mataram:Yogyakarta.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Purwanto, Hari. 2002. Kebudayaan dan Lingkungan, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Roberston, Roland. 1993.Agama: Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Keesing, M Rooger. 1998. Antropologi Budaya, Jakarta: Erlangga.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar, .Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Spradley, P. James. 1997. Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi. 2018. Pedoman Penulisan Proposal &
Skripsi Fakultas Adab & Humaniora, Jambi:UIN STS Jambi.
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Pusat Bahasa,
Jakarta:Pusat Bahasa.
Poerwadarminta, W.J.S. 2011. Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,
Jakarta: Balai Pustaka.
Wolf, Eric R. 1983. Petani Suatu Tinjuan Antropolgis. Jakarta: CV. Rajawali.
Referensi Jurnal
Mulyana, Aina. 2013. Keragaman Suku Bangsa dan Budaya di Indonesia. Jurnal
Muqoddimah, No. (9) Tahun 2013.
Sabakti, Sri. 2017. Hakikat Hidup Masyarakat Riau Berdasarkan Legenda Pulau
Kijang, Jurnal Sawergading, Vol.(2), No.(2).
Sari, Okki Kurnia. Perubahan Mata Pencaharian Suku Akit Di Desa Kembung Baru
Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis, JOM FISIP, Vol. (4), No.(2),
Oktaviyanti, Sri Safitri. 2013. Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatatawan
Dengan Masyarakat Lokal Di Kawasan Sastrowijayan. Jurnal
Nasional Pariwisata Vol (5), Nomor (3).
Lubis, Arief Lubis. 2014. Studi Tentang Aktivitas Ekonomi Masyarakat Pesisir
Pantai Pelabuhan, Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan Sosial Politik. Vol
(2), Nomor (2).
Susanti, Ningsih, dkk. Peralihan Sistem Mata Pencaharian Hidup Orang Rimba
Studi Kasus Di Desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Kabupaten
Sarolangun, Jurnal Sosio Ekonomi Bisnis.
Febrianti, Eva Puspita. 2017. Perubahan Mata Pencaharian Generasi Muda Di
Desa Girirejo Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang.
Skripsi. UIN Semarang.
Iswandi. 2015. Tentang Garis Tepi Masyarakat Melayu Riau (Potret
Marjinalisasi Ekonomi Masyarakat Melayu) di Kelurahan Pulau
Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Inhil Riau. Skripsi. UIN Sultan
Syarif Kasim.Riau.
Kemong, Bonefasius. 2015. Sistem Mata Pencaharian Nelayan Tradisional Suku
Bangsa Kamoro di Desa Tipuka Kecamatan Mapurujaya
Kabupaten Mimika Provinsi Papua. Skripsi. Universitas Sam
Ratulangi. Papua.
Nuraini. 2010. Sistem Mata Pencaharian Suku Duanu di Kelurahan Solok
Tanjung Jabung Timur. Skripsi. UIN Sultan Thaha Saifuddin.
Jambi.
Widiyati, Tri. 2017. Perubahan Sistem Mata Pencaharian Suku Anak Dalam
(SAD) di Desa Trenggalung Kabupaten Muaro Jambi. Skripsi.
UIN Sulthan Thaha Saifuddin. Jambi.
CURRICULUM VITAE
Nama : Fahria Intan Safitri.
Tempat/Tanggal Lahir : Pulau Kijang, 07 Agustus 1998.
NIM : AS. 160945.
Fakultas : Adab dan Humaniora.
Jurusan : Sejarah Peradaban Islam.
Jenis Kelamin : Perempuan.
Status : Belum Menikah.
Nama Ayah : Hariaji.
Nama Ibu : Sriani.
Anak Ke : 5 dari 6 bersaudara.
Alamat Asal : Kelurahan Pulau Kijang, RT 01/RW 18 Kecamatan
Reteh Kabupaten Indargiri Hilir Provinsi Riau.
Alamat Sekarang : Lrg Sejahtera Dusun Rasau, Kelurahan Jembatan
Mas Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari
Provinsi Jambi.
JENJANG PENDIDIKAN
Tahun 2004 – 2009 : MIS Nurul Huda Pulau Kijang.
Tahun 2009 – 2012 : SMPN 1 Reteh Pulau Kijang.
Tahun 2012 – 2015 : SMKN 1 Sungai Lilin Musi Banyuasin
Tahun 2016 – 2020 : Perguruan Tinggi UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
LAMPIRAN I
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Perubahan Sistem Mata Pencaharian Masyarakat Suku Melayu Di
Kelurahan Pulau Kijang Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau
A. Observasi
Mengenai letak geografis lokasi perubahan sistem mata
pencaharian masyarakat suku melayu di kelurahan pulau kijang
kecamatan reteh kabupaten indragiri hilir riau.
B. Wawancara
1. Bagaimana sistem mata pencaharian masyarakat Suku Melayu di
Kelurahan Pulau Kijang ?
2. Mengapa terjadi perubahan dalam sistem mata pencaharian
masyarakat Suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang ?
3. Bagaimana dampak perubahan dalam sistem mata pencaharian
masyarakat Suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang ?
4. Bagaimana sumber daya manusia dilihat dari tingkat pendidikan
masyarakat Suku Melayu di Kelurahan Pulau Kijang?
5. Adakah faktor yang menjadi penyebab masyarakat Suku Melayu
beralih ke pekerjaan-pekerjaan lain ?
6. Potensi apa yang banyak dihasilkan di Pulau Kijang ?
7. Adakah pembinaan dari pemerintah untuk petani, pekebun, nelayan
dan lainnya?
C. Dokumentasi
1. Data tentang gambaran umum di Kelurahan Pulau Kijang.
2. Data tentang penduduk di Kelurahan Pulau Kijang.
3. Data tentang pendidikan di Kelurahan Pulau Kijang.
4. Data tentang sistem mata pencaharian di Kelurahan Pulau Kijang.
5. Data tentang kondisi budaya di Kelurahan Pulau Kijang.
DAFTAR-DAFTAR NAMA INFORMAN
NO NAMA JABATAN
1 Surya Indra,S.Pd Lurah Pulau Kijang
2 Nenek Awi Tokoh Masyarakat
3 Jamil Tokoh Masyarakat
4 Umi Tokoh Masyarakat
5 Junaidi Ketua RT
6 Azwir Pegawai Negeri Sipil
7 Asmail Masyarakat Nelayan Melayu
8 Dion Masyarakat
9 Darwis Masyarakat
10 Sriyatin Masyarakat
11 Sukmayani Masyarakat
12 Baharuddin Masyarakat
13 Yusrei Masyarakat
14 Jon Masyarakat
15 Udin Masyarakat
Gambar 1. Lokasi menuju perkampungan Gambar 2. Kantor Kelurahan
Masyarakat Suku Melayu. Pulau Kijang Kecamatan Reteh.
Gambar 3. Tempat beribadah masyarakat Gambar 4. Ketek sebagai sarana
suku melayu di Kelurahan Pulau Kijang. transportasi masyarakat suku melayu.
Gambar 5. Kegiatan para buruh dalam angkut Gambar 6. Alat peralatan dan
barang. perlengkapan masyarakat .
Gambar 7. Kegiatan penanaman padi Gambar 8. Lokasi kantor
di Kantor UPTP Reteh. UPTP Reteh.
Gambar 9. Area perkebunan kelapa Gambar 10. Area perkebunan pinang.
Gambar 11. Area perkebunan sawit.
Gambar 12. Hasil wawancara bersama bang Jon. Gambar 13. Hasil wawancara
bersama Bapak Junaidi.
Gambar 14. Hasil wawancara bersama Bapak Asmail. Gambar 15. Hasil
wawancara bersama Bapak
Aji.