68
No. 1 JURNAL TEKNIK SIPIL Vol. 10 Halaman 1 - 63 Banda Aceh Mei 2021 p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

Banda Aceh p-ISSN 2088-9321

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

No. 1 JURNAL TEKNIK SIPIL Vol. 10 Halaman 1 - 63

Banda Aceh Mei 2021

p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

REDAKSI JURNAL TEKNIK SIPIL

Penasehat:

Dekan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

Penanggung Jawab:

Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala

Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala

Ketua Editor/Editor-in-Chief:

Dr. Syamsidik

Anggota Editor/Section Editor:

Prof. Dr. Azmeri, S.T., M.T.

Dr. Yunita Idris, S.T., M.Struct

Dr. Renni Anggraini, S.T., M.Eng

Dr. Cut Zukhrina Oktaviani, S.T., M.T.

Dr. Munira Sungkar, S.T., M.T.

Dr. Ir. Muhammad Isya, M.T.

Dr. Ir. Rusdiansyah

Dr. Butje Alfonsius Louk Fanggi

Dr.rer.nat. Djati Mardiatno

Mitra Bestari/Reviewers:

Dr. Imroatul Chalimah Juliana,S.T, M.T

Tri Basuki Joewono, Ph.D

Dr. Yusria Darma, ST, M.Eng.Sc

Yessi Nirwana Kurniadi, ST., MT., PhD

Prof. Dr. Azmeri, S.T, M.T.

Dr. Henny Herawati, S.T., M.T.

Dr. Renni Angraini, ST., M.Eng

Muchammad Zainal Muttaqin ST MSc

Dr. Ir. Eldina Fatimah, M.Sc.Eng

Dr. Joleha , S.T., M.M

Editor Tata Letak:

Zahra Amalia, S.T., M.Eng

Sekretariat:

Juliana Fisaini, S.T., M.T.

Alamat Sekretariat/Redaksi:

Ruang Jurnal Jurusan Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala

Jl. Syech Abdurrauf No. 7 Darussalam, Banda Aceh 23111

Website: https://jurnal.unsyiah.ac.id/JTS | E-mail: [email protected]

Telp/fax: 0651-7555444

EDITORIAL

Assalamualaikum wr. wb,

Pembaca dan penulis pada Jurnal Teknik Sipil (JTS) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) yang kami hormati,

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, tim Editor Jurnal Teknik Sipil (JTS) yang juga dikelola oleh Jurusan

Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala (USK) menyampaikan edisi Mei 2021 ini dengan sejumlah artikel

terbaru. Artikel-artikel tersebut telah mengalami proses review yang cukup ketat dan melibatkan sejumlah

reviewer (mitra bestari) baik dari internal USK maupun dari perguruan tinggi lainnya.

Hal yang berbeda dari edisi ini adalah munculnya 7 artikel dalam satu edisi dibandingkan lazimnya hanya

5 artikel. Ini merupakan tekad tim editori JTS untuk memperluas spektrum pembahasan dalam jurnal.

Dalam waktu dekat, kami bertekad untuk mencapai setidaknya 8 artikel untuk setiap edisi dimana akan

setidaknya ada 5 artikel dari penulis eksternal USK.

Perlu kami sampaikan pula bahwa, JTS sedang dalam upayanya melakukan peningkatan akreditasi pada

sistem SINTA sejak Maret 2021. Kami berharap akan terjadi peningkatan akreditasi yang signifikan

dibandingkan kondisi saat ini yang masih pada SINTA 4. Oleh karena itu, tim editor JTS berupaya

melakukan penapisan ganda pada artikel yang diterima oleh tim. Seluruh artikel melalui penapisan awal

oleh tim editorial untuk melihat sisi novelty (kebaharuan riset), ketaatan pada panduan penulisan, dan

kedalaman pembahasan hasil. Sejumlah artikel dengan terpaksa dikembalikan lagi kepada penulis tanpa

diteruskan ke proses review mengingat pertimbangan di atas. Aspek yang paling sering dijumpai adalah

ketidaksinkronan pada aspek tatatulis dan grafik/gambar yang ditampilkan. Untuk itu, Tim Editorial JTS

menyarankan kepada penulis yang bermaksud melakukan submisi makalahnya untuk memperhatikan

secara cermat dua hal tersebut untuk menghindari penolakan makalah tanpa proses review..

Di sisi lain, tim editorial JTS secara regular melakukan evaluasi internal terhadap kinerja dan capaian proses

publikasi di JTS. Salah satunya adalah dengan menggandeng sejumlah mitra bestari (reviewer) yang secara

keilmuwan cukup handal dan memiliki reputasi baik di bidangnya. Mereka berasal dari beberapa perguruan

tinggi negeri dan swasta dengan pengalaman publikasi yang baik. Di samping itu, reviewer internal di JTS

juga terus dioptimalkan. Untuk itu, Tim Editorial JTS mengucapkan terimakasih kepada para reviewer yang

tidak dapat kami sebutkan satu persatu dalam Editorial ini.

Demikianlah sambutan Tim Editorial JTS ini disampaikan. Akhirnya, sebagai Editor-in-Chief, saya

mengucapkan terimakasih kepada para Section Editor, Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Unsyiah, dan

Pimpinan Fakultas Teknik Unsyiah atas bantuan dan dukungannya.

Wassalam,

Banda Aceh, 28 Mei 2021

Jurnal Teknik Sipil

Universitas Syiah Kuala

Dr. Syamsidik

Editor-in-Chief

Email: [email protected]

DAFTAR ISI

ANALISIS PERGERAKAN ARUS PASANG SURUT TERHADAP

PERUBAHAN PERLETAKAN PEMECAH OMBAK DI PELABUHAN

ULEE LHEUE

Eldina Fatimah, Amir Fauzi

1-8

ANALISIS KELAYAKAN PROSES EVAKUASI VERTIKAL PADA

DAERAH ZONA MERAH DI KECAMATAN KUTA ALAM

M. Isya, Azmeri Azmeri, Enny Irmawati Hasan

9-19

EFISIENSI KERAPATAN STASIUN HUJAN DI KABUPATEN SUMBAWA

Adi Mustikatari Lismula, Dedy Dharmawansyah, Adi Mawardin, Tri Susilawati

20-30

ANALISIS PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PENUMPANG

ANTARA BUS DAN KERETA API RUTE SURABAYA-JAKARTA

Daud Rosyid Rahardjo Al Muntsari, Willy Kriswardhana, Akhmad

Hasanuddin

31-39

SIMULASI LUAS PENAMPANG STREET INLET JALAN YOS

SUDARSO KOTA PALANGKA RAYA

I Made Kamiana, Allan Restu Jaya, Elia Setiawan

40-48

STABILISASI TANAH LEMPUNG MENGGUNAKAN ABU TANDAN

KELAPA SAWIT DAN SEMEN TERHADAP NILAI CBR

Muthia Anggraini, Daniel Panggabean, Winayati

49-54

TINGKAT KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KINERJA

PELAYANAN BANDARA SULTAN ISKANDAR MUDA BANDA

ACEH MENGGUNAKAN METODE CUSTOMER SATISFACTION

INDEX (CSI)

Cut Mutiawati, Lulusi Lulusi, Suci Lestari

55-63

Jurnal Teknik Sipil

p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

Volume 10 No. 1, Mei 2021

- 1

ANALISIS PERGERAKAN ARUS PASANG SURUT TERHADAP

PERUBAHAN PERLETAKAN PEMECAH GELOMBANG DI

PELABUHAN ULEE LHEUE

Eldina Fatimah1,*, Amir Fauzi1

1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111

*)email: [email protected]

Abstract: The movement of tidal currents at the mouth of the port is determined by the placement of the coastal structures (eg break water). Ulee Lheue Port, which is located in Banda Aceh City as one of the vital inter-island crossing ports, often experiences problems related to the movement of ships during seasonal changes due to currents and waves. The condition of the entrance channel at Ulee Lheue Port becomes difficult for ships to pass in the West and East monsoons. This paper aims to describe the current movement that occurs when the pemecah gelombang at Ulee Lheue Port is varied, its layout is reviewed based on the direction of the waves coming. Scenario I looks at the condition of the existing pemecah gelombang, scenario II extends the building on the right side 100m, scenario III extends the left side 250m, and scenario IV extends the left side 100m and the right side 155m. The data used to analyze the current movement are wind speed taken from the BMKG Blang Bintang station, available measurement currents, and tides records at the port pool for 30 days record. The current movement is simulated using Delft3D software. The simulation results show that inside the port in scenario II the smallest maximum current velocity is 0.25m/sec compared to other scenarios. Of the four simulated scenarios, in terms of current movements, scenario IV is better than the others. Besides that, it also provides the ship comfort when maneuvering into the port.

Keywords : current; tidal; break water; port

Abstrak: Pergerakan arus pasang surut di mulut alur pelayaran ditentukan oleh perletakan bangunan pengarahnya (misalnya pemecah gelombang). Pelabuhan Ulee Lheue yang berada ke Kota Banda Aceh sebagai salah satu pelabuhan penyeberangan antar pulau yang vital, kerap mengalami permasalahan terkait dengan pergerakan kapal saat terjadinya perubahan musim akibat arus dan gelombang. Kondisi alur masuk Pelabuhan Ulee Lheue menjadi sul it dilalui kapal

pada musim barat dan musim timur. Paper ini bertujuan untuk memaparkan pergerakan arus yang terjadi bila pemecah gelombang di Pelabuhan Ulee Lheue divariasikan tata letaknya ditinjau berdasarkan arah datang gelombang. Skenario

I melihat kondisi pemecah gelombang eksisting, skenario II memanjangkan bangunan di sisi kanan 100 m, skenario III memanjangkan sisi kiri 250 m, dan skenario IV pemanjangan sisi kiri 100 m dan sisi kanan 155m. Data yang digunakan untuk menganalisis pergerakan arus adalah kecepatan angin yang diambil dari stasion BMKG Blang

Bintang, arus sesaat yang tersedia, dan pasang surut yang berada di dalam kolam pelabuhan selama 30 hari pencatatan. Pergerakan arus disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak Delft3D. Hasil simulasi menunjukkan bahwa di dalam kolam pelabuhan pada skenario II menghasilkan kecepatan arus maksimum terkecil yaitu 0,25 m/detik

dibandingkan dengan skenario lainnya. Dari keempat skenario yang disimulasikan, ditinjau terhadap pergerakan arus, maka skenario IV lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya. Disamping itu juga perletakan skenario IV

memberikan kenyamanan kapal saat bermanuver ke dalam pelabuhan.

Kata kunci : arus; pasang surut; pemecah gelombang; pelabuhan

Disetujui : 25 Januari 2021

Diterbitkan : 31 Mei 2021

Diterima : 12 September 2020

Direvisi : 18 Desember 2020

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 2

1. PENDAHULUAN

Pelabuhan Ulee Lheue merupakan pelabuhan

penyeberangan terpenting di Kota Banda Aceh, karena

merupakan prasarana penghubung antara Kota Banda

Aceh-Sabang-Pulau Nasi. Pelabuhan ini berada di wila-yah teluk Ulee Lheue dimana secara alamiah terjadi

proses pergerakan arus saat terjadi pasang dan surut air

laut disepanjang garis pantainya. Proses pergerakan arus

yang masuk dan keluar dari alur pelabuhan sangat di-

pengaruhi oleh karakteristik hidrodinamika pantai seperti angin, pasang surut, dan gelombang. Keberadaan

pemecah gelombang di mulut Pelabuhan Ulee Lheue se-

bagai pelindung kolam pelabuhan secara langsung telah

mempengaruhi pergerakan arus di sepanjang pantai di te-

luk Ulee Lheue.

Pemecah gelombang dibangun untuk membuat ko-lam yang tenang terhadap pengaruh gelombang dan arus

selain untuk melindungi fasilitas darat yang penting

lainnya. Pemecah gelombang juga didisain untuk

melindungi area pelabuhan dari erosi dan sedimentasi [1].

Diperkirakan konstruksi pemecah gelombang belum dapat sepenuhnya melindungi kolam pelabuhan

dari permasalahan pergerakan arus yang menghambat

aktivitas kapal di pelabuhan. Permasalahan ini belum

dapat dijelaskan secara pasti apakah akibat pengaruh

konstruksi pemecah gelombang yang pendek atau disebabkan oleh pengaruh perubahan iklim yang

menyebabkan perubahan gelombang dan arus di

lingkungan Pelabuhan. Oleh karena itu perlu dilakukan

analisis mengenai pergerakan arus saat pasang dan surut

yang terjadi di pelabuhan Ulee Lheue dengan mempertimbangkan kondisi arah angin, pasang surut,

dan gelombang yang mempengaruhinya untuk

mendapatkan peletakan konstruksi pemecah gelombang

dengan kecepatan arus yang aman untuk pergerakan

kapal di Pelabuhan.

Beberapa peneliti terdahulu telah mengkaji perubahan garis pantai di teluk Ulee Lheue, pergerakan

arus dominan tanpa meninjau pergerakan arus di

Pelabuhan Ulee Lheue [2], [3]. Kajian secara numerik

tentang perpanjangan di kedua sisi pemecah gelombang

pelabuhan Ulee Lheue terhadap sedimentasi di dalam kolam pelabuhan sudah dilakukan. Namun hasil yang

diperoleh tidak signifikan dalam mengurangi

sedimentasi [4].

Karakteristik hidrodinamika perairan seperti pasang

surut dan arus merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi perubahan morfologi pantai di kawasan

teluk Ulee Lheue telah dijelaskan oleh [2], Menurut [2],

pola pergerakan arus terhadap pasang surut pada titik

lokasi yang ditinjau tidak seimbang dan dari grafik

mawar arus dapat disimpulkan bahwa arus dominan

terdapat dari arah utara dan arus dominan juga berasal

dari arah tenggara.

Sementara menurut [3], simulasi sirkulasi pasang

surut di Laguna Ulee Lheue yang menggunakan software

Delft3D-Flow menunjukkan bahwa rentang tinggi muka

air pada Laguna Ulee Lheue adalah 1,46 m. Kecepatan pada saat kondisi surut lebih besar dari pada kondisi saat

pasang terjadi. Kecepatan maksimum pada saat pasang

adalah 0,41 m/s dan kecepatan maksimum pada saat

surut adalah 0,67 m/s.

Hasil kajian [4] dan [5] yang dilakukan di Pelabuhan Ulee Lheue menjelaskan bahwa pasang surut

bertipe Semi Diurnal, dimana tunggang pasut (Mean

Range) di pelabuhan penyeberangan Ulee Lheue adalah

179 cm. Menurut [4], pasang surut di pelabuhan Ulee

Lheue dan barang Lafarge Cement Lhoknga tidak

mempengaruhi besar dengan pendaratan kapal-kapal di dermaga karena konstruksi dermaga di pelabuhan

tersebut sudah tepat sesuai dengan tunggang pasut yang

terjadi di pelabuhan tersebut.

Simulasi numerik terhadap laju dan volume dari

sedimentasi yang terjadi di kolam Pelabuhan Ulee Lheue dengan dua skenario panjang pemecah gelombang di

kolam pelabuhan telah dilakukan oleh [4]. Simulasi

dilakukan dengan menggunakan Delft3D-Flow dan

Delft3D-Wave. Simulasi dilakukan dengan dua skenario

panjang pemecah gelombang, dimana skenario pertama dimodelkan dengan kondisi eksisting dan skenario kedua

dimodelkan dengan menambahkan panjang dari struktur

pemecah gelombang sepanjang kurang lebih 150 m ke

arah laut. Berdasarkan hasil simulasi, dapat disimpulkan

bahwa kedua skenario panjang konstruksi pemecah gelombang ini belum cukup efektif untuk menahan laju

sedimentasi pada kolam Pelabuhan Ulee Lheue.

2. METODE PENELITIAN

Pada bagian ini diuraikan mengenai data yang

digunakan dan persamaan yang diperlukan dalam perhi-tungan.

Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah lingkungan Pelabuhan

Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh. Pelabuhan Ulee Lheue merupakan pelabuhan

penyeberangan yang menjadi penghubung antara Kota

Banda Aceh dengan Pelabuhan Balohan di Kota Sabang

dan juga dengan Pelabuhan Lampuyang di Pulau Nasi.

Lokasi ini dapat dilihat secara garis besar pada Gambar 1.

Skenario Model

Perubahan arus saat pasang dan surut pada berbagai

arah angin dikaji berdasarkan empat skenario pemodelan

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 3

yang dipilih. Panjang dan sudut peletakan pemecah

gelombang divariasikan di mulut alur pelabuhan, Ske-nario yang dimaksud disajikan dalam Tabel 1. berikut.

Kekuatan struktur pemecah gelombang tidak termasuk

dalam kajian ini, dimana dimensi pemecah gelombang di

dalam pemodelan tidak berpengaruh terhadap parameter

yang ditinjau. Hanya panjang pemecah gelombang saja

yang dipertimbangkan dan yang memberikan pengaruh terhadap karakteristik gelombang dan arus.

Gambar 1. Lokasi penelitian di Pelabuhan Ulee

Lheue (Sumber : [6])

Pembuatan Peta

Peta topografi dan batimetri sangat diperlukan untuk kebutuhan simulasi. Data dari peta batimetri

digunakan sebagai bagian kedalaman sisi laut didalam

domain model. Data topografi digunakan untuk kondisi

sisi darat pelabuhan.

Tabel 1 . Model pertama

`No Skenario Kondisi

1 Skenario I

Kondisi eksiting panjang pemecah gelombang sisi kanan (± 254m), dan panjang

pemecah gelombang sisi kiri (±197 m)

2 Skenario II Tambahan pemecah gelom-

bang sisi kanan (100m)

3 Skenario III Tambahan pemecah gelom-

bang sisi kiri (250m)

4 Skenario IV

Tambahan pemecah gelom-bang sisi kiri (100m) dan

pemecah gelombang sisi kanan (155m)

Persiapan Data

Data yang perlu disiapkan adalah data angin dengan pencatatan selama sekurang-kurangnya 10 tahun. Dari

data ini diperoleh kecepatan angin dari masing-masing

arah angin. Data angin juga digunakan untuk melakukan

proses hindcasting gelombang, yang nantinya akan

didapatkan tinggi gelombang signifikan (Hs) dan periode

gelombang signifikan (Ts). Data angin diperoleh dari

Stasiun Klimatologi Bandara Sultan Iskandar Muda Blang Bintang. Data angin diolah untuk mendapatkan

kecepatan angin dari berbagai arah seperti Barat (B),

Utara (U), Timur Laut (TL), dan Barat laut (BL).

Data pasang surut diperlukan untuk mengetahui

batas-batas muka air laut pada saat pasang tertinggi

maupun saat surut terendah. Nilai batas awal (boundary condition) pada saat simulasi arus dilakukan memerlukan

data pasang surut ini. Komponen utama pasang surut

yang dipergunakan berupa komponen diurnal (K1 dan

O1) dan komponen semi-diurnal (M2 dan S2).

Perhitungan Gelombang

Perhitungan tinggi gelombang sangat penting untuk

perencanaan pelabuhan. Berdasarkan penelitian terbaru

yang dilakukan oleh the European Community menun-

jukkan bahwa gelombang-gelombang ekstrim dengan tinggi antara 20-30meter sering terjadi. Lebih jauh lagi,

beberapa dekade yang lalu, sudah banyak kapal komersil

yang hilang akibat gelombang ekstrim ini [7]. Untuk itu

perlu kehati-hatian dalam menghitung tinggi dan periode

gelombang dalam perencanaan pelabuhan.

Tinggi dan periode gelombang diperoleh dari data angin terbesar dengan persentase semua arah yang

mempengaruhi pergerakan arus di Pelabuhan Ulee

Lheue. Tinggi dan periode gelombang dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut ini [8]:

𝑔.𝐻𝑠

𝑈𝐴2 = 0,30

[

1 − 1

{1+0,004(𝑔.𝐹

𝑈𝐴2)

12⁄

}

2

]

(1)

𝑔.𝑇𝑠

2𝜋𝑈𝐴= 1,37

[

1 − 1

{1+0,008(𝑔.𝐹

𝑈𝐴2)

13⁄

}

5

]

(2)

dimana Hs adalah tinggi gelombang signifikan

(m). Ts adalah periode gelombang signifikan (dt). F

merupakan panjang fetch (km). UA merujuk pada ke-

cepatan seret angin (m/dt). g adalah gravitasi (9,8 m/dt2).

Perhitungan Pasang surut

Tiupan angin atau pergerakan pasang surut air laut

dapat menyebabkan terjadinya pergerakan suatu massa

air dari suatu tempat ke tempat yang lain yang disebut juga arus [7]. Rentang pasang surut diperoleh dari data

pasang surut yang dilakukan selama 30 hari pencatatan.

Pengamatan ini bertujuan untuk menghitung kedudukan

air tertinggi (high water spring) dan ketinggian ratarata

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 4

permukaan (low water spring) sebagai faktor koreksi

nilai kedalaman perairan [9]. Rentang pasang surut pada paper ini dianalisis

dengan menggunakan metode Least Square. Metode ini

memberikan akurasi cukup baik pada hasil prediksi

harmonik pasang surut [10]. Hasil penelitian [10]

mendapatkan analisis komponen harmonik pasang surut

data lengkap menghasilkan koreksi eror sebesar 1.98 cm pada panjang data 45 hari di bulan purnama ke purnama.

Modifikasi data menghasilkan eror sebesar 0,52 cm pada

panjang data 15 hari dengan toleransi kerusakan

sebanyak 5% kerusakan data teratur. Modifikasi data

elevasi pasut menunjukkan perolehan data eror 0,8 cm pada panjang data 30 hari dengan toleransi kerusakan

sebanyak 20% kerusakan data teratur.

Pentingnya analisis pasang surut ini menurut [11],

salah satu kegagalan yang dapat menyebabkan

pelabuhan/dermaga tidak dapat berfungsi dengan baik adalah tidak direncanakan berdasarkan pasang naik dan

pasang surut, sehingga kapal tidak dapat bersandar

dengan baik pada waktu berlabuh ke dermaga.

Persiapan Model

Secara umum persiapan model untuk simulasi dida-hului oleh digitasi land boundary, pembuatan grid, dan

pemasukan data kedalaman. Pada persiapan model

simulasi ini bagian yang digunakan merupakan Delft3D-

Rgfgrid dan Delft3D-QuickIn. Delft3D-RGFGRID

digunakan untuk membuat dan memodifikasi grid, sedangkan Delft3D-QuickIn digunakan untuk input

sample data (topografi dan batimetri) ke dalam grid yang

telah dibuat sebelumnya, yang kemudian

diinterpolasikan menjadi data kedalaman (depth). Dalam

pemodelan ini, grid dibuat menggunakan koordinat certesian. Karena keterbatasan data batimetri maka grid

ditetapkan berukuran 10m x 10m, dimana hal ini

dianggap cukup merepresentasikan kondisi di lapangan.

Simulasi arus dilakukan dengan menggunakan Delft3D-

Flow dan simulasi transformasi gelombang

menggunakan Delft3D-Wave.

Simulasi Arus dengan Delft3D-Flow

Menurut [12] Delft3D-Flow adalah sistem bagian

Delft3D yang digunakan untuk menghitung SWE

(shallow water equation) atau persamaan pada kondisi air dangkal dalam variabel kecepatan dan tinggi ke dalam

bentuk dua atau tiga dimensi. Delft3D-Flow merupakan

salah satu bagian dari Delft3D yang digunakan untuk

melakukan simulasi arus.

Simulasi Gelombang dengan Delft3D-Wave

Delft3D-Wave adalah sistem bagian Delft3D yang

yang digunakan untuk memodelkan perambatan

gelombang. Delft3D-Wave dapat juga diterapkan di

perairan dalam, menengah dan dangkal [13]. Dalam

simulasi gelombang, selain data-data sekunder diperlukan pula input dari hasil simulasi Delft3D-Flow.

3. HASIL PEMBAHASAN

Menurut [14] pasang surut dan gelombang

mempengaruhi perencanaan sebuah pelabuhan.

Khususnya bangunan pelindung pantai. Pergerakan arus, tinggi, dan arah datang gelombang sangat

menentukan tata letak pemecah gelombang.

Pelabuhan Ulee Lheue kerap mengalami permasala-

han khususnya pergerakan arus dari dan keluar

pelabuhan. Kajian tentang arus ini dibahas detail dalam paper

ini. Arus memainkan peran penting dalam proses

transpor sedimen/ material dan pergerakan air di area

pantai [15]. Pembahasan dikhususkan pada perge-

rakan arus pasang dan surut untuk arah angin dari U saja. Mengingat tinggi gelombang terbesar yang ter-

jadi dari arah U.

Analisis Pasang Surut

Analisis pasang surut penting dalam hal kea-

manan kapal, keselamatan kru di atas kapal selama memasuki alur Pelabuhan [16]agar aman, lancar, dan

kondusif.

Adapun hasil pengolahan data pasang surut

menghasilkan besaran amplitude (A), rentang

pasang, dan lain-lain. Selanjutnya fluktuasi pasang surut tersebut disajikan dalam grafik seperti pada

Gambar 2. Dari data ini dapat dilihat bahwa pasang

surut terjadi 2 kali dalam sehari. Hal ini

menunjukkan bahwa komponen semi diurnal yang

dipengaruhi bulan lebih dominan daripada komponen diurnal yang dipengaruhi matahari.

Analisis Tinggi (Hs) dan periode Gelombang (Ts)

Berdasarkan penggambaran mawar angin di-

peroleh hasil bahwa angin yang berpengaruh secara

signifikan adalah arah Barat (B), Barat Laut (BL), Utara (U), dan Timur Laut (TL). Sementara dari arah

lain tidak diperhitungkan termasuk dari arah Barat.

Data angin ini kemudian diolah untuk mendapatkan

tinggi dan periode gelombang signifikan.

Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan dapat dilihat pada Tabel 2.

berikut. Gelombang terbesar berasal dari arah U dan

BL.

Pemodelan arus

Hasil pemodelan arus untuk keempat skenario

yang dipilih yang berasal dari arah Utara disajikan

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 5

dalam Gambar 3. Sampai dengan Gambar 10. beri-

kut. Sementara analisis pengaruh gelombang tidak menjadi bagian dalam paper ini. Adapun informasi

tinggi gelombang dipaparkan untuk menunjukkan

arah angin yang paling dominan yang akan dibahas

secara rinci.

Tabel 2. Hasil prediksi tinggi dan periode gelombang

`No Parame-

ter B

BL U TL

1 Hs 1,676 2,271 2,411 1,896

2 Ts 4,357 5,677 5,809 4,983

Gambar 2. Grafik pasang surut di kolam Pelabuhan Ulee Lheue

Pergerakan arus biasanya kompleks, berfluk-

tuasi terhadap arah dan waktu. Sehingga informasi

lokal san-gat penting diketahui untuk keamanan pe-

layaran [17]. Manuver kapal sangat dipengaruhi oleh arus. Bahkan oleh arus dengan kecepatan yang

lemah sebesar 0,5 Knot (0,257 m/dt). Walaupun ada

faktor lain yang ber-pengaruh seperti tipe kapal dan

tujuan dari manuver yang akan dilakukan [18][17].

Skenario I

Hasil pemodelan arus yang ditampilkan dalam

Gambar 3. dan Gambar 4., menunjukkan

kecepatan arus di luar kolam bervariasi dari 0 sampai

0,8 m/s. Di daerah kolam pelabuhan, kecepatan arus pada kondisi pasang tertinggi adalah sebesar 0,1

sampai 0,5 m/s. Dari hasil analisis arus, khususnya

daerah dekat pantai menunjukkan pola arus yang

relatif sama dengan pola arah angin dominan yang

bertiup di daerah tersebut yaitu berarah U dan arah

lainnya yaitu BL dan TL. Dapat dilihat kondisi arus cukup tinggi pada saat pasang dari arah U ini.

Menurut [18] pengontrolan khusus terhadap manu-

ver kapal perlu dilakukan untuk kondisi arus yang

kuat seperti ini.

Gambar 3. Vektor arus pada saat kondisi pasang

MSL: 1.24

-0.273724874

1.589791277

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

20

-Ju

n-1

9

21

-Ju

n-1

9

22

-Ju

n-1

9

23

-Ju

n-1

9

24

-Ju

n-1

9

25

-Ju

n-1

9

26

-Ju

n-1

9

27

-Ju

n-1

9

28

-Ju

n-1

9

29

-Ju

n-1

9

30

-Ju

n-1

9

01

-Ju

l-1

9

02

-Ju

l-1

9

03

-Ju

l-1

9

04

-Ju

l-1

9

05

-Ju

l-1

9

06

-Ju

l-1

9

07

-Ju

l-1

9

08

-Ju

l-1

9

09

-Ju

l-1

9

10

-Ju

l-1

9

11

-Ju

l-1

9

12

-Ju

l-1

9

13

-Ju

l-1

9

14

-Ju

l-1

9

15

-Ju

l-1

9

16

-Ju

l-1

9

17

-Ju

l-1

9

18

-Ju

l-1

9

19

-Ju

l-1

9

20

-Ju

l-1

9

21

-Ju

l-1

9

Observation(obs)

Calculation(calc)

obs - calc(V)

MSL

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 6

Gambar 4. Vektor arus pada saat kondisi surut

Skenario II

Pada skenario II pemecah gelombang sisi kanan

dipanjangkan 100m dengan peletakan seperti yang disajikan di Gambar 5.

Gambar 5. Vektor arus pada saat kondisi pasang

Pada saat pasang, arus dialihkan ke sisi kiri

menjauh dari mulut pelabuhan karena adanya

perpanjangan pemecah gelombang. Arus cukup be-

sar di luar mulut pelabuhan yang bervariasi dari 0,0 m/dtk – 0,8 m/detik dan terlihat membentuk pusaran

di ujung pemecah gelombang. Namun arus menjurus

tenang di zona mulut Pelabuhan dan bahkan di dalam

kolam Pelabuhan dengan kecepatan berkisar antara

0,0 m/detik – 0.19 m/detik.

Ada phenomena penting yang harus diwaspadai dengan skenario II ini. Pengaruh perpanjangan

pemecah gelombang di sisi kanan, terlihat meng-

hambat arus masuk ke dalam alur yang menuju la-

guna. Hal ini tidak baik bila ditinjau dari sirkulasi

arus di laguna tersebut.

Gambar 6. Vektor arus pada saat kondisi surut

Perpanjangan pemecah gelombang di sisi

kanan terlihat sangat membantu pergerakan arus meninggalkan kolam pelabuhan, dimana pengaruh

arus surut yang keluar dari mulut alur di sisi kanan

pemecah gelombang di arahkan menjauh dari areal

mulut pelabuhan. Sehingga mulut pelabuhan terlihat

tenang. Hal ini diperlihatkan secara jelas dalam Gambar 6. Kecepatan arus maksimum yang terjadi

adalah 0,25 m/detik dan menjadi sangat kecil di da-

lam kolam.

Skenario III Pada skenario III, pemecah gelombang sisi kiri

dipanjangkan 250m dengan ujungnya dibelokkan

seperti disajikan dalam Gambar 7. Pembelokan dil-

akukan sampai mencapai kedalaman -10,0m. Ter-

lihat bahwa arus pasang yang masuk ke mulut

pelabuhan bervariasi dari 0,0m s/d 0,58m/detik dan ke kolam pelabuhan berkisar dari 0m/detik– 0,193

m/detik.

Seperti halnya dengan skenario II, pergerakan

arus masuk ke laguna terhambat karena perpanjan-

gan pemecah gelombang di sisi kiri. Pergerakan arus saat surut dari kolam

pelabuhan sama sekali tidak terganggu oleh arus

sepanjang pantai (di luar mulut pelabuhan) seperti

yang diperlihatkan di Gambar 8.

Namun dari pergerakan kapal masuk ke dalam pelabuhan terlihat sulit, sebab kapal harus

melakukan manuver yang cukup jauh sebelum

mengarah langsung ke mulut pelabuhan.

Skenario IV

Skenario ke IV dilakukan dengan meman-jangkan pemecah gelombang sisi kiri dan kanan

dengan bukaan mengarah ke BL (Gambar 9. dan

Gambar 10.). Saat pasang arus yang masuk ke

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 7

mulut pelabuhan cukup kecil berkisar antara

0,0m/detik s/d 0,20m/detik.

Gambar 7. Vektor arus pada saat kondisi pasang

Gambar 8. Vektor arus pada saat kondisi surut

Arus juga dengan mudah masuk ke alur yang

mengarah ke dalam laguna. Kondisi ini cukup baik, sebab proses sirkulasi air laut dapat selalu di dalam

laguna. Dengan bukaan yang secara langsung

mengarah ke BL, maka kapal juga tidak mengalami

gangguan yang berarti saat pasang maupun surut.

Pada saat surut (Gambar 10.) arus yang

meninggalkan kolam pelabuhan tidak terganggu oleh pergerakan arus dari sisi kanan pemecah gelombang.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pergerakan arus baik saat pasang dan surut berpengaruh terhadap peletakan pemecah gelombang di

Pelabuhan Ulee Lheue. Skenario IV memberikan hasil

yang terbaik dibandingkan dengan skenario lainnya ter-

hadap pergerakan arus. Baik ditinjau dari kemudahan ka-

pal bermanuver ke dalam mulut pelabuhan, maupun sir-kulasi arus dari dan ke laguna yang berada di sisi kanan

pelabuhan. Kecepatan maksimum arus sebesar 0,89

m/detik di luar mulut pelabuhan terjadi di skenario IV,

namun tidak mempengaruhi ketenangan kolam

pelabuhan.

Gambar 9. Vektor arus pada saat kondisi pasang

Gambar 10. Vektor arus pada saat kondisi surut

Saran

Berdasarkan hasil analisis pergerakan arus dan kesimpulan yang diberikan, maka untuk lebih

memperkuat penetapan pemilihan skenario

peletakan pemecah gelombang ini perlu dilakukan

penelitian/kajian lanjutan dengan

mempertimbangkan pengaruh gelombang dan

sedimen di dalam kolam Pelabuhan Ulee Lheue, tin-jauan perubahan musim dan kecenderungan

terjadinya kenaikan muka air laut serta mendetailkan

grid domain menjadi lebih kecil.

5. DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 8

[1] S. Takahashi, “Breakwater design” In

Handbook of Port and Harbor Engineering. Boston, MA: Springer, 1997.

[2] A. N. Munir, “Karakteristik Arus Pasang

Surut Menggunakan Data Acoustic Doppler

Current Profiler (ADCP) Di Teluk Ulee

Lheue Aceh Besar,” Universitas Syiah Kuala,

2019. [3] M. I. Gumara, “Sirkulasi Arus Pasang Surut

Dengan Simulasi Numerik Di Laguna Ulee

Lheue, Banda Aceh,” Universitas Syiah

Kuala, 2017.

[4] C. R. Ananda dkk., “Analisis Sedimentasi Kolam Pelabuhan Ulee Lheue Dengan

Menggunakan Piranti Lunak Delft3D,” vol. 2,

no. 3, pp. 232–238, 2020.

[5] R. Fahmi, “tudi Perbandingan Pasang Surut

Di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Dan Di Pelabuhan Barang Pt. Lafarge

Cement Lhoknga,” Universitas Syiah Kuala,

2014.

[6] Esri, “Digital Globe,” 2020.

https://discover.digitalglobe.com/.

[7] C. B. Smith, “Extreme waves and ship design,” in 10th International Symposium on

Practical Design of Ships and other Floating

Structures, PRADS 2007, 2007, vol. 2, pp.

1033–1040.

[8] CERC, Shore Protection Manual. Mississippi: U.S. Army Coastal Engineering

Research Center, 1984.

[9] Suhaemi, S. Raharjo, and Marhan,

“Penentuan Tipe Pasang Surut Perairan pada

Alur Pelayaran Manokwari Dengan menggunakan Metode Admiralty,” J.

Sumberd. Akuatik Indopasifik, vol. 2, no. 1,

pp. 57–64, 2018.

[10] R. Kurniawan, A. A. Kushadiwijayanto, dan

R. Risko, “Pengaruh Kelengkapan Data

Pasang Surut Laut Terhadap Kualitas Hasil T_Tide,” J. Laut Khatulistiwa, vol. 2, no. 3,

p. 137, 2020, doi:

10.26418/lkuntan.v2i3.34432.

[11] S. Simanjuntak, “Perencanaan Pelabuhan

Ditinjau Dari Pasang Surut,” Medam, 2009. [12] Anonim, User Manual Deflt3D-Flow:

Simulation of Multi-Dimensional

Hydrodynamic Flows and Transport

Phenomena, Including Sediments. Delft:

Deltares, 2009. [13] Anonim, User Manual Delft3D-RGFGRID:

Generation and manipulation of curvilinear

grids for FLOW and WAVE. Delft: Deltares,

2007.

[14] S. N. Jha, V. B. Sharma, J. Sinha, dan M. D.

Kudale, “Significance of wave and tide induced circulation in development of a

fishery harbour,” Procedia Eng., vol. 116, no.

1, pp. 293–299, 2015, doi:

10.1016/j.proeng.2015.08.293.

[15] A. Basofi M., “Pengaruh Pasang Surut Dalam

Bernavigasi Di Alur Pelayaran Sempit,” Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, 2016.

[16] S. M. B. Putra, A. Suharyanto, dan A.

Pujiraharjo, “Simulasi Numeris Perubahan

Morfologi Dasar Laut Pada Desain

Pelabuhan Di Kabupaten Gresik, Indonesia,” J. Tenik Pengair., vol. 008, no. 01, pp. 130–

138, 2017, doi:

10.21776/ub.jtp.2017.008.01.13.

[17] J. Kornacki, “Analysis of the influence of

current on the manoeuvres of the turning of the ship on the ports turning-basins,” Mar.

Navig. Saf. Sea Transp., vol. 4, no. 4, pp.

365–370, 2009, doi:

10.1201/9780203869345.ch65.

[18] Y. NIWA, M. Numano, J. Fukuto, dan M.

TADA, “Effect on Ship Maneuvering Motion under Strong Tidal Current,” J. Japan Inst.

Navig., vol. 106, pp. 113–120, 2002.

Jurnal Teknik Sipil

p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

Volume 10 No. 1, Mei 2021

- 9

ANALISIS PERENCANAAN DAN KELAYAKAN EVAKUASI

VERTIKAL BENCANA TSUNAMIPADA DAERAH ZONA

MERAH DI KECAMATAN KUTA ALAM

KOTA BANDA ACEH

M. Isya1*, Azmeri 1, Enny Irmawati Hasan2

1,)Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh23111 2)Alumni Magister Ilmu Kebencanaan, Universitas Syiah Kuala,

email: [email protected]*

Abstract: Kuta Alam sub-district is one of the sub-districts which is prone to tsunami.Based on the level of vulner-ability, five out of eleven Gampongs in Kuta Alam are categorized as the areas of high tsunamirisk including Gampong Lampulo, Gampong Lamdingin, Gampong Lambaro Skep, Gampong Mulia, and Gampong Peunayong. This means that almost half of the area in the Kuta Alam sub-district are at high tsunami risk and it is, therefore, an appropriate measure to reduce the risk is essential. The main strategy to reduce disaster risk is to reduce casualties by evacuating residents in vulnerable areas before the tsunami wave arrives. Considering the high vulnerability of those 5 villages, vertikal evacuation is argued to be feasible to implement. This research aims to determine the feasibility of the vertikal evacuation in 5 villages or gampongs in Kuta Alam sub-district, Banda Aceh.The feasibility of vertikal evacuation identified based on the feasibility of supporting components for vertical evacuation, the feasibility of the evacuation building, the feasibility of the evacuation route, and the feasibility of evacuation travel time. Based on the result of the analysis, it is found that there are 11 alternative evacuation buildings and 11 evacuation road. Out of the 11 evacuation route, only 4 evacuation route are feasible to be functioned as vertical evacuation route concerning time feasibility and follow suggested travel time.The unfeasibility of vertical evacuation process caused by the location of evacuation alternative building in which it is located far away from the village that require longer time for evacuation process.

Keywords : Evacuation route planning; evacuation road; alternative evacuation building; vertical evacuation; evacuation feasibility

Abstrak:Kecamatan Kuta Alam merupakan salah satu kecamatan yang termasuk daerah rawan bencana tsunami, 5 Gampong dari 11 Gampong di Kecamatan Kuta Alam merupakan gampong yang berada dalam wilayah zona merah, yaitu Gampong Lampulo, Gampong Lamdingin, dan Gampong Lambaro Skep, Gampong Mulia, dan

Gampong Peunayong. Berdasarkan tingkat kerawanannya, 5 gampong tersebut termasuk ke dalam gampong yang memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap tsunami. Strategi utama untuk dapat mengurangi risiko bencana adalah dengan mengurangi korban jiwa, yaitu dengan cara mengevakuasi penduduk di daerah yang rawan sebelum

gelombang tsunami tiba di daerah tersebut. Dengan melihat kerentanan pada 5 gampong tersebut yang cukup ting-gi, maka evakuasi vertikal lebih layak untuk di terapkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan evakuasi vertikal dari masing-masing gampong tersebut. Kelayakan evakuasi vertikal dilihat dari kelayakan kom-

ponen pendukung evakuasi vertikal, yaitu kelayakan bangunan evakuasi, kelayakan jalur evakuasi, dan kelayakan waktu tempuh evakuasi. Berdasarkan hasil analisis didapatkan 11 bangunan evakuasi alternatif dan 11 ja lur

evakuasi. Dari 11 jalur evakuasi tersebut hanya 4 jalur evakuasi yang layak difungsikan sebagai jalur evakuasi vertikal, karena memiliki waktu tempuh yang layak sesuai dengan waktu tempuh yang disarankan. Ketidaklayakan proses evakuasi vertikal disebabkan oleh bangunan evakuasi alternatif yang berlokasi jauh dari gampong tersebut,

sehingga waktu tempuh yang dibutuhkan pada saat melakukan proses evakuasi menjadi lebih lama.

Kata kunci : Perencanaan jalur evakuasi; jalur evakuasi; bangunan evakuasi alternatif; evakuasi vertikal; kelayakan jalur evakuasi

Disetujui : 26 April 2021

Diterbitkan : 31 Mei 2021 Diterima : 6 Oktober 2020 Direvisi : 24 April 2021

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 11

1. PENDAHULUAN

Strategi utama untuk mengurangi risiko bencana

adalah dengan mengurangi korban jiwa. Pada bencana tsunami untuk mengurangi korban jiwa dapat dilakukan

dengan cara mengevakuasi penduduk di daerah yang

rawan sebelum gelombang tsunami tiba di daerah

tersebut [1]. Terdapat dua metode evakuasi yang dikenal,

yaitu evakuasi horizontal dan evakuasi vertikal. Evakuasi horizontal adalah evakuasi yang dilakukan

dengan cara memindahkan penduduk dari daerah rawan

ke daerah lainnya yang lebih aman atau ke daerah

dataran yang lebih tinggi. Evakuasi vertikal adalah

memindahkan penduduk dengan cara memanfaatkan

gedung-gedung tinggi atau bukit-bukit disekitar daerah yang rawan sebagai tempat evakuasi sementara[2].

Pada saat kejadian gempa kembar pada tanggal

12 April 2012, penduduk di Kecamatan Kuta Alam

masih mengadopsi sistem evakuasi horizontal,

dimana evakuasi dilakukan dengan menggunakan sepeda motor danmobil menuju daerah lain yang

lebih aman, hal ini membua tsituasi di beberapa

ruas jalan menjadi macet, selain itu beberapa ruas

jalan masih berlaku sistem dua arah, sehingga

mengakibatkan terjadinya contra-flow [3]. Penelitian yang dilakukan di Jepang mem-

berikan hasil, bahwa pada saat bencana tsunami

Jepang tahun 2011sebanyak 26,3% penduduk ter-

jebak di kemacetan saat evakuasi[4]. Penelitian

yang dilakukan di Kota Natori, Miyagi Prefecture, memberikan hasil bahwa 65% penduduk di Kota

Natori melakukan evakuasi dengan menggunakan

kendaraan, dimana 29% di antaranya terjebak di

dalam kemacetan pada saat evakuasi [5].

Peristiwa tsunami SelatSunda pada tahun 2018

menyebabkan 437 orang tewas, 31.943 orang luka-luka, dan 10 orang hilang. Pada saat peristiwa ter-

sebut 99% penduduk melakukan evakuasi dengan

berjalan kaki, dimana 61,4% penduduk berhasil

mencapai tempat aman dalam waktu 15 menit,

7,2% mengalami kesulitanmenentukan arah evakuasi, dan 50,7% mengalami kemacetan, hal ini

dikarenakan semua orang melakukan evakuasi pada

saat yang bersamaan [6].

Angka kematian yang tinggi pada bencana

tsunami di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jarak dan waktu tempuh, serta moda

yang digunakan pada saat evakuasi [5].Semakin

banyaknya pengguna jalan yang memilih

kendaraan sebagai moda evakuasi mereka, maka

akan besar pula kemungkinan kemacetan yang akan

timbul, sehingga dalam pelaksanaan evakuasi sangat dianjurkan menggunakan metode evakuasi

vertikal.

Penelitian ini di lakukan untuk

mengetahuikelayakan evakuasi vertikal pada

Kecamatan Kuta Alam, sebagai alternatif pilihan metode evakuasi selain evakuasi horizontal. Ke-

layakan evakuasi vertikal dilihat berdasarkan

kelayakan jalan eksisting yang akan di gunakan

sebagai jalur evakuasi, kelayakan bangunan

alternatif sebagai tempat yang dituju, dan kelayakan

waktu tempuh untuk mendukung evakuasi vertikal.

Evakuasi Vertikal

Evakuasi adalah tindakan pemindahan dan

penyelamatan penduduk dari tempat bahaya ke tempat

yang lebih aman.Evakuasi vertikal dilakukan dengan

cara memindahkan penduduk ke bangunan evakuasi alternatif. Evakuasi vertikal dilakukan jika penduduk

tersebut berada di zona dengan tingkat kerawanan tinggi,

dan proses evakuasi horizontal memakan waktu yang

lama. Umumnya proses evakuasi vertikal dilakukan

dengan berjalan kaki menuju bangunan evakuasi yang berada di sekitar [7], [8].

Evakuasi vertikal sangat di sarankan untuk wilayah

yang dekat dengan pantai dan berpenduduk padat,

memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap tsunami,

waktu untuk evakuasi pada daerah tersebut sangat

terbatas, serta memiliki jaringan jalan yang padat dan kapasitas jalan yang rendah. Metode evakuasi vertikal

yang dilakukan dengan berjalan kaki dapat mengurangi

kepadatan volume jalan dan kemacetan pada saat

evakuasi [9]. Dalam perencanaan evakuasi vertikal, dua

komponen yang paling utama adalah ketersediaan bangunan evakuasi dan jaringan jalan yang akan

digunakan untuk mengakses bangunan tersebut

sebagai jalur evakuasi.

Bangunan Evakuasi Alternatif

Bangunan evakuasi alternatif adalah bangunan publik yang dapat di fungsikan sebagai bangunan

evakuasi bagi penduduk di daerah rawan yang tidak

memiliki waktu cukup untuk melakukan evakuasi

horizontal. Dalam penentuan bangunan evakuasi,

populasi penduduk sangat dibutuhkan, guna mengetahui

kapasitas bangunan. Bangunan evakuasi harus memiliki kapasitas yang cukup untuk menampung

jumlah penduduk [2].

Dalam penentuan bangunan evakuasi alternatif,

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemilihan

bangunan yang akan dijadikan bangunan evakuasi merupakan suatu kendala tersendiri. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan adalah mengoptimasikan

bangunan evakuasi yang juga berfungsi sebagai

bangunan publik [9]. Berdasarkan hasil penelitian,

setidaknya terdapat 45 bangunan publik di Kecamatan

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 12

Kuta Alam yang bisa dijadikan sebagai bangunan

evakuasi alternatif, yaitu 10 mesjid, 16 gedung sekolah, 17 gedung perkantoran, dan 2 puskesmas/rumah sakit

[10].

Jalur Evakuasi

Jalur evakuasi adalah jalur atau jalan yang

direncanakan bersama-sama untuk difungsikan sebagai jalur penyelamatan ketika terjadi bencana [11].

Perencanaan jalur evakuasi bertujuan untuk

memberikan gambaran rute evakuasi, jumlah populasi

dan tempat tujuan evakuasi. Jalur evakuasi harus dapat

ditempuh dengan perhitungan waktu evakuasi yang paling singkat [12].

Perencanaan jalur evakuasi dapat direncanakan

sesuai dengan prinsip kolektor dan arteri, dimana semua

masyarakat yang akan melakukan evakuasi dari

berbagai jaringan kolektor akan berkumpul pada jalur arteri seperti Gambar 1 [13].

Gambar 1.SistemJalurEvakuasi (Sumber [13])

Standar pedoman perencananaan jalur

evakuasi memberikan beberapa parameter dalam

perencanaan jalur evakuasi [11], [13], sebagai beri-

kut:

1. Jalan harus bisa ditempuh dalam waktu 15 menit

dengan berjalan kaki, hingga ke tempat yang aman atau gedung escape building alternatif;

2. Kebutuhan lebar jalan yaitu, jalan arteri primer :

> 10 meter, jalan arteri sekunder : 8 meter, jalan

arteri kolektor sekunder : 8 meter, jalan

lingkungan : 4 meter, jalan lokal sekunder : 4 meter;

3. Panjang lintasan jalur evakuasi maksimum 1

km;

4. Jalur evakuasi harus sesuai dengan kapasitas

pengungsi di wilayah jalur evakuasi; 5. Sebisa mungkin dilakukan pemisahan lalu lintas

dari pencampuran kendaraan sepeda motor,

mobil dan pejalan kaki;

6. Jalur evakuasi harus dihindari tidak mengarah

atau melewati daerah evakuasiyang lain;

7. Jalur evakuasi harus lurus dan tidak banyak

bercabang sehingga mudah diketahui kemana arah dari jalur evakuasi tersebut;

8. Jalur evakuasi direncanakan menjauhi garis

pantai dan jalur-jalur sibuk lainnya,serta sebisa

mungkin menghindari area-area penyeberangan

jalan untuk mencegah titik kemacetan

9. Jalur evakuasi harus disertai dengan rambu-rambu evakuasi.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada 5 gampong di

Kecamatan Kuta Alam yang merupakan wilayah yang

hampir seluruhnya masuk pada zona merah atau zona dengan tingkat risiko paparan terhadap tsunami sangat

tinggi [14].Gampong yang menjadi daerah penelitian

adalah Gampong Lampulo, Gampong Lamdingin,

Gampong Lambaro Skep, Gampong Mulia dan

Gampong Peunayong. Peta lokasi penelitian diperlihatkan pada Gambar 2.

Pengolahan data dimulai dengan penilaian

kelayakan jaringan jalan yang akan digunakan sebagai

jalur evakuasi, dan kelayakan bangunan yang akan

digunakan sebagai bangunan evakuasi alternatif. Berdasarkan hasil penilaian di pilih jaringan jalan yang

memiliki kategori layak dan sangat layak yang akan

digunakan sebagai jalur evakuasi. Penentuan jalur

evakuasi di lakukan sesuai dengan pedoman standar

perencanaan jalur evakuasi [11], [13]. Waktu tempuh evakuasi digunakan untuk melihat kelayakan jalur

evakuasi dalam mendukung proses evakuasi vertikal

dan menentukan moda yang akan digunakan pada saat

evakuasi. Bagan alir metodologi penelitian dapat dilihat

pada Gambar 3.

Kelayakan Bangunan Evakuasi Alternatif dan

Jaringan Jalan.

Parameter penilaian kelayakan bangunan evakuasi

alternatif dan jaringan jalan yang akan di jadikan

sebagai jalur evakuasi dilakukan dengan metode skoring [15]. Parameter kelayakan bangunan evakuasi yang

akan digunakan diperlihatkan pada Tabel 2 dengan skor

parameter diperlihatkan pada Tabel 3. Bangunan

evakuasi alternatif yang akan digunakan serta lokasinya

dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3. Parameter yang digunakan untuk menilai

kelayakan jalandapat dilihat pada Tabel 4 dengan

parameter skor diperlihatkan pada Tabel 5. Metode ini

memiliki parameter yang sama dengan standarisasi

perencanaan jalur evakuasi [11], [13]., yaitu parameter

lebar jalan dan kapasitas jalan. Dengan menggunakan metode ini dapat di ketahui bangunan dan jalan yang

bernilai layak dan sangat layak, yang dapat di rencana-

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 13

kan dan difungsikan untuk evakuasi vertikal

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

Variabel prediksi jumlah pengguna jalan yang

mampu melewati ruas jalan dihitung berdasarkan

ketentuan dari Permen PUNo. 03/PRT/M/2014

dimana ruang gerak minimum yang dibutuhkan untuk pejalan kaki adalah 1,35 – 1,62 m2[16].

Kapasitas volume bangunan evakuasi alternatif di

hitung dengan menggunakan rumus (1)[7], [17].

TEBC = (CS x BA x NrF) / (SpP) (1)

dimana TEBC adalah kapasitas bangunan evakuasi

tsunami (jumlah orang), CS adalah skor kapasitas (%),

BA adalah luasbangunan (m2), NrF adalah jumlah lantai,

dan SpP adalah ruang yang dibutuhkan oleh 1 orang

(m2).

Jarak dan Waktu Tempuh Efisien untuk Evakuasi

Vertikal Pada proses evakuasi vertikal, waktu tempuh

menuju bangunan evakuasi sangatlahpenting. Waktu tempuh evakuasi memiliki tiga komponen utama yaitu (1) jarak maksimum yang dapat di tempuh pada saat melakukan evakuasi, (2) waktu yang dibutuhkan untuk memasuki area bangunan evakuasi, dan (3) waktu yang dibutuhkan oleh penduduk rentan untuk menaiki tangga pada bangunan evakuasi[2].

Jarak dan waktu tempuh yang disarankan untuk proses evakuasi vertikal dihitung dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh Kitamotoseperti pada Persamaan (2)[18]. Pada perhitungan yang diberikan oleh Kitamoto, turut disertakan variabel kecepatan yang di butuhkan untuk menaiki tempat yang lebih tinggi, seperti bukit atau gedung sebagai salah satu dari tiga komponen utama waktu tempuh.

L1 = P1 (T - t1 - t2) (2)

dimana L1 jarak yang ditempuh untuk evakuasi dengan berjalan kaki, P1 adalah kecepatan berjalan (m/s), T adalah waktu perkiraan tsunami (s), t1 adalah waktu yang dibutuhkan bagi masyarakat untuk memulai evakuasi setelah gempa pertama (s), dan t2 adalah waktu yang dibutuhkan untuk naik menuju tempat tertinggi (s). Tempat yang menjadi acuan adalah tebing, perbukitan, atau gedung bertingkat yang dirumuskan dengan H/P2, dimana H adalah ketinggian genangan tsunami, dan P2 adalah kecepatan yang dibutuhkan untuk menaiki tangga, tebing atau bukit.

Variabel P1 pada saat evakuasi sebesar1,419 m/s, sementara variable t1 adalah 20 menit [19].Variabel t2 adalah waktu yang dibutuhkan seseorang untuk naik ke tempat yang tinggi, yang dihitung dengan rumus H/P2, dimana H adalah ketinggian genangan tsunami yang didapat berdasarkan data Tsunami Pole, dan P2 adalah kecepatan orang menaiki tempat yang lebih tinggi yaitu 0,21 m/s [18]. Daftar bangunan evakuasi alternatif dapat dilihat pada Tabel 1. Lokasi bangunan evakuasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Parameter skor dan range

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 14

skor dapat dilihat pada Tabel 2 sampai dengan Tabel 4.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, bangunan evakuasi yang dipilih adalah bangunan masjid dan sekolah, hal ini di dasarkan pada hasil penelitian terkait tingkat pemilihan masyarakat terhadap pemilihan bangunan evakuasi alternatif yang akan digunakan pada saat akan melakukan evakuasi vertikal, dimana 53% dari responden memilih masjid, dan 29% memilih bangunan

sekolah untuk dijadikan bangunan evakuasi alternatif [20].

Rekapitulasi kelayakan bangunan evakuasi alternatif yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 6. Terdapat 11 bangunan evakuasi alternatif yang dapat digunakan sebagai bangunan evakuasi vertikal di 5 gampong yang masuk ke dalam wilayah zona merah di Kecamatan Kuta Alam. Dari 11 bangunan evakuasi alternatif 8 bangunan dinyatakan layak, dan 3 bangunan lainnya dinyatakan sangat layak.

Tabel 1. Bangunan Evakuasi Alternatif

No Nama Gedung Lokasi

1 Masjid Al-Mukarramah Kp. Mulia Mulia

2 SMKN 4 Banda Aceh Mulia

3 Masjid Al-Abrar Lamdingin

4 SD 45 Lambaro Skep

5 Pesantren Inshafuddin Lambaro Skep

6 Masjid Al Makmur Bandar Baru

7 Masjid Al Anshar Mulia

8 SD Negeri 20 Mulia

9 SMK SMTI Banda Aceh Mulia

10 SMP Neg 9 Banda Aceh Peunayong

11 Masjid Al-Muttaqin Peunayong

Gambar 4. Lokasi Bangunan Evakuasi Alternatif

Tabel 2. Paramater Skor yang digunakan untuk menilai

kelayakan bangunan Evakuasi Alternatif

No Kondisi Bangunan

Kriteria Skor

1 Lokasi

Bangunan dari Jalan

Di pinggir jalan 1

Di persimpangan jalan lokal 2

Di pinggir jalan utama 3

Di persimpangan jalan utama 4

2 Jumlah Lantai Satu lantai 1

Dua lantai 2

Tiga lantai 3

> Tiga lantai 4

3 Kaoasitas

Volume Bangunan

< 100 orang 1

100-50 orang 2

500 – 1000 orang 3

> 1000 orang 4

4 Fungsi

Bangunan

Bangunan publik lainnya 1

Perkantoran 2

Sekolah 3

Masjid 4

Tabel 3. Range Skoring untuk Bangunan Evakuasi

Alternatif (1/2)

No Jumlah Skor Kategori

1 4-7 Tidak Layak

2 8-12 Layak

3 13-16 Sangat Layak

Tabel 4. Paramater Skor yang digunakan untuk menilai

kelayakan jalur evakuasi (1/2)

No Parameter Kriteria Skor

1 Lebar jalan < 3 m 1

3 – 4 m 2

4 – 5 m 3

> 5 m 4

2 Kondisi Permukaan Jalan Buruk 1

Sedang 2

Bagus 3

Tabel 4. Paramater Skor yang digunakan untuk menilai

kelayakan jalur evakuasi (2/2)

No Parameter Kriteria Skor

3 Prediksi Jumlah Pengguna jalan

yang Mampu Melewati Jalan

> 1000 1

500 –

1000

2

250 – 500

3

50 – 250 4

< 50 5

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 15

Tabel 5. Range Skoring untuk Jalur Evakuasi

No Jumlah Skor Kategori

1 3-5 Tidak Layak

2 6-9 Layak

3 10-12 Sangat Layak

Tabel 6. Rekapitulasi Nilai Kelayakan Bangunan

Evakuasi Alternatif

No Nama Gedung Lokasi Kapasitas Bangunan

Parameter

1. Masjid Al-

Mukarramah Kp. Mulia

Mulia 1.560 Layak

2. SMKN 4 Banda Aceh

Mulia 446 Layak

3. Masjid Al-

Abrar

Lamdingin 468 Layak

4. SD 45 Lambaro Skep

177 Layak

5. Pesantren Inshafuddin

Lambaro Skep

1.228 Sangat Layak

6. Masjid Al

Makmur

Bandar

Baru

2.808 Sangat

Layak

7. Masjid Al Anshar

Mulia 655 Layak

8. SD Negeri 20 Mulia 532 Layak

9. SMK SMTI

Banda Aceh

Mulia 1.466 Sangat

Layak

10. SMP Neg 9 Banda Aceh

Peunayong 421 Layak

11. Masjid Al-Muttaqin

Peunayong 858 Layak

Total 10.619

Proses evakuasi vertikal dimulai dari pergerakan

penduduk pada jaringan jalan yang digunakan sebagai

jalur evakuasi, yang kemudian berakhir pada bangunan evakuasi alternatif. Kapasitas bangunan evakuasi di

rencanakan sesuai dengan jumlah penduduk yang akan

melakukan evakuasi vertikal. Pada penelitian ini, hanya

penduduk yang memilih evakuasi vertikal yang menjadi

variabel daya tampung dari bangunan evakuasi alternatif. Jumlah penduduk yang memilih evakuasi vertikal di

Kota Banda Aceh sebesar 32% [20]. Rekapitulasi

jumlah penduduk yang memilih evakuasi vertikal

diperlihatkan pada Tabel 7.Waktu tempuh evakuasi

akan menentukan moda evakuasi yang digunakan pada saat evakuasi vertikal. Pada evakuasi vertikal, lamanya

waktu yang dihabiskan oleh penduduk pada jalur

evakuasi menuju bangunan evakuasi alternatif, harus

sesuai atau mendekati waktu tempuh yang disarankan.

Waktu tempuh yang disarankan untuk proses evakuasi vertikal diperlihatkan pada Tabel 8. Matriks proses

evakuasi vertikal dapat dilihat pada Tabel 9, dengan

peta jalur evakuasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 7. Rekapitulasi Jumlah Penduduk yang Memilih Evakuasi Vertikal

No Nama Gampong

Jumlah Penduduk

(Berdasarkan

BPS 2018)

Jumlah Penduduk

yang

Memilih

Evakuasi

Horizontal

Jumlah Penduduk

yang

Memilih

Evakuasi

Vertikal

1 Lampulo 5583 3796 1787

2 Lamdingin 3318 2256 1062 3 Lambaro

Skep 5190 3529 1661

4 Mulia 5306 3608 1698 5 Peunayong 2863 1947 916

Total 22.260 15.136 7.124

Tabel 8. Rekapitulasi Jarak Efisien dan Waktu Tempuh yang DisarankanuntukEvakuasi Vertikal

No Gampong Ketinggian Genangan

Tsunami

(m)

Jarak Efisien

Jalur

Evakuasi

(m)

Waktu tempuh berdasarkan

jarak efisien

(menit)

1 Lampulo 4,6 820 9,6 2 Lamdingin 3,15 830 9,8

3 Lambaro Skep

3,15 830 9,8

4 Mulia 4,6 820 9,6 5 Peunayong 3,5 828 9,3

Rata-rata 826 9,6

Gampong Lampulo

Proses evakuasi vertikal pada Gampong

Lampulo direncanakan dengan dua jalur evakuasi dan dua bangunan evakuasi alternatif, yaitu Masjid

Al Mukarramah dan SMK Negeri 4 Banda Aceh

yang berada di Gampong Mulia, Jalur evakuasi

yang pertama memiliki waktu tempuh 25,8 menit,

jalur evakuasi kedua dengan waktu tempuh 19,51 menit. Daya tampung pada kedua bangunan terse-

but sebanyak 2.006 orang, denganjumlahpenduduk

yang diprediksi akan menggunakan bangunan ter-

sebutsebanyak1.787 orang. Waktu tempuh pada

kedua rute melebihi waktu yang disarankan yaitu 9,6 menit sehingga proses evakuasi tidak layak

dilakukan dengan berjalan kaki.

Gampong Mulia

Proses evakuasi pada Gampong Mulia direncanakan dengan menggunakan tiga jalur evakuasi

dan tiga bangunan evakuasi, yaitu SD Negeri 20 Banda

Aceh, SMK SMTI Banda Aceh, dan SMP Negeri 9

Banda Aceh, yang berada di Gampong Mulia. Jalur

evakuasi yang pertama memiliki waktu tempuh 8,61

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 16

menit. Jalur evakuasi yang kedua dengan waktu tempuh

14,38 menit. Jalur evakuasi yang ketiga dengan waktu tempuh 19,48 menit. Jumlah daya tampung pada ketiga

bangunan tersebut adalah 2.653 orang, dengan jumlah

penduduk yang diprediksi akan menggunakan

bangunan-bangunan tersebut sebagai tujuan evakuasi

vertikal sebanyak 1.698 orang.Waktu tempuh evakuasi

yang disarankan adalah 9,6 menit, berdasarkan perhi-tungan waktu tempuh, hanya jalur evakuasi yang

pertama yang layak ditempuh dengan berjalan kaki.

Gampong Peunayong Proses evakuasi pada Gampong Peunayong di

rencanakan dengan dua jalur evakuasi, dan dua

bangunan evakuasi alternatif yaitu SMP Negeri 9 Banda

Aceh, dan Masjid Al-Muttaqin, yang keduanya berada

di Gampong Peunayong. Pada jalur evakuasi yang pertama memiliki waktu tempuh 13 menit, dan jalur

evakuasi kedua dengan waktu tempuh 7,11 menit.

Jumlah daya tampung pada kedua bangunan tersebut

sebesar 1.279 orang, dengan jumlah penduduk yang

memilih evakuasi vertikal pada Gampong Peunayong yaitu sebanyak 916 orang. Waktu tempuh evakuasi yang

disarankan untuk Gampong Peunayong adalah sebesar

9,7 menit, sehingga hanya satu jalur evakuasi yang

layak di tempuh dengan berjalan kaki.

Gampong Lamdingin Proses evakuasi pada Gampong Lamdingin

direncanakan dengan duajalur evakuasi dan tiga

bangunan evakuasi alternatif. Bangunan evakuasi

alternatif yang pertama adalah Masjid Al Abrar sebagai

satu-satunya bangunan yang berada di Gampong Lamdingin. Masjid Al-Abrar memiliki kapasitas sebesar

468 orang, sementara penduduk yang memilih evakuasi

vertikal di Gampong Lamdingin sebesar 1.062 orang,

sehingga bangunan evakuasi di alihkan ke beberapa

bangunan lain yang terdekat yaitu, SD Negeri 45 dan Pesantren Inshafuddin yang berada di Lambaro Skep.

Jalur evakuasi yang pertama memiliki waktu tempuh

20,69 menit, jalur evakuasi kedua dengan waktu tempuh

58,11 menit. Waktu tempuh evakuasi yang disarankan

untuk Gampong Lamdingin adalah 9,8 menit, sehingga

untuk kedua jalur evakuasi tersebut tidak layak dilakukan dilakukan dengan berjalan kaki.

Gampong Lambaro Skep

Proses evakuasi vertikal di Gampong Lambaro

Skep direncanakan dengan dua jalur evakuasi dan dua bangunan evakuasi alternatif, yaitu Pesantren

Inshafuddin yang berada di Lambaro Skep, sehingga

Pesantren Inshafuddin menjadi tujuan evakuasi untuk 2

gampong, yaitu Lamdingin dan Lambaro Skep. Untuk-

mengantisipasikelebihankapasitas pada Pesantren Insha-

fuddin, maka digunakan Masjid Al Makmur yang berada di Bandar Baru sebagai alternative bangunan

evakuasi yang paling dekat dengan Lambaro Skep. Pada

jalur evakuasi yang pertama memiliki waktu tempuh

71,95 menit. Pada jalur kedua dengan waktu tempuh

33,21 menit. Jumlah daya tampung pada kedua

bangunan tersebut sebesar 4.036 orang, dengan jumlah penduduk yang memilih evakuasi vertikal di Gampong

Lambaro Skep sebesar 1.661 orang. Waktu tempuh

evakuasi pada Gampong Lambaro Skep adalah 9,6

menit, sehingga proses evakuasi tidak layak dilakukan

dengan berjalan kaki.

Pembahasan

Jalur evakuasi vertikal direncanakan untuk

penyelamatan diri dengan cara berjalan kaki, sehingga

waktu tempuh menjadi tolak ukur yang penting dalam keberhasilan evakuasi vertikal, selain dari kelayakan

komponen jalan dan bangunan evakuasi alternatif. Wak-

tu tempuh akan memberikan gambaran apakah dari

jalur evakuasi yang telah di rencanakan layak di tempuh

dengan berjalan kaki atau dengan berkendaraan. Dari

hasil analisis kelayakan proses evakuasi vertikal, didapati 11 jalur evakuasi yang dapat digunakan oleh

penduduk untuk mengakses bangunan evakuasi

alternatif.

Berdasarkan hasil perhitungan waktu tempuh,

dari 11 jalur evakuasi hanya dua jalur yang layak di fungsikan untuk evakuasi vertikal, yaitu jalur evakuasi

pada Gampong Mulia dengan tujuan bangunan evakuasi

alternatif Masjid Al-Anshar, dan jalur evakuasi pada

Gampong Peunayong dengan tujuan bangunan evakuasi

Masjid Al-Muttaqin. Jika merujuk pada standar waktu tempuh jalur evakuasi, dimana jalur evakuasi harus bisa

ditempuh dalam waktu 15 menit [11], dapat ditemukan

2 jalur evakuasi lainnya yang layak di fungsikan sebagai

jalur evakuasi vertikal, yaitu jalur evakuasi pada

Gampong Peunayong dengan tujuan bangunan evakuasi

alternatif SMP Negeri 9 Banda Aceh, dan jalur evakuasi pada Gampong Mulia dengan tujuan bangunan evakuasi

alternatif SMK SMTI Banda Aceh. Sehingga jumlah

jalur evakuasi yang layak di fungsikan sebagai jalur

evakuasi vertikal adalah 4 jalur evakuasi.

Tabel 9. Matriks Kelayakan Jalur Evakuasi Vertikal (1/2)

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 17

Nama Jalan

Prediksi Jumlah Pengguna

Jalan (org)

Waktu Tempuh

(Menit)

Kelayakan Jalur

Gedung Evakuasi Aletrnatif yang dituju

Nama Gedung Kapasitas Gedung

Lokasi Gedung

Gampong Lampulo

1 Jln. Sisingamangaraja 10864 26,24 Layak Masjid Al-Mukarramah

SMKN 4

Banda Aceh

1.560

446

Gampong

Mulia

Total 10864 26,24

2 Jln. Matahari 802 3,07 Layak

3 Jln. Kamboja 757 3,3 Layak

4 Jln. Anggrek I 820 3,63 Layak

5 Jln. Anggrek II 823 3,92 Layak

6 Lr. Meunasah 364 1,82 Layak

7 Jln. Serunai 445 2,42 Layak

8 Jln. Tgk Teungoh 238 1,35 Layak

Total 4249 19,51 2006

Gampong Mulia

9 Jln. Maimun Saleh 1304 3,91 Layak Masjid Al-Anshar

655

Gp Mulia

10 Jln. Pocut Meurah

Inseun

1317 4,7 Layak

Total 2.621 8,61

11 Jln. Pocut Baren 6420 14,38 Layak SD Neg 20 Banda Aceh

532

Total 6420 14,38

12 Jln. Laksamana 1096 5,96 Layak

SMK STMI Banda Aceh

1.466 13 Jln. Tgk. Hasyim Banta

Muda 2297 5,46 Layak

14 Jln. Pelangi 1652 8,04 Layak

Total 5.045 19,46 2653

Gampong Peunayong

15 Jln. TWK. Moh. Daudsyah

2.813 6,69 Layak SMP Neg. 9 Banda Aceh

421

Gp.

Peunayong

16 Jln. WR Supratman 1182 2,54 Layak

17 Jln. H.T Daudsyah 1397 3,32 Layak

Total 5.392 13,00

18 Jln. Jend. Ahmad Yani 2010 3,19 Layak Masjid 858

1 Jln. Sisingamangaraja Gp Peunayong

1852 3,52 Layak

Al-Muttaqin

Total 3852 7,11 1.549

Gampong Lamdingin

19 Lr. Tgk Juned 378 2,96 Layak

Masjid AL Abrar

468

Gampong Lamdingin

20 Jln Rawa 796 5,63 Layak

21 Jln. Tuan Di Pulo 485 3,65 Layak

22 Ruas Jalan Nomor 22 847 2,48 Layak

23 Lr. Bak Kasan 895 4,86 Layak

24 Jln. Keuchik Daud Yusuf 156 0,99

Layak

25 Jln. Tgk. H. Dimurtala 667 3,08 Layak

Total 3846 20,69

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 18

Tabel 9. Matriks Kelayakan Jalur Evakuasi Vertikal (2/2)

No Jalan

Nama Jalan

Prediksi Jumlah Pengguna

Jalan (org)

Waktu Tempuh (Menit)

Kelayakan Jalur

Gedung Evakuasi Aletrnatif yang dituju

Nama Gedung Kapasitas

Gedung

Lokasi

Gedung

26 Jln. Syiah Kuala 19062 45,34 Layak SD Negeri 45

Pesantren

Inshafuddin

177

1228

Gp. Lambaro Skep

Gp.

Bandar Baru

27 Jln. Mujahidin 2304 10,19 Layak

28 Jln. Tanggul 584 2,58 Layak

Total 21950 58,11 1873

Gampong Lambaro Skep

29 Jln Delima 3186 13,84 Layak Pesantren Inshafuddin

Masjid Al

Makmur

1.228

2.808

Gp. Bandar Baru

26 Jln. Syiah Kuala 19062 45,34 Layak

27 Jln. Mujahidin 2304 10,19 Layak

28 Jln. Tanggul 584 2,58 Layak

Total 25136 71,95

30 Lr. Makmur 339 1,98 Layak

31 Lr. Meunasah Al Iman 379 2,96 Layak

32 Jln. Anggur I 870 5,35 Layak

33 Jln Angur II 708 3,81 Layak

27 Jln. Mujahidin 2304 10,19 Layak

28 Jln. Tanggul 584 2,58 Layak

34 Jln. Taman Sri Ratu Safiatuddin

3567 6,34 Layak

Total 8751 33,21 4036

Gambar 5. Peta Jalur Evakuasi Pada Gampong Berzona Merah di Kecamatan Syiah Kuala

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 19

Penyebab utama proses evakuasi vertikal men-

jadi tidak layak disebabkan oleh bangunan evakuasi alternatif yang berada di luar gampong tersebut,

seperti bangunan evakuasi alternatif untuk Gampong

Lampulo, Gampong Lamdingin, dan Gampong

Lambaro Skep. Lokasi bangunan evakuasi yang be-

rada di luar daerah evakuasi membuat akses menuju

bangunan tersebut harus melalui jalur evakuasi yang berada di daerah lain, seperti Jln. Syiah Kuala, Jln.

Mujahidin, dan Jln. Tanggul yang digunakan oleh

Gampong Lamdingin dan Lambaro Skep untuk

mengakses bangunan evakuasi yeng berlokasi di

Lambaro Skep, sehingga membuat waktu tempuh menjadi semakin lama. Dalam perencanaan jalur

evakuasi vertikal, jalur evakuasi tidak boleh

melewati daerah evakuasi yang lainnya untuk

menghindari kemacetan, peningkatan volume jalan,

serta membuat waktu tempuh menjadi lebih lama. Untuk mengatasi hal itu, dapat direncanakan

bangunan lainnya yang berada di satu daerah

evakuasi yang sama sebagai bangunan evakuasi

alternatif. Selain itu dapat juga dibuat perencanaan

jalur evakuasi horizontal yang terpisah dari jalur

evakuasi yang telah di rencanakan untuk daerah yang tidak memungkinkan diberlakukannya jalur

evakuasi vertikal sebagai jalur penyelamatan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Penelitian ini melakukan investigasi

kelayakan proses evakuasi vertikal dengan studi

kasus di Kecamatan Kuta Alam di Kota Banda

Aceh. Penelitian ini mengidentifikasikan bahwa

dari 5 gampong yang menjadi tinjauan, hanya 2 gampong yang layak mengadopsi sistem

evakuasi vertikal, yaitu Gampong Mulia dan

Gampong Peunayong. Selanjutnya, berdasarkan

waktu tempuhnya, dari 11 jalur evakuasi yang

direncanakan hanya 4 yang dinyatakan layak

untuk digunakan sebagai jalur evakuasi vertikal. Berdasarkan hasil penelitian ini juga di ketahui

bahwa lokasi bangunan evakuasi yang berada di

luar daerah evakuasi membuat waktu tempuh

menjadi semakin lama, hal inilah yang menjadi

penyebab proses evakuasi vertikal pada Gam-pong Lampulo, Lamdingin dan Lambaro Skep

menjadi tidak layak.

Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa

diperlukan identifikasi yang lebih luas lagi terkait bangunan publik yang dapat digunakan untuk

bangunan evakuasi selain bangunan-bangunan yang

sudah direncanakan, untuk mendukung proses

evakuasi vertikal. Selanjutnya, penelitian ini juga mengidentifikasi kebutuhan kajian yang lebih lanjut

terkait bangunan evakuasi alternatif dan manajemen

evakuasinya, juga perencanaan jalur evakuasi

horizontal yang terpisah dari jalur evakuasi vertikal.

5. KESIMPULAN DAN SARAN [1] U. Unisdr, “Sendai framework for

disaster risk reduction 2015–2030,” in

Proceedings of the 3rd United Nations

World Conference on DRR, Sendai,

Japan, 2015, hal. 14–18. [2] FEMA, “Vertikal Evacuation from

Tsunamis: A Guide for Community

Officials.” Federal Emergency

Management Agency Washington DC,

2009. [3] W. Seni, N. Ismail, dan A. B. Ismail,

“Pendidikan Mitigasi Bencana Berbasis

Lingkungan Masyarakat Terhadap Jalur

Evakuasi Gempa Bumi Berpotensi

Tsunami (Studi Kasus Kecamatan Kuta

Alam Kota Banda Aceh),” Biot. J. Ilm. Biol. Teknol. dan Kependidikan, vol. 1,

no. 2, hal. 93–102, 2015.

[4] N. Y. Yun dan M. Hamada, “Tsunami

Fatality Rate and Evacuation Behavior

During the 2011 Tohoku Tsunami,” in Handbook of Coastal Disaster Mitigation

for Engineers and Planners, Elsevier,

2015, hal. 179–204.

[5] H. Murakami, K. Takimoto, dan A.

Pomonis, “Tsunami evacuation process and human loss distribution in the 2011

Great East Japan Earthquake-A case

study of Natori city, Miyagi prefecture,”

in 15th World Conference on Earthquake

Engineering, 2012, hal. 1–10.

[6] T. Takabatake et al., “Field survey and evacuation behaviour during the 2018

Sunda Strait tsunami,” Coast. Eng. J., vol.

61, no. 4, hal. 423–443, 2019.

[7] R. S. Dewi, “A-gis based approach of

evacuation model for tsunami risk reduction,” IDRiM J., vol. 2, no. 2, hal.

108–139, 2012.

[8] P. González-Riancho et al., “Tsunami

evacuation modelling as a tool for risk

reduction: application to the coastal area of El Salvador,” Nat. Hazards Earth Syst.

Sci., vol. 13, no. 12, hal. 3249–3270,

2013.

[9] D. J. Kurniawan, A. D. Suriamihardja,

Jurnal Teknik SipilVolume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 20

dan J. P. Davey, “Tsunami Evacuation

Planning as a tool for Tsunami Risk Reduction: A case study in Palu Bay,

Central Sulawesi,” Int. J. Eng. Sci. Appl.,

vol. 7, no. 1, hal. 11–26, 2020.

[10] W. Soviana, “Analisis Kerentanan

Bangunan Gedung Dan Kesiapsiagaan

Masyarakat Dalam Upaya Mitigasi Bencana Tsunami Di Kecamatanrnkuta

Alam Banda Aceh,” ETD Unsyiah, 2015.

[11] SNI 7766 : 2012, “Jalur Evakuasi

Tsunami,” Badan Standardisasi Nasional,

2012. [12] H. Yuzal, K. Kim, P. Pant, dan E.

Yamashita, “Tsunami evacuation

buildings and evacuation planning in

Banda Aceh, Indonesia.,” J. Emerg.

Manag. (Weston, Mass.), vol. 15, no. 1, hal. 49–61, 2017.

[13] B. R. R. C. N. / I. 300 GI, “Pedoman

Perencanaan Pengungsian Tsunami

(Tsunami Refuge Planning),” 2007. .

[14] F. Fauziah, E. Fatimah, dan S. Syamsidik,

“Penilaian Tingkat Risiko Bencana Tsunami Untuk Kawasan Kota Banda

Aceh Berdasarkan Skenario Tsunami

Desember 2004,” J. Tek. Sipil, vol. 3, no.

2, hal. 145–156, 2014.

[15] A. Suharyanto, A. Pujiraharjo, F. Usman,

K. Murakami, dan C. Deguchi,

“Predicting tsunami inundated area and evacuation road based on local condition

using GIS,” IOSR J. Environ. Sci.,

Toxicol. Food Technol.(IOSR-JESTFT),

vol. 1, hal. 5–11, 2012.

[16] “PERMEN-PU-03-2014 Pejalan Kaki

(Lampiran) - Kota Hijau.” . [17] A. Budiarjo, “Evacuation shelter building

planning for tsunami prone area: a case

study of Meulaboh city, Indonesia,”

Enschede, ITC, 2006. .

[18] H. Kitamoto, M. Miyano, dan S. HAGINO, “Proposal Of Constructing

New Tsunami Shelter Buildings At

Mimase In Kochi City.”

[19] B. M. Kemal dan H. Putra, “An

observation of the walking speed of evacuees during a simulated tsunami

evacuation in Padang, Indonesia,” IOP

Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol. 140,

no. 1, hal. 12090, 2018.

[20] J. W. McCaughey, I. Mundir, P. Daly, S.

Mahdi, dan A. Patt, “Trust and distrust of tsunami vertikal evacuation buildings:

Extending protection motivation theory

to examine choices under social

influence,” Int. J. disaster risk Reduct.,

vol. 24, hal. 462–473, 2017.

Jurnal Teknik Sipil

p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

Volume 10 No. 1, Mei 2021

- 20

EFISIENSI KERAPATAN STASIUN HUJAN DI KABUPATEN

SUMBAWA

Adi Mustikatari Lismula1,*, Dedy Dharmawansyah1,**, Adi Mawardin1 , Tri Susilawati1 1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Teknologi Sumbawa

Jl. Raya Olat Maras, Batu Alang-Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat 84371

email: [email protected]*, [email protected]**

Abstract: Rainfall is generally not evenly distributed in a region, this has an impact on the distribution of rain stations which is also not uniform, thus affecting the engineering design of an area in the future. Sumbawa Regency as an area with hilly topographical conditions also experiences uneven distribution of rain so it is necessary to test the consistency of rainfall data. The method used to test the consistency of this data is the Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) method. Meanwhile, in determining the number and density of rain stations, various methods can be used, one of which is the Kagan-Rodda method with an output of optimum rain station points representing an area in Sumbawa Regency. The calculation results obtained that the value of the coefficient of variation (Cv) is 24.1, for a 3% allowable error, 64 new stations are needed with a Kagan triangle length of 10.8 km, while for a 5% allowable error it takes 23 new stations with a Kagan triangle length of 17. 8 km. The number of efficient rain stations is 23 stations, taking into account the small overlap of the catchment area between stations and also considering the cost of procuring and maintaining rain station equipment which is still relatively expensive.

Keywords : Rain Station; Kagan-Rodda; RAPS; Sumbawa

Abstrak: Curah hujan pada umumnya tidak merata disuatu wilayah, hal ini berimbas pada sebaran stasiun hujan yang juga tidak seragam, sehingga mempengaruhi perancangan keteknikan pada suatu wilayah dimasa mendatang. Kabupaten Sumbawa sebagai daerah dengan kondisi topografi yang berbukit juga mengalami ketidakseragaman

sebaran hujan maka diperlukan uji konsistensi data curah hujan. Metode yang digunakan untuk menguji konsistensi data ini dengan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS). Sedangkan dalam melakukan penentuan jumlah dan kerapatan stasiun hujan dapat menggunakan berbagai metode, salah satunya adalah metode Kagan-Rodda dengan

luaran berupa titik-titik stasiun hujan yang optimum dalam mewakili suatu wilayah di Kabupaten Sumbawa. Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien variasi (Cv) adalah 24,1, untuk kesalahan perataan 3% dibutuhkan 64 stasiun baru dengan panjang segitiga Kagan adalah 10,8 km, sedangkan untuk kesalahan perataan 5% dibutuhkan 23 stasiun

baru dengan panjang segitiga Kagan adalah 17,8 km. Jumlah stasiun hujan yang efisien sejumlah 23 stasiun dengan pertimbangan overlap daerah tangkapan antar stasiun sedikit dan juga pertimbangan biaya pengadaan dan pemeliharaan alat stasiun hujan yang masih tergolong mahal.

Kata kunci : Stasiun hujan; Kagan-Rodda; RAPS; Sumbawa.

1. PENDAHULUAN

Kejadian hujan satu wilayah dengan wilayah

lainnya memiliki perbedaan yang dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain garis lintang, ketinggian tem-pat, jarak dari laut, posisi didalam dan ukuran massa

tanah daratan, arah angin terhadap sumber air, relief dan

suhu nisbi dari tanah. Kabupaten Sumbawa yang berada

di Pulau Sumbawa memiliki topografi yang tidak rata

atau cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian elevasi

antara 0 hingga 1.730 m diatas pemukaan laut [1].

Dengan kondisi topografi ini mengakibatkan kondisi

fisik yang heterogen antar wilayah. Heterogenitas ini me-nyebabkan sebaran kejadian hujan yang tidak merata dan

turut memberikan pengaruh pada standar rancangan

keteknikan di masa akan datang. Berdasarkan kondisi ek-

sisting saat ini, hanya terdapat satu stasiun hujan untuk

Disetujui : 26 April 2021

Diterbitkan : 31 Mei 2021

Diterima : 4 Januari 2021

Direvisi : 24 April 2021

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 21

cakupan seluruh wilayah di Sumbawa. Jumlah ini diang-

gap belum ideal dengan wilayah Sumbawa yang cukup luas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

menentukan titik-titik stasiun hujan baru yang merata dan

mewakili kejadian hujan di berbagai bentuk topografi

dengan masukan data hujan yang akurat sehingga di-

peroleh jumlah stasiun hujan dan pola penyebaran stasiun

hujan yang efektif dan optimal sebagai rekomendasi un-tuk mengakomodir wilayah tersebut.

Penelitian terdahulu yang membahas penentuan

jumlah dan kerapatan stasiun sudah banyak dilakukan.

Metode untuk menganalisis jumlah dan kerapatan stasiun

hujan ini juga telah banyak dikembangkan diantaranya metode Kriging [2], [3], metode Stepwise [4], [5] dan

metode Kagan-Rodda [6], [7], [8], [9], [10]. Pada

penelitian ini, metode yang dipilih adalah Kagan-Rodda

karena mempertimbangkan minimnya jumlah stasiun

hujan di wilayah Sumbawa, sehingga metode ini tepat untuk diterapkan baik untuk mengevaluasi jumlah sta-

siun hujan yang ada, juga digunakan untuk menentukan

jumlah stasiun hujan baru yang ideal untuk daerah terse-

but. Berdasarkan kemiripan karakteristik wilayah,

penelitian yang dilakukan oleh [11], [12] dan [13] men-

jadi acuan karena berada di wilayah Nusa Tenggara. Disamping itu, metode pengujian konsistensi data yang

diterapkan pada penelitian ini yaitu metode Rescaled Ad-

justed Partial Sums (RAPS) [14], [15].

2. METODE PENELITIAN

Jaringan Stasiun Hujan Jaringan stasiun hujan mempunyai fungsi yang san-

gat penting yaitu untuk mengurangi variabilitas besaran

kejadian atau mengurangi ketidakpastian dan meningkat-

kan pemahaman terhadap besaran yang terukur maupun

terinterpolasi [16]. Setiap stasiun memiliki luasan pengaruh (sphere of influence) yang merupakan daerah

dimana kejadian-kejadian didalamnya menunjukkan ket-

erikatan atau korelasi dengan salah satu kejadian yang di-

amati stasiun lainnya didalam daerah tersebut [2].

Pada dasarnya terdapat empat hal yang perlu dija-

wab ketika merencanakan stasiun hujan [16] yaitu (1) bagaimana pengukuran akan dilakukan? (2) berapa ban-

yak tempat yang akan diukur? (3) dimana tempat yang

akan diukur? dan (4) berupa jaringan tetap atau semen-

tara?

Semakin banyak jumlah stasiun hujan yang didapat, akan semakin menghasilkan perkiraan terhadap hujan

sebenarnya yang terjadi di dalam suatu DAS. Namun,

penempatan stasiun dalam jumlah yang sangat banyak

akan memerlukan dana yang besar. Mengingat pula

bahwa variabilitas hujan yang sangat besar, tidak hanya jumlah stasiun hujan tersebut yang mempunyai peran

yang besar. Dengan demikian, dalam merencanakan sta-

siun hujan (rainfall networks), terdapat dua hal penting

yang harus diperhatikan, yaitu jumlah stasiun hujan

dinyatakan dalam km2/stasiun dan pola penempatan sta-siun hujan di dalam suatu daerah.

Standar WMO

Kerapatan Jaringan Stasiun hujan dapat diartikan

sebagai luasan daerah yang diwakili oleh setiap stasiun

hujan [9]. Kerapatan minimum stasiun hujan didasarkan

pada hasil kajian dari World Meteorological Organiza-

tion (WMO) seperti pada Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan Menurut WMO [17]

No Tipe Wilayah Kerapatan jaringan

minimum (km2)

Kondisi

Normal

Kondisi

Sulit

1 Daerah datar tropis mediteran dan sedang

600-900 900-3000

2 Daerah pegunungan

tropis mediteran dan sedang

100-250 250-1000

3 Kepulauan kecil

bergunung

25 -

4 Daerah kering dan kutub

1500-10000 -

Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) Metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS)

merupakan metode yang digunakan untuk menguji

konsistensi. dengan persamaan:

n

stasiundataY

=

_

(1)

=

=n

i

i

yn

Yy

D1

2_

2 (2)

=

+

−=

n

i

sebelumnyaiK KYyS1

_*

(3)

y

KK

D

SS

***= (4)

2

yy DD = (5)

dimana Y̅ adalah curah hujan rata-rata, N adalah jumlah

data, Dy adalah simpangan rata-rata, yi adalah data curah

hujan ke-i, Sk٭adalah simpangan mutlak, Sk٭٭ adalah

nilai konsistensi data dan nilai K adalah1,2,3,...,n.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 22

Pengujian konsistensi menggunakan data stasiun itu

sendiri yaitu dengan menghitung kumulatif

penyimpangan terhadap nilai rata-rata (mean) dibagi

dengan akar kumulatif rerata penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya, lebih jelas lagi dapat dilihat pada

rumus Q dan R.

maksSQ K

**= (6)

min****

KK SmaksSR −= (7)

dimana Q adalah nilai statistik Q untuk 0 ≤ k ≥ n, dan

R adalah nilai statistik (range). Nilai Q

√n dan

R

√n hasil

perhitungan selanjutnya dibandingkan dengan nilai Q

√n dan

R

√n kritis seperti pada

Tabel 2.

Tabel 2. Nilai 𝐐

√𝐧 dan

𝐑

√𝐧

N 𝐐

√𝐧

𝐑

√𝐧

90% 95% 99% 90% 95% 99%

10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38

20 1,10 1,22 1,42 1,34 1,43 1,6

30 1,12 1,24 1,40 1,40 1,50 1,70

40 1,13 1,26 1,50 1,42 1,53 1,74

50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78

100 1,17 1,29 1,55 1,50 1,62 1,86

↓ 1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2,00

(Sumber: [16])

Metode Kagan-Rodda

Metode Kagan-Rodda pada dasarnya

menggunakan analisis statistik dan mengaitkan

kerapatan jaringan stasiun hujan dengan kesalahan

interpolasi (interpolation error) dan kesalahan perataan

(averaging error). Adapun perumusan yang digunakan dalam metode Kagan sebagai berikut:

( )( )0/

0)(dd

erdr−

= (8)

( )( )

N

Nd

Ar

CZ V

0

0

1

23,01 +−

= (9)

( ) ( )

( ) N

A

d

rrCZ V

0

00

3 52,03

1+

−= (10)

N

AL 07,1= (11)

dimana r(d) adalah koefisien korelasi untuk jarak d km, r(0) adalah koefisien korelasi untuk jarak yang sangat dekat,

d adalah jarak antar stasiun (km), d(0) adalah radius

korelasi, yaitu jarak antar stasiun dimana korelasi

berkurang dengan faktor e, Z1 adalah kesalahan dalam

perataan (%), Z3 adalah kesalahan interpolasi (%), Cv adalah koefisien variasi, A adalah luas wilayah studi

(km2), N adalah jumlah stasiun, dan L adalah panjang sisi

jaringan (km).

Menurut [16], cara Kagan dapat digunakan dalam

dua keadaan: 1. Apabila di dalam DAS sama sekali belum ada

stasiun hujan, maka cara yang dapat ditempuh

hanyalah mencoba memanfaatkan data hujan di

daerah sekitarnya untuk dapat mengetahui tingkat

variabilitasnya (koefisien variasi). 2. Apabila di dalam DAS telah tersedia jaringan

stasiun hujan, maka cara ini dapat digunakan untuk

mengevaluasi apakah jaringan yang ada telah

mencukupi, atau dapat juga untuk memilih stasiun-

stasiun yang akan digunakan dalam analisis

selanjutnya. Penelitian efisiensi kerapatan stasiun hujan di Ka-

bupaten Sumbawa ini diawali dengan mengumpulkan

data curah hujan diwilayah Sumbawa, kemudian dari

data tersebut dilakukan uji konsistensi data

menggunakan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS), metode ini untuk melihat kualitas datayang

mana masih berpotensi adanya data yang tidak konsisten.

Apabila data yang digunakan memenuhi syarat kon-

sistensi, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis cu-

rah hujan dengan menggunakan metode Isohyet dan Pol-igon Thissen. Gambar 1 menunjukkan bagan alir dari

penelitian yang dilakukan.

Dari hasil analisis curah hujan ini, selanjutnya dapat

diketahui karakteristik hujan di wilayah Sumbawa.

Perencanaan model stasiun hujan yang sesuai dengan

kebutuhan dilakukan menggunakan data curah hujan, pe-doman kriteria minimum stasiun hujan menurut WMO,

sebaran hujan wilayah dan peta topografi Kabupaten

Sumbawa. Selanjutnya dilakukan analisis stasiun hujan

dengan menghitung koefisien korelasi dan grafik hub-

ungan antara jarak dengan nilai korelasi antar stasiun hu-jan yang mana dari grafik ini akan diperoleh persamaan

garis koefisien korelasi dan garis radius korelasi.

Kemudian, dilakukan penentuan titik stasiun hujan rek-

omendasi dengan memilih titik stasiun hujan terdekat

dengan simpul Kagan yang mewakili beberapa simpul Kagan berdasarkan kriteria minimum stasiun hujan

menurut WMO.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 23

Langkah selanjutnya, melakukan overlay secara

spasial titik stasiun hujan pada peta persebaran hujan wilayah Kabupaten Sumbawa. Sebaran stasiun hujan

yang efisien diperoleh dengan overlay dengan bentuk

lingkaran sebagai luas wilayah tangkapan dan memper-

timbangkan berbagai hal seperti daerah pengaruh sesuai

pedoman WMO, kondisi fisik geografis hingga biaya

pemasangan.

3. HASIL PEMBAHASAN

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian Efisiensi Kerapatan Stasiun

Hujan ini adalah di Kabupaten Sumbawa, merupakan salah satu daerah yang berada di wilayah Provinsi Nusa

Tenggara Barat (Gambar 2). Secara astronomis,

Kabupaten Sumbawa terletak antara posisi 116" 42'

sampai dengan 118" 22' Bujur Timur dan 8” 8' sampai

dengan 9” 7' Lintang Selatan dengan luas wilayah 6.643,98 km2. Posisi geografisnya, berbatasan dengan

Kabupaten Sumbawa Barat di sebelah Barat, Kabupaten

Dompu di sebelah Timur, Laut Flores di sebelah Utara

dan Samudra Hindia di sebelah Selatan. [1].

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 2. Peta Kabupaten Sumbawa

(Sumber:[18])

Mulai

Data Curah HujanKriteria Minimum Stasiun

Hujan menurut WMO

Uji Konsistensi Data

Analisis Stasiun Hujan

(Kagan-Rodda)

Titik Stasiun Hujan

Rekomendasi

Overlay

A = B

Model Jaringan Hujan

(Menurut WMO)

Sebaran Stasiun Hujan

Efisien

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Ya

Tidak

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 24

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas

peta Kabupaten Sumbawa skala 1:260.000 dan data

curah hujan Kabupaten Sumbawa kala ulang hujan

tahunan selama 10 tahun dari tahun 2007 sampai tahun 2016.

Tabel 3. Data Curah Hujan Kabupaten Sumbawa (mm)

Tahun Bulan

Ja

n

Feb

Ma

r

Ap

r

Mei

Ju

n

Ju

l

Ag

t

Sep

Ok

t

No

v

Des

2007 43 181 443 103 9 14 - 0 - 1 152 232

2008 289 295 113 111 5 8 1 - 1 86 108 183

2009 150 301 104 115 36 - 17 - 17 2 187 59

2010 492 168 100 62 132 1 91 4 157 94 233 388

2011 249 317 172 250 232 - - - 0,1 15 228 176

2012 345 158 466 31 59 0 - - - 11 47 178

2013 446 335 190 100 99 139 3 - - 5 66 237

2014 255 89 97 109 13 1 19 - - - 109 215

2015 69 216 168 242 54 0 2 0 0 - 51 174

2016 302 464 158 135 40 107 19 4 44 162 512 333

(Sumber: Stasiun Meteorologi Kelas III Sultan Muhammad Kaharuddin Kab. Sumbawa)

Uji Konsistensi Data

Tabel 4. menunjukkan hasil perhitungan uji

konsistensi data curah hujan menggunakan metode

RAPS dengan nilai Q = 1,77 ; R = 1,74 ; n = 10. Dari

data ini diperoleh nilai 𝑄

√𝑛= 0.56 dan

𝑅

√𝑛= 0.54

dengan 𝑄

√𝑛 (99%) = 1,29 dan

𝑅

√𝑛 (99%) = 1,38 (

Tabel 2).

Informasi diatas menunjukkan bahwa nilai 𝑄

√𝑛 hasil

perhitungan sebesar 0,56 yang mana lebih kecil dari nilai 𝑄

√𝑛 kritis yaitu sebesar 1,29. Demikian pula dengan nilai

𝑅

√𝑛 hasil perhitungan diperoleh 0,54 juga kecil dari

𝑅

√𝑛

kritis yaitu 1,38. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data

curah hujan yang digunakan adalah konsisten.

Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan

Analisis kerapatan jaringan stasiun hujan berdasarkan pedoman WMO bahwa setiap stasiun hujan

memiliki luasan daerah pengaruh masing-masing. Hasil

pengumpulan data untuk stasiun hujan di Kabupaten

Sumbawa terdapat satu stasiun hujan yang berada di

bandara Sultan Kaharuddin. Melalui ketentuan WMO, kerapatan stasiun hujan untuk daerah pegunungan

beriklim sedang, mediteran dan daerah tropis seperti

wilayah Sumbawa adalah 100-250 km2/stasiun.

Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, satu

stasiun hujan yang berada di bandara Sultan Kaharuddin belum dapat mewakili semua wilayah Kabupaten

Sumbawa dan tidak dapat memberikan data yang

optimal karena stasiun yang ada belum memenuhi

standar kerapatan stasiun hujan menurut WMO, maka

untuk itu perlu adanya perencanaan untuk mendapatkan

jumlah stasiun hujan dan sebaran yang efektif.

Penentuan Kesalahan Perataan

Dengan menggunakan perumusan (9), maka dihi-

tung nilai kesalahan perataan yang disajikan pada Tabel

6. Berdasarkan Tabel 6, nilai kesalahan perataan (Z1)

hasil perhitungan sebesar 3,01% dan 4,82 % dan selan-jutnya kesalahan perataan yang digunakan adalah 3%

dan 5%.

Rekomendasi Jaringan Stasiun Hujan Baru

Perhitungan statistik untuk data curah hujan kala ulang 10 tahun diperoleh nilai rata-rata adalah 1331,8

mm dan simpangan baku (S) untuk data tersebut adalah

321,36. Dari hasil rata-rata dan simpangan baku tersebut

maka dapat diperoleh nilai koefisien variasi (Cv) yang

diperoleh dari pembagian simpangan baku dengan nilai

rata-rata dan dikalikan dengan 100% adalah 24,1 (Tabel 5). Setelah nilai Cv telah diperoleh maka selanjutnya

dapat menghitung jumlah stasiun yang direkomedasikan

untuk persentase kesalahan perataan sebesar 3% dan 5%

yang disajikan pada Tabel 7.

Penggambaran jaring Kagan dilakukan dengan ban-tuan software Autocad. Hasil penggambaran titik-titik

Jaring Kagan yang di overlay dengan Peta Kabupaten

Sumbawa untuk kesalahan perataan 3 % dan 5% dapat

dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 25

Tabel 4. Hasil Uji Konsistensi Data Curah Hujan dengan Metode RAPS

No Tahun Curah Hujan Dy² Sk٭ Sk٭٭ |Sk٭٭|

1 2007 1176 2206,6 -115,8 -0,37 0,37

2 2008 1200 1579,2 -130,8 -0,42 0,42

3 2009 988 10745,3 -341,8 -1,11 1,11

4 2010 1872 26528,7 543,2 1,77 1,77

5 2011 1639 8579,2 311,2 1,01 1,01

6 2012 1305 65,3 -21,8 -0,07 0,07

7 2013 1620 7550,8 294,2 0,96 0,96

8 2014 907 16405 -417,8 -1,36 1,36

9 2015 973 11703,4 -350,8 -1,14 1,14

10 2016 1638 8523,5 315,2 1,03 1,03

Total 14650 93887 |Sk٭٭| maks = 1,77 |Sk٭٭| min = 0,07 Q = 1,77;R = 1,74;n = 10

𝑄

√𝑛= 0,56

𝑅

√𝑛= 0,54

Hasil Akar 306,4

Rata-rata 1.331,8

Tabel 5. Hasil Perhitungan S dan Cv

No Tahun Curah Hujan (𝒙𝒊) 𝒙𝒊 − �̅� (𝒙𝒊 − �̅�)𝟐 S Cv (%)

1 2007 1176 -155,8 24273,64 321,26 24,1

2 2008 1200 -131,8 17371,24

3 2009 988 -343,8 118198,4

4 2010 1872 540,2 291816

5 2011 1639 307,2 94371,84

6 2012 1305 -26,8 718,24

7 2013 1620 288,2 83059,24

8 2014 907 -424,8 180455

9 2015 973 -358,8 128737,4

10 2016 1638 306,2 93758,44

�̅�= 1331,8 ∑ =1032760

Tabel 6. Perhitungan Kesalahan Perataan (Z1)

Parameter Satuan Kesalahan Perataan

A B

Cv 24,1 24,1

r(o) 0,045 0,045

d(o) 41,29 39,09

A km2 6.643,98 6.643,98

Z1 % 3,01 4,82

Pembulatan

Z1

% 3 5

Tabel 7. Hasil Perhitungan N dan L

Kesalahan perataan

(%)

N L (km) A (km2)

3 65 10,8 116,64 - 167,13

5 24 17,8 205,59 - 316,86

Efisiensi Jumlah Stasiun Hujan

Efisiensi dilakukan untuk memperoleh jumlah sta-

siun hujan yang optimal sesuai dengan kebutuhan. Untuk

itu, maka dilakukan overlay spasial dengan bentuk ling-karan sebagai luas wilayah tangkapan stasiun hujan di ti-

tik-titik stasiun hujan rekomendasi dengan tetap

mengacu pada pedoman WMO. Hasil overlay dapat

dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Berdasarkan Gambar 5, stasiun hujan dengan kesalahan perataan 3% memiliki luas wilayah tangkapan

yang saling tumpang tindih (overlap) satu sama lain serta

banyak stasiun memiliki jarak yang berdekatan, sehingga

beberapa stasiun hujan seharusnya dapat diwakili oleh

satu stasiun hujan. Sedangkan pada Gambar 6, kesala-han perataan 5% memiliki luas wilayah tangkapan

dengan sedikit overlap antar daerah tangkapannya.

Rangkuman perbandingan antara jumlah stasiun dengan

kesalahan perataan 3 % dan kesalahan perataan 5 %

dapat dilihat pada Tabel 8.

Berdasarkan berbagai pertimbangan yang disajikan pada Tabel 8 diatas, direkomendasikan jumlah stasiun

yang mewakili Kabupaten Sumbawa adalah jumlah

stasiun hujan dengan kesalahan perataan 5%. Hal ini

mempertimbangkan sisi biaya pengadaan dan

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 26

pemeliharaan stasiun hujan yang masih tergolong mahal.

Berdasarkan kesalahan perataan 5%, stasiun hujan

rekomendasi berjumlah 24 stasiun (Tabel 9).

Tabel 8. Perbandingan kesalahan perataan 3% dan 5%

No Kriteria Kesalahan perataan

3% 5%

1 Dapat mewakili kejadian hujan di Kabupaten Sumbawa ya ya

2 Memenuhi syarat pedoman WMO ya ya

3 Tumpang tindih (overlap) antar stasiun banyak sedikit

4 Jarak antar stasiun rapat renggang

5 Jumlah Stasiun banyak sedikit

Gambar 3. Rekomendasi Pos Stasiun Hujan Baru dengan Peta Jaring Kagan (Kesalahan Perataan 3%)

Gambar 4. Rekomendasi Pos Stasiun Hujan Baru dengan Peta Jaring Kagan (Kesalahan Perataan 5%)

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 27

Gambar 5. Luas Wilayah Tangkapan (Kesalahan Perataan 3%)

Gambar 6. Luas Wilayah Tangkapan (Kesalahan Perataan 5%)

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 28

Tabel 9. Stasiun Hujan Rekomendasi di Kabupaten Sumbawa

No Lokasi Koordinat Keterangan

Desa Kec BT LS

1 Sumbawa Sumbawa Besar 117º 24’ 54” 8º 29’ 21” Stasiun Lama

2 Luk Rhee 117º 16’ 23” 8º 29’ 30” Stasiun Baru

3 Juru Mapin Buer 117º 06’ 10” 8º 29’ 28” Stasiun Baru

4 Lekong Alas Barat 117º 00’ 00” 8º 34’ 57” Stasiun Baru

5 Bao Desa Batulanteh 117º 11’ 28” 8º 39’ 47” Stasiun Baru

6 Sempe Moyo Hulu 117º 21’ 24” 8º 40’ 17” Stasiun Baru

7 Pungkit Lopok 117º 30’ 09” 8º 41’ 30” Stasiun Baru

8 Pemasar Maronge 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru

9 Kakiang Moyo Hilir 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru

10 Labuhan Aji Labuhan Badas 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru

11 Mungkin Orong Telu 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru

12 Ledang Ropang 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru

13 Ropang Ropang 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru

14 Simu Maronge 117º 24’ 54” 8º 55’ 45” Stasiun Baru

15 Plampang Plampang 117º 46’ 09” 8º 47’ 05” Stasiun Baru

16 Boal Plampang 117º 58’ 47” 8º 57’ 19” Stasiun Baru

17 Ongko Tarano 118º 05’ 45” 8º 45’ 47” Stasiun Baru

18 Banda Tarano 118º 15’ 08” 8º 45’ 01” Stasiun Baru

19 Perode Plampang 117º 50’ 06” 8º 53’ 02” Stasiun Baru

20 Sepakat Plampang 117º 41’ 06” 8º 53’ 03” Stasiun Baru

21 Lebangkar Ropang 117º 31’ 04” 8º 55’ 40” Stasiun Baru

22 Lunyuk Ode Lunyuk 117º 17’ 08” 8º 55’ 40” Stasiun Baru

23 Suka Maju Lunyuk 117º 11’ 08” 8º 55’ 45” Stasiun Baru

24 Emang Lestari Lunyuk 117º 05’ 07” 9º 02’ 04” Stasiun Baru

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pengolahan data

untuk efisiensi dan penentuan kerapatan stasiun hujan di

Kabupaten Sumbawa dapat disimpulkan bahwa

perhitungan data curah hujan Kabupaten Sumbawa dengan data kala ulang 10 tahun (2007-2016) diperoleh

nilai 𝑄

√𝑛 hitung = 0,56 <

𝑄

√𝑛 kritis = 1,29 dan

𝑅

√𝑛 hitung =

0,54 < 𝑅

√𝑛 kritis = 1,38, berdasarkan hasil perhitungan

tersebut maka data curah hujan yang ada di Kabupaten

Sumbawa dinyatakan konsisten. Kabupaten Sumbawa

saat ini memiliki satu stasiun hujan yang berada di

bandara Sultan Kaharuddin. Stasiun yang ada sekarang ini belum dapat mewakili seluruh wilayah di Kabupaten

Sumbawa untuk mendapatkan data curah hujan yang

baik karena mengingat Kabupaten Sumbawa memiliki

luas 6.643,98 km2 dan hanya memiliki satu stasiun hujan.

Menurut pedoman WMO untuk daerah pegunungan

beriklim sedang, mediteran dan daerah tropis adalah 100-250 km2/stasiun, maka untuk itu perlu adanya

perencanaan penambahan stasiun hujan untuk

mendapatkan jumlah stasiun hujan dan sebaran yang

efektif untuk Kabupaten Sumbawa.

Menurut hasil perhitungan diperoleh hasil nilai

koefisien variasi (Cv) adalah 24,1, maka didapatkan

perencanaan untuk jumlah stasiun hujan dengan kesalahan perataan dan panjang antar stasiun yaitu

dengan kesalahan perataan 3% direkomendasikan

jumlah stasiun adalah 65 stasiun dengan jarak antar

stasiun adalah 10,8 km, maka diperlukan penambahan

stasiun sebanyak 64 stasiun. Setiap stasiun hujan mencakup 2-3 simpul jaring segitiga kagan yang

mempunyai luas berkisar 116,64 km2 sampai 167,13 km2

dinyatakan sangat memenuhi syarat WMO. Selanjutnya

dengan kesalahan perataan 5% direkomendasikan

jumlah stasiun adalah 24 stasiun dengan jarak antar stasiun adalah 17,8 km, maka diperlukan penambahan

stasiun sebanyak 23 stasiun. Setiap stasiun mencakup 1

sampai 2 simpul jaring segitiga Kagan yang mempunyai

luas berkisar 205,59 km2 sampai 316,86 km2 dan

dinyatakan cukup memenuhi syarat WMO. Berdasarkan

hasil perbandingan efisiensi kesalahan perataan 3% dengan kesalahan perataan 5% maka jumlah stasiun

hujan optimum untuk mewakili kejadian hujan di

Kabupaten Sumbawa adalah 24 stasiun hujan (kesalahan

perataan 5%).

Saran Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan

dapat disarankan mengenai penambahan stasiun hujan

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 29

baru karena hal ini akan sangat mempengaruhi hasil dari

rancangan-rancangan keteknikan di masa akan datang. Selain itu, untuk menunjang penelitian ini, maka

diharapkan peneliti selanjutnya untuk lebih banyak

mengumpulkan data-data yang diperlukan maupun

referensi terkait pengukuran hujan dan menggunakan

aplikasi ArcGIS agar hasil penelitiannya dapat lebih baik

dan lebih lengkap.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] B. Badan Pusat Statistik, Kabupaten

Sumbawa Dalam Angka, 2019th ed.

Kabupaten Sumbawa: Badan Pusat Statistik,

2019.

[2] R. Junaidi, “Kajian Rasionalisasi Jaringan

Stasiun Hujan Pada Ws Parigi-Poso Sulawesi

Tengah dengan Metode Kagan Rodda dan

Kriging,” J. Ilmu-ilmu Tek., vol. 11, no. 1, pp.

22–31, 2015.

[3] M. Rodhita, L. M. Limantara, dan V.

Dermawan, “Rasionalisasi Jaringan Penakar

Hujan di DAS Kedungsoko Kabupaten Nganjuk,” J. Tek. Pengair. FT UB, vol. 3, no.

2, pp. 185–194, 2012.

[4] D. M. Cipta, E. Suhartanto, dan D.

Harisuseno, “Evaluasi dan Rasionalisasi

Kerapatan Jaringan Pos Hujan Dan Pos Duga

Air dengan Metode Stepwise di Sub Das

Brantas Hulu,” J. Mhs. Jur. Tek. Pengair. FT

UB, vol. 1, no. 1, 2017.

[5] T. Kurniawati, E. Suhartanto, dan D.

Harisuseno, “Evaluasi dan Rasionalisasi

Kerapatan Jaringan Pos Hujan dan Pos Duga Air dengan Metode Stepwise di Sub DAS

Lesti,” J. Mhs. Jur. Tek. Pengair. FT UB, vol.

1, no. 1, 2017.

[6] A. Izmi dan P. M. Hadi, “Efisiensi Jumlah

Stasiun Hujan untuk Analisis Hujan Tahunan

di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah

Istimewa Yogyakarta,” J. Bumi Indones. Fak.

Geogr. UGM, vol. 5, no. 1, 2016.

[7] V. Adihaningrum, Anita Andriyani

Dermawan dan D. Chandrasasi, “Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan

Menggunakan Metode Kagan – Rodda

Dengan Memperhitungkan Faktor Topografi

pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Sampean,

Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur,” J. Mhs. Jur. Tek. Pengair. Tek. Pengair. FT UB, vol. 1,

no. 2, 2018.

[8] U. D. Lestari, S. Andajani, dan D. P. A.

Hidayat, “Studi Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan di DAS Cisadane Menggunakan

Metode Kagan Rodda,” in Konferensi

Nasional Teknik Sipil 12, 2018, no.

September, pp. 18–19.

[9] E. Prawati dan V. Dermawan, “Rasionalisasi

Jaringan Stasiun Hujan Menggunakan

Metode Kagan Rodda dengan

Memperhitungkan Faktor Topografi pada DAS Sarokah Kabupaten Sumenep (Pulau

Madura, Jawa Timur),” J. Tapak Progr. Stud.

Tek. Sipil UM Metro, vol. 8, no. 1, pp. 79–90,

2018.

[10] Z. R. Alfirman, L. M. Limantara, dan S.

Wahyuni, “Rasionalisasi Kerapatan Pos

Hujan Menggunakan Metode Kagan-Rodda

di Sub DAS Lesti,” J. Tek. Sipil Univ. Kristen Petra, vol. 8, no. 2, pp. 153–164, 2019.

[11] D. S. Krisnayanti, “Evaluasi Kerapatan

Jaringan Stasiun Hujan Terhadap Ketelitian Perkiraan Hujan Rancangan pada SWS

Noelmina di Pulau Timor,” J. Tek. Sipil Univ.

Nusa Cendana, vol. 1, no. 2, pp. 57–71, 2011.

[12] Y. D. Ratu, D. S. Krisnayanti, dan I. M.

Udiana, “Analisis Kerapatan Jaringan

Stasiun Curah Hujan pada Wilayah Sungai

(Ws) Aesesa di Pulau Flores,” J. Tek. Sipil,

vol. 1, no. 4, 2012.

[13] L. S. C. Ranesa, L. M. Limantara, dan D.

Harisuseno, “Analisis Rasionalisasi Jaringan

Pos Hujan untuk Kalibrasi Hidrograf pada Das Babak Kabupaten Lombok Tengah,” J.

Tek. Pengair. FT UB, vol. 6, no. 1, 2015.

[14] H. Saidah, L. Hanifah, dan A. Supriyadi,

“Kurva Intensity-Duration-Frequency dan

Depth-Area-Duration untuk Kabupaten

Lombok Timur,” J. Tek. Sipil Sigma, vol. 1,

no. 1, pp. 27–36, 2021.

[15] D. B. Paraga, Nurhayati, dan E. Yulianto,

“Uji Konsistensi Data Hujan dari Stasiun

Hujan yang Berpengaruh di Wilayah Kota Pontianak,” J. JeLAST, vol. 7, pp. 1–6, 2020.

[16] S. Harto, Analisis Hidrologi. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1993.

[17] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan.

Yogyakarta: Beta Offset, 2008.

[18] S. Bappelitbangda, “Peta Kabupaten

Sumbawa.” [Online]. Available:

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 30

http://bappelitbangda.sumbawakab.go.id/ma

ps/id/18.

Jurnal Teknik Sipil

p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

Volume 10 No. 1, Mei 2021

- 31

ANALISIS PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI PENUMPANG

ANTARA BUS DAN KERETA API RUTE SURABAYA-

JAKARTA

Daud Rosyid Rahardjo Al Muntsari1,*, Willy Kriswardhana1, Akhmad Hasanuddin1 1Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Jember

Kampus Tegalboto Jl. Kalimantan 37, Kec. Sumbersari Kab. Jember

email: [email protected]*

Abstract: The existence of the Trans-Java toll road has significantly reduced the travel time between Surabaya-Jakarta or Jakarta-Surabaya. Currently, the travel time can be reached in 11-13 hours with the Trans-Java Toll Road. Therefore, study of the mode choice between buses and trains on the Surabaya-Jakarta route is needed to analyze and determine the probability of passengers who are willing to shift mode. In this study, primary data were obtained through online questionnaires (due to pandemic condition) using stated preference and then analyzed using binomial logit difference. The results show that the highest probability occurred in bus mode with a difference in travel costs under normal conditions (ΔX1) was 60.21%; while the difference in travel time (ΔX3) was 76.69% and the access time (ΔX4) was 60.53%.

Keywords : mode choice; trans-java toll; stated preference; logit models binomial difference; pandemic

Abstrak: Adanya Jalan Tol Trans-Jawa menyebabkan waktu tempuh antara Surabaya-Jakarta atau Jakarta-Surabaya berkurang cukup signifikan. Saat ini dengan adanya Jalan Tol Trans-Jawa waktu tempuh dapat dicapai dengan waktu

11-13 jam. Studi mengenai pemilihan moda antara bus dan kereta api rute Surabaya-Jakarta perlu dilakukan untuk menganalisis dan mengetahui probabilitas penumpang yang bersedia berpindah moda. Data dalam penelitian ini

didapatkan dari penyebaran kuesioner secara online (kondisi pandemi) menggunakan teknik stated preference dan kemudian dianalisis menggunakan model binomial logit selisih. Hasil penelitian menunjukkan probabilitas tertinggi terjadi pada moda bus dengan skenario selisih biaya perjalanan pada kondisi normal (ΔX1) sebesar 60,21%,

sedangkan selisih waktu perjalanan (ΔX3) sebesar 76,69%, dan untuk waktu akses (ΔX4) sebesar 60,53%.

Kata kunci : pemilihan moda; tol trans-jawa; stated preference; model binomial logit selisih; pandemi

1. PENDAHULUAN

Jalan Tol Trans-Jawa merupakan sebuah jaringan

jalan tol yang membentang dari ujung barat sampai

ujung timur di Pulau Jawa. Jalan Tol Trans-Jawa mem-

buat waktu tempuh antara Surabaya-Jakarta ataupun sebaliknya menjadi berkurang. Sebelumnya jika melalui

Jalan Raya Nasional waktu tempuh mencapai 20 jam,

pada kondisi terkini dengan adanya Jalan Tol Trans-

Jawa dapat ditempuh dengan waktu 11-13 jam.

Berkurangnya waktu tempuh yang dibutuhkan dari Surabaya menuju Jakarta menjadikan moda bus dapat

dibandingkan dengan moda kereta api. Untuk tarif/biaya

masing-masing moda berada pada kisaran Rp. 450.000-

Rp. 550.000 dengan kelas eksekutif. Kemudian dari segi

rute perjalanan moda bus melewati Jalan Tol Trans-

Jawa, sedangkan moda kereta api melintasi jalur utara

kereta. Dari kedua moda baik moda bus maupun moda

kereta api memiliki kemiripan dan kesamaan antara lain

waktu tempuh, tarif/biaya, dan rute perjalanan. Adapun

mengenai atribut pemilihan moda yang digunakan anta-ra lain atribut selisih biaya perjalanan pada kondisi nor-

mal (sebelum pandemi), atribut selisih waktu tempuh

perjalanan, serta atribut selisih waktu akses.

Beberapa faktor mempengaruhi perilaku pemilihan

moda perjalanan. Biaya perjalanan adalah atribut pent-ing dari pilihan moda, diikuti oleh waktu perjalanan,

ketepatan waktu, waktu akses, dan jenis koneksi [1].

Biaya tambahan dapat menyebabkan perpindahan moda

perjalanan penumpang. Sebuah penelitian di Barcelona

menyatakan bahwa variabel biaya mempengaruhi per-

Diterima : 28 Januari 2021

Direvisi : 22 Maret 2021

Disetujui : 29 April 2021

Diterbitkan : 31 Mei 2021

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 32

ilaku pemilihan moda. Ketika biaya perjalanan dengan

mobil meningkat, kemungkinan pilihan transportasi berbasis rel oleh pelanggan akan lebih tinggi daripada

mobil [2]. Selain itu, di Australia, biaya satu arah

pelanggan merupakan faktor signifikan dalam

mempengaruhi persepsi kepuasan terhadap tarif kereta

api [3]. Beberapa faktor seperti pendapatan dan

kepemilikan kendaraan juga ditemukan signifikan da-lam mempengaruhi perilaku pemilihan moda di Srilan-

ka [4]. Heterogenitas preferensi pilihan moda di Austral-

ia sebagian dijelaskan oleh perbedaan antarkota, status

kelompok pengguna, pendapatan, dan tujuan perjalanan

[5]. Pemilihan moda antara bus dan kereta api rute

Medan-Kotapinang didapatkan bahwa atribut selisih

biaya perjalanan, selisih waktu tempuh, dan selisih wak-

tu tunggu keberangkatan memiliki pengaruh cukup be-

sar terhadap responden dalam menentukan moda yang akan digunakan dalam melakukan perjalanannya. Mas-

ing-masing yakni atirbut biaya perjalanan, waktu

tempuh, dan waktu tunggu keberangkatan berurutan

sebesar 31,93%; 57,96%; dan 50,15% [6]. Sementara

pada pemilihan moda rute Medan-Binjai antara kereta

api dan bus menunjukkan bahwa atribut selisih biaya perjalanan, selisih waktu tempuh, selisih jadwal keber-

angkatan, selisih waktu akses, dan selisih pelayanan

semua mengalami peningkatan apabila harga dan waktu

setiap atribut diturunkan kecuali atribut selisih pela-

yanan. Atribut selisih pelayanan mengalami pening-katan apabila pelayanan dan fasilitas bus ditingkatkan

[7].

Berdasarkan penelitian terdahulu yang meneliti

tentang model pemilihan moda kereta api eksekutif ter-

hadap bus eksekutif pasca pengoperasian Jalan Tol Trans-Jawa dengan metode stated preference, didapat-

kan atribut yang paling banyak berpengaruh pada pem-

ilihan moda adalah kenyamanan. Variabel kenyamanan

mempunyai nilai terbesar diantara atribut yang lain sep-

erti atribut biaya, waktu tempuh, variasi moda, dan

keterlambatan sampai tujuan [8]. Sementara itu pada penelitian tentang model pemilihan moda antara kereta

api dan bus rute Makassar-Parepare dengan metode

stated preference didapatkan potensi perpindahan

penumpang dari bus ke kereta api berdasarkan biaya

perjalanan adalah sebesar 57%, berdasarkan waktu tempuh sebesar 61%, serta berdasarkan frekuensi keber-

angkatan sebesar 51% [9]. Sedangkan penelitian tentang

probabilitas perpindahan moda dari bus ke kereta api

dalam rencana re-aktivasi jalur kereta api Jember-

Panarukan didapatkan probabilitas terbesar pada waktu tempuh 90 menit dan tarif Rp. 4.000 sebesar 90,34%.

Probabilitas terendah pada waktu tempuh 150 menit dan

tarif Rp. 6.000 sebesar 22,55% [10].

Perbedaan pemilihan moda disebabkan banyak

faktor. Pemilihan moda transportasi oleh masyarakat

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteris-tik pergerakan, karakteristik pelaku perjalanan, dan

karakteristik sistem pengangkutan [11]. Pemilihan moda

juga mempertimbangkan pergerakan yang

menggunakan lebih dari satu moda dalam perjalanan

(multimoda). Jenis pergerakan yang menggunakan lebih

dari satu moda sangat banyak dijumpai di Indonesia karena kondisi geografisnya yang terdiri dari banyak

pulau [12]. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah

bagaimana karakteristik pengguna moda dan bagaimana

model pemilihan moda antara bus dan kereta api dengan

rute Surabaya-Jakarta sebagai akibat dari beroperasinya Tol Trans Jawa.

2. METODE PENELITIAN

Pemilihan Moda

Pemilihan moda dapat didefiniskan sebagai pem-

bagian dari perjalanan yang dilakukan oleh pelaku per-jalanan ke dalam moda yang tersedia dengan berbagai

faktor yang mempengaruhi [6]. Pemilihan moda sangat

sulit dimodelkan, walaupun hanya dua moda yang akan

digunakan (pribadi atau umum). Hal tersebut disebab-

kan karena banyak faktor yang sulit dikuantifikasi

misalnya kenyamanan, keandalan, atau ketersediaan mobil pada saat diperlukan. Faktor yang dapat ber-

pengaruh terhadap pengguna moda dapat dikelompok-

kan dari sisi ciri pengguna jalan, ciri pergerakan, ciri

fasilitas moda, ciri kota atau zona [12].

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditentukan tempat awal keber-

angkatan penumpang bus maupun kereta api dengan

rute tujuan Surabaya-Jakarta. Masing-masing terletak di

Terminal Purabaya dan Stasiun Surabaya Pasarturi. Lo-kasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Pengumpulan Data

Adapun mengenai pengumpulan data yakni

menggunakan data primer. Data primer diperoleh me-

lalui survei penyebaran secara online, hal ini dikare-nakan bertepatan pada kondisi pandemi. Status pengis-

ian kuesioner dikatakan valid jika responden pernah

menggunakan kedua moda bus dan moda kereta api

[13]. Sedangkan untuk wilayah jangkauan penyebaran

kuesioner hanya dilakukan di area Kota Surabaya.

Jumlah Sampel

Jumlah sampel yang diambil berdasarkan banyak-

nya penumpang harian rata-rata tiap moda bus maupun

kereta api [12]. Moda bus dibutuhkan sampel dengan jumlah minimal sebesar 225 responden dan moda kereta

api dengan jumlah minimal sebesar 200 responden.

Kedua sampel didapatkan dengan cara menghitung

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 33

banyaknya jumlah rata-rata penumpang harian dari

kedua moda. Perhitungan pengambilan jumlah sampel menggunakan rumus slovin dengan tingkat akurasi yang

diinginkan mencapai 95%.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut, nilai/sifat

dari objek, individu yang mempunyai banyak variasi

tertentu antara satu dan lainnya. Ada beberapa variabel

yang dipilih sebagai hipotesis dari penelitian terkait

dengan penelitian dengan faktor pemilihan moda meli-puti:

1. Karakteristik sosial ekonomi, terdiri dari jenis ke-

lamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.

2. Karakteristik perjalanan penumpang, terdiri dari asal

kota/kabupaten, maksud perjalanan, pernah menggunakan salah satu dan/atau kedua moda,

moda paling sering digunakan, dan alasan pemilihan

moda.

3. Karakteristik pemilihan moda, terdiri dari selisih

biaya perjalanan kondisi normal (X1), selisih waktu

tempuh perjalanan (X2), dan selisih waktu akses (X3) [14].

Stated Preference

Teknik stated preference merupakan sebuah pen-

dekatan terhadap responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda yang terdiri dari

beberapa alternatif pilihan [15].

Tahapan Analisis

Pada penelitian ini menggunakan metode analisis yaitu, analisis karakteristik sosial-ekonomi, analisis re-

gresi berganda, model binomial logit selisih

menggunakan hitungan nilai probabilitas, analisis vali-

dasi model, dan analisis sensitivitas.

Model Binomial Logit Selisih

Model binomial logit selisih merupakan model

pemilihan moda yang menggunakan selisih utilitas anta-

ra dua jenis moda yang dibandingkan untuk menen-

tukan probabilitas pemilihan moda yang ditawarkan [16]. Koefisien regresI menggunakan estimasi kemung-

kinan maksimum [17]. Persamaan 1 dan Persamaan 2

adalah persamaan yang digunakan.

𝑃𝑏𝑢𝑠 = 𝑒(𝑈𝑏𝑢𝑠 − 𝑈𝑘𝑎)

1+ 𝑒(𝑈𝑏𝑢𝑠 − 𝑈𝑘𝑒𝑎) (1)

𝑃𝑘𝑎 = 1 − 𝑃𝑏𝑢𝑠 (2)

dimana Pbus adalah probabilitas penmgguna moda bus, Pka adalah probabilitas pengguna kereta api, Ubus ada-

lah utilitas bus dan Ukea adalah utilitas kereta api.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk memahami perubahan nilai probabilitas moda bus terhadap moda

kereta api. Analisis sensitivitas bertujuan untuk meng-

gambarkan sensitivitas antara moda bus terhadap moda

kereta api mengenai perubahan nilai atribut terhadap

model pada masing-masing pilihan [8].

3. HASIL PEMBAHASAN Hasil Survei Responden

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan

kuesioner yang telah diisi oleh responden. Pada

studi ini diperlukan sampel minimal masing-masing

sebesar 225 responden penumpang moda bus dan 200 responden kereta api. Semakin banyak jumlah

responden maka semakin baik untuk mendapatkan

hasil model yang lebih baik untuk analisis.

Selanjutkan dilakukan rekapitulasi dari data

survei yang telah diperoleh, kemudian dideskripsi-kan sesuai dengan teknik statistik deskriptif [18].

Tabel 1 menyajikan hasil rekapitulasi karakteristik

responden pengguna moda bus maupun moda kere-

ta api rute Surabaya-Jakarta. Selisih biaya perjalan-

an dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3 dan Tabel 4 merupakan waktu tempuh perjalan dan selisih wak-

tu akses ke terminal.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 34

Tabel 1. Karakteristik Responden Bus dan Kereta Api

Variabel Keterangan Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-Laki 46%

Perempuan 54%

Usia <18 Tahun 8%

18-30 Tahun 48%

31-43 Tahun 29%

44-56 Tahun 13%

>56 Tahun 2%

Pendidikan SD/MI 0%

SMP/MTS 5%

SMA/SMK/MA 32%

Diploma/Vokasi 26%

Sarjana 30%

Pasca Sarjana 7%

Jenis Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 3%

Pegawai Swasta 21%

Pelajar/Mahasiswa 33%

Pensiunan 1%

Petani/Pengusaha/ Pedagang

19%

PNS/TNI/POLRI/

Pegawai BUMN

23%

Pendapatan <Rp.1.500.000 28%

Rp.1.500.000-Rp.3.000.000 18%

Rp.3.000.001-Rp.4.500.000 23%

Rp.4.500.001-Rp.6.000.000 19%

>Rp.6.000.000 12%

Maksud Perjalanan Pekerjaan/Bisnis 25%

Pengobatan 2%

Sekolah/Kuliah 22%

Urusan Keluarga 24%

Wisata 27%

Kendaraan Menuju Terminal/ Stasiun

Bemo/Angkot 14%

Diantar 3%

Kendaraan Pribadi 40%

Ojek 27%

Taksi 16%

Pernah Menggunakan Satu dan/atau Keduanya

Hanya Bus 5%

Hanya Kereta Api 7%

Kedua Moda 88%

Alasan Saat Kondisi Normal Kemudahan akses/fleksibilitas 33%

Keselamatan/Keamanan 33%

Pertimbangan biaya/tarif/tiket 24%

Pertimbangan ketepatan/waktu 21%

Tabel 2. Selisih Biaya Perjalanan Pada Kondisi Normal (Sebelum Pandemi)

Biaya Perjalanan Bus

Biaya Perjalanan Kereta Api

Selisih Biaya Per-jalanan BU-KA

Jumlah Responden Tiap Peringkat Preferensi

Total

(1) (2) (3) (4) (5)

Rp.350.000 Rp.450.000 ­ Rp.100.000 141 137 103 69 32 482

Rp.400.000 Rp.450.000 ­ Rp.50.000 123 136 122 66 35 482

Rp.450.000 Rp.450.000 0 118 136 124 68 36 482

Rp.450.000 Rp.400.000 Rp.50.000 46 97 128 96 115 482

Rp.450.000 Rp.350.000 Rp.100.000 35 79 107 113 148 482

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 35

Tabel 3. Selisih Waktu Tempuh Perjalanan

Waktu Perjalanan Bus

Waktu Perjalanan Kereta Api

Selisih Waktu Tempuh BU-KA

Jumlah Responden Tiap Peringkat Preferensi

Total

(1) (2) (3) (4) (5)

10 jam 30 menit 11 jam 30 menit -1 jam 144 133 119 76 10 482

10 jam 30 menit 11 jam -30 menit 111 138 131 90 12 482

10 jam 30 menit 10 jam 30 menit 0 109 128 122 102 21 482

11 jam 10 jam 30 menit 30 menit 43 106 112 120 101 482

11 jam 30 menit 10 jam 30 menit 1 jam 21 68 121 128 144 482

Tabel 4. Selisih Waktu Akses Menuju Terminal/Stasiun

Waktu Akses

Menuju Bus

Waktu Akses

Menuju Kereta Api

Selisih Waktu

Akses BU-KA

Jumlah Responden Tiap

Peringkat Preferensi

Total

(1) (2) (3) (4) (5)

10 menit 30 menit -20 menit 129 125 103 95 30 482

10 menit 20 menit -10 menit 113 128 111 98 32 482

10 menit 10 menit 0 106 125 99 78 74 482

20 menit 10 menit 10 menit 58 94 114 116 100 482

30 menit 10 menit 20 menit 22 80 111 126 143 482

Persamaan Utilitas Bus dan Kereta Api

Persamaan utilitas diperoleh dari hasil input data

variabel bebas (selisih biaya perjalanan, selisih waktu tempuh dan selisih waktu akses) serta variabel terikat Y,

sehingga didapatkan suatu persamaan regresi yang

merupakan persamaan utilitas pemilihan moda. Data

variabel bebas diperoleh dari responden kuesioner

stated preference. Data variabel bebas yang sebelumnya data ordinal (point rating) selanjutnya ditransformasikan

menjadi data berskala interval seperti pada Tabel 5.

Setelah dari hasil analisis regresi, maka diperoleh model

utilitas pemilihan moda [21].

Berdasarkan hasil regresi linier pada Gambar 2,

selisih biaya perjalanan pada kondisi normal (sebelum pandemi) (ΔX1) diperoleh model utilitas dan R2 yang

dituliskan pada Persamaan 3.

𝑈𝐵𝑈 − 𝑈𝐾𝐴 = −0,4146 − 0,000010413(∆𝑋1) (3)

dimana UBU adalah utilitas bus dan UKA adalah utilitas

kereta api, CBU dan CKA adalah korelasi bus dan kereta

api.

Berdasarkan grafik pada Gambar 2, menunjukkan

jika nilai konstanta regresi semakin kecil/mendekati 0

(nol) maka nilai konstanta semakin baik. Pada pemod-elan ini diperoleh nilai konstanta sebesar (-0,4146) dan

nilai variabel (-0,000010413(ΔX1)). Nilai konstanta

didapatkan sebesar (-0,4146), jadi apabila kedua moda

tersebut memiliki biaya perjalanan yang sama, maka

selisih utilitas adalah sebesar (-0,4146). Dimana pada kondisi ini nilai probabilitas bus adalah 60,2%, se-

dangkan nilai probabilitas kereta api adalah 39,8% [22].

Gambar 2. Grafik Regresi ΔX1

Gambar 3. Grafik Pemodelan Berdasarkan Selisih Biaya

Kondisi Normal (Sebelum Pandemi)

Berdasarkan grafik pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa probabilitas bus akan menurun seiring perubahan

selisih biaya perjalanan pada kondisi normal bus – kere-

ta api. Sedangkan probabilitas kereta api akan mening-

kat seiring perubahan selisih biaya perjalanan pada kon-

disi normal bus – kereta api.

Pada pilihan pertama biaya perjalanan pada kondi-

y = -0,000010413x - 0,4146R² = 0,9897

-3

-2

-1

0

1

2

3

0 2 4 6

Log e

= P

KA/P

BU

CBU - CKA

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 36

si normal, bus lebih rendah dari kereta api dengan

selisih (ΔX1) sebesar -Rp. 100.000, diperoleh probabili-tas penumpang yang memilih menggunakan bus dan

kereta api berurutan sebesar 81,1% dan 18,9%. Proba-

bilitas penumpang bus dan kereta api memiliki nilai

sama besar yakni 50% pada selisih (ΔX1) yaitu Rp.

39.816. Nilai tersebut diperoleh dengan cara membagi

nilai b0 dengan bn. Berdasarkan hasil regresi linier pada Gambar 4,

selisih waktu tempuh perjalanan (ΔX2) diperoleh model

utilitas dan R2 dituliskan dalam Persamaan 4.

𝑈𝐵𝑈 − 𝑈𝐾𝐴 = −1,191 − 0,03329(∆𝑋2) (4)

Gambar 4. Grafik Regresi ΔX2

Gambar 5. Grafik Pemodelan Berdasarkan Selisih Waktu

Tempuh Perjalanan

Berdasarkan grafik pada Gambar 5, dapat dilihat bahwa pada pilihan pertama waktu tempuh perjalanan,

bus lebih cepat dari kereta api dengan selisih (ΔX2) yaitu

-60 menit, diperoleh probabilitas penumpang yang

memilih menggunakan bus dan kereta api berurutan

sebesar 96,1% dan 3,9%. Probabilitas penumpang bus dan kereta api memiliki nilai sama besar yakni 50%

pada selisih (ΔX2) yaitu 35,77651 menit. Nilai tersebut

diperoleh dengan cara membagi nilai b0 dengan bn.

Berdasarkan hasil regresi linier pada Gambar 6,

selisih waktu akses menuju terminal/stasiun (ΔX3) di-peroleh model utilitas dan R2 dituliskan dalam Persa-

maan 5.

𝑈𝐵𝑈 − 𝑈𝐾𝐴 = −0,428 − 0,057321(∆𝑋3) (5)

Gambar 6. Grafik Regresi ΔX3

Gambar 7. Grafik Pemodelan Berdasarkan Selisih Waktu

Akses

Berdasarkan grafik pada Gambar 7, dapat dilihat

bahwa probabilitas bus akan menurun seiring perubahan

selisih waktu akses bus – kereta api. Sedangkan proba-

bilitas kereta api akan meningkat seiring perubahan

selisih waktu akses bus – kereta api. Pada pilihan pertama waktu akses menuju termi-

nal/stasiun, bus (terminal) lebih cepat dari kereta api

(stasiun) dengan selisih (ΔX3) yaitu -20 menit, diperoleh

probabilitas penumpang yang memilih menggunakan

bus dan kereta api berurutan sebesar 82,9% dan 17,1%.

Probabilitas penumpang bus dan kereta api memiliki nilai sama besar yakni 50% pada selisih (ΔX3) yaitu

7,466722 menit. Nilai tersebut diperoleh dengan cara

membagi nilai b0 dengan bn. Perhitungan nilai b0

dibagi dengan bn.

Analisis Sensitivitas Bus dan Kereta Api

Analisis sensitivitas antara moda bus dan moda

kereta api diperoleh dari persamaan utilitas pemilihan

moda. Jika pada persamaan utilitas hanya menggunakan

selisih (ΔXn) sesuai dengan kuesioner, serta ditambah

y = -0,03329x - 1,191R² = 0,9881

-3

-2

-1

0

1

2

3

0 2 4 6

Log e

= P

KA/P

BU

CBU - CKA

y = -0,057321x - 0,428R² = 0,9891

-3

-2

-1

0

1

2

3

0 2 4 6

Log e

= P

KA

/PB

U

CBU - CKA

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 37

pada kondisi seimbang di antara moda bus dan moda

kereta api, pada analisis sensitivitas selisih (ΔXn) ditambah menjadi beberapa pilihan nilai selisih (lebih

banyak).

Gambar 8. Grafik Sensitivitas Berdasarkan Selisih Biaya

Perjalanan Kondisi Normal (ΔX1)

Berdasarkan grafik sensitivitas selisih biaya perjal-

anan pada kondisi normal pada Gambar 8, didapatkan

hasil perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih

tarif pada kondisi normal, terlihat bahwa kemiringan garis sensitivitas ke arah positif yang menyatakan se-

makin besar peluang terpilihnya moda bus. Pada saat

selisih tarif 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda kereta

api sebesar 40% dan moda bus sebesar 60%. Sementara

pada saat peluang terpilihnya kedua moda seimbang 50% selisih tarif sebesar Rp.40.000. Peluang terpilihnya

moda kereta api dapat dinaikkan menjadi 70% dengan

selisih tarif menjadi Rp. 120.000 dengan artian moda

kereta api harus sanggup menurunkan tarifnya sebesar

Rp. 120.000 dari tarif moda bus, atau dengan cara

menaikkan tarif moda bus menjadi lebih mahal Rp. 120.000 dari moda kereta api.

Gambar 9. Grafik Sensitivitas Berdasarkan Selisih Waktu

Tempuh Perjalanan (ΔX2)

Berdasarkan grafik sensitivitas selisih waktu

tempuh perjalanan pada Gambar 9, didapatkan hasil

perhitungan sensitivitas terhadap variabel selisih waktu

tempuh perjalanan, terlihat bahwa kemiringan garis sen-

sitivitas ke arah positif yang menyatakan semakin besar peluang terpilihnya moda bus. Pada saat selisih waktu

tempuh perjalanan 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda

kereta api sebesar 23% dan moda bus sebesar 77%. Se-

mentara pada saat peluang terpilihnya kedua moda

seimbang 50% selisih waktu tempuh perjalanan sebesar

35 menit. Peluang terpilihnya moda kereta api dapat dinaikkan menjadi 70% dengan selisih waktu tempuh

perjalanan menjadi 60 menit dengan artian moda kereta

api harus sanggup menurunkan waktu tempuh perjalan-

an sebesar 60 menit dari waktu tempuh perjalanan moda

bus, atau dengan cara menaikkan waktu tempuh perjal-anan moda bus menjadi lebih lama 60 menit dari moda

kereta api.

Gambar 10. Grafik Sensitivitas Berdasarkan Selisih Wak-

tu Akses Menuju Terminal/Stasiun (ΔX3)

Berdasarkan grafik sensitivitas selisih waktu akses

pada Gambar 10, didapatkan hasil perhitungan

sensitivitas terhadap variabel selisih waktu akses, terlihat bahwa kemiringan garis sensitivitas ke arah

positif yang menyatakan semakin besar peluang

terpilihnya moda bus. Pada saat selisih waktu akses 0

(nol) probabilitas terpilihnya moda kereta api sebesar

39% dan moda bus sebesar 61%. Sementara pada saat

peluang terpilihnya kedua moda seimbang 50% selisih waktu akses sebesar 7,5 menit. Peluang terpilihnya

moda kereta api dapat dinaikkan menjadi 70% dengan

selisih waktu akses menjadi 23 menit dengan artian

moda kereta api harus sanggup menurunkan waktu

akses sebesar 23 menit dari waktu akses moda bus, atau dengan cara menaikkan waktu akses moda bus menjadi

lebih lama 23 menit dari moda kereta api.

Berdasarkan ketiga grafik sensitivitas pada gambar

yang telah dijabarkan, dapat dilihat bahwa atribut selisih

biaya pada kondisi normal dan atribut selisih waktu tempuh perjalanan menjadi atribut paling sensitif

terhadap probabilitas pemilihan moda. Perubahan kedua

atribut tersebut mengakibatkan perubahan probabilitas

pemilihan moda relatif besar dibandingkan atribut

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 38

selisih waktu akses [22].

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa

mayoritas karakteristik pengguna moda bus dan moda

kereta api rute Surabaya-Jakarta didominasi perempuan

dengan usia 18-30 tahun, pendidikan terakhir mayoritas lulusan SMA/MTS/MA, pelajar/mahasiswa merupakan

persentase tertinggi dengan pendapatan kurang dari Rp.

1.500.000. Sementara dengan maksud perjalanan ber-

wisata merupakan persentase tertinggi diantara yang

lain serta cenderung menggunakan kendaraan pribadi. Berdasarkan hasil analisis perhitungan pemilihan moda

menggunakan metode stated preference, fungsi utilitas

atribut biaya perjalanan pada kondisi normal (ΔX1)

didapatkan sebagaimana yang tertulis pada Persamaan 4.

Pada saat selisih tarif 0 (nol) probabilitas terpilihnya moda kereta api sebesar 40% dan moda bus sebesar

60%. Sedangkan pada saat peluang terpilihnya kedua

moda seimbang 50% selisih tarif sebesar Rp.40.000.

Fungsi utilitas atribut waktu tempuh perjalanan (ΔX2)

didapatkan sebagaimana yang tertulis pada Persamaan 5.

Pada saat selisih waktu tempuh perjalanan 0 (nol) prob-abilitas terpilihnya moda kereta api sebesar 23% dan

moda bus sebesar 77%. Sementara pada saat peluang

terpilihnya kedua moda seimbang 50% selisih waktu

tempuh perjalanan sebesar 35 menit. Sedangkan, fungsi

utilitas atribut waktu akses menuju terminal/stasiun (ΔX3) didapatkan sebagaimana yang tertulis pada Per-

samaan 6. Pada saat selisih waktu akses 0 (nol)

probabilitas terpilihnya moda kereta api sebesar 39%

dan moda bus sebesar 61%. Sedangkan pada saat

peluang terpilihnya kedua moda seimbang 50% selisih waktu akses sebesar 7,5 menit.

Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat

diberikan saran yaitu untuk penelitian selanjutnya, di-

harapkan tidak melakukan proses pengambilan data

dengan cara kuesioner online, dikhawatirkan karena nantinya tidak bisa menginterpretasikan maksud dari

tiap-tiap pertanyaan kepada calon responden, jika calon

responden kurang mengerti. Terkait dengan pengambi-

lan data atau izin penelitian sebaiknya diperhatikan ka-

rena dapat membutuhkan waktu yang cukup lama, teru-tama untuk lokasi penelitian atau pengambilan data jika

berada di luar wilayah Kabupaten Jember. Penelitian

selanjutnya dapat dikembangkan dengan menggunakan

moda transportasi yang lain seperti mobil pribadi atau

pesawat rute Surabaya-Jakarta.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] A. Hergesell dan A. Dickinger, “Environmentally friendly holiday transport

mode choices among students: The role of

price, time and convenience,” J. Sustain.

Tour., 2013.

[2] J. Asensio, “Transport mode choice by

commuters to Barcelona’s CBD,” Urban Stud., 2002.

[3] P. Paramita, Z. Zheng, M. Mazharul Haque,

S. Washington, dan P. Hyland, “User

satisfaction with train fares: A comparative

analysis in five Australian cities,” PLoS One, 2018.

[4] R. A. M. Madhuwanthi, A. Marasinghe, R. P.

C. J. Rajapakse, A. D. Dharmawansa, dan S.

Nomura, “Factors Influencing To Travel

Behavior On Transport Mode Choice,” Int. J. Affect. Eng., 2016.

[5] Z. Zheng, S. Washington, P. Hyland, K.

Sloan, dan Y. Liu, “Preference heterogeneity

in mode choice based on a nationwide

survey with a focus on urban rail,” Transp.

Res. Part A Policy Pract., 2016. [6] B. Artanto dan M. S. Surbakti, “Analisa

Probabilitas Perpindahan Moda Transportasi

Dari Bus Ke Kereta Api Rute Medan-

Kotapinang Menggunakan Metode Stated

Preference,” J. Rekayasa Konstr. Mek. Sipil, vol. 1, no. 2, pp. 95–107, 2018.

[7] I. M. Zagoto, C. Sitindaon, dan O. Sitohang,

“Pemodelan Pemilihan Moda Rute Medan–

Binjai Antara Kereta Api dan Bus dengan

Metode Stated Preference,” J. Rekayasa Konstr. Mek. Sipil, vol. 1, no. 1, pp. 35–43,

2018.

[8] T. C. Asmara, A. Budiarto, dan A. M. H.

Mahmudah, “Model Pemilihan Moda Kereta

Api Eksekutif Terhadap Bus Eksekutif Pasca

Pengoperasian Jalan Tol Trans Jawa Dengan Metode Stated Preference (Studi Kasus

Jurusan Solo Jakarta),” Matriks Tek. Sipil,

Vol. 1, No. 2, 2013.

[9] A. Djoeddawi, “Model Pemilihan Moda

Antara Kereta Api Dan Bus Rute Makassar–Parepare Dengan Menggunakan Metode

Stated Preference.” Universitas Brawijaya,

2014.

[10] W. Kriswardhana dan H. Widyastuti,

“Probabilitas Perpindahan Moda Dari Bus Ke Kereta Api Dalam Rencana Re-Aktivasi

Jalur Kereta Api Jember-Panarukan,” In

Seminar Nasional Teknik Sipil XI, ITS

Surabaya, 2015.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 39

[11] M. J. Bruton, “introduction To

Transportation Planning, Hutchinson da Co (Publisher) Ltd.” London, 1975.

[12] O. Z. Tamin, “Perencanaan dan Pemodelan

Transportasi, edisi kedua,” Bandung

Penerbit ITB, 2000.

[13] M. H. Syahputra, A. T. Handayani, dan V. D.

A. Anggorowati, “Analisis Pemilihan Moda Transportasi Bus Antar Kota Dan Kereta Api

Jalur Jogja-Solo,” Equilib, vol. 1, no. 1, pp.

103–110, 2020.

[14] A. M. Larranaga, J. Arellana, dan L. A.

Senna, “Encouraging intermodality: A stated preference analysis of freight mode choice

in Rio Grande do Sul,” Transp. Res. Part A

Policy Pract., vol. 102, pp. 202–211, 2017.

[15] M. A. B. Nadi, “Analisa Pemilihan Moda

Transportasi Umum Rute Tanjung Karang–Bandara Radin Inten II dengan Stated

Preference dan Uji Crame’s V,” Borneo Eng.,

vol. 2, no. 2, pp. 137–147, 2018.

[16] D. N. Wulansari, “Kompetisi Pemilihan

Moda Angkutan Penumpang Berdasarkan

Model Logit-binomial-selisih Dan Logit-binomial-nisbah,” in FROPIL (Forum

Profesional Teknik Sipil), 2016, vol. 4, no. 1,

pp. 15–26.

[17] J. Weng, Q. Tu, R. Yuan, P. Lin, dan Z. Chen,

“Modeling mode choice behaviors for public

transport commuters in Beijing,” J. Urban Plan. Dev., vol. 144, no. 3, p. 5018013, 2018.

[18] L. L. Sitinjak dan C. Sitindaon, “Pemilihan

Moda Transportasi Pematangsiantar menuju

Bandara Silangit Dengan Metode Stated

Preference,” J. Rekayasa Konstr. Mek. Sipil,

vol. 2, no. 1, pp. 43–57, 2019. [19] A. Nuryadi, A. Subagiyo, dan D. M. Utomo,

“Kajian Pemilihan Moda Bus dan Kereta

Api pada Pergerakan Penglaju Sidoarjo-

Surabaya,” Skripsi tidak dipublikasikan,

2016. [20] W. T. Landunau, J. H. Frans, dan S. Utomo,

“Pemilihan Moda Transportasi Kupang-Soe

Menggunakan Metode Stated Preference,” J.

Tek. Sipil, Vol. 8, No. 2, Pp. 205–214, 2019.

[21] A. Roza, A. M. Rusli, dan M. R. Karim, “Analisis Reveal dan Stated Preference

Terhadap Atribut Travel Time dan Travel

Cost pada Kompetisi Moda Bus dan Kereta

Api: Studi Kasus Malaysia,” J. Rekayasa

Sipil, vol. 13, no. 1, pp. 13–22, 2017.

[22] A. Safitri, “Analisis Pemilihan Moda Transportasi Darat Jember-Surabaya Dengan

Metode Stated Preferences.” Fakultas

Teknik Universitas Jember.

Jurnal Teknik Sipil

p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

Volume 10 No. 1, Mei 2021

- 40

SIMULASI LUAS PENAMPANG STREET INLET

JALAN YOS SUDARSO KOTA PALANGKA RAYA

I Made Kamiana1*, Allan Restu Jaya1, Elia Setiawan1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Palanga Raya

Jl. Yos Sudarso, Palangka Raya 73111

email: [email protected]*

Abstract: Yos Sudarso Street, Palangka Raya City, consists of two lanes. For each lane, the width is 8 m, the average of the longitudinal slope is 0.43%, and the average of the transverse slope is 1.3%. Yos Sudarso Street, Palangka Raya City, is often flooded when it rains heavily, especially at points around 500 m from Bundaran Besar. Not optimal street inlet performance is one of the causes of the inundation. This research simulates the relationship between the cross-sectional area of the street inlet and the street inlet distance of Yos Sudarso Street, Palangka Raya City. The simulation is carried out analytically. In the simulation, the street length under review is 0.5 km; street inlet distance variations: 5 m, 10 m, and 20 m; the variations of the design discharge return period: 2 years, 5 years, and 10 years; the variations of design water depth in the gutter: 1 cm, 1.5 cm, and 2 cm; the street inlet type used is grate inlet. From the simulation results, the cross-sectional area of the street inlet is directly proportional to the street inlet distance and the design discharge return period, and inversely proportional to the design water depth in the gutter. The suitable grate inlet distance for Yos Sudarso Street, Palangka Raya City, is 5 m with an opening area o f 96.8 cm

2 or consists of 4 the

opening parts with dimensions 10 cm x 3 cm.

Keywords : street inlet; cross-sectional area;, street inlet distance; design discharge; gutter

Abstrak: Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya terdiri dari dua jalur. Tiap jalur, lebarnya 8 m, kemiringan memanjangnya rata-rata 0,43 %, dan kemiringan melintangnya rata-rata 1,3 %. Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya

sering tergenang ketika hujan lebat, terutama pada titik-titik di sekitar 500 m dari Bundaran Besar. Tidak optimalnya kinerja street inlet merupakan salah satu penyebab genangan tersebut. Pada penelitian ini disimulasikan hubungan luas penampang street inlet dengan jarak street inlet Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya. Simulasi dilakukan secara

analitis. Dalam simulasi, panjang jalan yang ditinjau 0,5 km; variasi jarak street inlet: 5 m, 10 m, dan 20 m; variasi periode ulang debit rencana: 2 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun; variasi kedalaman air rencana di saluran pembawa: 1 cm, 1,5 cm, dan 2 cm; tipe street inlet yang digunakan adalah grate inlet. Dari hasil simulasi diketahui, luas penampang

street inlet berbanding lurus dengan jarak street inlet dan periode ulang debit rencana, dan berbanding terbalik dengan kedalaman air rencana di saluran pembawa. Jarak grate inlet yang sesuai untuk Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya

adalah 5 m dengan luas bukaan 96,8 cm2 atau terdiri dari 4 buah kisi dengan dimensi kisi 10 cm x 3 cm.

Kata kunci : street inlet; luas penampang; jarak street inlet; debit rencana; saluran pembawa

1. PENDAHULUAN

Jalan Yos Sudarso merupakan salah satu jalan raya yang titik awalnya terletak di kawasan Bundaran Besar

Kota Palangka Raya. Jalan raya lainnya yang juga

berawal dari titik yang sama, yaitu: Jalan Kinibalu, Jalan

Tjilik Riwut, Jalan Imam Bonjol, Jalan Katanmso, dan

Jalan D.I Panjaitan.

Pada mulanya, Jalan Yos Sudarso Kota Palanga

Raya hanyalah jalan dengan permukaan tanpa perkerasan atau hanya berupa jalan tanah dan hanya

dapat dilewati dengan kendaraan roda dua [1]. Namun

sekarang, kondisi Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya

sudah berbeda dengan dahulu. Apabila ditinjau dari

kondisi permukaan dan jumlah jalurnya, saat ini

Diterima : 30 Januari 2021

Direvisi : 16 April 2021

Disetujui : 27 April 2021

Diterbitkan : 31 Mei 2021

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 41

permukaannya sudah diaspal, dan terdiri dari dua jalur.

Lebar rata-rata tiap jalur 8 m. Tiap jalur terdiri dari dua lajur satu arah.

Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya tergolong

cukup padat, bahkan terkadang macet akibat banyaknya

aktifitas pada samping jalan, terutama di sekitar titik

berputar balik atau u-turn [2]. Kawasan di sisi kiri dan

kanan Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya hingga saat ini cukup pesat menjadi kawasan permukiman,

perkantoran, pendidikan, dan pertokoan atau

perbelanjaan [2]. Penataan kawasan dan pembangunan

taman kota di sisi kiri dan sisi kanan Jalan Yos Sudarso

Kota Palangka Raya telah dilakukan sejak tahun 2000 dengan tujuan awal sebagai berikut: untuk penyediaan

tempat ruang terbuka hijau, sebagai tempat rekreasi bagi

warga kota, dan sebagai tempat aktivitas komersil bagi

sektor informal [1].

Ketika terjadi hujan lebat, pada permukaan Jalan Yos Sudaro Kota Palangka Raya sering terdapat

genangan. Hal ini dapat diketahui, baik dari pengamatan

langsung lapangan maupun dari media pemberitaan.

Dari hasil pengamatan lapangan, genangan di permukaan

Jalan Yos Sudarso pada umumnya terjadi pada titik-titik

di sekitar Bundaran Besar sampai dengan di depan Kan-tor Kesbang Linmas Provinsi Kalimantan Tengah.

Genangan yang terjadi di Jalan Yos Sudarso Kota

Palangka Raya, berdasarkan pengamatan di lapangan,

tidak disebabkan oleh meluapnya air dari saluran

drainase jalan, melainkan karena air hujan di permukaan jalan tidak dapat mengalir ke saluran drainase. Beberapa

faktor yang diperkirakan sebagai penyebab, antara lain:

(i) adanya pembangunan trotoar, (ii) pembangunan

taman, (iii) jarak saluran drainase yang cukup jauh, (iv)

street inlet yang tersumbat oleh lumpur atau sampah, (v) street inlet tertutup lapisan aspal saat pemasangan lapisan

perkerasan permukaan jalan, (vi) street inlet tidak tepat

dari segi jenis, jarak, dan dimensi.

Upaya-upaya untuk mengurangi genangan pada

permukaan Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya,

termasuk dengan pembangunan street inlet, telah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat

(Kaltengpos.co, tanggal 9 Oktober 2019).

Selain di Palangka Raya, terjadinya genangan di

permukaan jalan raya, yang salah satu faktor penyebab-

nya street inlet, juga ada di tempat-tempat lain. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

beberapa peneliti sebelumnya. Sebagai contoh, dalam

Alvin [3] dijelaskan bahwa salah satu penyebab ge-

nangan di lokasi penelitiannya adalah tidak adanya street

inlet. Sementara itu, dalam Suharyanto [4], Suryanti dkk. [5], Dwijaya [6], Pane dkk. [7], Khirzin dkk. [8], Lestari

dkk. [9], Hasanah dkk. [10], dan Agustian dkk. [11] di-

jelaskan bahwa walaupun sudah ada street inlet namun

karena kinerjanya tidak optimal maka hal itu dapat

sebagai salah satu penyebab genangan di permukaan

jalan. Pendekatan yang telah digunakan oleh para peneliti

dalam melakukan penelitian dengan topik street inlet

cukup beragam, antara lain: pendekatan dengan metode

analitik, pendekatan dengan model skala, dan pendekatan

dengan model numerik.

Penelitian mengenai street inlet dengan metode analitik, yang pada prinsipnya menggunakan persamaan-

persamaan yang berlaku dalam hidrologi dan hidraulika,

antara lain telah dilakukan oleh: Suharyanto [4], Dwijaya

[6], Pane dkk. [7], Khirzin dkk. [8], dan Hasanah dkk.

[10]. Penelitian mengenai street inlet dengan model skala, antara lain telah dilakukan oleh: Agustian dkk. [11],

Volker dan Johnston [12], Mustaffa dkk. [13], Apriadi

dkk. [14], Kemper dan Schlenkhoff [15]. Penelitian

mengenai street inlet dengan model numerik, yang

berbasis persamaan aliran permukaan dan aliran pada saluran, antara lain telah dilakukan oleh: Chang dkk. [16],

Shevade dkk. [17], Gomez dkk. [18], dan Quintero dkk.

[19]. Dari hasil penelusuran pustaka, dapat dikatakan

bahwa hingga saat ini belum ada penelitian dengan topik

street inlet yang lokasi penelitiannya berada di ruas-ruas

jalan Kota Palangka Raya, termasuk di ruas Jalan Yos Sudarso.

Berdasarkan uraian di atas dan mengingat bahwa

kondisi geometrik eksisting suatu ruas jalan belum tentu

sama antara yang satu dengan yang lainnya, maka

penelitian mengenai street inlet ini difokuskan di Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya. Penelitian ini ber-

tujuan untuk mensimulasikan hubungan luas penampang

street inlet dengan jarak street inlet. Simulasi dilakukan

secara analitis dalam tiga variasi jarak street inlet, tiga

variasi debit rencana, dan tiga variasi kedalaman air rencana di saluran pembawa.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020. Jalan

yang dijadikan lokasi penelitian adalah Jalan Yos

Sudarso Kota Palangka Raya. Panjang jalan yang ditin-

jau 0,5 km, mulai dari Bundaran Besar Kota Palangka Raya sampai dengan di depan Kantor Kesbang Linmas

Kalteng (lihat Gambar 1 dan Gambar 2).

Tahapan penelitian sebagai berikut: survei

pendahuluan, pengumpulan data, perhitungan hujan

rencana, perhitungan debit rencana, perhitungan kapasi-tas saluran pembawa, analisis luas penampang street inlet

dan jarak street inlet.

Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan dengan pengamatan langsung ke lokasi penelitian yaitu ruas Jalan Yos

Sudarso Kota Palangka Raya, terutama pada bagian-

bagian jalan yang terdapat trotoar dan pada bagian-

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 42

bagian jalan yang sering terdapat genangan. Tujuan survei pendahuluan adalah untuk

memperoleh data mengenai kondisi lokasi penelitian,

seperti: kondisi permukaan jalan raya, kondisi bahu jalan

raya, kondisi saluran drainase, dan kondisi street inlet.

Selain itu, survei pendahuluan juga bertujuan untuk mengetahui stasiun atau titik-titik yang akan dijadikan

tempat pengukuran geometrik jalan.

Gambar 1. Lokasi pengambilan data geometrik jalan

Gambar 2. Sketsa profil melintang jalan di lokasi

penelitian

Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey institusi, pengamatan lapangan, dan pengukuran di

lapangan. Survei institusi dimaksudkan untuk mendapat

data sekunder yaitu data hujan harian maksimum. Data

hujan ini didapat dari Stasiun Meteorologi Kelas I Tjilik

Riwut Palangkaraya. Data hujan yang dikumpulkan mu-lai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019. Data hu-

jan tersebut terukur pada stasiun hujan Palangka Raya,

Bukit Tunggal, dan Kalampangan.

Pengamatan lapangan dimaksudkan untuk

mendapat data primer yaitu data koefisien limpasan atau

nilai C [20], [21]. Pengukuran lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data primer yaitu data geometrik

jalan [22], dalam hal ini Jalan Yos Sudarso Kota Palangka

Raya dari STA 1 s/d STA 9. Jarak antar STA adalah 50 m.

Data geometrik jalan yang dikumpulkan meliputi: lebar

jalan, kemiringan memanjang jalan, kemiringan melintang jalan. Pengumpulan data geometrik jalan dil-

akukan dengan pengukuran sipat datar [23].

Perhitungan hujan rencana

Hujan rencana atau Xtr dihitung berdasarkan periode ulang atau Tr 2 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun [21], [24].

Perhitungan Xtr dilakukan melalui tahapan sebagai beri-

kut:

1. Melengkapi data hujan yang hilang dengan Normal

Ratio Method [21], [25]. 2. Melakukan uji konsistensi data hujan dengan metode

RAPS [21], [26].

3. Melakukan uji homogenitas data hujan dengan Uji-t

[21], [27].

d. Menghitung hujan wilayah dengan metode Rerata

Aljabar [21], [28]. Hujan wilayah ini digunakan se-bagai data hujan di lokasi penelitian.

4. Menghitung nilai koefisien skewness (Cs) dan

koefisien kurtosis (Ck) data hujan wilayah [21], [29].

5. Menghitung Xtr dengan distribusi Normal [21], [30].

6. Melakukan uji distribusi Normal dengan metode Chi-Kuadrat dan metode Smirnov-Kolmogorof [21], [29].

Perhitungan debit rencana

Debit rencana atau Qr dihitung berdasarkan Tr 2 ta-

hun, 5 tahun, dan 10 tahun. Metode yang digunakan un-tuk menghitung Qr adalah metode Rasional [21], [27]:

𝑄𝑟 = 0,278 𝐶 𝐼 𝐴 (1)

dimana Qr : debit rencana (m3/dt), C : koefisien limpasan,

I : intensitas hujan (mm/jam), A : luas daerah tangkapan

hujan (km2) [21], [27]. Nilai C pada Persamaan 1 diten-tukan berdasarkan hasil pengamatan kondisi permukaan

jalan di lapangan kemudian nilainya dicocokkan dengan

Tabel Nilai C [20], [21]. Nilai I pada persamaan 1 dihi-

tung berdasarkan metode Mononobe [21], [29]:

𝐼 =𝑋𝑡𝑟

24(

24

𝑡𝑐) (2)

dimana I : intensitas hujan (mm/ jam), Xtr : hujan rencana (mm), tc : waktu konsentrasi hujan (jam) [21], [29].

Nilai tc pada persamaan 2 dihitung berdasarkan

metode Kirpich [21], [31]:

𝑡𝑐 = (0,87 𝑥 𝐿2

1000 𝑥 𝑆)

0,385

(3)

dimana tc : waktu konsentrasi hujan (jam) L : panjang

lintasan aliran terjauh (km) = lebar jalan + jarak street in-

let (D), S : kemiringan rata-rata daerah lintasan aliran (km/km) [21], [31].

0+000

0+500

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 43

Perhitungan kapasitas saluran pembawa

Kapasitas saluran pembawa pada daerah tinjauan dengan kemiringan melintang seragam, lihat Gambar 3,

dihitung dengan rumus [32]:

𝑄𝑠 =0,56

𝑛 𝑆𝑋 𝑆𝐿

1/2 𝑌8/3 (4)

dimana Qs : kapasitas saluran pembawa (cfs), n :

koefisien Manning, SX : kemiringan melintang jalan

(ft/ft), SL : kemiringan memanjang jalan (ft/ft), Y :

kedalaman air rencana di saluran pembawa (ft) [32].

Gambar 3. Sketsa saluran pembawa dengan kemiringan

melintang jalan (SX) seragam [32]

Berdasarkan Gambar 3, lebar permukaan aliran

pada saluran pembawa atau T (ft) ditentukan dengan ru-mus [32]:

𝑇 =𝑌

𝑆𝑋 (5)

Perhitungan jarak inlet

Jarak maksimum inlet dihitung dengan rumus [3]:

𝐷 =280

𝑤√𝑆 (6)

dimana D : jarak antar street inlet (m), w : lebar jalan (m),

S : kemiringan jalan (%) [3].

Perhitungan luas penampang street inlet

Aliran melalui street inlet, dalam hal ini diasumsi-

kan sebagai aliran melalui orifices dengan rumus [4],

[32]:

𝑄𝑔 = 0,67 𝐴𝑔 (2𝑔 𝑥 𝑌)0,5 (7)

Berdasarkan persamaan 7 dapat dihitung luas penam-

pang street inlet dengan rumus:

𝐴𝑔 =𝑄𝑔

0,67 𝑥 (2𝑔 𝑥 𝑌)0,5 (8)

dimana Ag : luas penampang grate inlet (m2), Qg : kapa-

sitas street inlet = Qr - Qs (m3/dt), g = 9,81 m2/dt, Y :

kedalaman air rencana di saluran pembawa (m) [4], [32].

Simulasi luas penampang street inlet

Simulasi luas penampang street inlet dilakukan

terbatas pada variasi D, Qr, dan Y. Sementara itu, variasi

lama genangan yang diizinkan tidak ditinjau. Tahapan

simulasi sebagai berikut:

1. Merancang D dalam 3 variasi, yaitu: 5 m, 10 m, dan 20 m.

2. Menghitung Qr pada setiap variasi D dan Tr berdasar-

kan persamaan 1. Variasi Tr yaitu: 2 tahun, 5 tahun,

dan 10 tahun.

3. Merancang Y dalam 3 variasi, yaitu: 1 cm, 1,5 cm dan 10 cm.

4. Menghitung Qs pada setiap variasi Y berdasarkan per-

samaan 4.

5. Menghitung Qg berdasarkan nilai Qr dan Qs.

6. Menghitung Ag pada setiap variasi D, Y, dan Tr ber-dasarkan persamaan 8.

7. Membuat grafik hubungan antara D - Ag dalam 3 vari-

asi D, 3 variasi Y, dan 3 variasi Tr.

Langkah-langkah simulasi mengenai hubungan

luas penampang street inlet dengan jarak street inlet da-

lam 3 variasi D, 3 variasi Y, dan 3 variasi Tr yang telah diuraikan di atas, apabila dibagankan akan terlihat seperti

Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir simulasi

3. HASIL PEMBAHASAN

Hujan wilayah Data hujan yang tidak lengkap telah dilengkapi

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 44

dengan cara Normal Ratio Method [21], [25]. Terhadap data hujan yang telah dilengkapi itu

kemudian dilakukan uji konsistensi dengan cara

RAPS [21], [26] dan uji homogenitas dengan cara

Uji-t [21], [27]. Hasil uji menunjukkan bahwa data

hujan dari tiga stasiun hujan yang digunakan adalah konsisten dan homogen. Oleh karena itu, analisis

dapat dilajutkan untuk mendapatkan data hujan

wilayah. Setelah dilakukan perhitungan dengan cara

rerata aljabar, hujan wilayah didapat seperti

tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Hujan wilayah

No Tahun

Hujan harian maksimum (mm) dari stasiun:

Hujan

rata-rata

(mm) P. Raya

B.

Bengkel

Kalam-

Pangan

1 2005 80,00 100,11 76,99 85,70

2 2006 96,20 120,39 92,59 103,06

3 2007 121,50 152,05 116,93 130,16

4 2008 195,90 245,16 188,54 209,86

5 2009 139,00 173,95 133,78 148,91

6 2010 195,00 164,00 210,00 189,67

7 2011 148,00 240,00 163,51 183,84

8 2012 155,00 199,00 151,11 168,37

9 2013 119,60 166,00 121,39 135,66

10 2014 119,80 174,00 150,00 147,93

11 2015 149,90 131,00 122,51 134,47

12 2016 269,20 257,00 126,00 217,40

13 2017 168,00 155,50 115,00 146,17

14 2018 100,00 172,00 100,00 124,00

15 2019 128,00 164,50 124,85 139,12

Hujan rencana

Parameter stastistik data hujan wilayah yang

tercantum pada Tabel 1 telah dianalisis, hasilnya: Cs

= 0,28 dan Ck = 3,26. Memperhatikan nilai parameter

statistik data hujan wilayah tersebut, hujan rencana atau Xtr dianalisis berdasarkan distribusi probabilitas

Normal.

Berdasarkan hasil uji Chi-Kuadrat, didapat nilai

Chi-Kuadrat hitung = 3,33 < Chi-Kuadrat kritis =

5,991. Berdasarkan hasil uji Smirnov-Kolmogorof, didapat nilai simpangan terbesar = 0,292 <

simpangan kritis = 0,340. Oleh karena itu, distribusi

probabilitas Normal dapat digunakan untuk

menghitung Xtr. Hasil perhitungan Xtr tercantum

pada Tabel 2.

Variasi jarak street inlet dan kedalaman air

rencana di saluran pembawa

Tipe street inlet direncanakan berupa grate inlet

dan diletakkan dekat trotoar (Gambar 5). Pertemuan

antara trotoar dan permukaan jalan dimanfaatkan

sebagai saluran pembawa yang mengalirkan air ke street inlet.

Tabel 2. Nilai Xtr

No Tr (tahun) Xtr (mm)

1 2 150,95

2 5 182,03

3 10 198,30

Gambar 5. Sketsa posisi perletakan street inlet

Jarak maksimum street inlet yang dihitung

dengan Persamaan 6 yaitu 22,95 m. Untuk

kepraktisan dalam analisis, jarak maksimum street

inlet 22,95 m dibulatkan menjadi 20 m. Variasi jarak street inlet (D) selengkapnya tercantum pada Tabel

3. Kedalaman air rencana di saluran pembawa (Y)

dirancang dalam tiga variasi untuk setiap D (Tabel

3).

Tabel 3. Variasi D danY Variasi D (m) Y (cm)

1 5 1

1,5

2

2 10 1

1,5

2

3 20 1

1,5

2

Debit rencana untuk tiap-tiap jarak street inlet

Dengan memasukkan nilai C, I, A ke persamaan 1 didapat nilai debit rencana (Qr). Hasil perhitungan

Qr untuk tiap-tiap D tercantum pada Tabel 4, Tabel

5, dan Tabel 6.

Kapasitas saluran pembawa Kapasitas saluran pembawa (Qs) untuk tiap-tiap Y

telah dihitung dengan Persamaan 4. Hasil perhi-

tungannya tercantum pada Tabel 7.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 45

Tabel 4. Nilai Qr untuk D = 5 m

Tr (tahun)

C tc (jam)

I (mm/jam)

A (km2)

Qr (m3/dt)

2 0,

7

0,014

8

870,0795 0,0000

4

0,0069

5 0,7

0,0148

1049,2254

0,00004

0,0084

10 0,

7

0,014

8

1143,006

1

0,0000

4

0,0091

Tabel 5. Nilai Qr untuk D = 10 m

Tr (tahun)

C tc (jam)

I (mm/jam)

A (km2)

Qr (m3/dt)

2 0,7 0,0189 737,8197 0,0001 0,0118

5 0,7 0,0189 889,7338 0,0001 0,0142

10 0,7 0,0189 969,2590 0,0001 0,0155

Tabel 6. Nilai Qr untuk D = 20 m

Tr (tahun)

C tc (jam)

I (mm/jam)

A (km2)

Qr (m3/dt)

2 0,7 0,0265 589,2854 0,0002 0,0188

5 0,7 0,0265 710,6169 0,0002 0,0227

10 0,7 0,0265 774,1325 0,0002 0,0247

Tabel 7. Nilai Qs untuk tiap-tiap Y

Luas penampang street inlet

Luas penampang street inlet (Ag) telah dihitung

berdasarkan persamaan 8. Hasil perhitungan Ag pada

tiap-tiap D tercantum pada Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10.

Berdasarkan Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10

kemudian dibuat grafik hubungan D dan Ag dalam variasi

Qr dan Y. Grafik tersaji pada Gambar 6. Notasi

AgY1Qr2th dan seterusnya, memiliki arti nilai Ag pada Y = 1 cm dan Qr dengan Tr 2 tahun.

Berdasarkan Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10 dan

Gambar 6 dapat dilihat beberapa hal mengenai hub-

ungan nilai Ag, D, Qr, dan Y, yaitu:

1. Nilai Ag dipengaruhi oleh variasi nilai D, nilai Y, dan

variasi nilai Qr. 2. Pada nilai D yang sama dan nilai Y yang sama, se-

makin besar nilai Qr maka semakin besar nilai Ag. Se-

bagai contoh, (i) Nilai Ag = 211,0 cm2 diperlukan pada

nilai D = 5 m, nilai Y = 1 cm, dan Qr = 0,0069 m3/dt,

dan. (ii) Nilai Ag = 259,2 cm2 diperlukan pada nilai D = 5 m, nilai Y = 1 cm, dan Qr = 0,0084 m3/dt.

Tabel 8. Nilai Qg pada D = 5 m Y

(cm) Tr

(tahun) Qr

(m3/dt) Qs

(m3/dt) Qg =

Qr - Qs

(m3/dt)

Ag (cm2)

1 2 0,0069 0,0007 0,0063 211,0

5 0,0084 0,0077 259,2

10 0,0091 0,0084 284,4

1.5 2 0,0069 0,0020 0,0049 135,9

5 0,0084 0,0064 175,3

10 0,0091 0,0071 195,8

2 2 0,0069 0,0043 0,0026 62,7

5 0,0084 0,0041 96,8

10 0,0091 0,0048 114,6

Tabel 9. Nilai Ag pada D = 10 m

Y (cm)

Tr (tahun)

Qr (m3/dt)

Qs (m3/dt)

Qg = Qr - Qs

(m3/dt)

Ag (cm2)

1 2 0,0118 0,0007 0,0111 373,8

5 0,0142 0,0135 455,5

10 0,0155 0,0148 498,3

1.5 2 0,0118 0,0020 0,0098 268,9

5 0,0142 0,0122 335,6

10 0,0155 0,0135 370,5

2 2 0,0118 0,0043 0,0075 177,8

5 0,0142 0,0099 235,6

10 0,0155 0,0112 265,8

Tabel 10. Nilai Ag pada D = 20 m

Y (cm)

Tr (tahun)

Qr (m3/dt)

Qs (m3/dt)

Qg = Qr - Qs (m3/dt)

Ag (cm2)

1 2 0,0188 0,0007 0,0181 610,8

5 0,0227 0,0220 741,3

10 0,0247 0,0240 809,6

1.5 2 0,0188 0,0020 0,0168 462,4

5 0,0227 0,0207 568,9

10 0,0247 0,0227 624,7

2 2 0,0188 0,0043 0,0145 345,4

5 0,0227 0,0184 437,7

10 0,0247 0,0204 486,0

3. Pada nilai D yang sama dan nilai Qr yang sama, se-

makin besar nilai Y maka semakin kecil nilai Ag. Se-

bagai contoh: (i) Nilai Ag = 211,0 cm2 diperlukan pada nilai D = 5 m, Qr = 0,0069 m3/dt, dan nilai Y = 1 cm.

(ii) Nilai Ag = 135,9 cm2 diperlukan pada nilai D = 5

m, Qr = 0,0069 m3/dt, dan nilai Y = 1,5 cm.

Y (cm) Y (ft) N Sx SL Qs (cfs) Qs (m3/dt)

1 0,0328 0,013 0,013 0,0043 0,0240 0,0007

1,5 0,0492 0,013 0,013 0,0043 0,0707 0,0020

2 0,0656 0,013 0,013 0,0043 0,1522 0,0043

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 46

4. Pada nilai D = 5 m, kisaran nilai Ag antara 62,72-284,42 m2. Kisaran nilai Ag ini diperlukan apabila

debit rencana dengan periode ulang 2-10 tahun

sebesar 0,0069-0,0091m3/dt dan kedalaman air

rencana di saluran pembawa sebesar 2-1cm.

5. Pada nilai D = 10 m, kisaran nilai Ag antara 177,84-498,29 m2. Kisaran nilai Ag ini diperlukan apabila

debit rencana dengan periode ulang 2-10 tahun

sebesar 0,0118-0,0155m3/dt dan kedalaman air

rencana di saluran pembawa sebesar 2-1cm.

6. Pada nilai D = 20 m, kisaran nilai Ag antara 345,41-809,62 m2, diperlukan apabila debit rencana dengan

periode ulang 2-10 tahun sebesar 0,0188-0,0247m3/dt

dan kedalaman air rencana di saluran pembawa

sebesar 2-1cm.

7. Variasi nilai D, Qr, dan Y yang berdampak pada

diperlukannya nilai Ag terbesar dan terkecil adalah: (i) variasi nilai D ke-3 = 20 m, variasi Qr ke-9 = 0,0247

m3/dt, dan variasi nilai Y ke-1 = 1 cm, berdampak

pada nilai Ag paling besar yaitu 809,6 cm2; (ii) variasi

nilai D ke-1 = 5 m, variasi nilai Qr ke-1 = 0,0069 m3/dt,

dan variasi nilai Y ke-3 = 2 cm, berdampak pada nilai Ag paling kecil yaitu 62,7 cm2.

Gambar 6. Nilai Ag dalam variasi nilai D, Qr dan Y

Luas penampang yang digunakan untuk desain

street inlet tipe grate pada lokasi penelitian ini adalah

hasil simulasi dengan D = 5 m, Qr dengan Tr 5 tahun =

0,0084 m3/dt, dan Y = 2 cm, atau hasil simulasi dengan

notasi AgY2Qr5th = 96,8 cm2. Dasar pertimbangannya sebagai berikut: (i) mengupayakan agar air secepat

mungkin masuk ke grate inlet dan luas penampang grate

inlet tidak terlalu besar sehingga tidak mengganggu lalu

lintas, oleh karena itu digunakan D simulasi yang

terkecil; (ii) luas tangkapan hujan maksimum untuk street

inlet = 0,0002 km2 = 0,02 ha (Tabel 6) yakni 10 ha;

oleh karena itu, nilai Tr yang digunakan untuk kota se-dang-besar adalah 5 tahun [33].

Berdasarkan luas penampang 96,8 cm2, kemudian

ditentukan luas kisi grate inlet. Dalam hal ini digunakan

kisi dengan dimensi 10 cm x 3 cm = 30 cm2 sebanyak 4

kisi sehingga total luas bukaan tiap grate inlet = 120 cm2 (Gambar 7).

Gambar 7. Sketsa tampak atas dimensi dan jarak grate

inlet

Hasil perhitungan luas penampang street inlet yang

diperlukan pada lokasi penelitian ini berbeda dengan hasil-hasil perhitungan pada beberapa penelitian ter-

dahulu. Sebagai contoh: (i) dalam Agustian [11] dijelas-

kan hasil perhitungan luas penampang street inlet yang

diperlukan adalah 175 cm2, (ii) dalam Suharyanto [4] di-

jelaskan hasil perhitungan luas penampang street inlet

yang diperlukan adalah 50 cm2. Perbedaan hasil perhitungan luas penampang street

inlet dalam penelitian ini dengan hasil-hasil penelitian

sebelumnya dapat disebabkan oleh beberapa faktor, sep-

erti: perbedaan data geometri jalan, kedalaman air

rencana pada saluran pembawa, jarak street inlet, dan perbedaan data debit rencana.

Di sisi lain, hasil penelitian ini serupa dengan hasil

penelitian Apriadi [14]. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Apriadi [14], antara lain dinyatakan bahwa semakin

sedikit jumlah street inlet maka volume genangan di atas permukaan jalan semakin banyak, dan sebaliknya se-

makin banyak jumlah street inlet maka volume genangan

di permukaan jalan semakin sedikit. Dengan kata lain,

seperti yang tercantum dalam Tabel 8, Tabel 9, dan

Tabel 10, semakin besar nilai D maka semakin besar nilai Qr., dan sebaliknya semakin kecil nilai D maka semakin

kecil nilai Qr.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa luas penampang street inlet yang diperlukan pada ruas Jalan Yos

Sudarso Kota Palangka Raya dipengaruhi oleh jarak

street inlet, debit rencana, dan kedalaman air rencana

di saluran pembawa. Luas penampang street inlet

semakin besar apabila jarak street inlet semakin besar. Pada setiap jarak street inlet, apabila debit

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 47

rencana semakin besar dan kedalaman air rencana di

saluran pembawa semakin kecil maka luas penampang street inlet semakin besar. Luas

penampang street inlet pada jarak street inlet 5 m

berkisar antara 62,72-284,42 m2. Luas penampang

street inlet pada jarak street inlet 10 m berkisar

antara 177,84-498,29 m2. Luas penampang street

inlet pada jarak street inlet 20 m berkisar antara 345,41-809,62 m2. Luas penampang street inlet yang

sesuai dengan lokasi penelitian adalah 96,8 cm2 yang

dipasang pada tiap-tiap jarak 5 m. Dimensi kisi dan

jumlah kisi yang diperlukan untuk tiap grate inlet

yaitu 10 cm x 3 cm sebanyak 4 kisi.

Saran

Penelitian yang berbasis pada data geometrik

Jalan Yos Sudarso Kota Palangka Raya, dengan

panjang tinjauan 0,5 km ini, pendekatan penelitiannya terbatas pada pendekatan analitis.

Selain itu, variasi lama genangan yang dizinkan

tidak ditinjau. Oleh karena itu, perlu dilanjutkan

dengan pendekatan penelitian yang lain seperti

pendekatan eksperimen dan pendekatan numerik

serta memasukkan variasi lama genangan yang diizinkan.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] N. Hamidah, “Kajian Pola Sirkulasi untuk

Sektor Informal di Ruang Terbuka Publik

Koridor Yos Sudarso Kota Palangkaraya,” Tataloka, vol. 14, no. 4, pp. 304–323, 2016,

doi: 10.14710/tataloka.14.4.304-323.

[2] I. Jaridieni, Desriantomy, dan D. Riani,

“Analisis Perilaku Berkendara Pada Titik U-

Turn Di Kota Palangka Raya (Studi Kasus Jalan Tjilik Riwut – Jalan Yos Sudarso –

Jalan Akhmad Yani),” pp. 22–24, 2014,

[Online]. Available:

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/PFSTPT/a

rticle/view/2874.

[3] E. F. Alvin, “Evaluasi Sistem Drainase dan Pengendalian Genangan Air di Kampus dan

Perumahan ITS Surabaya,” 2017.

[4] A. Suharyanto, “Desain Street inlet

Berdasarkan Geometri Jalan Raya,”

Rekayasa Sipil, vol. 7, no. 3, pp. 239–247, 2013.

[5] I. Suryanti, I. N. Norken, dan I. G. B. Sila

Dharma, “Kinerja Sistem Jaringan Drainase

Kota Semarapura di Kabupaten Klungkung,”

J. Spektran, vol. 1, no. 1, pp. 30–34, 2013, doi: 10.24843/spektran.2013.v01.i01.p05.

[6] A. Dwijaya, “Evaluasi Drainase Perkotaan

dengan Metode Hecras di Kota Nanga Bulik,

Lamandau Propinsi Kalimantan Tengah,” J.

Rekayasa Sipil, vol. 2, no. 2, pp. 104–115, 2018, [Online]. Available:

http://www.riset.unisma.ac.id/index.php/ft/ar

ticle/view/1693.

[7] Y. F. Pane, F. Hasiholan, S. S. Sachro, dan S.

A. Pranoto, “Perencanaan Drainase Jalan

Raya Semarang -Bawen Km 12+400 -Km 16+600 (Jamu Jago -Balai Pelatihan

Transmigrasi Dan Penyandang Cacat Jateng),”

Karya Tek. Sipil, vol. 5, pp. 179–189, 2016.

[8] R. H. Khirzin, R. R. Raka, S. Sangkawati, dan

D. A. Wulandari, “Perencanaan Drainase Jalan Pahlawan dan Jalan Sriwijaya,

Semarang,” J. Karya Tek. Sipil, vol. 6, no. 1,

pp. 206–220, 2017.

[9] L. B. Lestari, A. Y. Mayang, H. Budieny, dan

S. Darsono, “Perencanaan Sistem Drainase Kabupaten Magelang,” J. Karya Tek. Sipil,

vol. 6, no. 1, pp. 356–365, 2017.

[10] U. Hasanah, E. Fatimah, dan A. Azmeri,

“Evaluasi Inlet Drainase Jalan Poros Utama

Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya,”

J. Arsip Rekayasa Sipil dan Perenc., vol. 1, no. 3, pp. 150–157, 2018, doi:

10.24815/jarsp.v1i3.11779.

[11] K. F. Agustian, D., Pandulu, G. D., dan

Sulistyani, “Analisis Dimensi Street Inlet

pada Ruas Jalan Simpang Gajayana Kota Malang,” 2020, vol. 3, pp. 1–8.

[12] R. E. Voker dan A. J. Jhonston, “Efficiency of

Kerb Inlets in Urban Drainage,” no. January

1989, 1989.

[13] Z. Mustaffa, S. M. P. Meganathan, dan A. B. K. Zaman, “Efficiency of simple curb inlet

design in Malaysia,” IOP Conf. Ser. Earth

Environ. Sci., vol. 419, no. 1, 2020, doi:

10.1088/1755-1315/419/1/012093.

[14] R. Apriadi, B. Barid, dan Nursetiawan,

“Tinjauan Kinerja Inlet Jalan untuk Mengurangi Genangan Akibat Limpasan

Hujan,” pp. 1–12, 2016.

[15] S. Kemper dan A. Schlenkhoff, “Capacity of

street inlets with partially severed grate

openings,” in 6th International Junior Researcher and Engineer Workshop on

Hydraulic Structures (IJREWHS 2016), 2016.

[16] T. J. Chang, C. H. Wang, A. S. Chen, dan S.

Djordjević, “The effect of inclusion of inlets

in dual drainage modelling,” J. Hydrol., vol. 559, pp. 541–555, 2018, doi:

10.1016/j.jhydrol.2018.01.066.

[17] L. J. Shevade, L. J. Lo, dan F. A. Montalto,

“Numerical 3D Model Development and

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 48

Validation of Curb-Cut Inlet for Efficiency Prediction,” Water (Switzerland), vol. 12, no.

6, 2020, doi: 10.3390/w12061791.

[18] M. Gómez, J. Recasens, B. Russo, dan E.

Martínez-Gomariz, “Assessment of inlet

efficiency through a 3D simulation: numerical and experimental comparison,”

Water Sci. Technol., vol. 74, no. 8, pp. 1926–

1935, 2016, doi: 10.2166/wst.2016.326.

[19] M. Cárdenas-Quintero, L. F. Carvajal-Serna,

dan R. Marbello-Pérez, “Two-dimensional hydrodynamic analysis of surface on urban

road,” DYNA, vol. 86, no. 211, pp. 102–111,

2019, doi: 10.15446/dyna.v86n211.79524.

[20] I. W. Yasa dan A. Supriyadi, “Koefisien

Limpasan Permukaan Pada Perkerasan

Paving Block Berpori,” Ganec Swara, no. C, pp. 721–731, 2020, [Online]. Available:

http://journal.unmasmataram.ac.id/index.php

/GARA/article/view/158.

[21] I. M. Kamiana, Teknik Perhitungan Debit

Rencana Bangunan Air. 2011. [22] R. T. Bethary, M. F. Pradana, dan M. B.

Indinar, “Perencanaan Geometrik

Jalanalternatif Palima-Curug (Studi Kasus:

Kota Serang),” J. fondasii, vol. 5, no. 2, pp.

12–21, 2016. [23] G. E. Rosalina, “Studi Penerapan Model

Koreksi Beda Tinggi Metode Trigonometri

pada Titik-Titik Jaring Pemantau Vertikal

Candi Borobudur dengan Total Station,”

2015. [24] E. L. Adiyani, “Nilai Faktor Pertumbuhan

untuk Estimasi Hujan Rencana di Pulau

Jawa,” vol. 15, no. 1, pp. 55–68, 2019.

[25] F. Prawaka, A. Zakaria, dan S. Tugiono,

“Analisis Data Curah Hujan yang Hilang

Dengan Menggunakan Metode Normal Ratio, Inversed Square Distance, dan Rata-Rata

Aljabar (Studi Kasus Curah Hujan Beberapa

Stasiun Hujan Daerah Bandar Lampung),” J.

Rekayasa Sipil dan Desain, vol. 4, no. 3, pp.

397–406, 2016. [26] D. F. Sasmita, Nurhayati, dan U. F. Andy,

“Drainage System in Humanist Open Space,

Lunggi Park, Sambas City,” J. Tek. Sipil dan

Perenc., vol. 22, no. 1, pp. 28–37, 2020, doi:

10.15294/jtsp.v22i1.21848. [27] Agustulusnu, I. M. Kamiana, dan R. H.

Saputra, “Evaluasi dan Perencanaan Saluran

Drainase di Jalan Sangga Buana II Kota

Palangka Raya,” vol. 20, no. 2, pp. 221–236,

2019.

[28] Lashari, R. Kusumawardani, dan F. Prakasa, “Analisa Distribusi Curah Hujan di Area

Merapi Menggunakan Metode Aritmatika

dan Poligon,” J. Tek. Sipil dan Perenc., vol.

19, no. 1, pp. 39–46, 2017, doi:

10.15294/jtsp.v19i1.9497. [29] A. Faradina, I. Wijatmiko, Y. P. Devia, dan R.

A. Anwar, “Analisis Debit Limpasan

Drainase Akibat Pengaruh Perubahan Tata

Guna Lahan di Daerah Kota Surabaya Barat,”

Rekayasa Sipil, vol. 12, no. 2, pp. 79–86, 2018, doi:

10.21776/ub.rekayasasipil.2018.012.02.1.

[30] D. D. C. Simanungkalit, A. Sutandi, dan V.

Kurniawan, “Analisis Kapasitas Jaringan

Drainase di Pasar Kemis Cikupa Kabupaten

Tangeran,” vol. 3, no. 2, pp. 443–454, 2020. [31] H. K. Wijaya, A. Sapei, dan N. H. Pandjaitan,

“Analisis Kriteria Rancangan Hidraulika

pada Pemanfaatan Air Limpasan untuk Air

Baku di Kawasan Perumahan,” J. Tek.

Hidraul., vol. 5, no. 1, pp. 57–68, 2014. [32] Urban Drainage and Flood Control District

(UDFCD), Urban Stormwater Design

Drainage Manuals. 2001.

[33] Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia

Nomor/12/PRT/M/2014. 2014.

Jurnal Teknik Sipil

p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

Volume 10 No. 1, Mei 2021

- 49

STABILISASI TANAH LEMPUNG MENGGUNAKAN ABU

TANDAN KELAPA SAWIT DAN SEMEN UNTUK

MENINGKATKAN NILAI CBR

Daniel Panggabean1, Winayati1, Muthia Anggraini1* 1) Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lancang Kuning

Jl. Yos Sudarso Km. 8 Rumbai, Pekanbaru, Telp. (0761) 52324

email: [email protected]*

Abstract: Roads with subgrades that have soft soil (clay) characteristics are a problem that often occurs in these soil conditions because they have a very low bearing capacity. This condition is if the road construction that is built on it will cause damage. As a result, soil subsidence is not uniform in soil conditions that have a low bearing capacity. The type of soil used in this study is clay soil taken from the Garuda Sakti km.13 Kampar district, Riau. The purpose of this study was to increase the bearing strength of the soil by stabilizing the clay soil with a mixture of 5%, 10%, 15%, 20%, of oil palm bunch ash mixture, and 10% cement to increase the value of the California Bearing Ratio (CBR). The method used is laboratory testing to get the CBR value which refers to the California Bearing Ratio (CBR) test using SNI 03-1744-2008. From the results of atterberg tests carried out, the higher the variation of oil palm bunch ash and cement on clay soil, the atterberg value tends to decrease. The liquid limit value (PL) is 57.93% - 43.16% - 24.94% and the plastic limit (LL) is 27.35% - 24.94%, causing the plastic index value to decrease by 16.73%. The higher the percentage of oil palm bunch ash and cement mixed with clay soil, the better the mixed soil is due to the reduced plasticity in the original soil. Testing the maximum CBR value in the laboratory with a variation of 15% oil palm bunch ash and 10% cement by 70.5%, the CBR value obtained meets the General Specifications of Bina Marga CBR 6%. The addition of Palm Oil Bunch Ash and cement can increase the CBR value in clay soils. The more varia-tions in the levels of Ash and cement, the CBR value of the clay soil will increase. In conclusion, the variation of 15% oil palm bunch ash and 10% cement resulted in a maximum CBR value of 70.5%.

Keywords : Oil Palm Bunch Ash; Cement; Soil Stabilization; Clay Soil

Abstrak: Jalan dengan subgrade yang memiliki karakterisitik tanah lunak (lempung) merupakan suatu permasalahan yang sering terjadi pada kondisi tanah tersebut, karena memiliki daya dukung yang sangat rendah. Kondisi ini apabila pada konstruksi jalan yang dibangun diatasnya akan terjadi kerusakan. Akibatnya penurunan tanah tidak seragam pada

kondisi tanah yang memiliki daya dukung rendah. Jenis tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah lempung yang diambil dari jalan Garuda Sakti km.13 Kabupaten Kampar, Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

meningkatkan kuat dukung tanah dengan stabilisasi tanah lempung dengan variasi campuran Abu Tandan Kelapa Sawit 5%, 10%, 15%, 20% dan semen 10% untuk meningkatkan nilai California Bearing Ratio (CBR). Metode yang digunakan yaitu pengujian laboratorium untuk mendapatkan nilai CBR yang mengacu pada pengujian California Bear-

ing Ratio (CBR) menggunakan SNI 03-1744-2008. Dari hasil pengujian atterberg yang dilakukan semakin tinggi variasi abu tandan kelapa sawit dan semen pada tanah lempung maka nilai atterberg cenderung menurun. Nilai batas cair (PL) 57,93% - 43,16% – 24,94% dan batas plastis (LL) 27,35% - 24,94%, sehingga menyebabkan nilai indeks

plastis menurun sebesar 16,73%. Semakin tinggi persentase abu tandan kelapa sawit dan semen yang di campur dengan tanah lempung, maka tanah campuran tersebut semakin baik karena berkurangnya sifat plastisitas pada tanah asli. Pengujian nilai CBR

maksimum dilaboratorium dengan variasi abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10% sebesar 70,5 %, nilai CBR yang didapat memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga CBR 6%. Penambahan Abu Tandan Kelapa Sawit dan semen dapat meningkatkan nilai CBR pada tanah lempung. Semakin banyak variasi kadar Abu Tandan Sawit dan semen maka

nilai CBR tanah lempung akan semakin meningkat. Kesimpulannya variasi abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10% menghasilkan nilai CBR maksimum sebesar 70,5%.

Kata kunci : Abu Tandan Kelapa Sawit; Semen; Stabilisasi tanah; Tanah lempung

Diterima : 7 Maret 2021

Direvisi : 6 Mei 2021 Disetujui : 18 Mei 2021 Diterbitkan : 31 Mei 2021

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 50

1. PENDAHULUAN

Tanah merupakan elemen yang sangat penting yang akan mempengaruhi keberhasilan suatu proyek kon-

struksi dan merupakan bagian dari bagian dari pondasi

yang digunakan dalam proses konstruksi [1]. Permasalan

tanah dengan daya dukung yang rendah sering dijumpai

pada pembangunan jalan. Untuk membangun konstruksi jalan perlu diperhatikan subgrade jalan dengan daya

dukung tanah yang bagus. Banyak faktor yang

mempengaruhi kekuatan tanah sehingga dapat

mempengaruhi sifat tanah seperti kuat dukung tanah,

kuat geser tanah, kuat tekan tanah, dan kadar air [2].

Tanah lunak biasanya terkenal karena kuat dukung yang rendah, kadar air yang tinggi, kompresibilitas tinggi,

deformabilitas tinggi, dan permeabilitas rendah, yang

menyebabkan kesulitan dalam aplikasi geoteknik [3].

Salah satu jenis tanah yang memiliki daya dukung

rendah adalah tanah lempung. Tanah lempung merupa-kan komponen penyusun struktur tanah yang memiliki

ukuran sebesar ukuran gradasi ayakan yang relatif kecil

yang berasal dari pelapukan batuan [4]. Tanah lempung

memiliki karakteristik kuat geser dan daya dukung yang

sangat rendah dan kompresibilitasnya sangat tinggi [5]. Nilai daya dukung tanah dapat dilihat dari nilai Califor-

nia Bearing Ratio (CBR). Pada kondisi basah tanah

lempung akan memiliki kandungan air yang besar aki-

batnya pada kondisi ini tanah lempung akan memiliki ke-

mampuan yang rendah untuk mendukung beban kon-

struksi yang ada diatasnya [6]. Tanah lempung seringkali tidak stabil untuk mendukung beban diatasnya dan san-

gat rentan terhadap perubahan kadar air [7].

Indonesia sebagian jenis tanahnya kategori tanah

lempung [8]. Provinsi Riau salah satunya yang memiliki

banyak memiliki daerah dengan kategori tanah lempung. Provinsi Riau yang terletak di dataran rendah dan berada

di daerah pesisir sehingga memiliki tanah lempung yang

kurang baik [9]. Hal ini disebabkan karena terdiri dari

tanah kohesif lunak sehingga memiliki daya dukung ren-

dah [10]. Stabilisasi tanah adalah teknik yang dilakukan un-

tuk mengubah sifat – sifat tanah dengan cara mencampur

atau menggambungkan dengan bahan baru [11]. Proses

stabilisasi tanah dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu sta-

bilisasi secara mekanis, stabilisasi fisik dan stabilisasi

secara kimiawi dengan manambah zat additive pada tanah lempung yang akan distabilisasi [12]. Stabilisasi

tanah lempung yang dilakukan pada penelitian ini adalah

stabilisasi tanah lempung secara kimiawi dengan tamba-

han abu tandan sawit dan semen. Mengapa

menggunakan abu tanda sawit, karena provinsi Riau yang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang

mempunyai lahan sawit yang luas. Pada tahun 2015

menurut Badan Pusat Statistik Riau luas lahan sawitnya

mencapai 2.399.172 ha [13]. Kebaharuan dari penelitian

ini adalah menggunakan kombinasi abu tandan sawit dan

semen untuk stabilisasi tanah untuk mengatasi keku-rangan yang ada pada semen yang dapat mengikat dan

mengeras jika bereaksi dengan air. Semen mempunyai si-

fat adhesive dan kohesif sebagai perekat yang mengikat

fragmen-fragmen mineral sehingga menjadi suatu satu

kesatuan yang kompak [14]. Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah dari

proses pengolahan buah sawit. Abu tandan sawit meru-

pakan limbah yang dihasilkan industri kelapa sawit [1]

sehingga apabila terus dibiarkan limbah tersebut dapat

merusak lingkungan. Abu tandan sawit merupakan jenis

pozzolana tanpa samen yang berasal dari limbah pemba-karan tandan kosong kelapa sawit [15]. Abu tandan sawit

didapat dari pembakaran tandan kosong kelapa sawit

pada suhu 800 – 1.000° C sehingga mengasilkan abu. abu

tandan kelapa sawit adalah aditif utama yang digunakan

untuk stabilisasi tanah. Abu kelapa sawit diperoleh dari limbah kelapa sawit dan dibakar untuk diambil abunya

[16].

Penelitian ini melakukan stabilisasi tanah dengan

abu tandan sawit dan semen untuk meningkatkan daya

dukung tanah dengan memperbaiki nilai California Bearing Ratio (CBR). Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui persentase nilai CBR tanah lempung

dengan variasi pencampuran Abu Tandan Kelapa Sawit

5%, 10%, 15%, 20% dan semen 10%. Penelitian ini

menggunakan limbah kelapa sawit yang banyak di Riau,

yang dapat digunakan untuk alternatif penggunaan per-baikan tanah lempung. Selain bahan stabilisasi

mengunakan abu tanda sawit juga dikombinasi dengan

semen, untuk memperbaiki sifat semen yang mudah

mengikat apabila terkena air.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan variasi pencampuran Abu

Tandan Kelapa Sawit 5%, 10%, 15%, 20% dan semen

10% sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan

variaso 7,5% Abu Tandan Kelapa Sawit dan 5%, 7,5%,

dan 10% semen [13].

2. METODE PENELITIAN

Metode dan tahapan pada penelitian ini adalah pen-

gadaan Abu tandan Sawit dan semen, pengambilan sam-

pel tanah dan pengujian sampel tanah di laboratorium.

Pengadaan Abu Tandan Sawit, Semen dan Pengam-

bilan Sampel Tanah

Abu Tandan Sawit yang digunakan berasal dari

pembakaran tandan kosong kelapa sawit yang diambil dari PT. Kharisma Wirajaya Palma, kemudian disaring

dengan saringan No. 4, 7 mm yang nantinya digunakan

sebagai bahan stabilisasi dengan persentase 5%, 10%,

15%, dan 20%.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 51

Semen yang digunakan adalah semen OPC (Ordi-

nary Portland Cement) yang diproduksi oleh PT. Semen Padang dengan setiap pengujian digunakan 10% semen.

Sampel tanah lempung diambil di daerah Jl. Garuda

Sakti Km. 3 Kampar, Riau. Tanah yang diambil adalah

sampel tanah tak terganggu yang diambil dengan

menggunakan alat hand bore dan untuk sampel tanah ter-

ganggu diambil denga menggunakan cangkul.

Pengujian laboratorium

Metode yang digunakan dalam pembuatan Stabi-

lisasi Tanah Lempung yaitu dengan variasi kadar abu

tandan sawit yaitu 5%, 10%, 20% dan semen 10% Sam-pel yang sudah dikeringkan dan dicampurkan, pengujian

pemadatan berbentuk lingkaran diameter (50,80 + 0,13)

dan massa (2,49 + 0,01 kg) tanah di saring No. 4 lalu

dimasukan kedalam plastik di timbang 2,5 kg masing-

masing 5 sampel untuk pengujian pemadatan dengan variasi kadar optimum setiap tahap penumbukan 3

lapisan sebanyak 25 pukulan, lalu ambil 3 benda uji di

ayak dengan saringan no.4 diambil sebanyak 5kg setiap

benda uji diberikan air sampai mendapatkan kadar air op-

timum, pengujian pemadatan diambil benda uji yang su-

dah melakukan pemeraman serta ditumbuk sebanyak 3 lapisan pada benda uji.

Untuk mencari nilai berat isi kering dan kadar air dapat

menggunakan rumus dengan metode [13] :

𝑊𝑤𝑏= 𝑊𝑏 .𝑊

1+ 𝑊𝑏 (1)

dimana W adalah berat tanah, Wb kadar air yang dibu-

tuhkan. Untuk pengujian CBR yaitu menggunakan Mold

CBR berukuran diameter (152,40 + 0,66) mm dan tinggi

(177,80 + 0,46) mm cetakan harus disambung (extension

collar) dengan tinggi + 50 mm. Kemudian sampel

dengan 5 lapisan dilakukan penumbukan dengan mas-

ing-masing lapisan 10, 35, 65 tumbukan. Untuk mencari nilai CBR diketehaui hambatan pada tanah stabilisasi

dapat menggunakan rumus:

CBR = (beban terkoreksi) : (beban standar) (2)

Rumus yang digunakan untuk pengujian Atterberg

dapat ditelusuri pada Persamaan (3) sampai dengan Per-

samaan (5) [13] . Perhitungan pertama terkait nilai batas

cair (liquid limit). Cara menentukan batas cair dapat

menggunakan data dari jumlah pukulan dan kadar air. Rumus yang digunakan adalah :

LL = Wc[ 𝑁

25]

0.121

(3)

dimana LL adalah batas cair, Wc adalah kadar air

pada saat tanah menutup, N adalah jumlah pukulan pada kadar air Wc. Selanjutnya perhitungan dil-

akukan untuk menghitung Indeks plastisitas (plastic-

ity index). Untuk mencari nilai indeks plastisitas

dapat menggunakan persamaan (4).

IP = LL – PL (4)

dimana IP adalah indeks plastisitas, LL adalah batas

cair, PL adalah batas plastis. Setelah itu, prosedur

dilanjutkan untuk menghitung Batas Susut (SL).

Untuk mencari nilai batas susut dapat menggunakan persamaan (5).

SL = w - 𝑉1−𝑉2

𝑊 (5)

dimana SL adalah batas susut, V1 adalah volume

tanah basah, W adalah berat tanah kering, V2 adalah

volume tanah kering, w adalah kadar air tanah basah.

3. HASIL PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Lempung Asli

Pengujian propertis dan CBR tanah asli dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengujian Tanah Lempung Asli

Sifaf Mekanis Tanah

CBR 95% 1,79 CBR 100% 2,79

Nilai Propertis Tanah Asli

Batas Plastis (PL) % 27,36 Batas Cair (LL) % 57,93 Plastis Indeks (PI) % 30,58

Nilai CBR tanah asli yang di dapat dari pengujian

di laboratorium sebesar 1,79%. Nilai yang didapat tidak

memenuhi syarat spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (revisi 3) yaitu ≥ 6%. Kategori tanah asli yang didapat

memiliki nilai CBR yang rendah, maka perlu dilakukan

perbaikan tanah asli dengan stabilisasi variasi abu tandan

kelapa sawit dan semen agar melihat presentase nilai CBR.

Penentuan klasifikasi tanah di atas adalah menggunakan

grafik plastisitas sistem unified dan juga dengan melihat batas cair dari sampel tanah yang mempunyai nilai LL=

57,93, LL > 50 yang berarti tergolong tanah berplastis

tinggi. Sedangkan indeks plastisitas yang didapat 30,58%

bahwa tanah ini termasuk tanah yang mempunyai tingkat

pengembangan yang tinggi, yaitu IP > 22%.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 52

Analisis Pengujian Tanah Lempung + Variasi Abu

Tandan Kelapa Sawit 15% Dan Semen 10% Pengaruh penambahan tanah lempung

menggunakan abu tandan sawit dan semen berbagai vari-

asi 5%, 10%, 15% dan 10% dan semen 10 %. Setelah

melakukan pengujian maka hasil yang sangat terbesar

nilai CBR yang dilakukan pengujian laboratorium adalah

abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10%. dapat dilihat hasil pengujian pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengujian Tanah Lempung + Variasi Abu

Tandan Kelapa Sawit 15% dan Semen 10%

Sifaf Mekanis Tanah lempung ATKS 15%

CBR 95% 69,00 CBR 100% 70,05

Nilai Propertis Tanah Lempung ATKS 15%

Batas Plastis (PL) % 28,79

Batas Cair (LL) % 49,76 Plastis Indeks (PI) % 20,97

Abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10% terjadi penurunan pada batas plastis dan plasts indeks di kare-

nakan penambahan ion muatan positif dalam air pori pada

tanah, sehingga terjadi tarik menarik antara ion negatif

dari partikel tanah dengan ion positif dari Abu Tandan

Sawit dan semen. Terjadinya peristiwa ini akan mengaki-

batkan berkurangnya daya tarik antara partikel [13].

Analisa Data Sifat Fisis Pengujian Tanah Lempung +

Variasi Abu Tandan Kelapa Sawit dan Semen

Hasil gabungan pengujian sifat fisis Atterberg dapat di

lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Gabungan pengujian sifat fisis Atterberg dapat di

lihat pada tabel

Pa-rameter

ATKS 0%

ATKS 5%

ATKS 10%

ATKS 15%

ATKS 20%

Batas

cair (LL)

57,93 49.08 48,26 46,43 43,16

Batas Plastis

(PL)

27,36 31,35 30,2 28,79 29.94

Plastis indeks

(PI)

30,58 16,73 18,06 17,64 18,22

Pengaruh penambahan abu tandan sawit dan semen

terhadap berat jenis tanah lempung dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Grafik gabungan pengujian atterberg

Berdasarkan gambar di atas semakin tinggi variasi abu

tandan kelapa sawit dan semen pada tanah lempung maka

cenderung menurun nilai batas cair (PL) dan batas plastis

(PL), sehingga menyebabkan penurunan nilai indeks

plastis. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi persentase abu tandan kelapa sawit dan semen yang di

campur dengan tanah lempung, maka tanah campuran ter-

sebut semakin baik karena berkurangnya sifat plastisitas

pada tanah asli.

Pengujian Berat Jenis

Hasil pengujian berat jenis pada tanah lempung variasi

abu tandan kelapa sawit dan semen dapat lihat pada Tabel

4.

Tabel 4. Hasil Pengujian Tanah Lempung + Variasi Abu Tandan Kelapa Sawit 15% dan Semen 10%

Pa-rame-

ter

Tanah

Lempung

ATKS

5 %

ATKS

10 %

ATKS

15%

ATKS

20%

GS 2,722 2,960 2,673 2,225 2,271

Pengaruh penambahan abu tandan sawit dan semen

terhadap berat jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik penambahan Tanah Lempung + Variasi ATKS dan Semen

0

10

20

30

40

50

60

70

ATKS

0%

ATKS 5

%

ATKS 10

%

ATKS

15%

ATKS

20%

Nil

ai

Bera

t J

en

is (

%)

kadar abu tandan kelapa sawit

Plastis indeks (PI)Batas Plastis (PL)Batas Cair (LL)

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

ATKS

0%

ATKS

5%

ATKS

10%

ATKS

15%

ATKS

20%

Be

ra

t J

en

is (

%)

Kadar Abu Tandan Kelapa Sawit (%)

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 53

Pada gambar di atas nilai berat jenis akan terus

mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya persentase abu tandan kelapa sawit dan semen yang

digunakan.

Pengujian Pemadatan

Hasil pengujian pemadatan (compaction) dengan

metode standart proctor dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Semakin meningkatnya persentase

kadar abu tandan kelapa sawit dan semen nilai berat

isi kering yang semkin turun dari tanah lempung asli

dan kadar air optimum yang semakin meningkat.

Gambar 3. Grafik Gabungan Kadar Air pada

Kondisi Optimum

Gambar 4. Grafik Gabungan Berat Isi Kering

Maksimum pada Kondisi Optimum

Pengujian California Bearing Ratio (CBR)

Dari hasil pengujian CBR pada campuran abu

tandan kelapa sawit dan semen, hampir pada semua pa-rameter terjadi perubahan yang semakin meningkat

sebanding dengan kenaikan prosentase jumlah ATKS 5%,

10%, 15%, 20% dan semen 10%. Hal ini terjadi subtitusi

ismorf silica dan hara pada abu tandan kelapa sawit dan

semen. sehingga lempung terflokulasi dan akibat dil-akukannya proses pemadatan maka kepadatan lempung

bertambah karena rongga antar butiran semakin kecil dan

pada akhirnya meningkatkan nilai CBR dari lempung ter-

sebut. Kenaikan nilai CBR tanah setelah distabilisasi

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil Pengujian CBR tanah lempung variasi

abu tandan kelapa sawit dan semen

Dari pengujian hubungan antara nilai CBR dan ka-

dar air didapat diperoleh nilai CBR tanah asli nilai CBR hanya 1,79 % menunjukan bahwa nilai tersebut tidak me-

menuhi spesifikasi Umum Bina Marga 2018 dimana per-

syaratan nilai CBR ≥ 6%. Dengan adanya penambahan

abu tandan kelapa sawit 15% dan semen 10% dengan

nilai CBR maksimum adalah 70,5% maka sudah sesuai spesifikasi.

Penambahan Abu Tandan Kelapa Sawit dan se-

men pada tanah lempung dapat meningkatkan nilai CBR

tanah. Penelitian sebelumnya [13] juga memperlihatkan

peningkatan nilai CBR tanah lempung dengan penamba-

han 7,5 % Abu Tandan Kelapa Sawit dan 10% semen. Penambahan Abu Tandan Kelapa Sawit dan semen dapat

meningkatkan nilai CBR pada tanah lempung. Semakin

banyak persentase Abu Tandan Kelapa Sawit dan semen

maka nilai CBR tanah akan semakin meningkat, nilai be-

rat isi kering tanah semakin menurun, dan nilai plastisitas tanah akan menurun.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah variasi Abu

Tandan Kelapa Sawit 15% dan semen 10% menghasilkan nilai CBR sebesar 70,5% sedangkan nilai CBR tanah asli

sebesar 1,79%. Nilai CBR yang didapat memenuhi

Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 dimana persyaratan

nilai CBR ≥ 6%. Penambahan Abu Tandan Kelapa Sawit

dan semen dapat meningkatkan nilai CBR pada tanah

lempung. Semakin banyak persentase Abu Tandan Ke-lapa Sawit dan semen maka nilai CBR tanah akan se-

makin meningkat, nilai berat isi kering tanah semakin

menurun, dan nilai plastisitas tanah akan menurun.

Saran Adapun saran dari hasil penelitian stabilisasi tanah

lempung menggunakan abu tandan sawit dan semen

0

5

10

15

20

25

ATKS

0%

ATKS

5%

ATKS

10%

ATKS

15%

ATKS

20%

Ka

da

r A

ir O

pti

mu

m (

%)

Kadar Abu Tandan kelapa Sawit (%)

1.2

1.25

1.3

1.35

1.4

1.45

1.5

1.55

1.6

ATKS 0% ATKS 5% ATKS

10%

ATKS

15%

ATKS

20%

Be

ra

t Is

i K

erin

g (

%)

Kadar Abu Tandan Kelapa Sawit (%)

0

10

20

30

40

50

60

70

80

ATKS 0% ATKS 5% ATKS

10%

ATKS15%ATKS20%

CB

R (

%)

Kadar Abu Tandan Kelapa Sawit

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 54

terhadap nilai CBR adalah perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut dengan penambahan abu tandan sawit dan gipsum dengan menggunakan tanah lempung, gipsum

yang dicampur tanah lempung dapat mengurangi retak

karena sodium pada tanah tergantikan oleh kalsium. Abu

tandan kelapa sawit mengandung senyawa silika dan

gipsum mengandung senyawa kalsium yang dapat

mengikat tanah lempung organik..

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] A. W. Otunyo dan C. C. Chukuigwe,

“Investigation Of The Impact Of Palm Bunch

Ash On The Stabilization Of Poor Lateritic Soil,” Niger. J. Technol., vol. 37, no. 3, p. 600,

2018, doi: 10.4314/njt.v37i3.6.

[2] C. M. Nwakaire, U. C. Evaristus, dan O. C.

Elijah, “Effect of Untreated Oil Palm Fruit

Fibre on the Engineering Properties of Road Construction Earth Materials,” Res. Sq., pp.

1–26, 2020, doi: 10.21203/rs.3.rs-38664/v1.

[3] S. Striprabu, S. N. L. Taib, N. M. Sa’don, dan

A. Fauziah, “Chemical stabilization of

Sarawak clay soil with class F fly ash,” J. Eng.

Sci. Technol., vol. 13, no. 10, pp. 3029–3042, 2018.

[4] A. Ridwan, A. I. Candra, E. Gardjito, dan

Suwarno, “Experimental Study Additional

Brantas Sands of Clay Density,” in

International Conference On Science and Technology, 2020, vol. 1569, no. 4, doi:

10.1088/1742-6596/1569/4/042030.

[5] H. Solihu, “Cement Soil Stabilization as an

Improvement Technique for Rail Track

Subgrade, and Highway Subbase and Base Courses: A Review,” J. Civ. Environ. Eng.,

vol. 10, no. 3, 2020, doi:

10.37421/jcde.2020.10.344.

[6] I. Indrayani, A. Herius, D. Saputra, dan A. M.

Fadi, “Analysis of The Effect Of The

Addition of Fly Ash and Petrsoil on The Soil Shear Strength of The Swamp Area,” Indones.

J. Environ. Manag. Sustain., vol. 4, no. 1, pp.

10–13, 2020, doi:

10.26554/ijems.2020.4.1.10-13.

[7] N. Mohd Zambri dan Z. Md Ghazaly, “Peat Soil Stabilization using Lime and Cement,”

E3S Web Conf., vol. 34, pp. 1–7, 2018, doi:

10.1051/e3sconf/20183401034.

[8] N. Panjaitan, “Pengaruh Kapur Terhadap

Kuat Geser Tanah Lempung,” J. Educ. Build., vol. 3, pp. 1–7, 2017.

[9] H. Imam, Muhardi, dan F. Fatnanta,

“Perbaikan tanah gambut dengan Metoda

Kolom Konfigurasi Segitiga dari Campuran

Fly Ash dan Bottom Ash,” Jom FTEKNIK, vol. 4, no. 1, pp. 1–12, 2017.

[10] G. Wibisono, S. A. Nugroho, dan K. Umam,

“The Influence Sands Gradation And Clay

Content Of Direct Sheart Test On Clayey

Sand,” IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol.

316, no. 1, 2018, doi: 10.1088/1757-899X/316/1/012038.

[11] P. Rai, H. Pei, F. Meng, dan M. Ahmad,

“Utilization of Marble Powder and

Magnesium Phosphate Cement for

Improving the Engineering Characteristics of Soil,” Int. J. Geosynth. Gr. Eng., vol. 6, no. 2,

pp. 1–13, 2020, doi: 10.1007/s40891-020-

00212-3.

[12] H. E. Ali, N. K. Asmel, A. A. Ganiyu, dan H.

Tijani, “Effect of sodium compounds additives on the strength of cement-stabilized

soils,” Eng. Appl. Sci. Res., vol. 47, no. 3, pp.

287–296, 2020, doi: 10.14456/easr.2020.31.

[13] M. Anggraini dan A. Saleh, “Penambahan

Abu Tandan Kelapa Sawit dan Semen

Terhadap Nilai CBR (California Bearing Ratio) Pada Tanah Lempung,” Siklus, vol. 6,

no. 1, pp. 49–55, 2020.

[14] M. Miswar, S. Syaifuddin, dan N. Amani,

“Stabilisasi Tanah Lempung Menggunakan

Semen Dan Kapur Untuk Meningkatkan Daya Dukung Cbr Tanah,” Portal J. Tek. Sipil,

vol. 9, no. 2, pp. 1–13, 2018, doi:

10.30811/portal.v9i2.615.

[15] G. R. Otoko, I. Fubara -Manuel, I. S.

Chinweike, dan O. J. Oyebode, “Soft Soil Stabilization Using Palm Oil Fibre Ash,” J.

Multidiscip. Eng. Sci. Technol., vol. 3, no. 5,

pp. 1–5, 2016.

[16] A. Muthia dan S. Alfian, “Compressive

Strength Value Of Clay Soil Stabilization

With Palm Oil Fuel and Cement,” in IOP Conference Series: Earth and Environmental

Science, 2021, vol. 737, no. 1, pp. 1–6, doi:

10.1088/1755-1315/737/1/012038.

Jurnal Teknik Sipil p-ISSN 2088-9321 e-ISSN 2502-5295

Volume 10 No. 1, Mei 2021

- 55

TINGKAT KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP KINERJA

PELAYANAN BANDARA SULTAN ISKANDAR MUDA BANDA

ACEH MENGGUNAKAN METODE CUSTOMER

SATISFACTION INDEX (CSI)

Cut Mutiawait1*, Lulusi1, Suci Lestari 2 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111 2) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Jl. Tgk. Syech Abdul Rauf No. 7, Darussalam Banda Aceh 23111,

email: [email protected]*

Abstract: Sultan Iskandar Muda Airport (SIM) is located in Aceh Besar District, Aceh Province. It is crucial to ana-lyze Airport service quality analyzed to evaluate the level of passenger satisfaction. This study aimed to evaluate the level of passenger satisfaction using the Customer Satisfaction Index (CSI) and gap analysis. Data collection was conducted by administering online questionnaires to respondents who have used airport facilities. The measurement employed the Likert scale. The results showed that the most dominant characteristics of respondents were 18-27 years old (64%), male (52%), and the latest educational level of senior high school or equivalent (46.5%) and students (60.6%). The results showed that The CSI scores was less than 100% and the gap value was negative based on the 23 indicators of service performance. This finding indicates that Sultan Iskandar Muda Airport has not provided satisfactory service to passengers. The lowest assessment were on the indicator of information and availability of health service facilities (I2), information of flight disruption and compensation (I14), facilities for disabilities (I22) and nursery rooms (I23). Thus, the capacity and quality of all indicators, especially the lowest 4 indicators, need to be improved.

Keywords: Customer Satisfaction Index; Gap Analysis; Service Performance.

Abstrak: Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) adalah sebuah bandara yang terletak di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Kualitas pelayanan bandara sangat penting untuk dianalisis sehingga dapat dievaluasi dalam rangka meningkatkan tingkat kepuasan penumpang. Penelitian ini bertujuan untuk mengevalusi tingkat kepuasan

penumpang menggunakan metode Customer Satisfaction Index (CSI) dan nilai gap. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner online kepada responden yang pernah menggunakan fasilitas bandara. Pengukuran menggunakan skala likert. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterstik responden berdasarkan umur paling dominan adalah

18-27 tahun sebesar 64%, berjenis kelamin perempuan 52%, dan pendidikan terakhir SLTA / sederajat sebesar 46,5% dan didominasi oleh mahasiswa sebesar 60,6%. Berdasarkan dari 23 indikator penilaian diperoleh hasil bahwa nilai

CSI < 100% dan nilai gap negatif (nilai kinerja pelayanan lebih rendah dari harapan penumpang). Hal ini menunjukkan bahwa Bandara SIM belum memberikan pelayanan yang memuaskan kepada penumpang. Penilaian terendah terdapat pada indikator informasi dan ketersediaan area dan fasilitas pelayanan kesehatan (I2), informasi

gangguan dan kompensasi penerbangan (I14), fasilitas dan pelayanan bagi penumpang yang berkebutuhan khusus (I22) dan fasilitas nursery room (ruang menyusui dan berganti pakaian) (I23). Dengan demikian semua indikator terutama 4 indikator tersebut perlu ditingkatkan kapasitas maupun kualitasnya.

Kata kunci : Customer Satisfaction Index; Analisis Gap; Kinerja Pelayanan.

Diterima : 18 Mei 2021

Direvisi : 24 Mei 2021 Disetujui : 25 Mei 2021 Diterbitkan : 31 Mei 2021

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 56

1. PENDAHULUAN

Bandar udara (bandara) adalah salah satu simpul transportasi dalam menunjang pergerakan orang

dan barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan.

Komponen bandara seperti terminal berserta

fasilitasnya menentukan tingkat kepuasan

penumpang terhadap layanan yang diberikan.

Kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak ban-dara sangatlah penting bagi penumpang.

Penumpang harus merasa nyaman dengan layanan

yang diberikan sehingga citra pengelola bandara

(PT. Angkasa Pura) akan terlihat baik dan juga kon-

sumen/penumpang tidak merasa dirugikan. Tingkat kualitas pelayanan ini dapat ditentukan berdasarkan

penilaian dari berbagai pihak di bandara seperti

pengelola bandara, karyawan dan penumpang.

Kualitas pelayanan bandara ditentukan oleh ban-

yak faktor antara lain keamanan, kondisi ling-kungan, aksesibilitas, layanan kedatangan dan

keberangkatan [1]. Aspek proses check-in dan

pemeriksaan keamanan, aspek-aspek yang terkait

dengan interaksi penumpang-bandara di terminal,

alternatif waktu luang/kenyamanan, dan

pemandangan layanan bandara juga merupakan variabel penting [2]. Pendapat lain menyatakan

bahwa kualitas layanan ditentukan oleh tata letak

dan fungsi spasial, tanda dan simbol, interaksi

dengan penyedia layanan, sikap pelayanan, perilaku

karyawan, keahlian karyawan dan cara layanan bandara dalam memfasilitasi aktivitas penumpang

yang ada dibandara [3]. Selanjutnya tingkat pela-

yanan ini akan mempengaruhi tingkat kepuasan dan

loyalitas pengguna [4] dan [5].

Sedangkan kepuasan pengguna dominan di-pengaruhi oleh daya tanggap. Peningkatan daya

tanggap sebesar 10% berdampak besar pada pen-

ingkatan kepuasan sebesar 8,95%. Hal ini menun-

jukkan bahwa pengguna menganggap bahwa re-

sponsivitas/daya tanggap adalah hal yang terpenting

karena memberikan rasa nyaman dalam hal bandara melayani kebutuhan dan keinginan konsumen

secara cepat dan tepat serta proporsional [6].

Penelitian tentang kualitas pelayanan, tingkat

kepuasan dan harapan pengguna jasa sudah banyak

digunakan. Hasilnya dapat dijadikan kontrol ter-hadap kualitas dan kuantitas jasa yang diberikan.

[7]. Penilaian tingkat kepuasan pengguna ini dapat

dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya

metode CSI. Metode CSI yang umum digunakan

yaitu metode CSI tradisional. Selain itu juga ter-dapat metode CSI Mod (Customer Satifaction Index

Modified). Metode CSI Mod lebih mementingkan

pengguna yang paling tidak puas sehingga

memungkinkan untuk memahami mengapa mereka

tidak puas. Dengan demikian, dimungkinkan untuk

melakukan intervensi dengan tujuan meningkatkan bidang-bidang layanan yang dianggap tidak baik

[8].

Kriteria penilaian pada metode CSI bermacam-

macam. Penilaian dengan 7 kriteria terdiri dari very

poor, poor, cause for concern, borderline, good,

very good dan excelent [9]. Selain itu juga terdapat 5 kriteria penilaian lain yaitu sangat puas, puas,

netral, tidak puas dan sangat tidak puas. Kedua

jenis kriteria penilaian tingkat kepuasan terhadap

layanan ini tanpa mempertimbangkan gap yang

terjadi antara kinerja pelayanan dan harapan pengguna jasa. Gap adalah kesenjangan ekspektasi

yang merupakan perbedaan antara yang diharapkan

dan nilai yang dihasilkan [10] [11]. Bila kinerja

pelayanan/hasil kerja lebih besar dari harapan

pengguna jasa maka kualitas pelayanan positif /baik/memuaskan dan sebaliknya [12].

Penilaian berdasarkan nilai CSI dengan hasil

memuaskan bukan bearti kinerja pelayanan sudah

sesuai harapan pengguna. Misalnya bila kinerja

layanan pada kategori “baik” sedangkan kinerja

layanan yang diharapkan pengguna adalah “sangat baik” atau pengguna menganggap variabel layanan

tersebut “sangat penting”, maka akan menghasilkan

nilai CSI dengan kategori “memuaskan” [13] dan

[14]. Pada kenyataannya kondisi ini menunjukkan

bahwa pengguna masih menganggap kinerja pelayanan perlu ditingkatkan karena nilainya lebih

rendah dari harapan yang mereka inginkan.

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan

mengevaluasi tingkat kepuasan penumpang pesawat

terbang terhadap kinerja pelayanan bandara menggunakan metode Customer Satisfaction Index

(CSI) dengan mempertimbangkan nilai gap antara

kinerja pelayanan dengan harapan pengguna jasa.

Penilaian yang dilakukan dengan 3 tingkatan

kriteria yaitu “tidak puas”, puas dan sangat puas.

Lokasi penelitian yaitu pada Bandara Sultan Iskan-dar Muda (SIM) Banda Aceh.

2. METODE PENELITIAN

Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah penumpang pesawat terbang yang pernah menggunakan fasilitas

Bandara SIM dalam berpergian. Jumlah sampel (n)

minimum dihitung menggunakan persamaan 1 [15].

Jumlah sampel diperoleh sebesar 100 sampel dan

ini sudah menwakili populasi dengan persentase kesalahan yang ditolerir (e) sebesar 10%. Populasi

(N) diambil dari data jumlah penumpang yang da-

tang dan berangkat di bandara SIM tahun 2019 yai-

tu 1.024.228 penumpang.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 57

n = N

1+Ne2 (1)

Pengumpulan data dilakukan pada masa

pandemi Covid-19 yaitu bulan Juli 2020. Oleh karena bandara adalah salah satu tempat yang

rawan penyebaran covid-19, maka pengumpulan

data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner

secara online melalui google form. Selain itu

pengumpulan data secara online dapat membuat responden lebih nyaman dalam menjawab

pertanyaan tanpa ada merasa tertekan karena

adanya petugas survei.

Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini

dikelompokkan menjadi 5 variabel dan 23

indikator. Variabel-variabel tersebut sesuai dengan

Peraturan Menteri Nomor 38 Tahun 2015 Tentang

Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Udara

Dalam Negeri [16] yaitu sebagai berikut: 1. Keamanan dan keselamatan

Variabel ini terdiri dari 4 indikator yaitu informa-

si dan ketersediaan alat penyelamatan darurat (I1),

informasi dan ketersediaan area dan fasilitas pela-

yanan kesehatan (I2), fasilitas dan petugas kea-manan di terminal (I3) dan fasilitas pengaduan (I4)

2. Kehandalan

Variabel kehandalan terdiri dari 3 indikator yaitu

pelayanan pemeriksaan penumpang dan bagasi (I5),

pelayanan check in (I6) dan pelayanan boarding (I7).

3. Kenyamanan

Variabel kenyamanan terdiri dari 5 indikator

yaitu toilet (I8), musholla (I9), lampu penerangan

(I10), suhu dan sirkulasi udara (I11), kebersihan

bandara (I12). 4. Kemudahan

Variabel kemudahan terdiri dari 9 indikator yaitu

informasi pelayanan penerbangan (I13), informasi

gangguan dan kompensasi penerbangan (I14), fasil-

itas naik dan turun pesawat (I15), fasilitas terminal information center (I16), signage/rambu petunjuk

arah tempat/lokasi dan larangan di bandara (I17),

fasilitas trolley (I18), informasi angkutan lanjutan

(I19), fasilitas ruang tunggu keberangkatan (I20)

dan tempat parkir (I21). 5. Kesetaraan

Variabel kesetaraan terdiri dari 2 indikator yaitu

fasilitas dan pelayanan bagi penumpang berkebu-

tuhan khusus (I22) dan nursery rooms (I23)

Skala Pengukuran

Dalam kuesioner penelitian ini, skala

pengukuran menggunakan skala likert. Skala

pengukuran dimulai dari angka satu sampai lima dimana angka satu berarti nilai pelayanan sangat

buruk/sangat tidak baik dan nilai kepentingan

sangat tidak penting, sampai dengan angka lima

yang berarti nilai pelayanan sangat baik dan nilai

kepentingan sangat penting. Rincian skala penguku-

ran dapat dilihat pada Tabel 1 [17].

Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan realibilitas perlu dilakukan agar

mendapatkan data yang valid dan reliabel. Uji

validitas dan reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data dengan penyebaran kuisioner.

Data untuk pengujian sebanyak 30 sampel. Hasil uji

menunjukkan hasil valid dan reliabel yang disajikan

pada Tabel 1, 2, dan 3. Selanjutnya 30 data tersebut

juga digunakan dalam pengolahan data. Pengujian dilakukan dengan menggunakan aplikasi Statistical

Product and Service Solution (SPSS). Variabel yang

diuji dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih be-

sar dari pada r tabel. Sedangkan pengujian reliabili-

tas pada masing-masing instrumen dihitung juga

menggunakan SPSS. Instrumen dikatakan reliabel bila nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6

(>0,6), sementara jika nilai Cronbach’s Alpha <0,6

maka kuesioner dinyatakan tidak reliabel atau tidak

konsisten [18][19].

Tabel 1. Skala Pengukuran

Kualifikasi

Tingkat Pelayanan

Nilai Kualifikasi

Tingkat Kepentingan/harapan

Sangat Tidak Baik

1 Sangat Tidak Penting

Tidak Baik 2 Tidak Penting

Cukup Baik 3 Cukup Penting

Baik 4 Penting

Sangat Baik 5 Sangat Penting

Sumber : Widodo dan Sutopo

Pengolahan Data Pengolahan data [20] dimulai dengan

menentukan Mean Importance Score (MIS) setiap

indikator. Nilai ini berasal dari rata-rata

kepentingan/harapan tiap penumpang dengan per-

samaan 2:

𝑀𝐼𝑆 = ∑ 𝑌𝑖𝑛

𝑖=1

𝑛 (2)

Nilai kepentingan/harapan penumpang terhadap

indikator Y ke-i dengan simbol Yi dan n

adalah jumlah indikator.

Setelah nilai MIS diperoleh maka dihitung

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 58

Weighting Factors menggunakan persamaan 3:

𝑊𝐹 = 𝑀𝐼𝑆𝑖

∑ 𝑀𝐼𝑆𝑖𝑝𝑖=1

𝑥 100% (3)

Selanjutnya ditentukan Mean Satisfaction Score

(MSS) tiap indikator kinerja (Xi) menggunakan

persamaan 4.

𝑀𝑆𝑆 = ∑ 𝑋𝑖

𝑛𝑖 =1

𝑛 (4)

Berdasarkan nilai Weighting Factors (WF) dan

Mean Satisfaction Score (MSS, kemudian dihitung nilai Weighted Score (WS) dengan persamaan 5.

𝑊𝑆𝑖 = 𝑊𝐹𝑖 𝑥 𝑀𝑆𝑆 (5)

Selanjutnya ditentukan Weighted Total/ total nilai

pembobotan rata-rata kinerja (Mean Perfomance

Score) (WT) menggunakan persamaan 6:

WT = ∑WS (6)

Berdasarkan hasil perhitungan sebelumnya maka

dapat dihitung nilai Customer Satisfaction Index (CSI) dengan membagi jumlah nilai WS dengan HS

(nilai maksimum skala pengukuran indikator). Pada

penelitian ini menggunakan skala likert dengan 5

kriteria (Tabel 1).

𝐶𝑆𝐼 = ∑ 𝑊𝑆𝑖

𝑝𝑖=1

𝐻𝑆 𝑥 100% (7)

Selanjutnya dapat dibuat diagram radar/spider

chart untuk menganalisis kepuasan penumpang

terhadap masing-masing variabel dan indikator. Berdasarkan diagram radar ini dapat dilihat ada

tidaknya gap antara kineja pelayanan dengan

harapan pengguna jasa/penumpang.

Nilai Customer Satisfaction Index (CSI),

selanjutnya diintepretasikan menggunakan 3

tingkatan kriteria yaitu tidak puas, puas dan sangat puas. Kriteria penilaian ini dapat dilihat

pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kriteria Penilaian

CSI Gap (Kinerja-

Harapan) Kriteria

CSI < 100% Negatif Tidak Puas

CSI = 100% Nol=tidak ada gap Puas CSI = 100% Positif Sangat Puas

3. HASIL PEMBAHASAN

Uji Validitas dan Reliabilitas

Sampel yang diuji berjumlah 30 sampel maka r

tabel yang digunakan adalah 0,33. Hasil dari pen-

gujian validitas diperoleh hasil bahwa semua indi-

kator dinyatakan valid karena nilai r hitung > r tabel. Nilai r minimum indikator kinerja sebesar

0,591 dan indikator kepentingan/harapan sebesar

0,593. Sedangkan nilai maksimum indikator kinerja

sebesar 0,891 dan indikator kepentingan/harapan

sebesar 0,878. Jumlah indikator penilaian sebanyak

23 indikator terbagi pada 5 variabel dengan hasil rata-rata pengujian validitas dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Validitas Tingkat Kinerja dan

Harapan

Variabel Nila rata-rata

Ket-erangan r hitung

r tabel

Kinerja Pelayanan

1. Keselamatan dan Keamanan

0,672 0,33 Valid

2. Kehandalan 0,747 0,33 Valid 3. Kenyamanan 0,698 0,33 Valid 4. Kemudahan 0,743 0,33 Valid

5. Kesetaraan 0,705 0,33 Valid

Kepentingan/harapan

1. Keselamatan dan Keamanan

0,719 0,33 Valid

2. Kehandalan 0,709 0,33 valid 3. Kenyamanan 0,656 0,33 valid 4. Kemudahan 0,787 0,33 valid

5. Kesetaraan 0,818 0,33 valid

Sedangkan pengujian reliabilitas diperoleh hasil

reliabel karena nilai cronbach’s alpha lebih besar

dari 0,6 seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Tingkat Kinerja

Pengujian indikator

Cronbach's alpha

N of items

Kinerja 0,957 23

Kepentingan 0,963 23

Karakteristik Responden Karakteristik responden yang dibahas pada

penelitian ini adalah umur, jenis kelamin,

pendidikan dan pekerjaan. Hasilnya dapat dilihat

pada Tabel 5.

Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa karakteristik responden yang lebih dominan

berumur 18-27 tahun yaitu sebesar 64%. Hal ini

dapat disebabkan karena kebanyakan responden

berpendidikan terakhir SMA/sederajat dan

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 59

didominasi oleh pelajar/mahasiswa yaitu sebesar

60,6%. Responden berjenis kelamin perempuan lebih dominan yaitu sebesar 52%.

Tabel 5. Karakteristik Responden

Uraian %

Umur

- 18-27 64

- 28-37 25 - 38-47 11

Jenis Kelamin

- Laki-laki 52

- Perempuan 48

Pendidikan Terakhir

- SMA sederajat 47 - D-I/III 5 - S1/D-IV 42

- S2/spesialis 6

Pekerjaan

- Pelajar/Mahasiswa 67 - Karyawan swasta 11 - PNS 11

- Wiraswasta 10 - Lain-lain 1

Karakteristik Pergerakan Adapun karakterisitik pergerakan terdiri dari dua

variabel yaitu maksud perjalanan dan jumlah per-

jalanan. Maksud perjalanan penumpang dominan

adalah untuk rekreasi/liburan yaitu sebesar 41,8%.

Mahasiswa dan pelajar sering menggunakan

transportasi udara untuk kegiatan liburan. Respond-en dominan yaitu yang sudah melakukan perjalanan

menggunakan pesawat >5 kali berjumlah 62%.

Jumlah perjalanan responden tidak dibatasi waktu

sehingga semua orang yang pernah melakukan

perjalanan menggunakan pesawat dapat menjadi responden. Rincian karakteristik pergerakan

penumpang ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. karakteristik pergerakan penumpang

Uraian %

Jumlah perjalanan

- 1-2 kali 14 - 3-4 kali 24

- > 5 kali 62

Maksud perjalanan

- Sekolah/kuliah 25 - Bekerja 23

- Rekreasi/liburan 50 - Lain-lain 2

Penilaian Kinerja Pelayanan Bandara

Tingkat kinerja pelayanan di bandara dapat

dilihat berdasarkan jawaban responden terhadap

masing-masing indikator yang kemudian dirata-

ratakan. Rekapitulasi penilaian tingkat kinerja dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kinerja Pelayanan Bandara SIM

Variabel Nilai Rata-

Rata

Kinerja

Pealyanan

Keamanan & Keselamatan

3,72 Baik

Kehandalan 3,81 Baik Kenyamanan 3,89 Baik Kemudahan 3,69 Baik

Kesetaraan 3,52 Baik

Kinerja pelayanan bandara SIM menurut

penumpang sudah baik pada semua variabel dengan

nilai yang tidak terlalu jauh berbeda. Kinerja

terendah terdapat pada variabel kesetaraan. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel kesetaraan yang terdiri dari 2 indikator penilaian yaitu fasilitas untuk

disabilitas dan nursery room perlu ditingkatkan

untuk masa yang akan datang.

Penilaian Tingkat Kepentingan Variabel Tingkat kepentingan artinya penting atau

tidaknya variabel/indikator tersebut dalam

menentukan kualitas pelayanan di bandara. Hasil

pengolahan data dapat dilihat berdasarkan jawaban

responden/penumpang terhadap masing-masing

indikator yang kemudian dirata-ratakan. Rekapitu-lasi penilaian tingkat kepentingan dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 8. Tingkat kepentingan/harapan penumpang

Uraian Tingkat Kinerja

Pelayanan Kinerja

Pealyanan

Keamanan

& Keselamatan

4,60 Sangat Penting

Kehandalan 4,52 Sangat Penting

Kenyamanan 4,65 Sangat Penting Kemudahan 4,47 Sangat Penting

Kesetaraan 4,59 Sangat Penting

Berdasarkan informasi dari Tabel 8 diperoleh in-

formasi bahwa semua variabel dan indikator yang

digunakan pada penelitian ini sangat penting dit-

erapkan pada bandara SIM. Bila variabel tersebut tidak ada atau kurang baik maka akan menyebabkan

penumpang tidak puas dengan pelayanan yang

diberikan oleh pihak bandara.

Nilai gap antara kinerja pelayanan dan tingkat

kepentingan/harapan per variabel dapat dilihat pada gambar spider chart pada Gambar 1. Berdasarkan

gambar spider chart tersebut diperoleh informasi

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 60

bahwa semua nilai indikator memiliki Nilai gap

negatif karena nilai kinerja pelayanan lebih rendah daripada nilai harapan penumpang. Hal ini

menunjukkan bahwa penumpang tidak puas

terhadap pelayanan yang diberikan dan perlu

ditingkatkan sehingga nilai kinerja pelayanan

menjadi sama atau lebih besar dari nilai tingkat

kepentingan/harapan. Gambar spider chart dapat dilihat pada Gambar 1.

Nilai gap tertinggi (dengan nilai minus terbesar)

dan terendah terdapat pada variabel “kemudahan”.

Nilai gap tertinggi ini terdapat pada indikator

“informasi gangguan dan kompensasi penerbangan (I14)” dan terendah pada indikator fasiltas trolley

(I18)”. Nilai gap yang tinggi ini menandakan

kinerja pelayanan jauh dari harapan penumpang

sehingga perlu perhatian lebih agar kinerja dapat

ditingkatkan. Indikator yang termasuk kategori dengan nilai gap tertinggi (nilai gap >1) terdapat 1

indikator pada variabel keselamatan dan keamanan,

1 indikator pada variabel kemudahan dan 2

indikator pada variabel kesetaraan. Rincian

indikator tertinggi gapnya adalah informasi dan

ketersediaan area dan fasilitas pelayanan kesehatan (I2), informasi gangguan dan kompensasi

penerbangan (I14), fasilitas dan pelayanan bagi

penumpang yang berkebutuhan khusus (I22) dan

fasilitas nursery room dan ruang menyusui dan

berganti pakaian (I23). Rincian nilai gap dapat dilihat pada Gambar 2.

Indeks Kepuasan Penumpang Bandara SIM

Nilai CSI pada 5 variabel yaitu keselamatan dan

keamanan, kehandalan, kenyamanan, kemudahan

dan kesetaraan dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9, Tabel 10, Tabel 11, Tabel 12 dan

Tabel 13.

Variabel keselamatan dan keamanan yang

dijabarkan dalam 4 indikator yaitu informasi dan

ketersediaan alat penyelamatan darurat (I1), infor-

masi dan ketersediaan area dan fasilitas pelayanan kesehatan (I2), fasilitas dan petugas keamanan di

terminal (I3) serta fasilitas pengaduan (I4), nilai

CSI yang didapat sebesar 74% termasuk kategori

tidak puas. Nilai kinerja pada keempat indikator

tersebut tidak jauh berbeda. Tidak puasnya penumpang terhadap pelayanan bandara akibat

perbedaan nilai harapan dan kinerja (gap) yang

masih negatif, dimana kinerja “baik” dan harapan

penumpang menginginkan agar kinerja pada

variabel keamanan dan keselamatan tersebut menjadi sangat baik. Hal ini disebabkan penumpang

menganggap variabel ini sangat penting.

Gambar 1. Kinerja Pelayanan dan Tingkat

Kepentingan

Gambar 2. Nilai Gap

Tabel 9. Perhitungan CSI Variabel Keselamatan dan Keamanan

Kode ∑ X MSS ∑

Y MIS

WF

(%) WS CSI

I1 381 3,81 461 4,61 25,07 0,96

74% I2 349 3,49 457 4,57 24,85 0,87

I3 393 3,93 464 4,64 25,23 0,99

I4 363 3,63 457 4,57 24,85 0,90

Jumlah 18,39 100,00 3,72

Pada standar pelayanan bandara SIM tahun 2018

mengenai variabel ini dapat diketahui bahwa ter-

dapat 131 buah fasilitas kamera CCTV, 10 HHMD

(Hand Held Metal Detector), dan cukupnya per-

sonil Avsec (Aviation Security) di bandara. Berdasarkan informasi tersebut diketahui bahwa

fasilitas keamanan dan keselamatan sudah ada,

namun penumpang belum merasakan kinerja

pelayanan sangat baik. Untuk masa yang akan

datang fasilitas-fasilitas tersebut perlu ditingkatkan dan harus mudah dijangkau dan diakses oleh

penumpang agar kinerja layanan sesuai dengan

harapan penumpang.

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 61

Tabel 10. Perhitungan CSI Variabel Kehandalan

Kode ∑ X MSS ∑ Y

MIS WF (%)

WS CSI

I5 384 3,84 459 4,59 33,87 1,30

76% I6 383 3,83 454 4,54 33,51 1,28

I7 377 3,77 442 4,42 33,62 1,23

Jumlah 13,55 100,00 3,81

Pada variabel kehandalan yang terdiri dari 3

indikator yaitu pelayanan pemeriksaan penumpang

dan bagasi (I5), pelayanan check in (I6) dan pela-yanan boarding (I7), diperoleh nilai CSI sebesar

76% masih termasuk kategori tidak puas. Saat ini

masih terdapat gap (negatif) penilaian antara

kinerja dengan harapan penumpang. Penumpang

menilai kinerja pelayanan sudah baik, namum

belum sangat baik, sedangkan penumpang menganggap variabel ini sangat penting sehingga

kinerja harus sangat baik sehingga dapat

meningkatkan tingkat kepuasan penumpang

terhadap pelayanan di bandara.

Saat ini di bandara SIM terdapat 7 unit walk through metal detector dan 6 unit x-ray metal detec-

tor untuk memeriksa penumpang dan barang

bawaannya dan terdapat 13 fasilitas check in coun-

ter. Fasilitas yang sudah tersedia tersebut,

penumpang berharap ditingkatkan agar pada saat-saat jam puncak tidak terjadi antrian dan proses

pelayanan dapat berjalan lancar.

Tabel 11. Perhitungan CSI Variabel Kenyamanan

Kode ∑ X MSS ∑ Y

MIS WF (%)

WS CSI

I8 384 3,84 474 4,74 20,40 0,78

78%

I9 395 3,95 472 4,72 20,32 0,80

I10 388 3,88 456 4,56 19,63 0.76

I11 386 3,86 450 4,50 19,37 0,75

I12 389 3,89 471 4,71 20,28 0,79

Jumlah 18,39 100,00 3,88

Variabel kenyamanan yang terdiri dari 5

indikator penilaian yaitu toilet (I8), musholla (I9),

lampu penerangan (I10), suhu dan sirkulasi udara

(I11) serta kebersihan bandara (I12), diperoleh nilai CSI sebesar 78% termasuk ke dalam kategori tidak

puas (CSI <100%) dan nilai gap antara kinerja

pelayanan dengan harapan penumpang

negatif/minus. Sama halnya dengan variabel

sebelumnya, walaupun kinerja sudah baik namun karena harapan penumpang terhadap pelayanan

sangat tinggi menyebabkan tingkat kepuasan belum

sesuai dengan harapan penumpang sehingga perlu

ditingkatkan juga dimasa yang akan datang.

Tabel 12. Perhitungan CSI Variabel Kemudahan

Kode ∑ X MSS ∑ Y

MIS WF (%)

WS CSI

I13 392 3,92 464 4,64 11,37 0,45

74%

I14 349 3,49 461 4,61 11,30 0,39

I15 376 3,76 448 4,57 11,20 0,42

I16 368 3,68 445 4,64 11,37 0,42

I17 379 3,79 458 4,57 11,20 0,42

I18 373 3,73 436 4,36 10,69 0,4

I19 3,45 3,45 441 4,41 10,81 0,37

I20 3,68 3,68 457 4,57 11,20 0,41

I21 3,78 3,78 443 4,43 10,86 0,41

Jumlah 18,39 100,00 3,70

Pada variabel kemudahan nilai CSI yang didapat

adalah sebesar 74% dan nilai gap negatif. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel tersebut juga terma-suk ke dalam kategori tidak puas. Variabel ini

terdiri dari 9 indikator penilaian yaitu informasi

pelayanan penerbangan (I13), informasi gangguan

dan kompensasi penerbangan (I14), fasilitas naik

dan turun pesawat (I15), fasilitas Terminal Infor-

mation Center (I16), signage/rambu petunjuk arah tempat/lokasi dan larangan di bandara (I17), fasili-

tas trolley (I18), informasi angkutan lanjutan (I19)

dan fasilitas ruang tunggu keberangkatan (I20) serta

tempat parkir (I21).

Pada variabel ini di bandara telah tersedia 15 FIDS (Flight Information Display System), 3 unit

digital banner, 370 unit trolley, tempat parkir

dengan kapasitas 300 unit mobil, 500 unit motor, 10

unit bus dan 25 unit taxi. Beberapa fasilitas tersebut

masih perlu peningkatan baik peningkatan jumlah fasilitas maupun kapasitas agar nilai pelayanan

menjadi sangat baik dan sesuai dengan harapan

penumpang sehingga tingkat kepuasan dapat terma-

suk ke dalam kategori puas dan sangat puas.

Tabel 13. Perhitungan CSI Variabel Kesetaraaan

Kode ∑ X MSS ∑ Y

MIS WF (%)

WS CSI

I22 354 3,54 461 4,61 50,27 1,78 70%

I23 349 3,49 456 4,56 49,73 1,74

Jumlah 9,17 100,00 3,52

Tingkat kepuasan terendah terdapat pada variabel

kesetaraan yang terdiri dari 2 indikator yaitu fasilitas dan pelayanan bagi penumpang

berkebutuhan khusus (I22) dan nursery room (I23)

dengan nilai gap (minus) yang tinggi sehingga perlu

diprioritaskan untuk ditingkatkan kinerjanya dimasa

yang akan datang. Menurut SPM tahun 2018, bandara SIM hanya

terdapat 5 toilet disabilitas dan 2 nursery room.

Letak dan informasi terhadap keberadaan fasilitas

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No. 1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 62

tersebut dianggap masih kurang baik. Hal ini dapat

menjadi penyebab rendahnya penilaian responden terhadap variabel ini. Kedua indikator tersebut perlu

perbaikan untuk masa yang akan datang karena

kedua indikator dianggap sangat penting

diwujudkan pada setiap bandara.

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pada semua variabel penilaian diperoleh nilai CSI

dibawah 100% dengan nilai gap negatif. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat kepuasan terhadap

pelayanan bandaran SIM masih termasuk kategori tidak puas. Semua indikator penilaian pada lima

variabel tersebut perlu ditingkatkan kinerjanya.

Indikator tertinggi gap dengan nilai negatif dan

butuh perhatian khusus adalah informasi dan

ketersediaan area dan fasilitas pelayanan kesehatan (I2), informasi gangguan dan kompensasi

penerbangan (I14), fasilitas dan pelayanan bagi

penumpang yang berkebutuhan khusus (I22) dan

fasilitas nursery room (ruang menyusui dan

berganti pakaian).

Saran Penelitian ini menyarankan agar ada penelitian

lanjutan tentang variabel apa saja yang mempengaruhi

tingkat kepuasan penumpang bandara SIM dan ranking

prioritasnya sehingga evaluasi dan perbaikan dapat

dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan dan kemampuan pengelola bandara.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] D. Chonsalasin, S. Jomnonkwao, dan V.

Ratanavaraha, “Measurement model of

passengers’ expectations of airport service

quality,” Int. J. Transp. Sci. Technol., no.

xxxx, pp. 1–11, 2020, doi:

10.1016/j.ijtst.2020.11.001. [2] G. C. I. Bezerra dan C. F. Gomes,

“Measuring airport service quality: a

multidimensional approach,” J. Air Transp.

Manag., vol. 53, pp. 85–93, 2016, doi:

http://dx.doi.org/10.1016/j.jairtraman.2016.02.001.

[3] D. Fodness dan B. Murray, “Passengers’

expectations of airport service quality,” J.

Serv. Mark., vol. 21, no. 7, pp. 492–506,

2007, doi: 10.1108/08876040710824852. [4] E. Kursunluoglu, “Customer service effects

on customer satisfaction and customer

loyalty: a field research in shopping centers

in Izmir City - Turkey,” Int. J. Bus. Soc. Sci.,

vol. 2, no. 17, p. 52, 2011. [5] P. Suchánek dan M. Králová, “Effect of

customer satisfaction on company

performance,” Acta Univ. Agric. Silvic.

Mendelianae Brun., vol. 63, no. 3, pp. 1013–

1021, 2015, doi:

10.11118/actaun201563031013. [6] I. Nuraida, “a Model of Service Quality To

Improve International Airports Ranking

Stars,” Acad. Mark. Stud. J., vol. 23, no. 4,

p. 2678, 2019.

[7] H. Oh dan K. Kim, “Customer satisfaction, service quality, and customer value: years

2000-2015,” Int. J. Contemp. Hosp. Manag.,

vol. 29, no. 1, pp. 2–29, 2017, doi:

10.1108/IJCHM-10-2015-0594.

[8] D. Paddeu, G. Fancello, dan P. Fadda, “An experimental customer satisfaction index to

evaluate the performance of city logistics

services,” Transport, vol. 32, no. 3, pp. 262–

271, 2017, doi:

10.3846/16484142.2016.1146998.

[9] A. Gunawan dan I. Iqbal, “Quality Measurement Customer Satisfaction Index

(Csi) Method And Importance-Performance

Analysis (Ipa) Diagram Pt. Asdp Indonesia

Ferry (Persero) Merak – Banten,” J. Eng.

Manag. Ind. Syst., vol. 6, no. 1, pp. 11–19, 2018, doi: 10.21776/ub.jemis.2018.006.01.2.

[10] Y. C. Lee dkk., “Applying revised gap

analysis model in measuring hotel service

quality,” Springerplus, vol. 5, no. 1, 2016,

doi: 10.1186/s40064-016-2823-z. [11] C. Aryanti dan D. Adhariani, “Students’

perceptions and expectation gap on the skills

and knowledge of accounting graduates,” J.

Asian Financ. Econ. Bus., vol. 7, no. 9, pp.

649–657, 2020, doi:

10.13106/JAFEB.2020.VOL7.NO9.649. [12] S. Rizq, M. D. Djamaludin, dan Y.

Nurhadryani, “Analysis of Service Quality

Satisfaction of E-Ktp Service At Public

Administration and Civil Registration Office

of Bogor District,” J. Consum. Sci., vol. 3, no. 2, p. 55, 2018, doi: 10.29244/jcs.3.2.55-

65.

[13] A. Nurmahdi, “Customer satisfaction index

for transport services,” Int. J. Econ. Bus.

Adm., vol. 7, no. 1, pp. 192–199, 2019, doi: 10.35808/ijeba/205.

[14] B. Angelova dan J. Zekiri, “Measuring

Customer Satisfaction with Service Quality

Using American Customer Satisfaction

Jurnal Teknik Sipil Volume 10, No.1, Mei 2021 Universitas Syiah Kuala

- 63

Model (ACSI Model),” Int. J. Acad. Res.

Bus. Soc. Sci., vol. 1, no. 3, p. 27, 2011, doi: 10.6007/ijarbss.v1i2.35.

[15] C. Mutiawati, F. Mita Suryani, R. Anggraini,

and A. Azmeri, Kinerja Pelayanan Angkutan

Umum Jalan Raya. Yogyakarta: Deepublish,

2019.

[16] R. Indonesia, “Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 38

Tentang Standar Pelayanan Penumpang

Angkutan Udara Dalam Negeri,” Peratur.

Menteri Perhub. Republik Indones. Nomor

Pm 115 Tahun 2018, pp. 1–8, 2018, [Online]. Available:

http://hubdat.dephub.go.id/km/tahun-

2018/2669-peraturan-menteri-perhubungan-

republik-indonesia-nomor-pm-115-tahun-

2018-tentang-pengaturan-lalu-lintas-operasional-mobil-barang-selama-masa-

angkutan-natal-tahun-2018-dan-tahun-baru-

2019/download.

[17] S. M. Widodo dan J. Sutopo, “Metode

Customer Satisfaction Index (CSI) Untuk

Mengetahui Pola Kepuasan Pelanggan Pada E-commerce Model Business to Customer,”

J. Inform. Upgris, vol. 4, no. 1, pp. 38–45,

2018.

[18] H. Taherdoost, “Validity and Reliability of

the Research Instrument ; How to Test the Validation of a Questionnaire / Survey in a

Research,” no. January 2016, 2017, doi:

10.2139/ssrn.3205040.

[19] S. Trisakti dan S. Trisakti, “Analysis Of

Effect Of Quality Of Service On,” vol. 147, no. Grost, pp. 186–193, 2017.

[20] Handayani, “Bogor ( Studi Kasus :

Pengguna Trotoar Atau Fasilitas Pejalan

Kaki ),” 2018.