Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI BUDIDAYA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cd, Hg DAN Cu)
DI PERAIRAN KOTA BANDARLAMPUNG
Tesis
Oleh
SRI HARTATI
PROGRAM STUDI S2 MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
STUDI BUDIDAYA KERANG HIJAU (Perna viridis L.) BRDASARKANKANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cd, Hg DAN Cu)
DI PERAIRAN KOTA BANDARLAMPUNG
Oleh
SRI HARTATI
Kerang hijau merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakandi perairan kota Bandarlampung yang dipengaruhi salah satunya olehfaktor logam berat. Logam berat merupakan unsur kimia yang dianggapsebagai penyebab pencemaran air dan dapat membahayakan kehidupanorganisme serta efeknya secara tidak langsung dapat merugikankesehatan manusia. Penelitian ini dilakukan di perairan KotaBandarlampung dengan tujuan untuk mengetahui kandungan logam berat(Pb,Cd, Hg dan Cu) di perairan dan di kerang hijau yang dibudidayakan diperairan kota Bandarlampung serta untuk mengevaluasi kelayakanbudidaya kerang hijau berdasarkan kandungan logam berat tersebut. Hasilanalisis laboratorium diperoleh rata-rata kandungan logam Pb di air sebesar
ABSTRACT
STUDY ON MUSSEL CULTIVATION (Perna viridis L.) BASED ONHEAVY METAL CONTENT (Pb, Cd, Hg AND Cu) IN
BANDARLAMPUNG WATERS
By
SRI HARTATI
Green mussels is one of the commodities that is widely cultivated inBandarlampung waters which is influenced by heavy metal factors. Heavy metalis a chemical element that is considered as a cause of water pollution and canendanger the life of organisms and their indirectly harm effects on human health.This research was conducted in the waters of Bandarlampung City with the aim todetermine the content of heavy metals (Pb, Cd, Hg and Cu) in the waters and ingreen mussel cultivated in Bandarlampung waters and to evaluate the feasibility ofcultivating green mussel based on its content of heavy metals. Laboratory analysisresults show an average of Pb metal content in water
STUDI BUDIDAYA KERANG HIJAU (Perna viridis L)BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cd, Hg DAN Cu)
DI PERAIRAN KOTA BANDARLAMPUNG
Oleh
SRI HARTATI
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER LINGKUNGAN
Pada
Program Studi Magister Ilmu LingkunganPascasarjana Multidisiplin Universitas Lampung
PROGRAM STUDI S2 MAGISTER ILMU LINGKUNGANPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Natar pada tanggal 13 April 1977.
Anak ke lima dari lima bersaudara pasangan Bapak
Ngatmin dan Ibu Suharni. Pendidikan sekolah dasar
diselesaikan di SDN 2 Merak Batin Natar kemudian
dilanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN
Natar pada tahun 1992. Pendidikan Sekolah Menengah Atas di tempuh di
SMAN 3 Bandar Lampung sampai tahun 1995. Kemudian meneruskan di
Jurusan Kimia Universitas Lampung selama satu tahun kemudian pada tahun
1996 menempuh pendidikan di Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Institut
Pertanian Bogor dan selesai pada tahun 2001. Penulis saat ini tercatat sebagai
pegawai negeri sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung.
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Tesis ini kepada:
Suamiku
Permata hatiku Naya, Nara, Naza
Keluarga besarku
Serta
Rekan-Rekanku MIL Angkatan 2015Universitas Lampung
Rekan-Rekanku Dinas Kelautan dan PerikananProvinsi Lampung
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Studi Budidaya
Kerang Hijau (Perna viridis L.) berdasarkan Analisis Logam Berat (Pb, Cd, Hg
dan Cu) di Perairan Kota Bandarlampung”. Tesis ini di susun dan diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Program
Pascasarjana, Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriyadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas Lampung
2. Prof. Drs. Mustofa M.A., Ph.D., selaku Direktur Program Pascasarjana;
3. Dr. Ir. Samsul Bakri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu
Lingkungan Universitas Lampung;
4. Prof. Ir. Abdul Kadir Salam, M.Sc., Ph.D., selaku pembimbing utama atas
kesediannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses
penyelesaian tesis ini;
5. Dr. Supono, S.Pi., M.Si., selaku pembimbing kedua atas kesediannya
memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;
6. Prof. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., Ph.D., selaku penguji utama atas saran, kritik
dan nasehatnya dalam proses penyelesaian tesis ini;
7. Dr. Abdullah Aman Damai, M.Si., selaku penguji kedua atas saran, kritik dan
nasehatnya dalam proses penyelesaian tesis ini;
8. Seluruh Dosen Magister Ilmu Lingkungan Universitas Lampung yang telah
banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan telah mendidik penulis;
9. Seluruh Staf administrasi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Lampung.
10. Laboratoriun Pengujian Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Besar
Perikanan Budidaya Laut (mas wahyu dan team)
11. Laboratoriun Analisis Polinela
12. Teman-teman Magister Ilmu Lingkungan angkatan 2015 Agung, Ari, Imron,
Rendra, Pak Pujo, Willy, dan pak Zainal
13. Seluruh rekan-rekan di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung
14. Semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan dari awal hingga
akhir yang tidak dapat ditulis satu persatu
Hanya doa yang dapat penulis berikan, semoga Allah SWT memberikan yang
terbaik untuk semuannya. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bandarlampung, Desember 2019
Sri Hartati
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.……………………………………………………………. iii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. v
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… v
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………..…… 1
1.2 Kerangka Pemikiran …………………………………………….……. 4
1.3 Perumusan Masalah …………………………………………….…….. 6
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………..…….. 7
1.5 Hipotesis ………………………………………………………...…….. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Teluk Lampung dan Kerang Hijau ……………………………………. 9
2.1.1 Teluk Lampung ...………………………………………… …… 9
2.1.2 Kerang Hijau ...…………………………………………… …… 11
2.2 Logam Berat dan Sumberdaya dalam Ekosistem Perairan ……...……. 14
2.2.1 Sumber Logam Berat……………………………………..…….. 14
2.2.2 Logam Berat …………………………………………….…….. 19
2.3 Pencemaran Perairan Oleh Logam Berat ……………………….…….. 24
2.4 Cara Penyerapan Logam Berat Oleh Organisme ……………….…….. 28
2.5 Faktor Logam Berat dalam Budidaya Kerang Hijau ………………….. 29
ii
III. METODOLOGI PENELITIAN 31
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………….. 31
3.2 Pengambilan Sampel Kualitas Lingkungan ……………………..……. 32
3.3 Prosedur Kerja …………………………………………………..…….. 32
3.3.1 Pengambilan Sampel Air …………………………………..……. 32
3.3.2 Pengambilan Sampel Sedimen ………………………………….. 34
3.3.3 Pengambilan Sampel Kerang Hijau …………………………….. 34
3.4 Metode Analisis Parameter Kualitas Lingkungan …………………….. 35
3.5 Analisa Data dan Kelayakan Budidaya ……………………………….. 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….……. 38
4.1 Kondisi Perairan Kota Bandarlampung secara fisika-kimia air ………. 38
4.1.1 Suhu (oC) ………………………………………………….……. 38
4.1.2 Kecerahan ………………………………………………………. 40
4.1.3 Salinitas …………………………………………………..…….. 43
4.1.4 Derajat Keasaman (pH) ………………………………….…….. 46
4.1.5 Kedalaman ……………………………………………….…….. 49
4.1.6 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygent) …………………………. 49
4.1.7 Amoniak (NH4) …………………………………………..…….. 51
4.1.7 Nitrat (NO2) ……………………………………………….…… 52
4.1.7 Nitrit (NO3) ……………………………………………….……. 54
4.1.7 Phosfat (PO4) ………………………………………………….. 55
4.2 Kandungan Logam Berat di Perairan Kota Bandarlampung………….. 57
4.2.1 Kandungan Logam Berat di Air ………………………….……. 57
4.2.1.1 Logam Berat Pb …………………………………..……. 57
iii
4.2.1.2 Logam Berat Cd ………………………………..…… 58
4.2.1.3 Logam Berat Hg ………………………………..…… 60
4.2.1.4 Logam Berat Cu ………………………………..…… 61
4.2.2 Kandungan Logam Berat di Sedimen ……………….……… 63
4.2.2.1 Logam Berat Timbal
(Pb)…………………………….
63
4.2.2.2 Logam Berat Kadmium (Cd)……………………….. 66
4.2.2.3 Logam Berat Air Raksa (Hg) ……………………….. 68
4.2.2.4 Logam Berat Tembaga (Cu)………………………… 69
4.3 Kandungan Logam Berat pada Kerang …………………………… 71
4.3.1 Kandungan Logam Berat Pb pada Kerang Hijau…………… 71
4.3.2 Kandungan Logam Berat Cd pada Kerang Hijau ………….. 73
4.3.3 Kandungan Logam Berat Hg pada Kerang Hijau ………….. 73
4.3.4 Kandungan Logam Berat Cu pada Kerang Hijau…………… 74
4.4 Kelayakan Budidaya Kerang Hijau …………………………….… 75
4.4.1 Kelayakan Budidaya Kerang Hijau berdasarkan LogamBerat di Air …………………………….………………… 75
4.4.1 Kelayakan Budidaya Kerang Hijau berdasarkan LogamBerat di Sedimen …………………………….………….
77
4.4.1 Kelayakan Budidaya Kerang Hijau berdasarkan LogamBerat di Daging Kerang …... 78
V. KESIMPULAN DAN SARAN 80
5.1 Kesimpulan …………………………….……………………….. 80
iv
5.2 Saran …………………………….………………………………. 81
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 82
LAMPIRAN ……………………………………………………………… 90
v
DAFTAR TABEL
Tabel HalamanTabel 1 Parameter uji dan instrumen yang digunakan …..... 35
Tabel 2 Nilai Suhu di Perairan Kota Bandarlampung……… 38
Tabel 3 Nilai Kecerahan di Perairan Kota Bandarlampung.. 41
Tabel 4 Nilai Salinitas di Perairan Kota Bandarlampung…. 43
Tabel 5 Nilai pH di Perairan Kota Bandarlampung …........ 47
Tabel 6 Nilai DO di Perairan Kota Bandarlampung …........ 50
Tabel 7 Kandungan Amoniak (NH3) di Perairan KotaBandarlampung ….....….....….....….....….....….....
51
Tabel 8 Kandungan Nitrat (NO3) di Perairan KotaBandarlampung ….....….....….....….....….....….....
52
Tabel 9 Kandungan Nitrit (NO2) di Perairan KotaBandarlampung ….....….....….....….....….....….....
54
Tabel 10 Kandungan Phosfat (PO4) di Perairan KotaBandarlampung ….....….....….....….....….....….....
55
Tabel 11 Kandungan Logam Berat Pb di Air .....….....…..... 57
Tabel 12 Kandungan Logam Berat Cd di Air .....….....…..... 60
Tabel 13 Kandungan Logam Berat Hg di Air .....….....…..... 60
Tabel 14 Kandungan Logam Berat Cu di Air .....….....…..... 62
Tabel 15 Kandungan Logam Berat Pb di Sedimen .....…..... 64
Tabel 16 Kandungan Logam Berat Cd di Sedimen .....…..... 66
Tabel 17 Kandungan Logam Berat Hg di Sedimen .....…..... 68
Tabel 18 Kandungan Logam Berat Cu di Sedimen .....…..... 70
Tabel 19 Kandungan Logam Berat Pb di Kerang Hijau …..... 71
vi
Tabel 20 Kandungan Logam Berat Cd di Kerang Hijau …..... 73
Tabel 21 Kandungan Logam Berat Hg di Kerang Hijau …..... 74
Tabel 22 Kandungan Logam Berat Cu di Kerang Hijau …..... 74
Tabel 23 Kadar Logam Berat pada Air .....….....…................. 76
Tabel 24 Kadar Logam Berat pada Sedimen .....….....…........ 77
Tabel 25 Kadar Logam Berat pada Daging Kerang .....…...... 78
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerang Hijau (Perna viridis L) ………………………. 12
Gambar 2. Lokasi Penelitan dan Sampling ………………………. 31
Gambar 3. Pengambilan sampel air ……………………………… 33
Gambar 4. Water sampler ……………………………………….. 33
Gambar 5. Sebaran Suhu (oC) di Perairan ……………………….. 39
Gambar 6. Sebaran Nilai Kecerahan di Perairan ………………… 42
Gambar 7. Sebaran Nilai Salinitas di Perairan …………………… 45
Gambar 8. Sebaran nilai pH perairan …………………………….. 47
Gambar 9. Sebaran Do di Perairan ……………………………….. 50
Gambar 10. Sebaran Amoniak (NH3) di Perairan …………………. 51
Gambar 11. Sebaran Nitrat (NO3) di Perairan …………………….. 53
Gambar 12. Sebaran Nitrit (NO2) di Perairan ……………………... 55
Gambar 13. Sebaran Phosfat (PO4) di Perairan …………………… 56
Gambar 14. Sebaran Konsentrasi Pb di Air ………………………. 58
Gambar 15. Sebaran Logam Berat Cu di Perairan ……………….. 62
Gambar 16. Sebaran Konsentrasi Pb di Sedimen ………………… 64
Gambar 17. Sebaran Konsentrasi Cd di Sedimen ………………… 66
Gambar 18 Sebaran Konsentrasi Cu di Sedimen ………………… 71
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Koordinat Stasiun Sampling dan Pengolahan Data…...... 90
Lampiran 2. Kepmen Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004 tentangBaku Mutu Air Laut untuk Biota Laut….………………
93
Lampiran 3. SNI 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum CemaranLogam Berat dalam Pangan ……….…………………...
101
Lampiran 4. SK.Depkes RI No.03725/B/SK/VII/89 tentang BatasMaksimum Cemaran Logam dalam Makanan ……...….
127
Lampiran 5. Laporan Hasil Uji Laboratorium …................................. 131
Lampiran 6. Foto-foto Kegiatan Penelitian ………………….…........ 149
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara geografis wilayah Kota Bandar Lampung berada antara
50º20’-50º30’ LS dan 105º28’-105º37’ BT dengan luas wilayah
192.96 km2. Kota Bandar Lampung berada di bagian selatan Propinsi
Lampung dan ujung selatan Pulau Sumatera yang merupakan pintu
gerbang Pulau Sumatera. Kota yang terletak di sebelah barat daya
Pulau Sumatera ini memiliki posisi geografis yang sangat
menguntungkan karena letaknya di ujung Pulau Sumatera dan
berdekatan dengan DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian
Negara. Pemerintah Kota Bandarlampung mengembangkan wilayah
pesisir untuk meningkatkan dan menunjang ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat.
Sektor industri memegang peran penting dalam pertumbuhan
ekonomi yang meningkat 1,29 % setiap tahunnya. Aktivitas pelabuhan
panjang merupakan salah satu aktivitas utama di wilayah
Bandarlampung karena merupakan pelabuhan yang sangat strategis
dan berada pada persilangan antara pulau Jawa dan pulau Sumatra.
Tingginya aktivitas kegiatan industri ini dapat mengakibatkan
2
timbulnya pencemaran yang dapat berakibat pada kerusakan
lingkungan apabila salah dalam pengelolaan dan pengawasannya.
Pelabuhan Panjang dibawah pengelolaan dari PT. Pelabuhan
Indonesia II (Persero) dan merupakan pelabuhan bongkar muat,
ekspor impor, dan lalu lintas kapal peti kemas utama di Lampung
yang mempunyai peran penting bagi perindustrian, sehingga tuntutan
akan jasa pelabuhan terus meningkat. Selain itu, di sekitar wilayah
Pelabuhan Panjang terdapat beberapa perusahaan industri mulai dari
industri batubara, industri makanan, dan lain-lain.
Perusahaan-perusahaan ini membuang limbah pabriknya ke
sungai yang muaranya mengarah ke Perairan Teluk Lampung disekitar
pelabuhan Panjang. Perkembangan industri yang demikian pesat saat
ini menyebabkan perluasaan lapangan pekerjaan yang meningkat,
terpenuhinya kebutuhan hidup manusia. Namun demikian peningkatan
industri juga mempunyai dampak negatif yang ditimbulkan akibat
buangan air limbah (pencemaran) yang masuk ke dalam perairan
melebihi ambang batas sehingga menyebabkan penurunan kualitas
Perairan.
Logam berat yang masuk ke dalam Perairan akan mencemari
laut. Logam berat mempunyai waktu tinggal (residence time) sampai
ribuan tahun di dasar perairan dan logam ini akan terakumulasi dalam
tubuh organisme pada proses bioakumulasi dan biomagnifikasi
3
melalui saluran makanan, saluran pernafasan dan melalui kulit.
Kerang hijau (Perna viridis L.) merupakan jenis kerang-
kerangan (Moluska, kelas bivalve) yang bersifat filter feeder dan
mempunyai toleransi tinggi terhadap lingkungan Perairan dengan
kondisi tekanan ekologis yang tinggi sehingga dapat menjadi
bioindikator pencemaran yang efisien untuk menduga pencemaran
logam berat di suatu Perairan.
Kemampuan kerang hijau dalam mengakumulasi logam berat
dapat dijadikan gambaran tingkat pencemaran pada lingkungan tempat
kerang hijau tersebut hidup. Logam berat umumnya sukar mengalami
degradasi dan bersifat akumulatif, dan pada konsentrasi tertentu dapat
menimbulkan pencemaran. Di lain pihak, Teluk Lampung sebagai
tempat budidaya kerang hijau merupakan daerah estuaria yang
mempunyai produktivitas tinggi bagi budidaya.
Pada umumnya kerang hijau termasuk binatang sessil (menetap)
dan filter feeder (mengambil makanan dengan cara menyaring air).
Dengan demikian apabila Perairan telah mengandung logam berat Pb,
Cd, Hg dan logam berat lain maka logam tersebut akan terakumulasi
dalam tubuh kerang. Namun demikian, informasi ini untuk Teluk
Lampung masih sangat terbatas pada Perairan.
Oleh karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui tingkat
4
pencemaran logam berat Pb, Cd, Hg dan Cu pada Perairan dan
pencemaran pada kerang hijau yang dibudidayakan serta
mengevaluasi kelayakan Perairan berdasarkan kandungan logam
beratnya.
1.2 Kerangka Pemikiran
Perairan kota Bandarlampung merupakan salah satu Perairan
yang padat aktivitasnya. Aktivitas pelayaran tergolong ramai karena
banyaknya nelayan, pabrik-pabrik (Helfinalis, 2000) dan area industri
seperti PLTU di Perairan sebelah timur yang membutuhkan bahan
bakar berupa batubara yang diangkut menggunakan kapal melewati
Perairan Teluk Lampung dan usaha budidaya perikanan (Wenno,
2000) di Perairan sebelah barat. Selain itu semakin padatnya
pemukiman disekitar Perairan Kota Bandarlampung yang
memungkinkan memberi kontribusi masuknya limbah ke Perairan
secara terus menerus.
Selain aktivitas diatas juga terdapat usaha budidaya kerang hijau
yang dilakukan masyarakat di Perairan Kota Bandarlampung yang
dapat menunjang kegiatan perekonomian Provinsi Lampung.
Selain menunjang perekonomian daerah disisi lain juga ramainya
aktivitas ini memberikan kontribusi terhadap penurunan kualitas air di
Perairan Kota Bandarlampung. Air sebagai sumber daya alam akan
menurun daya gunanya apabila pengaruh kerusakan lingkungan yang
5
diakibatkan oleh aktivitas manusia terhadap Perairan terlalu berat,
sehingga menurunkan nilai guna untuk peruntukannya. Logam berat
merupakan unsur kimia yang dianggap sebagai penyebab pencemaran
air dan dapat mbahayakan kehidupan organisme serta efeknya secara
tidak langsung dapat merugikan kesehatan manusia. Logam berat
masuk ke perairan sungai, yang terbawa bersama aliran air dan
bermuara ke teluk. Pengaruh logam berat terhadap kualitas air dapat
mengubah sifat fisika-kimia dan biologi Perairan. Pola arus air sungai
akan menentukan keberadaan logam berat yang terkandung dalam air
dan sedimen. Logam berat yang ada dalam badan perairan akan
mengalami proses pengendapan dan terakumulasi dalam sedimen,
kemudian terakumulasi dalam tubuh biota laut yang ada dalam
perairan (termasuk kerang yang bersifat filter feeder dan sebagai
bioindikator).
Untuk itu perlu adanya kajian mengenai kandungan logam berat
di perairan dengan mengukur kandungan logam berat pada kerang
hijau sebagai indokator perairan karena sifat dari kerang yang filter
feeder dan untuk mengkaji usaha budidaya kerang hijau berdasarkan
kandungan logam beratnya sehingga dapat diperoleh informasi
kelayakan usaha kerang hijau yang dilakukan di Perairan Kota
Bandarlampung berdasarkan kandungan logam berat.
1.3 Perumusan Masalah
6
Perkembangan industri dan pemukiman yang pesat semakin
menambah jumlah pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya berupa
pembuangan limbah yang berasal dari industri, domestik maupun
rumah tangga. Semakin meningkatnya aktivitas di daerah sekitar
Teluk Lampung, memungkinkan semakin banyaknya cemaran yang
dibuang ke Perairan Kota Bandarlampung sehingga akan
mempengaruhi kualitas lingkungan perairan tersebut. Usaha budidaya
kerang hijau yang banyak diusahakan di daerah sekitar Teluk
Lampung akan tercemar karena kualitas lingkungan yang tercemar
terutama oleh kandungan logam berat.
Kerang hijau bersifat filter feeder yang mampu menyerap
terutama kandungan logam berat sehingga tidak aman untuk
dikonsumsi. Dengan keberadaan logam-logam berat di perairan dalam
batas tertentu masih dapat ditoleransi oleh biota yang mempunyai
tingkat toleransi yang tinggi terhadap toksikan. Respon yang
ditimbulkan oleh biota perairan terhadap senyawa logam berat
bermacam-macam, di antaranya menimbulkan kematian,
bioakumulasi, berubahan tingkah laku dan sebagainya (Yoga dan
Sudarso, 1999).
Berdasarkan hal tersebut maka beberapa permasalahan yang
dapat dirumuskan pada penelitian ini antara lain:
7
1. Bagaimana pencemaran logam berat di Perairan Kota
Bandarlampung?
2. Sejauh mana akumulasi logam berat pada kerang hijau yang
dibudidayakan di Perairan Kota Bandarlampung?
3. Bagaimanakah kelayakan Perairan Kota Bandarlampung untuk
dapat dilakukan usaha budidaya kerang hijau berdasarkan
kandungan logam beratnya?
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat pencemaran Pb, Cd, Hg dan Cu di Perairan
Kota Bandarlampung.
2. Mengetahui kandungan Pb, Cd, Hg dan Cu pada kerang hijau
(Perna viridis L.) di Perairan Kota Bandarlampung dan
membandingkan dengan baku mutu.
3. Mengevaluasi kelayakan budidaya kerang hijau di Perairan Kota
Bandarlampung berdasarkan kandungan logam berat Pb, Cd, Hg
dan Cu.
1.5 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Kandungan logam Pb, Cd, Hg dan Cu dalam air telah melewati
ambang batas baku mutu peruntukannya.
8
2. Kandungan logam berat Pb, Cd, Hg dan Cu pada kerang hijau
yang dibudidayakan di perairan Kota Bandarlampung telah
melewati ambang batas baku mutu.
3. Lokasi budidaya kerang hijau yang dilakukan di Perairan Kota
Bandarlampung kurang layak dijadikan tempat budidaya kerang
hijau berdasarkan kandungan logam berat Pb, Cd, Hg dan Cu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teluk Lampung dan Kerang Hijau
2.1.1 Teluk Lampung
Wilayah pesisir Teluk Lampung memiliki potensi ekonomi
wilayah yang besar. Daerah aliran sunga (DAS) memisahkan wilayah
pesisir Teluk Lampung dan mempunyai perairan semi tertutup. Selain
itu Teluk lampung merupakan pintu gerbang Pulau Sumatra dan Jawa
dan sebagai pusat armada barat TNI-AL yang menjadikan kawasan ini
sangat strategis. Berdasarkan kondisi wilayah tersebut pesisir Teluk
Lampung cukup alasan untuk memberi status kawasan strategis
provinsi pada pesisir Teluk Lampung. Dengan status tersebut
memiliki peluang untuk lebih maju dan berkelanjutan serta
mempunyai peran besar di Provinsi Lampung sehingga perlu lebih
diprioritaskan penataan ruang dan pengelolaan wilayah pesisir Teluk
Lampung (pariwono, 1999).
Pola arus Perairan Teluk Lampung didominasi oleh arus pasang
surut pada kondisi surut menuju pasang dan pasang tertinggi berasal
dari Selat Sunda menuju kearah utara Perairan Teluk Lampung, pada
kondisi pasang menuju surut dan surut terendah pola arus keluar
10
Perairan Teluk Lampung menuju Selat Sunda kearah. Pasang surut
Perairan Teluk Lampung bertipe campuran condong ke harian ganda
yang dipengaruhi oleh gravitasi bulan dan equatorial orbit dengan
gravitasi matahari (widhi dkk, 2012)
Sebaran sedimen di Teluk Lampung cukup bervariasi mengikuti
pola arus yang terjadi. Hasil penelitian Helfinalis (2000) di Teluk
Lampung menunjukkan bahwa pada lokasi-lokasi dasar Perairan yang
dipengaruhi oleh arus pasut yang cepat akan didominasi pasir; dan
sebaliknya yang dipengaruhi oleh pergerakan arus pasut lemah akan
didominasi sedimen lumpur. Sedimen pasir yang berasal dari aliran
sungai akan diendapkan di sekitar muara sungai.
Menurut Herfinalis (2000) padatan tersuspensi (TSS) yang
berasal dari berbagai sumber merupakan indikasi beban pemcemaran.
Di Perairan Teluk Lampung TSS bersumber dari limbah pemukiman
(perkotaan), dan yang terbawa oleh aliran sungai. Secara umum TSS
di Perairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang batas baku
mutu untuk biota laut dan diindikasikan sudah tercemar. Indikasi
ketersediaan oksigen (DO) yang dibutuhkan bagi biota laut masih
memenuhi persyaratan sehingga dapat mendukung kehidupan biota
laut.
Sementara kebutuhan untuk BOD (oksigen biologi) dan COD
(kimiawi) sebagai parameter kualitas Perairan yang mengindikasikan
11
tingkat pencemaran. BOD dan COD merupakan jumlah oksigen
(dalam satuan mg/l) diperlukan untuk mendegradasi (oksidasi) polutan
didalam air secara biologi dan kimiawi. Perairan yang dinyatakan
mampu untuk mendukung kehidupan biota laut dengan baik
mempunyai BOD < 20 mg/l dan tidak mendukung kehidupan biota
laut jika BOD nya melebihi nilai ambang tersebut. BOD di Perairan
Teluk Lampung sudah melebihi ambang batas baku mutu dan dapat
diindikasikan sudah tercemar (Bapedalda, 2003).
2.1.2 Kerang Hijau
Menurut Vakily (1989) kerang hijau (Green Mussels)
diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Moluska
Kelas : Bivalvia
Subkelas : Lamellibranchia
Ordo : Anisomyria
Famili : Mytilidae
Genus : Perna
Spesies : Perna viridis L.
12
Gambar 1. Kerang Hijau (Perna viridis L.)
Kerang hijau dapat hidup subur pada perairan teluk, estuaria,
sekitar mangrove dan muara dengan cahaya dan pergerakan air yang
cukup serta kadar garam yang tidak teralalu tinggi. Kerang hijau
dominan pada ekosistem litoral (wilayah pasang surut) dan sublitoral
yang dangkal (Setyobudiandi, 2000).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1985) kerang hijau
membutuhkan kedalaman 3-10 m, salinitas 27 -35 %, suhu 26 -32 0C,
kecepatan arus 25 cm/detik dengan etode bagan rakit tancap.
Kerang hijau termasuk ke dalam kelompok bivalve filter feeder
berdasarkan cara memperoleh makanannya. Cara memperoleh
makanan dengan menyaring fitoplankton dari perairan yang ditempati
disebut suspension feeder dan apabila makanan atau bahan organik
diambil dari substrat tempat hidupnya maka disebut sebagai deposit
feeder (Setyobudiandi, 2000).
Kerang hijau (Perna vridis L.) dapat menghasilkan telur cukup
13
besar yaitu lebih kurang 1,2 juta. Telur yang dihasilkan berasal dari
pemijahan dimana sel telur yang telah dibuahi akan berkembang dan
menetas menjadi larva. Larva kerang melayang di air dan terbawa arus
selama dua minggu karena sifatnya yang plaktonik. Larva kerang
hijau akan mengalami beberapa perubahan bentuk (metamorfosa) dari
planktonik menjadi sessil. Pemijahan pada kerang hijau terjadi akibat
rangsangan alami dari perubahan suhu dan salinitas. Larva yang tidak
mendapatkan substrat akan segera mati (Departemen Pertanian, 1985).
Sementara untuk kecepatan pertumbuhan pada kerang hijau antara 07-
1,0 cm per bulan (Direktorat jenderal Perikanan, 1985).
Kelas Bivalve sudah lama digunakan oleh ahli ekologi untuk
menganalisa pencemaran air (Roberts, 2001). Hal ini karena
kemampuan mengakumulasi bahan polutan seperti logam berat karena
sifatnya yang menetap dan filter feeder.
Kerang hijau mendapat makanan dari fitoplankton, detritus,
diatom dan bahan organic lainnya yang tersuspensi dalam air dengan
cara menyaring air tersebut. Diatom dan detritus adalah makanan
utaman kerang hijau, sedangkan bivalve dan gastropoda yang bukan
merupakan makanannya dikeluarkan dalam bentuk pseudofaces yang
terbungkus dengan lender (Cappenberg, 2008)
Pencemaran merupakan faktor utama yang menghambat
kelangsungan hidup kerang hijau. Kerng hijau di daerah tropis akan
14
mati pada suhu 430C selama 30 menit, dan pertumbuhan juvenile
sangat singkat. Rata-rata perkembangan byssus akan menurun seiring
dengan kenaikan suhu dan byssus berhenti berkembang pada suhu 35-
370C. Perkembangan kerang hijau dari tingkat larva sampai menjadi
dewasa sangat dipengaruhi oleh salinitas. Pada salinitas 21 % - 33 %
larva kerng hijau akan tumbuh dengan baik menjadi veliger. Kerang
hijau akan mengalami kematian pada salinitas 41% (Cappenberg,
2008).
2.2 Logam Berat dan Sumberdaya dalam Ekosistem Perairan2.2.1 Sumber Logam Berat
Istilah logam secara fisik mengandung suatu arti yang
merupakan konduktor listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas
panas, rapatan, kemudahan ditempa, kekerasan, dan
keelektropositifan yang tinggi. Meskipun demikian, beberapa unsur
(boron, silikon, germanium, arsen, dan tellirium) yang diketahui
sebagai metaloid, mempunyai satu atau lebih sifat-sifat tersebut.
Tetapi tidaklah cukup membedakannya dalam kekhasan untuk
memungkinkan suatu pemisahan yang persis logam atau bukan
logam. Lebih jauh, bentuk alotrofik dari beberapa unsur di garis
batas mungkin juga memperlihatkan sifat-sifat yang berbeda
(Connel dan Miller, 2006)
Logam berasal dari kerak bumi berupa bahan-bahan murni,
organik, dan anorganik. Secara alami logam berasal dari kerak bumi
15
kemudian berpindah ke lapisan tanah dan kemudian akan masuk ke
dalam mahluk hidup (tanaman, hewan maupun manusia), ke dalam
air dan mengendap dan pada akhirnya akan kembali ke kerak bumi
(Darmono, 1995).
Semua unsur-unsur kimia dan kaidah tertentu diistilahkan
dengan logam. Logam tidak selalu berbentuk padatan tapi ada juga
yang berbentuk cair dalam suhu kamar. Logam-logam cair,
contohnya: air raksa atau hidragyrum (Hg), Serium (Ce), dan gallium
(Ga). Setiap logam mempunyai bentuk dan kemanpuan atau daya
yang terkandung didalamnya, maka setiap logam memiliki
kemanpuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor),
memiliki kemanpuan sebagai penghantar panas yang baik, memiliki
kerapatan yang tinggi, dapat membentuk alloy dengan logam lainnya,
dan untuk logam yang padat dapat ditempa dan dibentuk (Palar,2004).
Menurut Connel dan Miller (2006), logam adalah unsur alam
yang dapat diperoleh dari laut, dari erosi batuan tambang, vulkanisme
dan sebagainya. Logam dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu:
1. Logam ringan (seperti natrium, kalium, dan sebagainya),
biasanya sebagai kation aktif di dalam larutan encer.
2. Logam transisi (seperti besi, tembaga, kobalt, dan mangan),
diperlukan dalam konsentrasi yang rendah, tetapi dapat menjadi
racun dalam konsentrasi yang tinggi.
16
3. Logam berat dan metaloid (seperti ai r raksa, timbal, timah,
selenium, dan arsen), umumnya tidak diperlukan dalam
kegiatan metabolisme dan sebagai racun bagi sel pada
konsentrasi rendah.
Logam-logam di atmosfir berdasarkan sumber alamiahnya
berasal dari: (1) debu-debu dari kegiatan gunung berapi, (2) erosi dan
pelapukan tebing dan tanah, (3) asap dan kebakaran hutan, dan (4)
aerosol dan partikulasi dari permukaan laut. Kegiatan manusia juga
merupakan sumber utama pemasukan logam ke dalam lingkungan
Perairan. Masuknya logam berasal dari buangan langsung dari
berbagai jenis limbah yang beracun, gangguan pada cekungan-
cekungan Perairan, presipitasi dan deposisi atmosfir. Sumber utama
pemasukan logam dirangkum sebagai berikut (Connel dan Miller,
2006):
1. Kegiatan Pertambangan
Eksploitasi timbunan bijih dalam membongkar permukaan batu
bara dan sejumlah besar sisa-sisa batu atau tanah untuk
mempercepat kondisi pelapukan. Hal ini menyebabkan masalah
kualitas air yang serius, yang mengakibatkan tingginya kadar
logam seperti besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), kobal (Co), nikel
(Ni), dan tembaga (Cu).
17
2. Cairan Limbah Rumah tangga
Limbah rumah tangga berupa produk-produk konsumer (misalnya
formula deterjen yang mengandung Fe, Mn, Cr, Ni, Co, Zn, Cr,
dan As), sampah-sampah metabolik, korosi pipa-pipa air (Cu, Pb,
Zn, dan Cd) dan
3. Limbah dan Buangan Industri
Beberapa logam runutan yang dibuang ke dalam lingkungan
Perairan melalui cairan limbah industri demikian juga dengan
penimbunan dan pencucian lumpur industri. Emisi logam dari
pembakaran bahan bakar fosil juga merupakan sumber utama
logam dari udara yang ada di dalam air alamiah dan daerah aliran
sungai.
4. Aliran Pertanian
Sifat yang berbeda-beda mengenai kegiatan dan praktek pertanian
di seluruh dunia mempersulit pengujian sumber-sumber logam ini
secara keseluruhan. Namun demikian, sangat banyak endapan
yang mengandung logam hilang dari daerah pertanian sebagai
akibat dari erosi tanah.
Sumber utama emisi logam arsen (As), kadmium (Cd), timbal
(Pb), dan merkuri (Hg) adalah pada proses peleburan dan pemurnian
logam non-ferous (bukan besi). Emisi logam tersebut dapat terjadi
pada saat pemrosesan primer (pemrosesan dari konsentrat mineral)
18
maupun pemrosesan sekunder (pemrosesan dalam pabrik).
Pemrosesan primer ialah pemrosesan pada daerah tambang.
Logam berat adalah suatu logam dengan bobot jenis besar.
Logam ini memiliki karakteristik seperti berkilau, lunak, atau
dapat ditempa (malleability), bersifat dapat mengalir (ductility),
mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi dan bersifat
kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Selain
itu, logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas yang lebih
besar dari 5 gram per cm3, mempunyai nomor atom lebih besar
dari 21 dan terdapat di bagian tengah daftar periodik. Beberapa
macam logam berat sangat beracun terhadap tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan manusia. Logam-logam tersebut bersifat tahan lama dan
keracunannya bisa bertahan dalam waktu yang sangat lama. Unsur
logam berat akan bersifat racun dalam jumlah yang berlebihan. Daya
racunnya tergantung pada jenis, efek sinergis-antagonis, kadar dan
bentuk fisika-kimianya (Connell dan Miller, 2006).
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-
kriteria yang sama dengan logam-logam lainnya. Perbedaannya
terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat tersebut
berikatan dan, atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai
contoh, Fe masuk ke dalam tubuh walaupun jumlahnya besar namun
tidak menimbulkan pengaruh yang buruh terhadap tubuh karena
19
unsur Fe dibutuhkan darah dalam mengikat oksigen. Sedangkan
unsur logam berat baik itu logam berat beracun yang dipentingkan
seperti tembaga (Cu), bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap
fungsi fisiologis tubuh. Jika yang masuk ke dalam tubuh organisme
hidup adalah unsur logam beracun seperti merkuri (Hg), maka
organisme dapat mengakibatkan keracunan (Palar, 2004).
2.2.2 Logam Berat
Logam berat dalam jumah sedikit diperlukan bagi organisme
hidup namun pada umumnya mempunyai sifat toksik bagi organisme
Toksisitas polutan inilah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya
pencemaran pada lingkungan sekitarnya secara langsung maupun
tidak langsung. Beberapa logam banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Logam berat sangat membahayakan bagi kehidupan
apabila jumlahnya sudah melebihi ambang batas yang dipersyaratkan
(Koestoer, 1995).
1. Timbal (Pb)
Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak berwarna
cokelat dengan nomor atom 82, berat atom 207,19, titik cair 327,5º C,
titik didih 1725º C, dan berat jenis 11,4 gr/ml (Reilly, 1991). Logam
ini mudah dimurnikan sehingga banyak digunakan oleh manusia pada
20
berbagai kegiatan misalnya pertambangan, industri dan rumah tangga.
Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfida (PbS) .
Logam Pb dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis pada
manusia. Keracunan akut ditandai dengan gejala rasa terbakar pada
mulut, rangsangan gastrointernal yang disertai diare. Sedangkan
kronis ditandai dengan gejala mual, anemia, sakit disekitar mult dan
menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001).
Fardiaz (1992) menyatakan bahwa daya racun dari logam berat
disebabkan karena penghambatan proses kerja enzim oleh ion-ion
Pb2+. Hal ini menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin
darah.
Batas maksimum timbal dalam makanan laut yang ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan RI dan FAO adalah sebesar 2,0 mg/l.
Sementara batas maksimum untuk organisme air adalah 0,05 mg/l
(Hutagalung, 1984).
2. Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap,
tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium
Oksida bila dipanaskan. Kadmium umumnya terdapat dalam
kombinasi dengan klor (Cd Klorida) atau belerang (Cd Sulfit).
Kadmium membentuk Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Kadmium
memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik leleh 321 0C, titik
21
didih 7670C dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3 (Widowati dkk,
2008).
3. Mercuri (Hg)
Merkuri merupakan senyawa alami, oleh karena itu sering
mencemari lingkungan. Kebanyakan merkuri ditemukan dalam
bentuk gabungan dengan senyawa lain di alam. Merkuri banyak
tersebar di tanah, air, udara dan organisme hidup melalui proses
fisik, kimia maupun biologi kompleks (Fardiaz, 1992).
Merkuri (Hg) akan sangat berbahaya terutama apabila terlepas
di lingkungan. Menurut Sartono (2002) Menurut Sartono (2002)
toksisitas merkuri pada manusia dibedakan menurut bentuk senyawa
Hg yaitu organik dan anorganik. Merkuri (Hg) adalah logam berat
yang sangat berbahaya. Melalui proses bioakumulasi, proses
biotransfer, dan biomagnifikasi yang terjadi secara alamiah. Pada
tubuh manusia efek yang ditimbulkan oleh merkuri yaitu yang
berkaitan dengan sistem syaraf. Merkuri dalam bentuk apapun
mempengaruhi fungsi sel dan mengubah struktur tersier dan
kuarterner protein, serta berikatan dengan kelompok sulfhidril dan
selenohidril. Organisme laut mengakumulasi MeHg dalam jumlah
yang tinggi yang kemudian akan menjadi toksik pada manusia yang
mengkonsumsinya. Pada dasarnya merkuri mempengaruhi setiap
fungsi organ atau setiap struktur subseluler.
22
4. Tembaga
Tembaga adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom
63,546, titik lebur 1083 °C, titik didih 2310 °C, jari-jari atom 1,173
A° dan jari-jari ion Cu 2+ 0,96 A°. Tembaga adalah logam transisi
(Golongan I B) yang berwarna kemerahan, mudah regang dan mudah
ditempa. Tembaga bersifat racun bagi makhluk hidup. Isoterm
adsorpsi merupakan suatu keadaan kesetimbangan tidak adalagi
perubahan konsentrasi adsorbat baik pada fase terserap maupun pada
fase gas atau cair. Hal ini digambarkan dalam bentuk kurva berupa
plot distribusi kesetimbanngan adsorbat antara fase padat dengan fase
gas atau cair pada suhu konstan. Isoterm adsorbs menentukan
kapasitas dan afinitas suatu adsorbat pada permukaan adsorben
(Kundari dkk, 2008).
Pencemaran logam berat di lingkungan meningkat sejalan
dengan meningkatnya industri dan tingkat keracunannya dalam
seluruh aspek kehidupan mahluk hidup. Pada konsentrasi rendah
sekalipun efek logam berat dapat langsung berpengaruh sehingga
terakumulasi pada rantai makanan. Logam berat di perairan dapat
mengakibatkan terganggunya kehidupan biota laut yang pada akhirnya
akan berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia (Suhendrayatna,
2001).
Logam Cu dapat berada di Perairan, tanah maupun udara
23
(lapisan atmosfir) dari bermacam-macam sumber. Tetapi sumber-
sumber Cu yang paling banyak adalah dari kegiatan perindustrian dan
kegiatan rumah tangga serta dari pembakaran dan mobilitas bahan-
bahan bakar (Palar, 1994).
Logam Cu ada diperairan secara alamiah yang berasal dari alam
dan juga efek samping dari kegiatan manusia. Secara alami Cu
terdapat dialam dan akan masuk ke dalam perairan melalui erosi,
pengikisan batuan maupun dari atmosfir yang turun bersama air hujan.
Aktivitas manusia yang mempercepat peningkatan kelaruta Cu dalam
perairan adalah kegiatan industry galangan kapal beserta kegiatan di
pelabuhan, pertambangan Cu, dan aktivitas industri yang mengandung
Cu (Palar, 1994).
Logam Cu meskipun beracun namun merupakan logam berat
yang penting dibutuhkan oleh manusia walaupun dalam jumlah
sedikit. Apabila Cu masuk ke dalam tubuh manusia dalam jumlah
yang besar maka akan bersifat toksik dan begitu juga dalam tubuh
organisme lainnya (Palar, 1994).
Cu merupakan salah satu logam penting yang berperan dalam
pertumbuhan organisme dalam hanya sedikit jumlah yang diperlukan
dalam tubuh. Dalam konsentrasi rendah Cu dapat merangsang
pertumbuhan namun sebaliknya ketika konsentrasi Cu tinggi akan
menghambat pertumbuhan organisme (Connel dan Miller, 1995).
24
Menurut Palar (1994) biota perairan sangat peka terhadap kelebihan
Cu dalam perairan. Konsentrasi Cu yang dapat menimbulkan
kematian pada fitoplankton mencapai 0,01 mg/l sementara untuk
golongan Mollusca pada konsentrasi berkisar 0,16 sampai 0,5 mg/l
dalam tenggang waktu 96 jam akan menyebabkan kematian.
Tembaga akan mengalami proses akumulasi seiring
bertambahkan umur dari organisme dan pada ikan Cu akan
terakumulasi di ginjal. Pada manusia paparan Cu dalam kurun waktu
yang lama dapat menyebabkan efek yang merugikan bagi kesehatan
(Widowati, 2008).
Keracunan Cu pada manusia dapat ditandai dengan gejala
sebagai berikut : mual, sakit perut, muntah, hemolysis, kejang,
netrofisis dan akhirnya meninggal. Cu akan tertimbun dihati sehingga
menyebabkan hemolysis. Hal ini terjadi karena tertimbunnya H2O2
dalam sel darah merah sehingga menyebabkan terjadinya oksidasi dari
lapisan sel dan mengakibatkan pecahnya lapisan sel. Defisiensi suhu
dapat menyebabkan anemia dan pertumbuhan terhambat (Darmono,
2001).
2.3 Pencemaran Perairan oleh logam berat
Sedimen sebagai sink dapat digunakan sebagai indikator
pencemaran bagi bahan pencemar dari daratan. Kandungan logam
berat yang berada di sedimen akan diserap oleh organisme bentik dan
akan ditransfer ke rantai makanan yang lebih tinggi. Namun demikian,
25
ketersediaan secara biologis (bioavailability) logam tersebut bagi
organisme bentik tergantung pada banyak faktor termasuk
karakteristik geokimia sedimen dan fraksionasi logam-logam tersebut
di antara komponen-komponen sedimen yang berbeda (Wang dkk.
2002).
Salah satu bioindikator pencemaran di lingkungan Perairan
adalah analisis kandungan logam berat yang terakumulasi di dalam
biota air di Perairan tersebut. Ikan dan kerang digunakan sebagai
indikator dalam memonitor pencemaran lingkungan karena sifatnya
yang menetap pada habitat tertentu. Pencemaran dalam lingkungan
akan terindikasi apabila kandungan logam berat dalam tubuh ikan atau
kerang ditemukan dalam jumlah tinggu dan telah melebihi baku mutu
yang telah ditetapkan. Kandungan logam berat yang terakumulasi
dalam tubuh ikan dan kerang tergantung dari bentuk senyawa dan
konsentrasi polutan (Darmono, 2001).
Logam-logam dalam lingkungan Perairan sebagian berada dalam
bentuk ion. Ion-ion tersebut ada yang merupakan ion-ion bebas,
pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan bentuk-bentuk ion-ion
lain. Dalam badan Perairan ion-ion logam juga bereaksi membentuk
kompleks organik dan kompleks anorganik. Kelarutan dari unsur-
unsur logam dan logam berat dalam badan Perairan dikontrol oleh: (1)
pH badan air, (2) jenis dan konsentrasi logam dan khelat, (3) keadaan
26
komponen mineral teroksidasi dan sistem yang berlingkungan redoks
(Palar, 2004).
Penyebaran logam berat pada prinsipnya dicirikan oleh adanya
kandungan logam berat dalam ekosistem di wilayah perairan tertentu
yang dipengaruhi oleh kondisi perairan tersebut. Konsentrasi logam
berat yang berbeda dalam ekosistem Perairan disebabkan oleh adanya
pencampuran berbagai bentuk senyawa kompleks. Reaksi yang terjadi
dapat mempengaruhi atau mengubah konsentrasi, termasuk juga
perubahan valensi kation. Selain itu, kemungkinan juga terjadinya
penyerapan oleh bahan partikel yang kemudian mengendap di dasar,
dan adanya proses pengenceran. Keadaan tersebut mempengaruhi
proses kimia dan fisika dari pencemar tersebut dalam ekosistem
Perairan (Kusumahadi, 1998).
Pencemaran yang diakibatkan oleh logam berat yaitu rusaknya
lingkungan Perairan dalam hal stabilitas, keanekaragaman, dan
kondisi ekosistem. Kerusakan yang ditimbulkan ditentukan oleh kadar
logam berat yang terkandung didalamnya dan kesinambungan zat
yang masuk ke dalam perairan, sifat toksisitas, dan bioakumulasi.
Pencemaran logam berat akan menyebabkan terjadinya perubahan
struktur komunitas Perairan, jaringan makanan, efek fisiologi,
genetik, dan resistensi (Darmono, 2001).
Daya toksisitas logam berat terhadap mahluk hidup sangat
27
bergantung pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan
(detoksikasi), dan kemanpuan individu untuk menghindar dari
pengaruh pencemar. Pada Perairan, kehadiran logam berat dapat
mempengaruhi semua spesies kehidupan dalam air, terutama pada
konsentrasi yang melebihi normal. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi toksisitas logam berat yaitu suhu, kesadahan, pH, dan
salinitas. Semakin tinggi daya toksisitas semakin besar kadar logam
beratnya. Toksisitas logam berat semakin besar dengan menurunnya
pH dan dapat dikurangai dengan kesadahan. Kesadahan yang tinggi
akan membentuk senyawa kompleks yang mengendap dalam air
(Darmono , 2001).
Darmono (2001) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi daya toksisitas logam dalam air terhadap makhluk
yang hidup di dalamnya, yaitu:
1. Bentuk ikatan kimia dari logam yang terlarut
2. Pengaruh interaksi antara logam dan jenis toksikan lainnya
3. Pengaruh lingkungan seperti suhu, kadar garam, pH, dan kadar
oksigen yang terlarut dalam air.
4. Kondisi hewan, fase siklus hidup (telur, larva, dewasa),
besarnya ukuran organisme, jenis kelamin, dan kecukupan
kebutuhan nutrisi.
5. Kemanpuan hewan untuk menghindar dari pengaruh pencemar
28
6. Kemanpuan organisme untuk beraklimatisasi terhadap bahan
toksik logam.
2.4 Cara penyerapan logam berat oleh organisme
Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup
melalui beberapa jalan, yaitu: (1) saluran pernapasan, absorbsi logam
melalui saluran pernapasan biasanya sangat besar, baik pada
hewan air yang masuk melalui insang, maupun hewan darat yang
masuk melalui debu di udara ke saluran pernapasan, (2) pencernaan,
absorbsi melalui saluran pencernaan hanya beberapa persen, tetapi
jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya
cukup besar, walaupun persentase absorbsinya kecil, dan (3) penetrasi
melalui kulit, logam yang masuk melalui kulit jumlah dan
absorbsinya relatif kecil (Darmono, 2001).
Menurut Kusumahadi (1998), ada tiga teori mengenai mekanisme
penyerapan logam dalam jaringan organisme, yaitu:
1. Penyerapan logam melalui mekanisme pengangkutan yang
berhubungan dengan mekanisme osmoregulasi, yaitu pengaturan
tekanan osmosis oleh organisme terhadap air di sekitarnya.
2. Pengikatan ion-ion logam menyentuh bagian tertentu dari
permukaan jaringan dan masuk ke dalam sitoplasma
29
3. Logam dalam bentuk kristal kecil atau larutan yang segera
ditangkap oleh sel epitel dan secara endositosis logam tersebut di
bawa masuk dan dilepas ke dalam sitoplasma.
Cara masuknya logam berat ke dalam tubuh organisme perairan
melalui tiga cara yaitu melalui makanan, insang dan difusi melalui
permukaan kulit (Sahetapy, 2011). Faktor yang mempengaruhi
tingkat akumulasi logam berat dalam tubuh organisme ada dua yaitu
biotik dan abiotik. Faktor biotik meliputi kondisi fisiologis, ukuran
tubuh, umur, berat, ketersediaan makanan, masa pertumbuhan,
perbedaan fenotip sex, metabolism dan faktor pertumbuhan.
Sedangkan faktor abiotik meliputi pH air, salinitas, temperature, tipe
habitat, migrasi dan interaksi logam (Jakimska et al., 2011).
Peningkatan daya toksik logam berat dapat disebabkan oleh
penurunan salinitas dan tingkat akumulasi logam akan semakin besar
ketika salinitas turun (Erlangga, 2007).
2.5 Faktor Logam Berat dalam Budidaya Kerang Hijau
Logam berat mudah berikatan dengan partikel dalam Perairan
dan sulit terlarut sehingga mengendap ke dasar Perairan atau menjadi
bahan makanan bagi fitoplankton dan kerang hijau. Kerang hijau
mempu bertahan hidup dalam kondisi lingkungan tercemar karena
merupakan organisme yang mempunyai nilai toleransi lingkungan
yang tinggi (Pratidina, 2015). Kerang hijau ini sangat rentan
30
terakumulasi oleh logam berat karena sifatnya yang menetap (sessile)
dan filter feeder sehingga mudah logam berat masuk kedalam tubuh
kerang (Fernanda, 2012).
Logam berat yang terakumulasi dalam jaringan insang akan
berakibat pada penurunan kemapuan respirasi dan filtasi pada kerang
hijau. Logam berat yang terakumulasi melalui rantai makanan akan
menyebabkan kematian jika berlangsung lama (Suryono, 2015).
Menurut Gosling (1992), bahwa dengan terjadinya akumulasi
logam berat akan mempengaruhi proses gametogenesis, dimana
lisosom tidak stabil dan akan mengalami degenerasi sehingga sel
akan mati. Kandungan logam berat Cd, dan Hg secara individu
mempengaruhi proses spermatogenesis pada kerang hijau (Jalius dkk,
2008).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perairan Kota Bandar Lampung.
Penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk melihat lokasi mana saja
dikota Bandar Lampung yang terdapat budidaya kerang hijau.
Berdasarkan penelitian pendahuluan hanya ada 2 lokasi yang terdapat
budidaya kerang hijau yaitu Kota Karang dan Pulau Pasaran.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai Desember tahun
2017. Adapun pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 2. Lokasi penelitian dan sampling
32
3.2 Alat dan BahanBahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sampel air, sedimen, dan kerang hijau dari setiap stasiun pengamatan,
air destilasi, dan bahan kimia baik untuk keperluan pengawetan,
analisis logam berat dan analisis kualitas air. Sedangkan alat-alat
yang digunakan adalah botol sampel PE, Plastik PE, Coolbox,
Eckman Dredge, Water Sampler, Bathimeter, Secchidisk, saringan,
peralatan analisis kimia, spectrofotometer, dan AAS (Atomic
Absorbsion Spectrophotometer).
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pengambilan Sampel Air
Pengambilan sampel air laut dilakukan dengan metode sebagai
berikut.:
1. Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan water
sampler di stasiun-stasiun pengamatan yang telah ditetapkan
2. Titik-titik kedalaman pengambilan sampel air ditentukan dengan
kaidah standar yaitu lapisan permukaan 0,2 d; lapisan tengah 0,4
d, 0,6 d dan lapisan dalam 0,8 d (dengan d = kedalaman perairan
lokasi sampling diukur dari permukaan) sesuai dengan Gambar 3
dan menggunakan alat yang disebut water sampler (Gambar 4).
Kedalaman (d) diukur dengan cara memasukkan alat battimeter
sehingga dapat dilihat berapa kedalamannya.
33
Gambar 3. Pengambilan sampel air
Gambar 4. Water Sampler
3. Sampel air yang diperoleh diawetkan dengan pengawet yang
sesuai dengan parameter yang akan dianalisis; tujuan pengawetan
tersebut adalah agar sampel uji tidak mengalami perubahan
sampai pada saat analisis.
Ket d : Kedalaman laut
Permukaanlaut
0,2dd d
0,4d
0,6d
0,8d
d
d
d
d
d
34
4. Pengambilan sampel air dilakukan di 3 titik untuk masing-masing
lokasi
Perlakuan terhadap sampel air adalah sebagai berikut :
1. Parameter Hg: sampel air yang telah disaring disimpan dalam
gelas borosilikat, segera diawetkan dengan penambahan 3 ml
HNO3 pekat per liter sampel air;
2. Logam berat: sampel air yang telah disaring disimpan dalam botol
polyethylene (PE) dan segera diawetkan 2 mL HNO3 pekat sampai
pH menjadi 2
3.3.2 Pengambilan Sampel Sedimen
Pengambilan sampel sedimen dilakukan sesuai SNI.Sedimen 06-
6992.3-2004. Dalam metode ini, sedimen permukaan dianggap
memiliki rentang kedalaman dari 0–6 inchi. Pengumpulan sedimen
dilakukan dengan menggunakan Eckman Dredge. Kemudian
dimasukan kedalam plastic PE dan disimpan dalam coolbox. Sampel
yang diambil untuk masing-masing stasiun yaitu satu sampel.
3.3.3 Pengambilan Sampel Kerang HijauPengambilan sampel kerang hijau dilakukan dengan menarik tali
sepanjang dua meter tempat menempel kerang hijau kemudian
diletakkan pada plastik PE. Kerang hijau yang diambil berumur
sekitar 2-3 bulan dan diambil dari 3 titik per lokasi penelitian.
35
3.4 Metode Analisis Parameter Kualitas Lingkungan
Pengujian parameter seperti suhu, kecerahan, kedalaman,
salinitas, pH, dan oksigen terlarut dilakukan secara in situ dan
pengujian untuk amonia, nitrat, nitrit dan beberapa logam berat
lainnya dilakukan di Laboratotium Penguji Kesehatan Ikan dan
Lingkungan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut dan Laboratorium
Analisis Polinela. Parameter-parameter yang diujikan dengan
instrumen yang digunakan antara lain tertuang pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter uji dan instrumen yang digunakanParameter Satuan Spesifikasi metode Tempat
AnalisisKualitas AirFisika Air
1. Suhu oC APHA.20054500-O-G Lapangan2. Kedalaman M Bathimeter Lapangan3. Kecerahan M Secchidisk Lapangan
Kimia Air1. pH - SNI 06-6989.11-2004 Lapangan2. DO mg/l APHA.20054500-O-G Lapangan3. Salinitas psu APHA.2005.2520C Lapangan4. Nitrit (NO2) mg/l SNI 19-6964.1-2003 Laboratorium5. Nitrat (NO3) mg/l APHA.2005.4500NO3 Laboratorium6. Amoniak (NH3) mg/l SNI 19.6964.3-2003 Laboratorium7. Phosfat (PO4) mg/l SNI 06-6989.31-2005 Laboratorium8. Pb mg/l Hutagalung, LIPI 1997 Laboratorium9. Cd mg/l Hutagalung, LIPI 1997 Laboratorium10. Hg mg/l AAS Laboratorium11. Cu mg/l Hutagalung, LIPI 1997 Laboratorium
Kimia Sedimen1. Pb mg/g Hutagalung, LIPI 1997 Laboratorium2. Cd mg/g Hutagalung, LIPI 1997 Laboratorium3. Hg mg/g AAS Laboratorium4. Cu5.
mg/g Hutagalung, LIPI 1997 LaboratoriumKimia Kerang
1. Pb mg/g Hutagalung, LIPI 1997 Laboratorium2. Cd mg/g Hutagalung, LIPI 1997 Laboratorium3. Hg mg/g AAS Laboratorium4. Cu5.
mg/g Hutagalung, LIPI 1997 Laboratorium
36
Metode pengukuran untuk parameter yang diukur in situ adalah
sebagai berikut :
A. Suhu
Temperatur pada perairan diukur dengan menggunakan
thermometer APHA4500-O-G. Probe thermometer dimasukan
kedalam air kemudian hasilnya akan muncul pada layar dialat.
B. Kedalaman
Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan alat battimeter
dengan cara menempelkan alat ke permukaan air kemudian akan
terlihat hasil pada layar. Cara kerja battimeter dengan menggunakan
sonar.
C. Kecerahan
Peralatan yang digunakan yaitu secchi disk yang terbuat dari
lempengan besi agar tidak mudah terbawa arus. Secchi disk
diturunkan perlahan-lahan hingga batas tidak tampak yaitu warna
hitam pada secchi disk tidak lagi terlihat. Kemudian diukur
panjangnya dengan meteran yang sudah diikat pada alat tersebut.
D. Salinitas
Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Prinsip alat
ini adalah dengan memanfaatkan indeks bias cahaya untuk
mengetahui tingkat salinitas air, karena memanfaatkan cahaya maka
alat ini harus dipakai ditempat yang mendapatkan banyak cahaya.
37
Sebanyak 1-2 sampel air laut dimasukkan kedalam refraktormeter
kemudian akan tertera garis yang menunjukan nilai dari salinitas air
laut tersebut.
E. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) diukur menggunakan alat berupa pH
meter. Probe pada pH meter dicelupkan ke dalam sampel air sampai
batas sensor dengan cara digoyangkan. Nilai yang tertera dicatat.
F. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut diukur menggunakan alat DO meter dengan
metode APHA.2005. 4500-O-G. Probe DO meter dimasukan
kedalam air yang akan dihitung kadar DO nya lalu hasilnya akan
muncul pada layar dialat.
3.5 Analisis Data dan Kelayakan Budidaya
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan dilaporkan
dalam bentuk tabel dan gambar. Untuk mendapatkan kesesuaian
(kelayakan) maka dibuat kelayakan berdasarkan parameter fisika dan
kimia (logam berat) berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota
Laut. Untuk kandungan logam berat pada kerang hijau dibandingkan
dengan SNI 7387:2009 batas maksimum cemaran logam berat dalam
pangan
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagi berikut :
1. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada perairan kota
Bandarlampung masih di bawah baku mutu yang dipersyaratkan
yaitu < 0,001 mg/l sedangkan Hg tidak terdeteksi dan untuk Cu
yaitu 0,0145 mg/l melebihi baku mutu berdasarkan baku mutu air
laut untuk biota laut KepMen Lingkungan Hidup no 51 Tahun
2004. Untuk kandungan Pb pada sedimen nilai tertinggi yaitu
pada stasiun 1 dengan nilai 213,173 µg/g, kandungan Cd tertinggi
di stasiun 4 dengan nilai 4,039 µg/g, kandungan Hg tertinggi di
stasiun 1 dengan nilai 0,052 µg/g dan untuk nilai Cu tertinggi
terdapat di stasiun 1 dengan nilai 24,655 µg/g. Kandungan Pb dan
Cd melebihi baku mutu yang dipersyaratkan oleh USA (EPA)
2004 sedangkan untuk Hg dan Cu di bawah baku mutu tersebut.
2. Kandungan logam berat pada kerang hijau untuk Pb tertinggi
yaitu 0,324 mg/kg di stasiun 1 dan kandungan Cd tertinggi di
stasiun 3 dengan nilai 0,215 mg/kg, kandungan Hg tidak
terdeteksi. Semua nilai parameter logam berat ini masih di bawah
81
baku mutu yang dipersyaratkan oleh SNI 7387 : 2009 dan untuk
kandungan Cu tertinggi 0,403 mg/kg di stasiun 3 juga masih di
bawah baku mutu SK Depkes RI No.03725/B/SK/1989.
3. Usaha budidaya kerang hijau yang dilakukan di Perairan Kota
Bandarlampung masih aman untuk dilakukan berdasarkan
parameter logam berat.
5.2 Saran
Perlu adanya kajian penyebab tingginya kadar logam berat di
sedimen dan kajian dampak logam berat yang tinggi di sedimen bagi
kehidupan biota laut yang ada di Perairan Kota Bandarlampung.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M dkk.2015. Analisis Kesesuain Lahan di Perairan Pulau PasaranProvinsi Lampung untuk Budidaya Kerang Hijau (Perna viridis).Maspari Journal.7(2) ; 57-64
Almeida, J.A., R.E. Barreto, L.B. Novelli, F.J. Castro, & S.E. Moron. 2009.Oxidative stress biomarkers and aggressive behavior in fish exposedto aquatic cadmium contamination. Neotropical Ichtyol., 7(1): 103-108
Arifin, Z. A., & Fadhlina, D. 2010. Fraksinasi logam berat Pb, Cd, Cu danZn dalam sedimen dan bioavailabilitasnya bagi biota di perairan TelukJakarta. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences,14(1), 27-32.
Astirin, O. Setyawan, A. Harini, M. 2002. Keragaman Plankton sebagaiIndikator Kualitas Sungai di Kota Surakarta. Biodiversitas, 3(2): 236-241.
Aunurohim, A., & Liliandari, P. 2013. Kecepatan Filtrasi Kerang HijauPerna Viridis terhadap Chaetoceros SP dalam Media Logam TercemarKadmium. Jurnal Sains dan Seni ITS, 2(2). E149-E154.
Bapedalda Kota Bandar Lampung. 2003. Pengawasan Sumber-SumberPotensi Pencemaran di Kota Bandar Lampung. BPPLH. BandarLampung
Barus, T, A. 2001. Limnologi: Ekosistem Sungai dan Danau. FakultasMIPA USU Medan.
BPS. 2012. Lampung DalamAngka. Badan Pusat Statistik. ProvinsiLampung. Badan Pusat Statistik (BPS) 2012.
Bryan, G.W. 1976. Heavy metal contamination in the sea. In : Johnston, R.(editor). Effects of Pollutants on Aquatic Organisms. CambridgeUniversity Press. Cambridge.
Cahyani, M. D., Ria, A., dan Bambang Y. 2012. Studi Kandungan Logam BeratTembaga (Cu) pada Air, Sedimen, dan Kerang Darah (Anadara granosa) di
83
Perairan Sungai Sayung dan Sungai Gonjol, Kecamatan Sayung, KabupatenDemak. Journal Of Marine Research, 1 (2) : 73 – 79.
Capperberg, 2008. Beberapa Aspek Kerang Hijau Perna viridis L. 1758.Oseana, Volume XXXIII, Nomor l, Tahun 2008 : 33-40
Connel, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan EkotoksilokologiPencemaran. UI Press, Jakarta.
Connel, D.W. dan G.J. Miller. 2006, Kimia dan Etoksikologi Pencemaran,UI Press, Jakarta.
Darmono, 1995, Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI-Press,Jakarta.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan denganToksikologi Senyawa Logam. UI Press, Jakarta.
Departemen Pertanian, 1985. Buku Petuntuk Budidaya Kerang Hijau(Perna viridis L.) Seri Ke-4. Mariculture Research and DevelopmentProject (ATA-192). Kerjasama antara Departemen Pertanian danJapan International Coorporation Agency (JICA).
Direktorat Jenderal Perikanan. 1985. Petunjuk Teknis Budidaya KerangHijau. INFIS manual seri No. 6. Jakarta.
Edwar, F Ahmad, dan Marsaoli M. 2005. Pemantauan Kandungan LogamBerat dalam Sedimen di Perairan Selat Makassar. Jurnal TeknikLingkungan (Edisi Khusus Oktober 2005), hal: 241 – 256.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolahan Sumber Dayadan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus. 258 hlm.
Emiyarti. 2004. Karakteristik Fisika-Kimia Sedimen dan Hubungannyadengan Struktur Komunitas Makrozoobentos di Perairan TelukKendari. [Thesis]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.
EPA, 1973. Water Quality Criteria. Enviromental Protection Agency.Ecology Research Series, Washington.
Erlangga. 2007. Efek Pencemaran Perairan Sungai Kampar di Provinsi RiauTerhadap Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Tesis. Pascasarjana.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 98 hal.
84
Fardiaz, S. 1992. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas. LembagaSumber Daya Informasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fernanda, L., 2012. Studi Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Nikel(Ni), Kromium (Cr), pada Kerang Hijau (Perna Viridis) dan SifatFraksionasinya pada sedimen Laut. Skripsi. Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok
Fisheries Global Information System [FIGIS]. (2005). Species fact sheet :Perna viridis (Linnaeus, 1758)-Mytilidae. Rome : FAO
Fitriati, M. 2004. Bioakumulasi Logam raksa (Hg) timbale (Pb) danKadmium (Cd) pada kerang hijau (Perna Viridis) yang dibudidayakandiperairan pesisir Kamal dan Cilincing Jakarta. Tesis : ProgramPascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Fratidina, E.G. (2015) Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) danTembaga (Cu) dalam Air dan Kerang Hijau (Perna Viridis) di MuaraAngke Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Keluatan, FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor
Gosling, E. 1992. The Muscle Mytilus: Ecology, physiology geneties andcultures. Development in Aquaculture Fisheries Science, Vol 25.Elsevier London, New York, Tokyo.
Halstead, B.W. 1972. Toxicity of marine organisms caused by polutanst inmarine polutanst and sea life. FAO. Fising New (Book) Ltd SureeyEngland. 584-594.
Hafizzullah, Ilham. 2016. Kajian Eksperimen Pengaruh Penggunaan BahanBakar Premium, Pertalite dan Pertamax terhadap Unjuk Kerja Motor 2Langkah 135 cc. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogya.
Helfinalis.2000. Aspek Oseonografi Bagi Peruntukan Lahan di WilayahPantai TelukLampung. PPPLO-LIPI, Jakarta.
Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. PewartaOseana No. 1 Tahun 1984 LON-LIPI, Jakarta.
Hutagalung, H.P., 1991. Pencemaran laut oleh logam berat. StatusPencemaran Laut Indones. Dan Tek. Pemantauannya PuslitbangOseanologi LIPI Jkt. Hlm 45–59.
Hutami, F, E., Supriharyono. Dan Haeruddin. 2015. Laju filtrasi keranghijau (Perna viridis) terhadap Skeletonema costatum pada berbagai
85
tingkat salinitas. Diponegoro. Journal of Maquares Management ofAquatic Resources. Vol 4 (1) : 125-130.
Jakimska, A., P. Konieczka., K. Skora., J. Namiesnik. 2011.Bioaccumulation of Metals in Tissues of Marine Animals, Part II:Metal Concentrations in Animal Tissues. Departement of AnaliticalChemistry, Chemical Faculty. Gdansk University of Technology.Gdansk. Vol. 20, No. 5. Pp:1127-1146.
Julius, S. 2008. Clinical implications of pathophysiologic changes in themidlife hypertensive patients. American Heart Journal, 122: 886-891
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 51 Tahun 2004Tentang Baku Mutu Air Laut (Link: http://www.menlh.go.id), tanggalakses 28 Januari 2014
Keputusan Kiratli, N. dan M. Ergin. 1996. Partitioning of heavy metals insurface Black Sea sediments. Appl Geochem. 11:775-788
Koestoer, Y. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Terjemahandari Chemistry and Ecotoxicology of polutan oleh D.W. Connel. UIPress. Jakarta.
Komari, Noer., Utami Umi B. L., dan Febrina. 2013. Timbal (Pb) danKadmium (Cd) pada Udang Windu (Panaeus Monodon) dan Rajungan(Portunus Pelagicus) di Perairan Kota baru Kalimantan Selatan.Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung
Kundari, N.A., dan Slamet, Wiyuniati. 2008. Tinjauan KesetimbanganAdsorpsi Tembaga dalam Limbah Pencuci PCB dengan Zeolit.Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta. Hal 25-26.
Kusuadi (2005). Mussel farming in state of Sarawak, Malaysia a feasibulitystudy.PhD thesis
Kusumahadi KS. 1998. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cr dan Hg dalamBadan Air dan Sedimen serta Hubungannya dengan KeanekaragamanPlankton,Benthos dan Ikan di Sungai Ciliwung. [Disertasi]. Bogor:Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Laws, E.A. 1981. Aquatic Pollution An Intoductory Text. Secondedition.Willey and Sons, Inc, New York. 41. Hlm.
86
Lestari, Eka Desi. 2012. Pengaruh Konsentrasi Natrium Nitrat terhadapKemampuan Anti-Candida albicans dari Aspergillus flavus UICC360. Skripsi. Universitas Indonesia.
Lovatelli A. 1998. Site Selection for Mollusc Culture. Network ofAquaculture Centres in Asia (NACA), NACA-SF/WP/88/8, Bangkok.Nasional Inland Fisheries Insttute, Kasetsart University CampusBangkhem.
McGuire, M., & Stevely, J. (2009). Invasive species of Florida’s coastalwaters : the asian green mussel (Perna viridis). USA: The Florida SeaGrant College Program with support from the National Oceanic andAtmospheric Administration, U.S. Department of Commerce.
Mulyanto. 1992. Manajemen Perairan. LUW-UNIBRAW. FisheriesProject.Universitas Brawijaya. Malang.
Mokoagouw D. 2000. Kajian Peredaran Logam Berat (Hg, Cd, Cu, Pb danZn) pada Perairan Pantai Di Kotamadya Bitung Propinsi SulawesiUtara. [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Palar, S. 1994. Toksikologi dan Pencemaran Lingkungan. PT.Rineke Cipta:Jakarta.
Palar H. 2004. Pencemaran & toksikologi logam berat. Jakarta: RinekaCipta.
Peraturan Pemerintah republik Indonesia. No. 82 Tahun 2001. TentangPengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan.
Pariwono, J.I. 1999. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung.Proyek Pesisir Publish. Jakarta.
Perkins, E. J. 1974. The biology of estuaries and coastal waters. AcademicPress, London and New York.
Permanawati, Yani, Rina Zuraida, and Andrian Ibrahim. 2013. Kandunganlogam berat (Cu, Pb, Zn, Cd Dan Cr) dalam air dan sedimen diPerairan Teluk Jakarta. Jurnal Geologi Kelautan 11 (1) : 9–16.
Pratiwi, D.F.2016. Tingkat Pencemaran Logam Kadmium (Cd) dan Kobalt(Co) pada Sedimen di Sekitar Pesisir Bandarlampung. Skripsi,Universitas Lampung
87
Pratidina, E.G. 2015. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) danTembaga (Cu) dalam Air dan Kerang Hijau (Perna viridis) di MuaraAngke Teluk Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Priyanto, N., & Ariyani, F. 2008. Kandungan logam berat (Hg, Pb, Cd, danCu) pada ikan, air, dan sedimen di Waduk Cirata, Jawa Barat. JurnalPascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 3(1), 69-78
Putra, W.S. 2006. Laju filtrasi kerang hijau (Perna viridis L. 1758) dalammereduksi bahan tersuspensi. Skripsi. Institute Pertanian Bogor: 28-47.
Rajagopal, S., Venugopalan, V.P., van der Velde, G., and Jenner, H.A.(2006). Greening of the coasts: a review of the Perna viridis successstory. Aquatic Ecology. 40: 273-297.
Rajesh, K.V., Mohamed, K.S., & Kripa, V. (2001). Influence of algal cellconcentration, salinity and body size on the filtration and ingestionrates of cultivable Indian bivalves. Indian Journal Marine Science, 30,87-92
Reilly, C. 1991. Metal Contamination Food. Second Edition. ElsivierScience Publisher Ltd., London. 286 p.
Riena, N. N., Putri, W. A. E., & Agustriani, F. 2012. Analisis KualitasPerairan Muara Sungai Way Belau Bandar Lampung. MaspariJournal, 4(1), 116-121.
Risamasu, F.J.L dan H.B Prayitno. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit,Nitrat, dan Silikat di Perairan Matasiri, Kalimantan Selatan. Jurnal.Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.
Robert, R. J. 2001. Fish Pathology. 3rd Edition. Elsevier Health Sciences.Harcourt Publishers Co., London. 427 p.
Said, Idaman Nusa. 2008, TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR MINUM;Teori dan Pengalaman Praktis [on line] Dari:http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirMinum/AirMinum.html > [1 April 2016]
Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan danKebudayaan Dirjen Perguruan Tinggi PAU Ilmu Hayat InstitutPertanian Bogor, Bogor
88
Sagita, A., R. Kurnia dan Sulistiono. 2017. Budidaya Kerang Hijau (Pernaviridis) dengan Metode dan Kepadatan Berbeda di Perairan PesisirKuala Langsa, Aceh. Jurnal Riset Akuakultur. 12(1) : 57 – 68.Sartono, Agus, 2002. Manajemen Keuangan; Aplikasi Dan Teori.BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Sahara, E. 2009. Distribusi Pb dan Cu pada berbagai ukuran partikelsediimen di Pelabuhan Benoa. Bali. Jurnal Kimia, 3 (2). 75-80.
Sahetapy, J. M. 2011. Toksisitas Logam Berat Timbal (Pb) danPengaruhnya pada Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi JuvenilIkan Kerapu Macan. Thesis. Pasca Sarjana IPB, Bogor. 96 hal.
Sari, A., Hidayat, D., & Juliasih, N. L. G. R. 2017. Kajian KandunganLogam Berat Timbal (Pb), Kadmium (Cd), Dan Tembaga (Cu) PadaIkan Teri Kering (Stolephorus Sp.) Di Pesisir Teluk Lampung SecaraSpektrofotometri Serapan Atom. Analit: Analytical andEnvironmental Chemistry, 2(2).
Sartono, 2002. Racun dan Keracunan. Widya Medika. Jakarta
Selpiani, L., & Rosalina, D. 2015. Konsentrasi Logam Berat (Pb, Cu) PadaKerang Darah (Anadara Granosa) di Kawasan Pantai Keranji BangkaTengah dan Pantai Teluk Kelabat Bangka Barat. OSEATEK, 9(01).
Setyobudiandi I. 2000. Sumberdaya Hayati Moluska Kerang Mytilidae.Buku Pegangan. FPIK. IPB. Bogor.
SNI 7387 : 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan.2009. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Mason and Simkiss. 1983. The Mechanisms Involved in Lead Storage byHelix pomatia are not known but the metal seems to be associatedwith paniculate structures
Sivalinggam PM. 1977. Aquaculture of green mussel, Mytilus viridisLinnaeus, in Malaysia. Aquaculture. 11(4):297-312
Suhendrayatna. 2001. Bioremoval Logam Berat Dengan MenggunakanMikroorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan. Seminar On-AirBioteknologi untuk Indonesia Abad 21, 1-14 Februari 2001.
Sunarto, Astuti. S dan Hamdani. H. 2004. Efisiensi Pemanfaatan EnergiCahaya Matahari Oleh Fitoplankton dalam Proses Fotosintesis. JurnalAkuatika 2 (2): 6,10
89
Suryono, C.A., 2015. Kontaminasi Logam Berat pada Kerang BuluAnandara Inflate secara Laboratorium. Jurnal Kelautan Tropis. 18(3);184-188.
Tim Perikanan WWF Indonesia. 2015. Seri Panduan Perikanan Skala KecilBudidaya Kerang Hijau (Perna viridi). Edisi pertama. Jakarta
Triastutiningrum ED dan Oginawati K. 2005. Kontaminasi Logam BeratPada Pakan Ikan dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal TeknikLingkungan (Edisi Khusus Oktober 2005), hal: 181 -189.
Vakily, J.M. 1989. The Biological and Culture of Mussels of The GenusPerna. ICLARM Studies and Review No.17, Manila. 63 p.
Wang, W.X., Q.L. Yan, W. Fan, W., Y. Xu. 2002. Bioavailability ofsedimentary metals from a contaminated bay. Marine EcologyProgress Series 240: 27-38.
Wenno, L.F. 2000. Sifat Arus, Pasang Surut dan Kondisi Kecerahan TelukLampung 2000. LIPI, Jakarta.
Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R., 2008, Efek Toksik LogamPencegahan dan Penanggulangan Pencemaran, CV. Andi Offset,Yogyakarta.
Yoga PG dan Sudarso Y. 1999. Toksisitas Akut Beberapa Senyawa LogamBerat Terhadap Siput Hydrobia sp. Tema: Peranan ToksikologiDalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan Dan KesehatanMemasuki Abad 21. Prosiding Kongres Himpunan ToksikologiIndonesia, Juli 2002. hal II-30-37. Jakarta. 162 hal.
Yudha, I.G., 2007. Kajian Pencemaran Logam Berat di Wilayah PesisirKota Bandar Lampung. Univ. Lampung Bandar Lampung
Zainal, A dan Diani,F. 2009. Fraksinasi Logam Berat Pb, Cd, Cu dan Zndalam Sedimen dan Bioavailabilitasnya bagi Biota di Perairan TelukJakarta. Ilmu Kelautan. Vol 14 (1) : 27-32
01.Cover Depan.pdf02.Abstrak.pdf02.Cover Dalam.pdf03 Riwayat Hidup.pdf04 Persembahan.pdf05 Sanwacana.pdf05. DAFTAR ISI (.pdf07.BAB 1 PENDAHULUAN.pdf08.BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.pdf09.BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN.pdf10.BAB 4 PEMBAHASAN.pdf11.BAB 5 KESIMPULAN.pdf12.DAFTAR PUSTAKA.pdf